Anda di halaman 1dari 147

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan metode dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang
sangat penting. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh pendidik
adalah kemampuan memilih dan menggunakan metode yang relevan dan
tepat untuk suatu pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara
yang digunakan oleh pendidik untuk mendapatkan situasi yang
mendukung terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga
terjadi transformasi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik antara
pendidik dan peserta didik.1 Metode yang digunakan harus sesuai dengan
mata pelajaran yang dibawakan. Sehingga metode pembelajaran
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode yang berbeda
akan menghasilkan situasi pembelajaran yang berbeda pula. Oleh sebab
itu, memilih dan menentukan metode pembelajaran memerlukan analisis
yang tepat agar pembelajaran bisa efektif. Kenyataannya, tidak ada
satupun metode yang relevan pada semua situasi dan tujuan pembelajaran.
Sehingga pendidik harus mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing metode.
Dalam pendidikan, metode memiliki kedudukan yang penting
untuk mencapai tujuan. Sesuai dengan sebuah adagium yang menyatakan
bahwa “al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting
dibandingkan materi). Hal ini menunjukkan bahwa cara penyampaian
materi yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun
kenyataannya materi tersebut kurang berbobot. Sebaliknya jika metodenya
kurang tepat, maka sebagus apapun materi yang disampaikan tidak akan

1
Mohammad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di
Tingkat Dasar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 10.

1
bisa dicerna oleh peserta didik sehingga tujuan yang telah ditetapkan tidak
akan tercapai.2
Model pembelajaran yang kita temui saat ini telah berubah dari
pola pendidik sebagai pusat pembelajaran (teacher learning center)
menjadi anak didik menjadi pusat pembelajaran (student learning center)
Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui
untuk memudahkan pendidik dalam proses pembelajaran.3
Ada banyak jenis metode pembelajaran seperti metode diskusi,
ceramah, tanya jawab, demonstrasi, simulasi, laboratorium,
brainstorming, debat, simposium, pengalaman lapangan, dan lain
sebagainya.4
Menurut an-Nahlawi ada tujuh metode pembelajaran di dalam al-
Qur’an yang menyentuh perasaan yaitu: metode hiwar (percakapan
Qur’ani), metode kisah Qur’ani, keteladanan, pembiasaan, ‘ibrah, metode
targhib dan tarhib, metode mau’izah dan metode amtsal (perumpamaan).5
Salah satu metode pembelajaran yang baik menurut al-Nahlawi
adalah metode amtsal. Metode amtsal dinilai sebagai salah satu metode
yang baik dalam pembelajaran. Alasannya adalah metode ini mampu
menggugah perasaan, melatih jiwa dan meningkatkan semangat seseorang
dalam mempelajari ataupun mengamalkan sesuatu.6
Amtsal sebagai salah satu gaya bahasa al-Qur’an dalam
menyampaikan pesan-pesannya mengajak manusia agar menggunakan
akalnya untuk berfikir secara kritis. Oleh sebab itu banyak di antara para
ulama yang memfokuskan perhatiannya pada rahasia dibalik gaya bahasa
2
Nurjannah Rianie, Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (Sebuah
Perbandingan dalam Konsep Teori Pendidikan Islam dan Barat), Jurnal: Management of
Education, Volume 1, hlm. 1.
3
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 166.
4
Nunuk Suryani dan Leo Agung, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2012), hlm. 7.
5
Liati Bt Rusli, Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Ayat-
Ayat Tarbawi), Jurnal: Pascasarjana Uin Alauddin Makassar, Volume Vii No 2, Desember
2019, hlm. 233.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 132.

2
dan redaksi al-Qur’an termasuk ungkapan amtsal. Dari hasil kajian
tersebut lahirlah suatu disiplin ilmu yang juga merupakan bagian dari
ilmu-ilmu al-Qur’an yaitu Ilmu Amtsal al-Qur’an.7
Ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya ditujukan kepada kaum intelektual
saja, namun juga kepada seluruh kalangan. Di antara kelompok tersebut
ada kalangan yang hanya mampu memahami persoalan abstrak setelah
dijabarkan dalam bentuk simbol-simbol konkret terlebih dahulu. Maka
penggunaan metode amtsal dalam al-Qur’an bertujuan untuk menjelaskan
pemikiran abstrak ke dalam gambaran yang konkret.8
Al-Asbahani menyatakan secara jelas bahwa amstal bertujuan
memperjelas makna-makna yang rumit, muskil dan samar. Menampilkan
hal-hal khayali ke dalam bentuk gambaran konkret. Membentuk keyakinan
pada perkara yang diragukan serta menghadirkan bayangan tentang hal
yang tidak terlihat. Selain itu Asbahani juga berpendapat bahwa amtsal
mampu membungkam pendapat lawan disebabkan pengaruh amtsal sangat
membekas di dalam hati dibandingkan dengan ungkapan biasa. Hal ini
disebabkan amtsal berfungsi untuk mengingatkan (zikr), menasehati
(wa’dz), mendorong (hats), melarang (zajr), mengambil pelajaran
(i’tibar), menetapkan (taqrir), menjelaskan maksud pembicaraan sebab
amtsal mampu menghadirkan makna-makna yang abstrak ke dalam
gambaran yang lebih nyata sehingga lebih mudah dipahami dan melekat di
dalam ingatan sebab bersinergi dengan alat indrawi.9
Salah satu ayat yang mengandung amtsal di dalam surah al-
Baqarah adalah surah al-Baqarah ayat 17, yaitu:

