Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bidan sebagai tenaga kesehatan profesional dituntut selalu menjaga dan


meningkatkan profesionalisme dalam rangka memberikan pelayanan kebidanan yang
bermutu. Tujuan studi ini untuk meningkatkan kemampuan mengevaluasi hasil dari agen
pembaharuan dalam mengimplementasikan program Pelayanan Kebidanan sebagai upaya
meningkatkan profesionalisme. Pembelajaran reflektif merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengingat kembali tindakan maupun proses jalannya pembelajaran yang telah
dilakukan dalam bentuk observasi, mengkaji ulang apa yang telah terjadi dan adanya
kekurangan kelebihan masih belum tuntas dari penelitian yang telah dilakukan. Dalam
refleksi kasus harus disesuaikan berdasarkan alur berfikir seseorang dari pengalaman tiap
individu itu sendiri berbeda-beda (Marnita, 2017).

Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif. Menurut
Rahmy berpikir reflektif merupakan suatu kegiatan berpikir yang dapat membuat bidan
berusaha menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan
permasalahan baru yang berkaitan dengan pengetahuan lamanya. Keterampilan berpikir
reflektif merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang penting untuk dilatihkan
kepada bidan dalam rangka mengembangkan keterampilan mereka dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini didukung oleh Wulan (Ellianawati, dkk., 2013), yang menyatakan bahwa
keterampilan berpikir reflektif sejatinya merupakan irisan dari keterampilan berpikir kritis
dan kreatif masuk pada tataran berpikir tingkat tinggi yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi
dalam ranah berpikir Bloom. Sezer menyatakan berpikir reflektif didefinisikan sebagai
kesadaran tentang apa yang diketahui dan yang dibutuhkan (Suharna, dkk., 2013, hlm. 281) 2
Kemampuan berpikir reflektif dapat mendukung bidan untuk memilih, menyotir, dan
mempertimbangkan keputusan yang harus diambil untuk berperilaku secara matang dan
bertanggung jawab.

Menurut Sani, B. (2016), salah satu kemampuan berpikir yang harus dimiliki bidan
adalah berpikir reflektif. Kemampuan reflektif merupakan salah satu kemampuan berpikir
tingkat lanjut. Tujuan pengembangan keterampilan berpikir reflektif dalam pembelajaran
adalah untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah bidan. Kemampuan berpikir
reflektif merupakan salah satu kemampuan orang untuk melihat dan memantau dalam
menyelesaikan masalah(Nindiasari, 2011). Hal inilah yang menyebabkan keterampilan
berpikir reflektif sebagai dasar untuk memperoleh keterampilan berpikir kritis... Oleh karena
itu, berpikir reflektif sangat penting bagi bidan dalam menyelesaikan masalah pasien. Pada
proses berpikir reflektif matematis tidak hanya bergantung pada pengetahuan bidan, tetapi
juga bergantung dalam menggunakan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
memecahkan masalah. Jika siswa dapat menemukan solusi masalah untuk mencapai
tujuannya, maka bidan tersebut akan melakukan refleksi dan meningkatkan kemampuan
berpikir reflektif matematisnya dalam menyelesaikan masalah tersebut (Fuady, 2017).
Rudd (dalam Choy & Oo, 2012) menjelaskan bahwa peran penting dari pemikiran
reflektif adalah untuk mendorong kemampuan berpikir tentang masalah, yang juga
memberikan kesempatan kepada bidan untuk mengambil langkah yang lebih baik dan
memikirkan strategi terbaik untuk mencapai tujuan mereka. Menurut Rudd, ketika
menyelesaikan masalah, bidan akan melakukan pemikiran reflektif untuk melihat solusi yang
didapat, dan mereka dapat mengoreksi masalah pemecahan masalah tersebut dengan cara
merefleksikan pemikiran reflektif siswa atau mengecek solusi yang diperoleh, solusi yang
diperoleh memiliki nilai kebenaran yang lebih tinggi. Dalam pembelajaran, selain aspek
kognitif bidan juga harus memperhatikan aspek penting lainnya (Zakiah, 2017).

Menanggapi masalah di atas, maka diperlukan sebuah pembelajaran yang tepat dan
sesuai sebagai pola interaksi bidan dengan pasien yang diterapkan dalam pelaksanaan
pengambilan keputusan secara refletif kritis. Pembelajaran yang akan mendorong bidan untuk
aktif dalam menggali pengetahuannya dan menyampaikan gagasannya dalam menyelesaikan
masalah diperlukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir reflektif matematis bidan.
Berdasarkan paparan diatas mengenai pentingnya kemampuan berpikir reflektif matematis
yang harus dimiliki bidan maka penulis menulis tugas yang berjudul tentang ‘Reflektif,
kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang terjadi, siklus reflection
menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis terhadap kejadian, konseling berpusat pada individu
dan model bantuan Herons’.

B. Rumusan masalah

1. Apa itu reflektif?

2. Apa itu kritikal reflektif?

3. Apa itu reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang terjadi?

4. Apa saja siklus reflection menurut Kolb’s dan Gibbs?

5. Apa itu analisis kritis terhadap kejadian?

6. Apa itu konseling berpusat pada individu?

7. Apa itu model bantuan Herons?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa itu reflektif

2. Mengetahui apa itu kritikal reflektif

3. Mengetahui apa itu r

eflektif terhadap kasus yang telah dan sedang terjadi

4. Mengetahui apa saja siklus reflection menurut Kolb’s dan Gibbs

5. Mengetahui apa itu analisis kritis terhadap kejadian


6. Mengetahui apa itu konseling berpusat pada individu

7. Mengetahui apa itu model bantuan Herons

D. Manfaat

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
‘Reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang terjadi, siklus
reflection menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis terhadap kejadian, konseling berpusat
pada individu dan model bantuan Herons’.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi berfikir reflektif

1. Konsep berpikir

Berpikir berasal dari kata “pikir” yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan.
Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu,
menimbang-nimbang dalam ingatan. Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Pengertian berpikir menurut
Ross merupakan aktivitas mental dalam aspek teori dasar mengenai objek psikologis.
Berpikir merupakan suatu hal yang dipandang biasa-biasa saja yang diberikan Tuhan kepada
manusia, sehingga manusia menjadi makhluk yang dimuliakan.

