Anda di halaman 1dari 6

BAB I

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik

secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak kebutuhan fisiologis

manusia, salah satunya adalah istirahat dan tidur. Tidur merupakan suatu

kebutuhan yang sangat penting untuk kesehatan manusia. Tidur merupakan

kebutuhan dasar setiap orang. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan

proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam

kondisi yang optimal (Trilaksono Pranoto, 2010). Tidur merupakan bentuk

aktivitas yang mempengaruhi kualitas kesehatan individu. Ketika seseorang

beranjak tua maka akan banyak memerlukan istirahat dengan membutuhkan

waktu tidur yang berkualitas. Seiring peningkatan usia, pada lansia akan

menglami perubahan-perubahan fisik, psikososial, dan spiritual. Salah satu

perubahan fisik lansia adalah perubahan pola tidur (Gafur, 2013). Pola tidur pada

lansia cenderung berubah-ubah karena kemampuan fisik semakin menurun. Dan

juga terjadi perubahan siklus sirkandian, yaitu fase tidur lebih maju lebih awal

pula. Kemudian lansia terbangun pada malam hari sehingga bangun pagi tidak

segar (Hanum, 2011)

Bentuk gangguan tidur yang dialami lansia adalah insomnia. Insomnia

pada lansia disebabkan karena kurangnya kegiatan fisik sepanjang hari, tidur yang

sebentar-sebentar sepanjang hari, gangguan cemas dan depresi, suasana kamar

yang kurang nyaman, sering berkemih ketika malam hari dan infeksi saluran

kemih (Maryam, 2008).Prosess penuaan berhubungan dengan perubahan tidur


obyektif dan subyektif. Keluhan tidur adalah keluhan berulang mulai usia lansia

dan tampaknya akan mempengaruhi lebih dari 30% dari populasi berusia di atas

65 tahun.(Sutarti, 2014). Semakin lanjut seseorang, makin banyak terjadi

insomnia. National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1,508 orang lansia di

Amerika usia 65 tahun ke atas melaporkan mengalmai gangguan tidur/insomnia

(Gafur, 2013)

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada

lansia. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan

gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius.

Prevalensi gangguan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% (Seoud

et al ,2014)

Di dunia, angka pervalensi insomnia pada lansia diperkirakan sebesar 12-

47% dengan proporsi seitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 tahun. Di

Indonesia, angka pervalensi insomnia pada lansia seitar 67% (Suastri, Tirtayasa,

Aryana, & Kusumawardhani, 2014).

Insomnia adalah salah satu gangguan utama dalam memulai dan

mempertahankan tidur di kalangan lansia. Insomnia didefinisikan sebagai suatu

keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari sulit

memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur,

bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia dapat dibagi menjadi

dua yaitu insomnia sekunder dan primer. Insomnia sekunder adalah insomnia

yang disebabkan oleh faktor medis, psikiatri atau substansi, sedangkan insomnia
primer merupakan insomnia yang disebabkan oleh faktor psikologis (Sarsour et

al ,2010).

Kualitas tidur pada lansia yang buruk tidak lepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Dengan bertambahny a usia juga terdapat penurunan dalam

kualitas tidur. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut

membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Pada usia lanjut pun

akan terjadi proses perubahan fisik dan mental yang mana perubahan itu juga

terjadi pada pola tidurnya (Vitiello, 2005). Perry Potter mengatakan Wanita secara

psikologis memiliki mekanismekoping yang lebih rendah dibandingkan dengan

laki-laki dalam mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara fisik

maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan mengalami suatu

kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan mengalami suatu kecemasan,

jika keccemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan seseorang lansia lebih

sering mengalami kejadian insomnia dibandingkan dengan laki-laki. Penyebab

insomnia pada lansia dibagi menjadi empat kelompok yaitu penyakit fisik atau

gejala: seperti nyeri jangka panjang, kandung kemih atau masalah prostat,

penyakit sendi seperti arthritis atau bursitis, dan gastroesophageal reflux;

lingkungan/ factor perilaku, penggunaan obat-obatan, seperti kafein, alkohol, atau

resep obat untuk penyakit kronis; penyakit mental atau gejala, seperti kecemasan,

depresi, kehilangan identitas pribadi, atau persepsi status kesehatan yang buruk

(Tsou,2013). Menurut National Sleep Foundation ada sebelas kondisi kesehatan

yang disertai oleh rasa nyeri dan ketidaknyaman dapat menyebabkan gangguan

tidur. Keadaan tersebut adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke,
diabetus mellitus, arthritis, penyakit paru, kanker, depresi, gangguan memori,

osteoporosis, dan hipertropi prostat (Haines, 2005). Perubahan tidur yang

berhubungan dengan depresi termasuk gangguan secara umum dan arsitektural.

Perubahan secara umum terdiri dari peningkatan latensi tidur,sering terbangun,

dan terbangun terlalu awal di pagi hari diikuti kesulitan untuk melanjutkan tidur.

Lansia yang mengalami depresi lebih cenderung insomnia dari yang tidak

mengalami depersi ( Perlis, 2008).

Berdasarkan dari hasil wawancara singkat dengan kepala Panti Werdha

Tresna Beringin jumlah lansia yang menjadi binaan panti tresna werdha beringin

kelurahan hutuo sebanyak 43 lansia dimana laki-laki banyak lansia yang

mengalami masalah tidur dan saat malam hari sering terbangun. Berdasarkan hal

tersebut di atas, mendorong penulis untuk mengetahui Faktor Faktor yang

Berhubungan dengan Insomnia pada Lansia di Panti Tresna Werdha Beringin.

1.2 Identifikasi Masalah


1.Insomnia merupakan masalah yang sering dijumpai pada usia lanjut.

2. Menurut data dari WHO (World Health Organization) kurang lebih 18%

penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur dan meningkat setiap

tahunnya.

3. Hasil wawancara awal didapatkan peneliti langsung dari kepala panti werdha

tresna beringin penghuni di Panti Tresna Werdha Beringin kabupaten gorontalo,

ada 3 orang lansia yang mengalami insomnia

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti dapat

merumuskan masalah sebagai berikut :

Faktor–faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya insomnia pada lanjut usia

(lansia) di panti tresna werdha beringin

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor–faktor yang berhubungan dengan insomnia pada

lansia di panti tresna werdha beringin

1.4.2 Tujuan Khusus

Peneliti ingin mengetahui :

1. Untuk mengetahui hubungan usia dengan insomnia pada lansia

2. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan insomnia pada

lansia

3. Untuk mengetahui gaya hidup (kebiasaan minum kopi) dengan

insomnia pada lansia

4. Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dengan insomnia pada

lansia

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

bidang keperawatan terutama mengenai pemenuhan kebutuhan gerontologi

terutama mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada lansia.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui factor factor yang berhubungan dengan

insomnia pada lansia

2. Manfaat bagi institusi pendidikan

Menambah literature tentang penelitian sehingga dapat menambah

pengetahuan mengenai insomnia pada lansia

Anda mungkin juga menyukai