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ َذ َه‬
ْ َ‫َأض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
‫ر َك ُه ْم يِف‬ ‫َو َت‬
َ
7
Mahbub Nuryadien, Metode Amtsal: Metode al-Quraan Membangun
Karakter, Jurnal Al Tarbawi Al Haditsah Vol 1 No 1, hlm. 2-3.
8
M. Fatiha, Aspek-Aspek Pedagogies dalam Amtsal Al-Qur’an (Kajian
Metodologis, Motivasi, Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Islam Integratif), TA’DIBIA
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol 6 No 2 November 2016, hlm. 6.
9
Ibid, hlm. 1-2.

3
ٍ
‫ات اَل‬ ‫ظُلُ َم‬
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka
dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17])
Ayat ini merupakan perumpamaan terhadap orang munafik yang
mencari cahaya dengan mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya sehingga mereka mendapat perlindungan terhadap jiwa, harta dan
keluarga mereka, selain itu mereka mendapatkan hak melangsungkan
pernikahan dan hak warisan.
Orang-orang munafik ini pura-pura beriman, mereka merasa
berhasil menipu Allah SWT, Rasul-Nya dan orang-orang beriman
sehingga mereka merasa mereka akan selamat dari siksa di akhirat sama
halnya dengan mereka selamat di dunia. Mereka merasa dapat terhindar
dari hukuman di akhirat dan dapat melakukan penipuan, sebagaimana
mereka melakukan penipuan di dunia. Namun ketika hal tersebut tidak
terjadi, maka mereka menyadari bahwa mereka telah tertipu oleh angan-
angan mereka sendiri, lalu Allah memadamkan cahaya mereka sehingga
mereka meminta kepada orang-orang yang beriman agar melihat kepada
mereka walau sejenak saja agar mereka bisa mendapat cahaya kaum
mukmin walau sementara waktu. Namun yang justru dikatakan kepada
mereka adalah, “lihatlah ke belakang dan rasakan siksa api yang tidak
terbayangkan.” 10
Demikianlah perumpamaan orang munafik di dalam al-Qur’an.
Perumpamaan itu menjadikan orang-orang mukmin lebih memahami

10
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an,
jilid 1, alih bahasa Ahsan Askan, cet. Ke- 3, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hlm. 410-411.

4
bagaimana Karakter orang-orang munafik dan bagaimana kedudukan
mereka di sisi Allah.
Penggunaan amtsal dalam al-Qur’an mampu menajamkan dan
mendorong manusia untuk berfikir dan merenung. Hal tersebut disebabkan
di dalam amtsal dipaparkan dengan menggunakan kalimat bertanya
(istifham), mengingat (tadhakkur), merenungkan (taammul) dan qiyas.11
Selain itu amtsal juga menjadikan nasihat menjadi mudah untuk diterima
oleh jiwa.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:

‫ولقد ضربنا للناس يف هذا القران من كل مثل لعلهم يتذكرون‬


Artinya:“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat
pelajaran” (QS. az-Zumar/39:[27])
Peran amtsal di samping sebagai nasihat ataupun peringatan juga
sebagai metode untuk membantu mempercepat peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran. Selain itu penggunaan amtsal dapat menjadikan
kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menarik dan efisien.
Maka dilihat dari peran dan fungsi amtsal al-Qur’an tersebut, maka
terlihat jelas implikasi al-Qur’an dengan tujuan pendidikan dan aspek-
aspek pedagogiesnya.
Kompetensi pedagogiek yaitu kompetensi seorang pendidik untuk
menyajikan pembelajaran kepada peserta didiknya dan kompetensi ini
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik.
Kompetensi pedagogik meliputi tujuh aspek, yaitu pertama,
menguasai karakteristik masing-masing peserta didik, kedua, menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran, ketiga, mampu
mengembangkan kurikulum, keempat, sistem pembelajaran yang
mendidik, kelima, pengembangan potensi peserta didik, keenam,