Dasar aktifitas atau kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yang kompleks dan
dinamis. Proses dinamis dalam berpikir mencakup tiga tahapan, yaitu proses pembentukan
pengertian, proses pembentukan pendapat, dan proses pembentukan keputusan. Atas dasar
pendapat tersebut, proses berpikir merupakan aktivitas memahami sesuatu atau memecahkan
suatu masalah melalui proses pemahaman terhadap sesuatu atau inti masalah yang sedang
dihadapi dan faktor-faktor lainnya. Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting
dalam pendidikan, belajar, dan pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud
keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan atau
masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti eksperimen,
observasi, dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir dalam pelaksanaan belajar mengajar
para siswa bertujuan untuk membangun dan membentuk kebiasaan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik, benar, efektif dan efisien. Tujuan
akhirnya adalah berharap siswa akan menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat.

Penjelasan di atas mengenai proses berpikir, peneliti dapat menyimpulkan bahwa


berpikir yaitu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang sedang dihadapi agar dapat menghasilkan sebuah solusi atas sebuah
persoalan yang sedang dihadapinya dari pengetahuan yang didapatkannya sebagai keseriusan
siswa dalam belajar.

2. Pengertian berfikir reflektif

Salah satu keterampilan berfikir tingkat tinggi adalah berfikir reflektif. King
berpendapat bahwa “Higher order thinking skill include critical, logical, reflective thingking,
metacognitive, and creative thinking”. Yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat
tinggi adalah kritis, logis, berpikir reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Salah saat
keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif.
Lauren Resnick mendefinisikan berfikir tingkat tinggi sebagai berikut:

a. Berfikir tingkat tinggi bersifat non-algoritmik. Artinya, urutan tindakan itu tidak dapat
sepenuhnya ditetapkan terlebih dahulu.

b. Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Urutan atau langkah langkah keseluruhan itu
tidak dapat “dilihat” hanya dari satu sisipandangan tertentu.

c. Berpikir tingkat tinggi sering menghasilkan multisolusi, setiap solusi memiliki kekurangan
dan kelebihan.

d. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan yang seksama dan interpretasi.

e. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan multikriteria, sehingga kadang-kadang


terjadi konflik kriteria yang satu dengan yang lain. Berpikir tingkat tinggi sering
melibatkan ketidakpastian. Tidak semua hal yang berhubungan dengan tugas yang sedang
ditangani dapat dipahami sepenuhnya.

g. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengaturan diri dalam proses berpikir. Seorang individu
tidak dapat dipandang berpikir tingkat tinggi apabila ada orang lain yang membantu di
setiap tahap.

h. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penggalian makna, dan penemuan pola dalam
ketidakberaturan.

i. Berpikir tingkat tinggi merupakan upaya sekuat tenaga dan kerja keras. Berpikir tingkat
tinggi melibatkan kerja mental besar-besaran yang diperlukan dalam elaborasi dan
pemberian pertimbangan.

Berpikir reflektif merupakan sebuah kemampuan siswa dalam menyeleksi


pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berpikir reflektif adalah bagian
dari proses berpikir kritis yang mengacu pada proses menganalisis dan membuat penilaian
tentang apa yang telah terjadi. Pemikiran reflektif adalah yang paling penting dalam
mendorong pembelajaran selama situasi penyelesaian masalah yang kompleks karena
memberikan siswa kesempatan untuk mundur dan berpikir tentang bagaimana mereka benar–
benar memecahkan masalah dan bagaimana satu set strategi pemecahan masalah tertentu
diselesaikan untuk mencapai tujuan mereka. John Dewey mengemukakan suatu bagian dari
metode penelitiannya yang dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey
berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang
belum matang (terutama anakanak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan
tujuan dari pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial
seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif.

Dewey juga mengemukakan bahwa berpikir reflektif adalah suatu proses mental
tertentu yang memfokuskan dan mengendalikan pola pikiran. Dia juga menjelaskan bahwa
dalam hal proses yang dilakukan tidak hanya berupa urutan dari gagasan-gagasan, tetapi
suatu proses sedemikian sehingga masing-masing ide mengacu pada ide terdahulu untuk
menentukan langkah berikutnya. Dengan demikian, semua langkah yang berurutan saling
terhubung dan saling mendukung satu sama lain, untuk menuju suatu perubahan yang
berkelanjutan yang bersifat umum. Berpikir reflektif sebagai mata rantai pemikiran
intelektual, melalui penyelidikan untuk menyimpulkan.

Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa yang
diketahui dan apa yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperlukan untuk menjembatani
kesenjangan situasi belajar. Sedangkan menurut Gurol definisi dari berpikir reflektif adalah
proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi,
mendapatkan makna mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Rogers
menyatakan bahwa kurangnya definisi atau pengertian yang jelas mengenai berpikir reflektif
dan kriterianya, tentu hal tersebut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dan dari
pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masih belum ada definisi yang jelas mengenai
berpikir reflektif.

Penjelasan di atas mengenai pengertian berpikir reflektif, peneliti dapat


menyimpulkan bahwa berpikir reflektif adalah serangkaian langkah – langkah pengetahuan
yang telah dimiliki dan sedang dipelajari dalam menganalisa masalah, mengevaluasi,
menyimpulkan dan memutuskan penyelesaian yang terbaik terhadap masalah yang diberikan.

3. Karakteristik berpikir reflektif

Boody, Hamilton dan Schon menjelaskan tentang karakteristik dari dari berpikir
reflektif sebagai berikut:

a. Refleksi sebagai analisis retrospektif atau mengingat kembali (kemampuan untuk menilai
diri sendiri). Dimana pendekatan ini siswa maupun guru merefleksikan pemikirannya
untuk menggabungkan dari pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari pengalaman
tersebut berpengaruh dalam prakteknya.

b. Refleksi sebagai proses pemecahan masalah (kesadaran tentang bagaimana seseorang


belajar). Diperlukannya mengambil langkahlangkah untuk menganalisis dan menjelaskan
masalah sebelum mengambil tindakan.

c. Refleksi kritis pada diri (mengembangkan perbaikan diri secara terus menerus). Refleksi
kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali dan
mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan.

d. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan
dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas
maupun masalah.

Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam menentukan
praktik dari kemampuan berpikir reflektif. Menurut Santrock, siswa yang memiliki gaya
reflektif cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan
akurasi jawaban. Individu reflektif sangat lamban dan berhati-hati dalam memberikan
respons, tetapi cenderung memberikan jawaban secara benar. Siswa yang reflektif lebih
mungkin melakukan tugas-tugas seperti mengingat informasi yang terstruktur, membaca
dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat
keputusan. Selain itu, siswa yang reflektif juga mungkin lebih menentukan sendiri tujuan
belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Dan biasanya memiliki standar kerja
yang tinggi. Berpikir reflektif sangat mempengaruhi perilaku baik atau buruk, percaya diri
atau tidaknya seseorang. Dengan demikian guru harus mengetahui berpikir reflektif agar
disesuaikan dengan pembelajaran. Hatton dan Smith mengemukakan bahwa berpikir reflektif
merupakan suatu cara dalam mengubah perilaku seseorang, dan ini merupakan cara untuk
mengatasi masalah praktis.