11
M. Fatiha, Aspek, hlm. 11.

5
komunikasi interaktif dengan peserta didik, dan ketujuh, penilaian serta
evaluasi hasil belajar.12
Penggunaan metode amtsal akan membantu seorang pendidik
dalam menyajikan materi kepada peserta didik. Melalui metode amtsal
pendidik mampu menyajikan persoalan abstrak ke dalam bentuk yang
lebih konkret sehingga peserta didik mendapatkan gambaran nyata dan
memahami materi yang disajikan. Di sisi lain penggunaan metode amtsal
juga memungkinkan pendidik untuk mengasah dan mengembangkan
potensi akademik peserta didik sehingga diharapkan pembelajaran
berlangsung dengan menarik, menantang dan efektif.
Judul tersebut peneliti ajukan dengan pertimbangan sebagai bahwa
karakteristik amtsal yang unik yaitu, selain sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan, gaya bahasa amtsal yang tinggi juga mengajak
lawan bicaranya berfikir kritis, selain itu amtsal mampu mengkonkretkan
hal-hal yang abstrak sehingga apapun pesan yang disampaikan di dalam
amtsal tersebut akan meresap ke dalam nurani seseorang. Akan sangat
menarik sekali jika amtsal ini di teliti dari sudut pandang sebagai metode
pembelajaran. Selain itu, meski sudah ada beberapa kajian tentang amtsal,
namun belum ada penelitian yang mengkaji amtsal dari sudut pandang
sebagai metode pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk
mengkaji lebih jauh mengenai Amtsal Sebagai Metode Pembelajaran
(Kajian Surah Al-Baqarah)

B. Penegasan Istilah
1. Amtsal
Amtsal adalah mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu
lainnya dengan jalan isti’arah, kinayah atau tasybih. Tujuan dari
perumpamaan ini adalah agar memudahkan seseorang memahami
12
Kementerian Pendidikan Nasional, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru (PK Guru), Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan 2010

6
persoalan yang abstrak. Persoalan yang abstrak apabila diumpamakan
dengan sesuatu yang konkret maka akan lebih mudah dipahami
sehingga isi pesan yang terkandung mudah pahami oleh akal dan
meresap ke hati Nurani.
2. Metode Pembelajaran
Metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu, metode juga dapat diartikan sebagai
suatu cara menemukan, menguji, dan menyusun data untuk
pengembangan suatu disiplin ilmu. Sehingga metode termasuk salah
satu komponen-komponen pendidikan yang sangat menentukan
pencapaian dari tujuan suatu kegiatan pendidikan.
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana sebuah
lingkungan diatur sedemikian rupa agar seorang individu dapat
melakukan suatu tingkah laku dan respon terhadap situasi tertentu.
Ramayulis mendefinisikan metode mengajar sebagai cara guru
berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung. Sehingga disimpulkan bahwa metode pembelajaran jika
dikaitkan dengan pendidikan agama Islam bermakna jalan, cara,
strategi atau langkah-langkah untuk menanamkan nilai-nilai keislaman
pada jiwa anak sehingga tumbuh menjadi seseorang yang
berkepribadian islami.

C. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan, maka
terdapat beberapa masalah yang dapat teridentifikasikan yaitu sebagai
berikut:
a. Bagaimana penggunaan amsal di dalam surah al-Baqarah?
b. Apa isi pesan amtsal di dalam surah al-Baqarah ayat?
c. Bagaimana keterkaitan amtsal sebagai metode pembelajaran di
dalam surah al-Baqarah ayat?

7
d. Mengapa Amtsal dinilai sebagai metode yang baik dalam
pembelajaran?
e. Apa kelebihan metode amtsal dengan metode pembelajaran seperti
kisah, tanya jawab, dan metode lainnya di dalam al-Qur’an?

D. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa pokok permasalahan yang telah peneliti
uraikan pada identifikasi masalah di atas, maka peneliti meneliti semua
masalah yang teridentifikasi dengan terfokus pada surah al-Baqarah ayat.

E. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk Amtsal di dalam surah al-Baqarah?
2. Bagaimana penggunaan amtsal surah al-Baqarah dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?
3. Bagaimana urgensi amtsal penggunaan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam?

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang peneliti harapkan dari penulisan skripsi ini, adalah:
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Amtsal di dalam surah al-
Baqarah.
b. Untuk mengetahui penggunaan amtsal surah al-Baqarah dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Untuk mengetahui urgensi penggunaan amtsal dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis, yaitu:
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan
tambahan wawasan dan kajian penelitian tentang amtsal sebagai

8
metode pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam dengan kajian
khusus pada surah al-Baqarah ayat.
b. Manfaat praktis, yaitu:
1) Menambah pengetahuan mengenai metode amtsal dalam
pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.
2) Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang tafsir surat al-
Baqarah ayat dari segi pendidikan.
3) Menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan mengenai
metode pembelajaran berdasarkan al-Qur’an.
4) Menjadi bahan pertimbangan bagi seorang pendidik dalam
menerapkan metode pembelajaran.
5) Secara akademis penelitian ini diharapkan menjadi sumber
bacaan atau referensi bagi kalangan akademisi yang berminat
meneliti amtsal al-Qur’an.

9
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Teoritis
1. Amtsal
a. Pengertian Amtsal
Amtsal (‫ )امثال‬merupakan jamak dari Matsal (‫)مثل‬. Amtsal
berasal dari kata matsala yang berarti seperti, serupa atau sama.
Dalam tata bahasa Arab, kata ini selalu dipakai untuk menyamakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti ungkapan ‫انت مثل الشمس‬
(anda bagaikan matahari). Ungkapan ini dimaksudkan untuk
menyamakan seseorang dengan matahari disebabkan ia memiliki
sifat yang serupa dengan matahari. 13
Matsal secara istilah mengandung beberapa makna, yaitu:
1) Matsal dalam ilmu bayan bermakna tasybih.
2) Matsal merupakan ungkapan untuk menyerupakan keadaan
sesuatu atau seseorang dengan apa yang terkandung dalam
ungkapan tersebut.
3) Matsal merupakan ungkapan yang digunakan untuk
mengungkapkan kisah dan keadaan yang menakjubkan.
4) Matsal adalah suatu gambaran konkret dari hal yang abstrak.
Dari empat makna matsal di atas, al-Qaththan berpendapat
bahwa matsal al-Qur’an lebih cocok dengan pengertian terakhir,
yaitu lebih menonjolkan makna dalam perkataan yang menarik,
padat serta berpengaruh kuat terhadap jiwa. Al-Qaththan
berpendapat bahwa matsal al-Qur’an tidak dapat diartikan dengan
pengertian etimologis seperti yang terdapat dalam buku-buku
bahasa dan tidak bisa pula diartikan kepada isti’arah.14

13
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm. 58.
14
Rusydie Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadith, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015),
hlm. 111-112.

10
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mendefinisikan amtsal
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu terkait hal hukumnya dan
mendekatkan suatu perkara yang abstrak dengan yang indrawi.
Sementara itu Sayyid Qutb mendefinisikan amtsal sebagai suatu
cara untuk menggambarkan kondisi suatu bangsa pada masa yang
telah lalu dan menggambarkan akhlak mereka yang telah hilang.
Sedangkan menurut Rasyid Ridha, amtsal adalah kalimat yang
digunakan untuk memberikan kesan dan menggerakkan hati nurani
yang apabila didengar terus menerus akan menyentuh lubuk hati
yang paling dalam. Menurut Bakar Ismail, amtsal adalah
mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu lainnya dengan jalan
isti’arah, kinayah atau tasybih.15

b. Unsur-Unsur amtsal di dalam al-Qur’an


Sesuatu bisa dikatakan sebagai amtsal apabila terdapat
beberapa unsur, yaitu:
1) Musyabbah (yang diserupakan), yaitu sesuatu yang hendak
diserupakan atau diumpamakan.
2) Musyabbah bih (asal perumpamaan), yaitu sesuatu yang bisa
dijadikan sebagai tempat untuk menyerupakan.
3) Wajh al-Syabah (segi persamaan), yaitu adanya sifat-sifat atau
persamaan yang terdapat pada dua keadaan yang diserupakan
(antara musyabbah dan musyabbah bih).
4) Adat al-tasybih, yaitu alat atau kata yang digunakan untuk
menyerupakan suatu keadaan. Contohnya seperti huruf kaf dan
kana, kata amtsal dan matsal atau bisa juga berupa isim seperti
matsala, syibh atau sejenisnya yang bermakna perumpamaan
dan perumpamaan.16

15
Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 92-93.
16
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, Jilid II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 35.

11
Menurut para ahli bahasa Arab, kriteria amtsal harus
memenuhi empat syarat, yaitu:
1) Bentuk kalimatnya harus ringkas.
2) Isi dan maknanya harus mengena dan harus ringkas.
3) Perumpamaannya harus baik.
4) Kinayahnya harus indah.17

c. Pembagian amtsal al-Qur’an


Jika dilihat secara bahasa yang digunakan dan alamat yang
dituju, amtsal dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama
macam-macam amtsal dari segi bentuk bahasa yang digunakan:
1) Amtsal musharrahah
Amtsal musharrahah adalah suatu amtsal atau
perumpamaan yang jelas yang menggunakan lafadz matsal atau
sesuatu yang menunjukkan tasybih.18 Amtsal jenis ini banyak
ditemukan di dalam al-Qur’an.

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ ذَ َه‬
ْ َ‫َأض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
ٍ ‫و َتر َكهم يِف ظُلُم‬
‫ات اَل‬ َ ُْ َ َ
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17]).
2) Amtsal kaminah
Amtsal kaminah merupakan amtsal yang di dalamnya
tidak terdapat lafadz matsal, namun menunjukkan makna yang

17
Abdul Djalal¸ Ulum al-Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2013), hlm. 326.
18
Kadar M. Yusuf, Studi…, hlm. 58.

12
menarik serta indah, yang sangat berpengaruh pada jiwa dan
mengena bila disangkutkan atau dihubungkan dengan hal-hal
atau kondisi yang hampir serupa. 19
Amtsal kaminah ini merupakan matsal yang biasa
digunakan oleh dikalangan bangsa Arab dan diungkapkan
dengan bahasa yang indah. Amtsal ini tidak mengandung lafal
tasybih namun menunjukkan makna yang indah, menarik dan
memiliki pengaruh tersendiri terhadap jiwa. Ayat-ayat amtsal
kaminah ini mirip dengan peribahasa yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat sehingga mudah mempengaruhi
jiwa.
Amtsal semacam ini dapat ditemukan di dalam beberapa
ayat al-Qur’an. Beberapa ayat amtsal kaminah yang senada
dengan ungkapan bijak yang beredar di masyarakat Arab:
Ayat yang senada dengan ungkapan agar berbuat bijak
dan sederhana seperti “Sebaik-baik perkara adalah
pertengahan” pada surah al-Baqarah ayat 68:

‫ض َواَل‬ ُ ‫ك يَُبنِّي ْ لَنَ ا َم ا ِه َي ۚ قَ َال ِإنَّهُ َي ُق‬


ٌ ‫ول ِإن ََّه ا َب َق َرةٌ اَل فَ ا ِر‬ َ َّ‫قَ الُوا ْادعُ لَنَ ا َرب‬
ِ
َ ‫بِ ْك ٌر َع َوا ٌن َبنْي َ ٰذَل‬
‫ك ۖ فَ ا ْف َعلُوا َم ا‬

‫ُتْؤ َمُرو َن‬


Artinya: Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami;
sapi betina apakah itu". Musa menjawab: "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang
tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". (QS. al-
Baqarah/2: [68]).

19
Al-Qathan, Pengantar Studi…, hlm. 406.

13
a) Ayat yang senada dengan perkataan yang menekan bahwa
kebenaran berita perlu diselidiki ulang. (QS. al-Baqarah/2:
[260]).

‫ف حُتْيِي الْ َم ْوتَ ٰى ۖ قَ َال ََأومَلْ ُتْؤ ِم ْن ۖ قَ َال َبلَ ٰى‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ‫ب َأرِيِن َكْي‬
ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫َو ْذ قَ َال ْبَراه‬

َ ‫ص ْر ُه َّن ِإلَْي‬ ِ ‫ٰ ِ ِ ِئ‬


‫اج َع ْل‬
ْ َّ‫ك مُث‬ ُ َ‫َولَك ْن ليَطْ َم َّن َقْليِب ۖ قَ َال فَ ُخ ْذ َْأر َب َعةً م َن الطَّرْيِ ف‬
‫َأن اللَّهَ َع ِز ٌيز‬ َ َ‫َعلَ ٰى ُك ِّل َجبَ ٍل ِمْن ُه َّن ُج ْزءًا مُثَّ ْادعُ ُه َّن يَْأتِين‬
َّ ‫ك َس ْعيًا ۚ َوا ْعلَ ْم‬

ِ‫ح‬
ٌ‫كيم‬ َ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata:
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman:
"Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap
satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu
dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah/2: [260]).
b) Firman Allah yang senada dengan pernyataan bahwa segala
sesuatu akan dipertanggungjawabkan. (QS. an-Nisa/2:
[123]).
c) Ayat yang senada dengan peringatan agar manusia tidak
terjebak dua kali. (QS. al-Hajj/22: [4]).20
d) Ayat yang bermakna orang yang tidak mengetahui sesuatu
akan menantang sesuatu itu. (QS. Yunus/10: [39]).

20
Mabhub Nuryadien, Amtsal: Media Pendidikan Dalam Al-Qur’an, Risalah Jurnal Pendidikan Dan
Studi Islam, Vol. 4 No. 2 Januari 2018, hlm. 21-22.

14
3) Amtsal mursalah
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat yang bebas,
tidak menggunakan lafal tasybih secara jelas namun kalimat-
kalimat itu berfungsi sebagai matsal yang di dalamnya terdapat
peringatan dan pelajaran bagi manusia.21
Hanya orang-orang yang benar-benar memahami
bidang sastra Arab yang dapat mengetahui ayat tersebut
termasuk ke dalam amtsal mursalah. Beberapa Contoh ayat
amtsal mursalah yang menjadi peribahasa di kalangan
masyarakat.
a) Ungkapan yang digunakan untuk mengibaratkan tingkah
laku dan tindakan yang berbeda pada setiap orang.

ْ ‫قُ ْل ُكلٌّ َي ْع َم ُل َعلَ ٰى َشاكِلَتِ ِه َفَربُّ ُك ْم‬


‫َأعلَ ُم مِب َ ْن ُه َو َْأه َد ٰى َسبِياًل‬
Artinya: Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat
menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. al-
Isra’/17:[84]).
b) Ungkapan yang menggambarkan seseorang yang berusaha
berbuat kebaikan yang pada akhirnya memperoleh manfaat
dari kebaikan yang ia perbuat.
ِ ‫هل جزاء اِإْل حس‬
‫ان ِإاَّل اِإْل ْح َسا ُن‬ َ ْ ُ ََ ْ َ
Artinya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali
kebaikan (pula). (QS. ar-Rahman/55:[60]).
c) Suatu ungkapan yang bermakna suatu kelompok kecil yang
kemudian mengalahkan kelompok besar.