B. KRITIKAL REFLEKTIF

Kritikal reflektif merupakan kemampuan seseorang dalam berpikir merefleksikan hal


–hal yang telah terjadi secara kritis.orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis
tidak hanya mengenal sebuah jawaban. Berpikir kritis berarti melakukan proses penalaran
terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang mengapa dan bagaimana proses
pemecahan. Tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat atau ide, termasuk di
dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikirn yang di dasarkan pada pendapat yang di
ajukan. Berdasarkan pengertian dan prinsip-prinsip berpikir kritis, maka berpikir kritis-
reflektif adalah berpikir secara terus-menerus dan mendalam, demi mencapai keterampilan
berpikir tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan yang tepat.

Berpikir kritis dalam pandangan John Dewey adalah, "berpikir reflektif", yang artinya
adalah pertimbangan yang sifatnya aktif, persisten (terus-menerus) dan teliti, mengenai
sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja, dengan dipandang dari
sudut alasan yang mendukungnya, dan kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya
(Dewey, 1909:9). Apa yang dimaksudkan Dewey di sini adalah, bahwa secara essensial,
berpikir kritis adalah sebuah proses aktif dengan beberapa prinsip berpikir kritis-reflektif
berikut:

 Fokus berpikir dalam diri sendiri yaitu dengan prinsip-prinsip:

a) memikirkan sesuatu secara mendalam;

b) menghindari pelbagai hal yang datangnya dari orang lain, yang cenderung pasif;

c) mengajukan berbagai pertanyaan dalam diri sendiri, sebagai upaya menemukan


informasi yang relevan.

 Berpikir terus-menerus dalam diri sendiri dengan teliti. Tidak buru-buru menuju
kesimpulan.
 Pikirkan apa hal-hal yang menjadi alasan untuk meyakini sesuatu, dan implikasinya dari
keyakinan-keyakinan.
Dalam perkembangannya, muncul seorang penulis terkenal, Edward Glaser (1941:5), yang
mengembangkan konsep Dewey ini dengan mendefenisikan berpikir kritis dengan tiga
pengertian berikut:

1. Berpikir kritis adalah suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
2. Berpikir kritis adalah pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran
yang logis.
3. Berpikir kritis adalah semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-
metode, yang menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pengetahuan asumtif (dugaan) berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-
kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Dari apa yang didefenisikan Glaser di atas, prinsip berpikir kritis-reflektif dapat diringkas
menjadi 2 poin penting berikut ini:
- Memiliki keterampilan berpikir tertentu
- Menggunakan keterampilan itu
Sementara itu, Robert Ennis yang merupakan pakar perkembangan tradisi berpikir
kritis, menegaskan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif,
yang bertugas untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya dan dilakukan (dalam Norris &
Ennis, 1989). Prinsip-prinsip utama dari berpikir kritis menurut pengertian Robert Ennis ini
adalah, masuk akal, reflektif (aktif danpresisten), dan mengambil keputusan.
Berdasarkan pengertian dan prinsip-prinsip berpikir kritis para ahli di atas, maka
berpikir kritis-reflektif adalah berpikir secara terus-menerus dan mendalam, demi mencapai
keterampilan berpikir tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan yang tepat. Dan
didalam berpikir kristis-relektif ini, dapat dilakukan dengan prinsip-prinsipnya seperti:
 Fokus berpikir dalam diri sendiri---mediasi diri
 Essensial (aktif dan resisten)---terus menerus dan teratur
 Menghindari masukan negatif yang pasif
 Meyakini hal yang masuk akal---wajar
 Mengajukan pertanyaan-pertanyan positif
 Tidak terburu-buru memutuskan---pertimbangan matang
 Mengambil keputusan---memutuskan dengan cara terampil

C. REFLEKTIF TERHADAP KASUS YANG TELAH DAN SEDANG TERJADI


( reflection in and on action )

Sebagai seorang profesi bidan harus memanfaatkan kompetensinya, sumber daya


pikirnya untuk berpikir kritis agar menegakkan suatu diagnosa kebidanan yang tepat sehingga
tercapak pengambilan keputusan dan menghasilkan asuhan yang bermutu. Kajian ini
bertujuan untuk menganalisis salah satu kemampuan yang harus di miliki salah satu profesi
bidan yaitu berpikir kritis.
METODE BERPIKIR KRITIS

1. Debat
2. Individual decision
3. Group discusion
4. Persuasi
5. Propaganda
6. Coercion
7. Kombinasi beberapa metode

D. Siklus reflection menurut kolb’s dan gibb


1. Reflection kolb’s

David Kolb sekitar awal tahun 1980-an, mengenalkan metodologi belajar yang nyaris
mirip “Daur Belajar” dari pengalaman yang distrukturkan (stuctural experiences learning
cyrcle) yang telah dieksperimenkan di Sanggar Anak Alam (SALAM) dalam kurun waktu 17
tahun ini. Dalam pemikiran, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan
antara memahami dan mentransformasi pengalaman. Experiential Learninng Theory
kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan pada
model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pembelajaran experiential Kolb
bekerja pada dua level : empat tahapan siklus belajar dan empat gaya belajar yg terpisah.
Pemikiran Kolb banyak terkait dengan proses kognitif internal si pembelajar. Belajar
melibatkan penguasaan konsep abstrak yang dapat diterapkan secara fleksibel tergantung
pada situasi. Pada teori Kolb, perkembangan konsep baru muncul dari pengalaman baru.
2. The Experiential Learning Cycle

Gaya belajar eksperiensial Kolb ditampilkan dalam empat tahapan siklus belajar di mana
pembelajar ‘menyentuh semua dasar’.

 Tahap pengamalan langsung (Concrete Experience)


Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang mengalami sesuatu peristiwa sebagaimana
adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu). Dalam tahap
ini seseorang belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang
sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.

 Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation)


Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban,
melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa
terjadi, dan mengapa terjadi.

 Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization)


Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan
suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian.

 Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)


Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu
mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata.

Pembelajaran yg efektif tampak ketika seseorang berkembang dalam siklus yg terdiri


dari empat tahapan yakni memiliki pengalaman nyata yang diikuti dengan observasi dan
refleksi terhadap pengalaman tersebut yg akan membawa pada pembentukan konsep abstrak
(analisis) dan generalisasi (konklusi) yg kemudian digunakan untuk menguji hipotesis pada
situasi masa depan, untuk menghasilkan pengalaman baru.
Kolb menganggap belajar adalah proses menyeluruh dengan setiap tahapan yg saling
mendukung. Sangat mungkin memasuki siklus tersebut dari tahapan manapun dan mengikuti
urutannya.

3. Gaya Belajar

Ada empat gaya belajar berbeda yg didasarkan dari siklus belajar empat-tahap di atas.
Kolb menjelaskan bahwa seseorang secara alami akan memilih satu gaya belajar tertentu.
Beberapa faktor memengaruhi pilihan gaya ini. Misalnya, lingkungan sosial, pengalaman
pendidikan, atau struktur kognitif dasar dari setiap individu. Apapun yg memengaruhi pilihan
itu, pilihan gaya belajar sebenarnya adalah hasil dari gabungan dua pasang variabel, atau dua
‘pilihan’ terpisah yg kita buat, yg disajikan oleh Kolb dalam grafik kurva,: Sumbu Y
disebut processing continuum (sumbu pemrosesan, bagaimana pendekatan kita terhadap suatu
tugas), dan sumbu X disebut perception continuum (sumbu persepsi, respons emosi, atau
bagaimana kita berpikir atau merasakannya).

Seorang pembelajar akan menemukan, melihat sesuatu dari perspektif yg berbeda.


Mereka sensitif. Lebih suka melihat daripada melakukan, cenderung mengumpulkan
informasi dan menggunakna imajinasi untuk mengatasi masalah. Paling mampu menyajikan
situasi konkret dari sejumlah sudut pandang yang berbeda. Kolb menyebut gaya ini
‘diverging’ (menyebar) karena mereka mampu merespons situasi yg membutuhkan ide-ide
dengan lebih baik, misalnya brainstorming. Mereka memiliki ketertarikan kultural yg lebih
luas dan senang mengumpulkan informasi. Mereka tertarik pada orang-orang, cenderung
imajinatif dan emosional, kuat dalam seni. Lebih memilih bekerja dalam kelompok,
mendengarkan dengan piliran terbuka dan menerima feedback personal.

Pendekatan logis dan ringkas. Ide dan konsep lebh penting daripada orang. Mereka
lebih suka penjelasan yg jelas daripada kesempatan praktis. Mereka mampu memahami
informasi yg luas dan mengolahnya dalam format yg logis dan jelas. Mereka tidak terlalu
terfokus pada orang dan lebih tertarik pada ide dan konsep abstrak. Lebih tertarik pada teori-
teori yg terdengar logis ketimbang pendekatan yg berbasis nilai-nilai praktis. Gaya belajar ini
penting untuk keefektifan informasi dan karir keilmuan. Dalam situasi belajar formal, mereka
memilih membaca, ceramah, model eksplorasi analitis, dan banyak waktu memikirkan
sesuatu secara menyeluruh. Mereka bisa memecahkan masalah dan menggunakan
pembelajarannya untuk menemukan solusi atas isu-isu praktis. Mereka memilih tugas-tugas
teknis, tidak terlalu terfokus pada orang dan aspek-aspek interpersonal. Mereka paling
mampu menemukan praktik-prakti terbaik atas ide-ide dan teori-teori. Mampu memecahkan
masalah dan membuat keputusan atas pertanyaan dan masalah. Mereka lebih tertarik pada
tugas dan masalah teknis ketimbang isu-isu sosial atau interpersonal. Mereka suka
bereksperimen dengan ide baru, simulasi, dan bekerja pada penerapan praktis. Karenanya
mereka memiliki kemmampuan teknologi dan spesialisasi yg baik.

Gaya ini adalah yg paling umum. Bergantung pada intuisi ketimbang logika. Mereka
menggunakan analisis orang lain, memilih pendekatan eksperiensial yg praktis. Tertarik pada
tantangan dan pengalaman baru, serta membuat rencana. Biasanya bertindak atas dasar
insting ‘nekat’ ketimbang analisis logis. Mereka cenderung bergantung pada informasi orang
lain daripada menganalisis sendiri. Fasilitator harus memastikan bahwa aktivitas dirancang
dan dijalankan dengan cara yg memungkinkan setiap pembelajar menggunakan cara yg
paling sesuai bagi mereka.  Idealnya, aktivitas dan materi harus dikembangkan dalam cara yg
mendekati kemampuan dari setiap tahap siklus belajar eksperiensial dan membawa siswa
melalui seluruh proses secara berurutan. Pembelajaran efektif hanya terjadi jika seseorang
mampu melakukan keempat tahapan tersebut. Karenanya, tak satu tahapan pun efektif
sebagai cara belajar jika berdiri sendiri. Pada dasarnya, orang yang sedang belajar, mereka
tidak akan sadar bahwa tahap-tahap tersebut berlangsung pada diri mereka—begitu saja
terjadi.

Instrumen penelitian kolb’s didasarkan pada teori belajar eksperiensial. Dalam siklus
belajar eksperiensial yang ideal, seseorang belajar dari pengalaman kongkrit, kemudian
mengamati sekaligus memikirkan pengalaman tersebut dan pengalaman-pengalaman masa
lalu secara mendalam melalui observasi reflectif. Hasil observasi reflektif akan menghasilkan
hipotesis atau praduga tertentu, yang di istilahkan sebagai konseptualisasi abstrak. Praduga-
praduga ini akandi cobakan dan menghasilkan pengalaman baru lewat eksperimentasi aktif.
Pengalam kongkrit baru akan di olah kembali melalui observasi refleksi, demikian seterusnya
sehungga siklus belajar ini akan berulang.

Kolb mendasarkan model EL-nya pada problem-solving model versi Lewin yang secara
luas digunakan dalam organisasi perkembangan. Kolb membuktikan bahwa model tersebut
sangat mirip dengan karya Dewey dan Piaget.

Kolb menawarkan empat tahap Experiential Learning Cycle (Siklus EL) (Knowles, 1998:
146-147):

a. Concrete Experience (CE): Keterlibatan penuh (peserta didik) dalam pengalaman baru di
sini dan sekarang ini (here-and-now);
b. Reflective Observation (RO): Mengamati secara reflektif terhadap pengalaman peserta
didik dari banyak perspektif;

c. Abstract Conceptualization (AC): Memformulasi atau mengonseptualisasi yang


mengintegrasikan hasil pengamatan (dan refleksi) peserta didik (terhadap pengalaman)
menjadi teori (konsep) yang logis;

d. Active Experimentation (AE): Menguji-cobakan (eksperimentasi) teori-teori untuk


membuat keputusan dan memecahkan masalah.