‫ود قَ َال ِإ َّن اللَّهَ ُمْبتَلِي ُك ْم بَِن َه ٍر فَ َم ْن‬


ِ ُ‫َفلَ َّما فَصل طَالُوت بِاجْل ن‬
ُ ُ ََ
‫ف غُْرفَةً بِيَ ِد ِه‬
َ ‫س ِميِّن َو َم ْن مَلْ يَطْ َع ْمهُ فَِإنَّهُ ِميِّن ِإاَّل َم ِن ا ْغَتَر‬ ِ ‫َش ِر‬
َ ‫ب مْنهُ َفلَْي‬
َ
21
Mabhub Nuryadien, Amtsal…, hlm. 22

15
ِ َّ ِ ِ ‫ِ ِإ‬
َ ‫ۚ فَ َش ِربُوا مْنهُ اَّل قَلياًل مْن ُه ْم ۚ َفلَ َّما َج َاو َزهُ ُه َو َوالذ‬
‫ين َآمنُوا َم َعهُ قَالُوا اَل‬

‫ين يَظُنُّو َن َأن َُّه ْم ُماَل قُو اللَّ ِه َك ْم‬ ِ َّ ِِ ‫جِب‬


َ ‫وت َو ُجنُوده ۚ قَ َال الذ‬
َ ُ‫طَاقَةَ لَنَا الَْي ْو َم َال‬
ِ َّ ‫ت فَِئةً َكثِريةً بِِإ ْذ ِن اللَّ ِه ۗ واللَّهُ مع‬ ٍ ِ ٍِ ِ
َ ‫الصاب ِر‬
‫ين‬ ََ َ َ ْ َ‫م ْن فَئة قَليلَة َغلَب‬
Artinya: Maka tatkala Thalut keluar membawa
tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji
kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu
meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan
barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk
seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian
mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka
akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar". (QS. al-Baqarah/2:[249]).
d) Ungkapan yang menggambarkan orang-orang yang selalu
menuruti keinginan nafsunya padahal bisa jadi hal itu
mendatangkan dampak negatif.

ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬


‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيًئا‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫َو ُه َو َخْي ٌر لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن حُتِ بُّوا َش ْيًئا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َوَأْنتُ ْم‬

‫اَل َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi

16
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).
Ungkapan ini semakna dengan peribahasa yang
dikenal di kalangan bangsa Indonesia “Janganlah yang
manis segera ditelan, barangkali akan menjadi penyakit.
Dan janganlah yang pahit segera dimuntahkan, barangkali
ia akan menjadi obat.”22

ٌ‫َعلِيم‬ ‫لَ ْن َتنَالُوا الْرِب َّ َحىَّت ٰ ُتْن ِف ُقوا مِم َّا حُتِ بُّو َن ۚ َو َما ُتْن ِف ُقوا ِم ْن َش ْي ٍء فَِإ َّن اللَّهَ بِِه‬
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS.
Ali 'Imran/3: [92])
Kedua, macam- macam amtsal jika dilihat dari segi alamat
yang dituju:
1) Amtsal yang baik
Amtsal ini meliputi amtsal tentang sifat-sifat Allah,
tentang rasul dan nabi serta orang-orang yang telah lulus dalam
ujian, tentang keagungan al-Qur’an, amtsal tentang nafkah
yang dikeluarkan di jalan Allah, dan amtsal tentang surga.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫قُ ْل لَ ْو َكا َن الْبَ ْحُر م َد ًادا ل َكل َمات َريِّب لَنَف َد الْبَ ْحُر َقْب َل َأ ْن َتْن َف َد َكل َم‬
‫ات َريِّب‬

‫َولَ ْو ِجْئ نَا مِبِثْلِ ِه َم َد ًدا‬


Artinya: Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,

22
Kadar M. Yusuf, Studi…, hlm. 58.

17
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
(QS. Al-Kahf/18: [109])
2) Amtsal yang buruk (Amtsal Qabih)
Amtsal yang buruk berupa amtsal orang munafik,
amtsal orang kafir, amtsal orang musyrik, amtsal amalan-
amalan yang jahat, amtsal kehidupan dunia.23
ِ
ُ‫ب اللَّه‬
َ ‫ت َما َح ْولَهُ ذَ َه‬
ْ َ‫َأضاء‬ ْ ‫َم َثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
َ ‫اسَت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
ِ ٍ ِ
‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل‬
ٌ ‫ص ٌّم بُك‬ُ )١٧( ‫بِنُو ِره ْم َوَتَر َك ُه ْم يِف ظُلُ َمات اَل يُْبصُرو َن‬
‫ات َو َر ْع ٌد َو َبْر ٌق جَيْ َعلُو َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫ب ِمن‬ ٍ َ ‫) َْأو َك‬١٨( ‫َير ِجعُو َن‬
ٌ ‫الس َماء فيه ظُلُ َم‬ َ ِّ‫صي‬ ْ
ِ ِ ٌ ‫ت ۚ واللَّه حُمِي‬
ِ ِ َّ ‫َأصابِعهم يِف آذَاهِنِم ِمن‬
َ ‫ط بالْ َكاف ِر‬
)١٩( ‫ين‬ ُ َ ‫الص َواع ِق َح َذ َر الْ َم ْو‬ َ ْ ْ َُ َ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (18). atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir
(19). (QS. al-Baqarah/2: [17]).

23
Dudung, Abdullah Harun, Tamsil dalam al-Qur’an Membina Orang Beriman, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), hlm. 77.