Model Kolb Contoh sederhana yang merepresentasikan empat siklus EL di atas


adalah belajar bagaimana mengendarai sepeda. Pada tahap “pengalaman nyata (Concrete
Experience)”, seorang pembelajar secara fisik mengalami naik sepeda “di sini-dan-sekarang
ini”. Pengalaman ini membentuk “landasan untuk pengamatan dan penalaran (Observation
and Reflection), dan dia memiliki kesempatan untuk memikirkan apa yang berhasil atau yang
gagal (Reflective Observation), dan dia memikirkan cara-cara untuk meningkatkan kinerja
mengendarai sepeda pada percobaan berikutnya (Abstract Conceptualization) . Setiap
percobaan baru untuk mengendari sepeda didasari oleh pola siklus pengalaman terdahulu,
penalaran dan eksperimen aktif (Active Experimentation).

Model Kolb bekerja pada dua level Siklus Empat Tahap:

a) Pengalaman Nyata (Concrete Experience/CE);

b) Pengamatan Reflektif (Reflective Observation/RO)

c) Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization/ AC);

d) Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation/AE).

Serta empat tipe gaya belajar (masing-masing merepresentasikan kombinasi dua gaya
belajar), di mana Kolb menggunakan istilah:

a) Divergen (CE/RO);

b) Asimilasi (AC/RO);

c) Konvergen (AC/AE);

d) Akomodasi (CE/AE).
4. Reflection gibbs

Siklus gibbs merupakan pengembangan siklus kolb’s ( 1984 )


1) Description

Pada tahapan ini merupakan deskripsi dari pengalaman. Jelaskan pengalaman yang


akan direfleksikan, dalam tahap ini hal yang harus dideskripsikan meliputi apa yang individu
ketahui seperti: apa yang terjadi? apa yang orang lain lakukan? faktor- faktor apa saja yang
terkait dengan pengalaman ini? (termasuk di mana, kapan,dalam situasi seperti apa?) apa
yang anda lakukan di situasi tersebut? apa yang akan direfieksi?. Pertanyaan - pertanyaan
tersebut sangat membantu untuk mengembangkan kesadaran individu, yakni kesadaran akan
makna perkembangan dan pengalaman dalam hidupnya.

2)  Feelings

Identifikasi reaksi, perasaan, pikiran yang muncul dan dirasakan saat kejadian.
Cobalah untuk jujur mengenai apa yang dirasakan dan pikirkan meskipun hal ini mungkin
tidak mudah. Cobalah untuk mengingat dan mengeksplorasi apa yang terjadi di dalam
pikiran, termasuk: bagaimana perasaan ketika kejadian ini terjadi, apa yang dipikirkan saat
itu, bagaimana perasaan anda, bagaimana perasaan orang lain, bagaimana perasaan anda dari
apa yang terjadi, apa yang anda pikirkan tentang hal itu sekarang. Dalam kerangka pemikiran
Gibbs, kesadaran juga termasuk yang bukan hanya dalam bentuk aspek kognitif melainkan
juga bentuk perasaan. Oleh karena itu tahap emosi dan pikiran dalam siklus Gibbs ini
menjadi hal penting. Pentingnya tahap ini terutama karena dalam pengalaman kehidupan
yang negatif, seseorang cenderung akan mengalami berbagai perasaaan seperti tertekan,
marah, sedih, khawatir, dan sebagainya. 

Refleksi membantu untuk mengambil jarak terhadap emosi negatif tersebut dan tahap-
demi tahap menemukan maknanya. Apabila individu cenderung memikirkan situasi negatif
tersebut secara kompulsif, dikhawatirkan yang terjadi bukan proses refleksi melainkan
ruminasi. Ruminasi adalah suatu cara merespon terhadap distress yang meliputi pemusatan
pikiran atau aktivitas berpikir terhadap distres secara terus-menerus dan berulang-uilang,
tentang penyebab dan konsekuensinya. Kecenderungan respon terhadap peristiwa negatif
akan menyebabkan depresi.

3)  Evaluation

Mengevaluasi atau membuat keputusan tentang apa yang telah terjadi, Pertimbangkan
apa yang baik tentang pengalaman dan apa yang buruk tentang pengalaman. Penilaian dalam
evalusi ini meliputi dua proses yaitu self judgment dan casual attribution. Self
judgment merupakan penilaian diri yang merujuk pada perbandingan pengamatan terhadap
penampilan orang lain. Casual atribution berarti keyakinan akan penyebab terjadinya
kegagalan atau kesuksesan.

4) Analysis

Tahap analisis akan menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu hal dapat
terjadi serta penjelasan mengenai pengalaman yang terjadi. Langkah selanjutnya adalah
mengeksplorasi alternatif dimana individu diharapkan dapat mencari kemungkinan lain
dalam bertindak/pilihan lainnya, berpikir dan menemukan cara pandang baru terhadap
pengalaman yang ada dalam konteks nyata di kehidupan.

5) Conclusion

Kesimpulan dari pengalaman dan analisis yang telah dilakukan, hasil dari tahap ini
suatu pembelajaran bagi individu yang ditandai oleh kemampuan mengkritik diri sendiri dan
dapat menumbuhkan emansipasi terhadap sesama ataupun lingkungan.

6) Action plan

Tahap ini seseorang diminta merumuskan suatu rencana tindakan yang akan
dilakukan seandainya diwaktu yang akan datang akan mengalami peristiwa serupa.
Berdasarkan hasil belajar dari pengalaman, tindakan apa yang akan anda lakukan dalam
kehidupan selanjutnya.

Lebih ringkas nya enam tahap siklus gibbs :

 Description : menggambarkan apa yang terjadi secara akurat dan detail

 Feelings : menggambarkan apa yang di rasakan dan di pikirkan.

 Evaluation : menilai hal baik dan hal buruk dari pengalaman tersebut.

 analysis : menggambarkan pendapat mengenai situasi tersebut

 Conclusion : menegaskan hal yang seharusnya di lakukan maupun tidak.

 Action plan : rencana yang akan di lakukan selanjutnya.


E. Analisis kritis terhadap kejadian ( critical incident analisis )
1. Strategi critical incident ( pengalaman penting )
Suatu strategi mengingat dan mendiskripsikan pengalaman masa lalu yang menarik
dan berhubungan serta berkaitan dengan pokok bahasan yang akan di sampaikan. Strategi
ini di ilhami dari masalah dalam proses pembelajaran. Tujuan strategi ini ialah usaha untuk
melibatkan peserta didik aktif sejak di mulainya pembelajaran dengan meminta peserta
didik mengungkapkan pengalaman mereka, memiliki terkait materi atau masalah yang
hendak di kaji.

F. Konseling berpusat pada individu ( person-centered coucelling )


Pendekatan Person Centered merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Carl
Rogers. Pendektan ini didasarkan pada suatu konsep dari psikologi humanistik. Teori ini
awalnya dikembangkan dan diusulkan oleh Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang
dianggapnya keterbatasan sekaligus pemaksaan psikoanalisis. Pendekatan Rogerian
menitikberatkan pada kemampuan dan tanggung jawab klien untuk mengenali cara
pengidentifikasian dan cara menghadapi realitas secara lebih akurat. Semakin baik klien
mengenali dirinya, semakin besar kemampuan mereka mengidentifikasi perilaku yang
paling tepat untuk dirinya. Rogers menekankan pentingnya konselor untuk bersikap hangat,
tidak berpura-pura, empatik dan memberikan perhatian.

Pada pendekatan ini, konselor memberikan kepercayaan kepada konseli sebagai


manusia yang mampu menemukan dan mengatasi permasalahan sendiri, sehingga kami
berpendapat bahwa selama proses konseling, konseli mungkin mengembangkan pemahaman
yang lebih tentang tujuan mereka sebenarnya. Pendekatan  ini juga menunjukkan hubungan
konseli dan konselor menjalin hubungan seperti partner, sehingga pendekatan person-
centered dibutuhkan hubungan interpersonal antara konselor dan klien, sehingga terbentuk
kontak psikologis yang terbangun, dan keberhasilan proses konseling pada pendekatan ini
ditentukan oleh komunikasi antara klien dan konselor.

Pendekatan terpusat pada pribadi didasarkan suatu konsep dari psikologi humanistic,
dan pendekatan ini juga bisa diklasifikasikan sebagi cabang dari perspektif eksistensial.  Pada
awal tahun 1940 Rogers mengembangkan apa yang disebut nondirective counseling
(konseling yang non direktif). Asumsi dasar Rogers adalah bahwa orang itu secara esensial 
bisa dipercaya, bahwa mereka memiliki dari potensi yang besar untuk bisa memahami diri
mereka sendiri dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari pihak
terapis, dan bahwa mereka ada kemampuan untuk tumbuh sesuai dengan arahan mereka
sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan terapeutik. Kemudian dikembangkannya teori
kepribadian yang sistematik dan menerapkan teori kepribadian ini pada praktek konseling
individual.

Untuk merefleksi fokusnya ini dia namakan pendekatannya ini terapi terpusat pada
klien (Rogers, 1951). Lambat laun pendekatan ini memperluas kawasan pengaruhnya ke
berbagai lapangan jauh dari titik asalnya. Falsafah terpusat pada klien ini diterapkan pada
pendidikan, misalnya, dan disebut pengajaran terpusat pada siswa. Selama tahun-tahun 1950-
an dan 1960-an Rogers dan kawan-kawan meneruskan untuk menguji hipotesis yang
melandasi pendekatan terpusat pada klien dengan mengadakan penelitian yang ekstensif pada
proses dan hasil akhir dari psikoterapi. Oleh karena itu pengaruh Rogers yang makin meluas
itu, termasuk minatnya pada bagaimana orang bisa mendapatkan, memiliki, berbagai, atau
mengalahkan kekuasaan dan control pada orang lain dan diri sendiri, teorinya menjadi di
kenal orang dengan nama pendekatan terpusat pada pribadi (person centered
approach). Pada tahun 1960-an dan 1970-an dia berbuat banyak untuk mendorong
berkembangnya kelompok pertumbuhan pribadi dan di terapkannya  idenya itu pada azaz
kelompok yang bertemu dengan populasi yang banyak (Rogers,1970).

Konseling berpusat pada person ini memperoleh sambutan positif dari kalangan
ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini,
pendekatan konseling ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan ini
Geldard (1989) menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan
manfaat (userfull) dalam membantu klien. Konseling berpusat pada person (person centred
therapy) dikembangkan oleh Carl Person Rogers, salah seorang psikolog klinis yang sangat
menekuni bidang konseling dan psikoterapi. Dia dilahirkan pada 1920 di Loak Park, Illinois.
Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa
prinsip terapi ini tidak hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-prinsip terapi ini
dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik berat dari PCT
meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist lebih aktif & terbuka,
lebih memperhatikan pengaruh lingkungan. Periode ini memperkenalkan unsur-unsur penting
dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan positif, dan pengertian
yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang efektif.  

Didasarkan pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan


sumber daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke
pertumbuhan pribadi. Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat terapi.
Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia
yang melihat orang memiliki sifat bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi
secara penuh (becoming fully functioning). Asumsi dasarnya adalah dalam konteks suatu
hubungan pribadi dengan kepedulian terapist, klien mengalami perasaan yang sebelumnya
ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-awareness.

2. Tujuan konseling

Menurut Rogers (dalam Corey, 2009:169) manusia pada dasarnya dapat dipercaya ,
memiliki akal, mampu memahami diri dan pengarahan diri sendiri, mampu membuat
perubahan yang konstruktif, dan mampu untuk hidup efektif dan produktif. Rogers
menyatakan tiga atribut terapis yang dapat menciptakan iklm pertumbuhan di mana individu
dapat bergerak maju dan menjadi apa yang mereka inginkan: (1) kesesuaian (keaslian,  atau
realitas), (2) penghargaan positif tak bersyarat (pemahaman dan peduli), dan (3) pemahaman
empatik akurat (kemampuan untuk sangat memahami dunia subjektif dari orang lain). Jika
terapis mengkomunikasikan sekap tersebut, mereka  yang dibantu akan menjadi kurang
defensive dan lebih terbuka terhadap diri mereka, dan mereka akan berperilaku dengan cara
proporsial dan konstruktif.

Sejumlah perubahan yang diharapkan muncul dengan sukses dari penggunaan pendekatan ni
(rogers,1959b) adalah :

1. Klien bisa melihat dirinya degan cara yangberbeda dari sebelumnya.


2. Klien dapat menerima diri dan perasaannya lebih utuh.
3. Klien menjadi lebih percayadiri (self-confident) dan sanggup mengarahkan (self
directing).
4. Klien sanggup menjadi pribadi yang diinginkan.
5. Klien menjadi lebih fleksibel dalam persepsinya dan tidak lagi keras diri sendiri.
6. Klien sanbgup mengapdosi tujuan-tujuan yang lebih realistik.
7. Klien mampu bersikap lebih dewasa.
8. Klien sanggup mengubah perilaku ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, bahkan
kendati itu alkohollisme kronis yang sungguh lama diperbuatnya.
9. Klien jadi lebih sanggup menerima keberadaan orang lain apa adanya.
10. Klien jadi lebih terbuka kepada bukti entah dari luar atau didalam dirinya.
11. Klien beruah dalam karakteritik kepribadian dasarnya dalam cara-cara kontruktif.