18
d. Macam-Macam Lafadz Amtsal
1) Tasybih sarih (perumpamaan yang berbentuk jelas) yang ada di
dalam istilah Ulumul Qur’an disebut amtsal musarrahah.24

‫ب اللَّهُ بِنُ و ِر ِه ْم‬


َ ‫ت َم ا َح ْولَ هُ ذَ َه‬
ْ َ‫َأض اء‬
َ ‫اس َت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
ٍ ‫و َتر َكهم يِف ظُلُم‬
‫ات اَل‬ َ ُْ َ َ
ِ ‫يب‬
‫صُرو َن‬ ُْ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. (QS. al-Baqarah/2: [17]).
2) Tasybih dimmi, (perumpamaan yang tidak tampak)
Dalam istilah Ulumul Qur’an disebut amtsal kaminah,
atau tasybih yang kedua belah pihak (musyabbah dan
musyabbah bih) tidak dirangkai dalam suatu bentuk tasybih
yang sudah dikenal namun dapat dipahami dari konteks
kalimat. Majaz mursal yaitu kata-kata yang apabila digunakan
tidak bermakna seperti maknanya yang asli/makna yang
sebenarnya yang disebabkan oleh hubungan keserupaan
ataupun qarinah (kata pengikat/alasan/bukti) sehingga
menghalangi pemahaman dengan makna asli atau bisa juga
disebut dengan perumpamaan bebas.25

24
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 320-323.
25
Mustafa Usman, Al-Balaqah Al Wadihah, terj. Mujiyo Nurkholis Dkk, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2000), hlm. 61.

19
ِ ِ َّ ‫ُأولَِٰئ‬
‫اب َواَل ُه ْم‬ ُ ‫الد ْنيَا بِاآْل خَر ِة ۖ فَاَل خُيَف‬
ُ ‫َّف َعْن ُه ُم الْ َع َذ‬ ُّ َ‫ين ا ْشَتَر ُوا احْلَيَاة‬
َ ‫ك الذ‬َ

‫صُرو َن‬
َ ‫يُْن‬
Artinya: Itulah orang-orang yang membeli kehidupan
dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan
diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.
(QS. Al-Baqarah/2: [86])
3) Majaz Mursal
Majaz mursal adalah kata yang dipakai tidak untuk
maknanya yang sebenarnya disebabkan adanya hubungan yang
selain kesukaan serta adanya qarinah yang menghalangi
pemahaman makna yang asli atau yang disebut dengan bentuk
perumpamaan bebas dan tidak terikat oleh asal ceritanya.
ِ ‫ض ِرب مثَل فَاستَ ِمعوا لَه ۚ ِإ َّن الَّ ِذين تَ ْدعو َن ِمن د‬
‫ون اللَّ ِه لَ ْن‬ ُ ْ ُ َ ُ ُ ْ ٌ َ َ ُ ‫َّاس‬ ُ ‫يَا َأيُّ َها الن‬
ۚ ُ‫اب َشْيًئا اَل يَ ْسَتْن ِق ُذوهُ ِمْنه‬ ُّ ‫اجتَ َمعُوا لَهُ ۖ َوِإ ْن يَ ْسلُْب ُهم‬
ُ َ‫الذب‬ ُ ْ ‫خَي ْلُ ُقوا ذُبَابًا َولَ ِو‬
‫وب‬
ُ ُ‫َوالْ َمطْل‬ ُ‫الطَّالِب‬ ‫ف‬
َ ُ‫ضع‬
َ
Artinya: Hai manusia, telah dibuat perumpamaan,
maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya
segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat
itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah
(pulalah) yang disembah. (QS. Al-Hajj/22: [73])
4) Majaz murakkab (perumpamaan ganda) yaitu lafadz yang
digunakan pada kalimat Musyabbahnya dengan arti asal wajh
al syabahnya tersusun dari beberapa tingkat dengan

20
menunjukan persamaan yang diambil dari adanya hubungan
dan bukan sebab adanya penyerupaan. 26
ِ ِ ِ ِ ِ َّ
‫س‬ ْ ‫وها َك َمثَ ِل احْل َما ِر حَيْم ُل‬
َ ‫َأس َف ًارا ۚ بْئ‬ َ ُ‫ين مُحِّلُوا الت َّْو َرا َة مُثَّ مَلْ حَيْمل‬
َ ‫َمثَ ُل الذ‬
ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
َ ‫ين َك َّذبُوا بِآيَات اللَّه ۚ َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الظَّالم‬
‫ني‬ َ ‫َمثَ ُل الْ َق ْوم الذ‬
Artinya: Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.
Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan
ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada
kaum yang zalim. (QS. al-Jumu’ah/62: [5])
5) Isti’arah ma’niyah adalah isti’arah yang telah dihilangkan
musyabbah bihnya (sesuatu yang diserupai) lalu disiratkan
dengan sesuatu dari sifatnya yang khas.
Isti’arah tamtsiliyah adalah suatu bentuk susunan
kalimat yang tidak digunakan pada makna aslinya sebab
terdapat kesamaan antara makna asli dan makna majazi serta
adanya qarinah yang menghalangi pemahaman kalimat
tersebut terhadap makna aslinya.27