Tujuan konseling berfokus pribadi adalah menawarkan kondisi yang akan


memampukan terjadinya penyembuhan keterpecahan nurani dan memulai kembali secara
utuh dengan pengalaman dan proses penghargaan yang ada sejak lahir. Bertumpu pada alasan
tunggal, namun sulit dijangkau bahwa menawarkan rasa hormat, pemahaman mendalam dan
kehadiran yang tulus dan terbuka kepada klien akan menciptakan iklim keamanan dan
kepercayaan tak bersyarat. Secara bertahap, klien akan semakin membutuhkan perlindungan
terhadap pengalaman yang mengancam lapisan yang dibangunnya. Perasaan, pikiran dan
persepsi yang sebelumnya telah ditransformasikan atau dibuang jauh-jauh dapat dipegang
dalam kesadaran dan dinilai ulang, mengizinkan penyerapan pengalaman yang lebih
memuaskan ke dalam diri. Tujuan konseling berfokus pribadi mengandung paradoksal
(seolah-olah berentangan) yang nyata. Tiada keluaran khusus yang diraih konselor, namun
ada rasa perubahan positif yang sangat jelas. Penyelesaian paradoksal itu terletak pada
pemahaman berfokus pribadi bahwa kehadiran orang lain yang terbuka, tidak mengancam
dan tertarik bisa memfasilitasi pertumbuhan dan kesejahteraan kita. Bersama klien, oleh
karena itu seorang konselor perlu berupaya keras untuk menjadi dengan cara tertentu,
ketimbang melakukan atau meraih sesuatu. Konselor bukanlah hakim dalam proses klien,
menilai dan mengarahkan peristiwa. Alih-alih, konselor memfasilitasi relasi di mana klien
tetap menjadi ahli pengalaman mereka sendiri.
Beberapa kelemahan person-centered therapy adalah sebagai berikut.
1. Sulit bagi konselor untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
2. Konseling menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
3. Minim teknik untuk membantu konseli memecahkan masalahnya.
4. Tidak cukup sistematik, terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil
tanggungjawabnya.
5. Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga
melupakan keasliannya.
6. Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus
dikembangkan dalam hubungan konseling.

Sedangkan beberapa kelebihannya adalah sebagai berikut.

1. Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis


yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
2. Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3. Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
4. Konseli memiliki pengalaman positif dalam konseling ketika mereka fokus dalam
menyelesaiakan masalahnya.
5. Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka
didengarkan dan tidak dijustifikasi.

G. Model bantuan menurut Herons


1. Memahami Model
Ada beberapa istilah teknis yang digunakan buat menggambarkan kategori. Jangan
menahan oleh mereka – mereka yg diperlukan buat mengungkapkan contoh ini & kita
mendefinisikan mereka sepenuhnya di bawah ini. Jika intervensi membantu adalah
"otoritatif", itu berarti bahwa orang yang "membantu" (acapkali seseorang manajer atau
supervisor) merupakan memberikan warta, menantang orang lain atau menerangkan apa yg
orang lain harus lakukan.

Jika intervensi membantu adalah "fasilitatif", itu berarti bahwa orang yg "membantu"
merupakan menggambar pandangan baru-inspirasi, solusi, kepercayaan diri, & sebagainya,
dari orang lain, membantu dia atau beliau buat mencapai nya solusi sendiri atau keputusan .

Model Heron memiliki dua kategori dasar atau gaya – "otoritatif" dan "fasilitatif dan
quot”. Mereka dua kategori rincian lebih lanjut ke dalam enam kategori total buat
menyebutkan bagaimana orang hegemoni waktu membantu. untuk menjelaskan bagaimana
orang intervensi ketika membantu antara lain :
A. Otoritatif
1. Bersifat menentukan
 Memberikan saran dan bimbingan
 Beritahu orang lain bagaimana mereka harus berperilaku
 Katakan kepada mereka apa yang harus dilakukan

2. Informatif
 Memberi Anda melihat dan mengalami
 Jelaskan latar belakang dan prinsip-prinsip
 Membantu orang lain mendapatkan pemahaman yang lebih baik
3. Menghadapi
 Menantang pemikiran orang lain
 Memutar ulang persis apa yang telah dikatakan atau dilakukan
 Beritahu mereka apa yang Anda pikirkan adalah menahan mereka kembali
 Membantu mereka menghindari membuat kesalahan yang sama lagi

B. Fasilitatif
4. Obat pencahar

 Membantu orang lain mengungkapkan perasaan mereka atau ketakutan


 Berempati dengan mereka

5. Katalis

 Ajukan pertanyaan untuk mendorong pemikiran segar


 Mendorong orang lain untuk menghasilkan pilihan baru dan solusi
 Mendengarkan dan meringkas, dan mendengarkan lagi

6. Mendukung

 Beritahu orang lain Anda menghargai mereka (kontribusi mereka, niat baik atau
prestasi)
 Pujilah mereka Menunjukkan bahwa mereka memiliki dukungan dan komitmen

2. Resmi Intervensi

Ini merupakan:

 “Preskriptif” – Anda secara eksplisit mengarahkan orang yang Anda membantu


dengan memberikan saran dan arah.
 “Informatif” – Anda memberikan informasi untuk mengajar dan membimbing orang
lain.
 “Menghadapi” – Anda tantangan perilaku orang lain atau sikap. Tidak menjadi
bingung dengan konfrontasi yang agresif, “menghadapi” positif dan konstruktif. Ini
membantu orang lain mempertimbangkan perilaku dan sikap yang mereka sebaliknya
akan menyadari.
3. Fasilitatif Intervensi

Ini merupakan:

 “Katarsis” – Anda membantu orang lain untuk mengekspresikan dan mengatasi


pikiran atau emosi yang mereka sebelumnya tidak dikonfrontasi.
 “Catalytic” – Anda membantu orang lain mencerminkan, menemukan dan belajar
untuk dirinya sendiri. Ini membantu dia menjadi lebih mengarahkan diri sendiri dalam
membuat keputusan, memecahkan masalah dan sebagainya.
 “Mendukung” – Anda membangun kepercayaan dari orang lain dengan berfokus pada
mereka, kualitas kompetensi dan prestasi.

Cara Menggunakan Model:


Anda bisa menggunakan contoh buat melihat cara Anda berkomunikasi dalam banyak sekali
pengaturan "membantu" di tempat kerja. Jika Anda terbiasa satu atau dua gaya, contoh akan
membantu Anda belajar dan lebih poly menggunakan gaya, dan sebagai akibatnya menaikkan
pengaruh & hasil berdasarkan donasi yg Anda berikan. Gunakan gambar 1 di bawah ini untuk
menganalisis gaya yang Anda gunakan pada pengaturan kerja tertentu.

Apabila Anda membantu seseorang buat memecahkan suatu perkara eksklusif atau masalah,
menggunakan model buat rencana hegemoni Anda sehingga Anda membantu anggota tim
Anda atau klien dengan cara terbaik mungkin. Gunakan nomor 1 buat memilih gaya yg sesuai
& merencanakan apa yg wajib dikatakan dan meminta orang lain.

4. Gambar 1: Model Heron

Tabel berikut membantu Anda menganalisis atau merencanakan kemampuan komunikasi


Anda buat membantu menggunakan menunjukkan apa yang Anda katakan & apa yg Anda
bertanya kapan menggunakan masing-masing salah satu menurut enam kategori model
Heron.

 Memberikan saran dan


bimbingan
 Beritahu orang lain
Otoriter Bersifat menentukan bagaimana mereka harus
berperilaku
 Katakan kepada mereka
apa yang harus dilakukan

Informatif  Memberi Anda melihat dan


mengalami
 Jelaskan latar belakang dan
prinsip-prinsip
 Membantu orang lain
mendapatkan pemahaman yang
lebih baik

 Menantang pemikiran orang


lain
 Memutar ulang persis apa yang
telah dikatakan atau dilakukan
Menghadap  Beritahu mereka apa yang Anda
i pikirkan adalah menahan
mereka kembali
 Membantu mereka menghindari
membuat kesalahan yang sama
lagi

 Membantu orang lain


mengungkapkan perasaan
Fasilitatif Obat pencahar
mereka atau ketakutan
 Berempati dengan mereka

 Ajukan pertanyaan untuk


mendorong pemikiran segar
 Mendorong orang lain untuk
Katalis menghasilkan pilihan baru dan
solusi
 Mendengarkan dan meringkas,
dan mendengarkan lagi

 Beritahu orang lain Anda


menghargai mereka (kontribusi
mereka, niat baik atau prestasi)
Mendukung  Pujilah mereka
 Menunjukkan bahwa mereka
memiliki dukungan dan
komitmen

Poin Penting  :
Enam Kategori Klien Heron Intervensi bisa dipakai sebagai kerangka kerja buat membantu
Anda tahu dan meningkatkan keterampilan komunikasi usaha Anda.

Apakah Anda membantu anggota tim, karyawan, klien atau pelanggan, contoh bisa
membantu Anda menyebarkan pencerahan yang lebih akbar berdasarkan Anda sendiri gaya
"membantudanquot; dan dampaknya, & dapat membantu Anda menyesuaikan cara Anda
membantu buat menaikkan output & "Anda membantu "hubungan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penulis dapat menyimpulkan bahwa berpikir reflektif adalah serangkaian langkah –
langkah pengetahuan yang telah dimiliki dan sedang dipelajari dalam menganalisa masalah,
mengevaluasi, menyimpulkan dan memutuskan penyelesaian yang terbaik terhadap masalah
yang dihadapi. Kemampuan yang di miliki oleh bidan dalam memecahkan suatu masalah,
perlu ada beberapa indikator – indikator dari kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan
masalah dapat didefinisikan sebagai proses mencari pemecahan terhadap masalah yang
menantang dan belum atau tidak serta merta pemecahannya diperoleh yang melibatkan proses
berpikir dan penalaran. Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai metode pembelajaran
dimana siswa berlatih memecahkan persoalan. Persoalan tersebut dapat datang dari guru
maupun suatu fenomena atau persoalan sehari-hari yang dijumpai siswa. Pemecahan masalah
mengacu pada fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali
masalah dan mencari alternatif pemecahannya. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya
adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis,
teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif
untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Sehingga kemampuan siswa
dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (tilikan akal)
sangat diperlukan. Diharapkan agar bidan mampu memiliki kritikal reflektif dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh pasiennya.

B. SARAN

Saya ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah berpartisipasi did alam
pembuatan makalah ini sehingga bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan serta sangat jauh dari kesempurnaan dalam
mengerjakan tugas kuliah ini. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA
Selvia, Anisya, Desi Ernita Amru. 2020. Komunikasi Efektif dalam Praktek Kebidanan.
Jakarta. Trans info media.

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/15901/5/BAB%202.pdf

https://www.kompasiana.com/abdibusthan/59524921c81c6349030840d3/berpikir-kritis-
reflektif-dan-kreatif

https://www.salamyogyakarta.com/mengenal-david-kolb/

TUGAS KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK KEBIDANAN


REFLEKTIF, KRITIKAL REFLEKTIF, REFLEKTIF TERHADAP KASUS
YANG TELAH DAN SEDANG TERJADI, SIKLUS REFLECTION MENURUT
KOLB’S DAN GIBBS, ANALISIS KRITIS TERHADAP KEJADIAN, KONSELING
BERPUSAT PADA INDIVIDU DAN MODEL BANTUAN HERON

Oleh

EMA SUSANTI
NIM. 21170025P

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SI KONVERSI


UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
2021

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………..............................................

KATA PENGANTAR …………………………...............................................

DAFTAR ISI …………………………………...................................................

BAB I PENDAHULUAN ………………………...............................................

A. Latar Belakang ………………………………………….. ..................


B. Rumusan Masalah ………………………………………....................
C. Tujuan Penulisan ………………………………………......................
D. Manfaat Penulisan ………………………………………....................
BAB II PEMBAHASAN ………………………….............................................

A. Apa itu reflektif.......................................................................................


B. Apa itu kritikal reflektif..........................................................................
C. Apa itu reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang terjadi..............
D. Apa saja siklus reflection menurut Kolb’s dan Gibbs............................
E. Apa itu analisis kritis terhadap kejadian.................................................
F. Apa itu konseling berpusat pada individu..............................................
G. Apa itu model bantuan Herons...............................................................

BAB III PENUTUP …………………………………….....................................

A. Kesimpulan ……………………………………………………............
B. Saran ………………………………………………………….................................................
DAFTAR PUSTAKA ………………………………… ......................................

KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah

yang yang berisi tentang ‘Reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus yang telah dan

sedang terjadi, siklus reflection menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis terhadap kejadian,

konseling berpusat pada individu dan model bantuan Herons’ ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan

memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami

berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun

terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,

sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun

demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat

memberi banyak manfaat bagi para pembaca.

Lebong, 15 November 2021

Ema Susanti

Anda mungkin juga menyukai