‫ت ِآمنَ ةً ُمطْ َمِئنَّةً يَْأتِ َيه ا ِر ْز ُق َه ا َر َغ ًدا ِم ْن ُك ِّل‬


ْ َ‫ب اللَّهُ َمثَاًل َقْريَ ةً َك ان‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫َو‬
ِ ‫وع واخْل و‬
‫ف مِب َ ا‬ ِ َّ ِ َّ ِ ِ ‫ان فَ َك َف ر‬
ٍ ‫م َك‬
َ َ‫ت ب َأْنعُم الله فََأذَا َق َه ا اللهُ لب‬
ْ َ َ ِ ُ‫اس اجْل‬ ْ َ َ
‫صَنعُو َن‬
ْ َ‫َكانُوا ي‬
Artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram,
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap
tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat

26
Hifni Bek Dayyab (Dkk), Kaidah Tata Bahasa Arab, Nahwu Saraf, Balagah, Bayan, Badi’, terj.
(Jakarta: Chatibul Umam, Darul ‘Ulum, 1990), hlm. 495.
27
Abdul Djalal, Ulumul…, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hal. 320-323.

21
Allah; sebab itu Allah merasakan kepada mereka pakaian
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka
perbuat. (QS. An-Nahl/16: [112])

2. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode
Secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa
Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata yakni
“metha” yang memiliki berarti melalui atau melewati dan “hodos”
yang berarti jalan atau cara. Sehingga metode diartikan sebagai
suatu jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan.28 Dalam bahasa
Arab metode diartikan dengan kata thariqah yang bermakna jalan,
cara, sistem atau langkah-langkah strategis yang harus
dipersiapkan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, metode dapat juga disinonimkan dengan kata
cara.29
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, metode dapat
diartikan sebagai cara yang teratur dan sistematis guna mencapai
maksud, atau dapat diartikan sebagai cara kerja yang tersistematis
sehingga memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai.30
Metode dapat juga diartikan sebagai cara atau jalan yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, metode
juga dapat diartikan sebagai suatu saran untuk menemukan,
menguji, dan menyusun data untuk pengembangan suatu disiplin
ilmu.31 Sehingga metode termasuk salah satu komponen-komponen

28
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 40.
29
Ramayulis, Metodologi Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hlm. 2-3.
30
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 581.
31
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2005), hlm. 143.

22
pendidikan yang sangat menentukan pencapaian dari tujuan suatu
kegiatan pendidikan.32
Winarto Surakhmad berpendapat bahwa metode merupakan
cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. 33 Metode
juga diartikan sebagai cara yang digunakan agar materi
pembelajaran tersampaikan kepada anak didik.34 Sedangkan
Abuddin Nata berpendapat bahwa metode yang
berhubungan dengan teori, konsep serta wawasan yang berkaitan
dengan berbagai disiplin ilmu disebut dengan metode pengajaran.
Di sisi lain ilmu yang mengkaji tentang berbagai macam metode
yang berkaitan dengan pengajaran itu sendiri disebut dengan
metodologi pengajaran.35
Muhammad Athiyah al Abrasyi mendefinisikan metode
sebagai jalan yang harus diikuti agar siswa paham dengan semua
materi pembelajaran. Sehingga metode dapat disimpulkan sebagai
jalan, cara, langkah, strategi yang mesti dilalui untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.

b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Moh, Surya, belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh seorang individu guna mendapatkan
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan yang
merupakan hasil pengalaman individu tersebut dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.36

32
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2008), cet. V, hlm. 60.
33
Winarno, Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung:
Tarsito, 1998), hlm. 96.
34
Jalaluddin dan Usman Said, “Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996), cet II, hlm. 52.
35
Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta:
KencanaPrenada Media Grup, 2011), cet.2. hlm. 176.
36
Sifa Siti Mukrimah, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: UPI, 2014), hlm. 33.

23
Menurut Corey, pembelajaran merupakan suatu proses
dimana sebuah lingkungan diatur sedemikian rupa agar seorang
individu dapat melakukan suatu tingkah laku dan respon terhadap
situasi tertentu, pembelajaran merupakan bagian khusus dari
pendidikan.37
Menurut Budimansyah, pembelajaran merupakan sebuah
perubahan dalam kemampuan, sikap dan perilaku peserta didik
yang bersifat relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau
latihan, sehingga perubahan kemampuan yang bersifat sementara
dan kemudian kembali pada perilaku awal mengindikasikan bahwa
belum terjadinya pembelajaran meskipun sudah dilakukan
pengajaran.
Sedangkan dalam UUSPN nomor 20 tahun 2003,
pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar. 38

c. Pengertian Metode Pembelajaran


Kemampuan memilih metode pembelajaran merupakan
salah satu kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Hal ini disebabkan kemampuan memilih metode
pembelajaran yang efektif akan mampu menciptakan kondisi kelas
yang kondusif. Pemilihan metode pembelajaran yang efektif juga
mempertimbangkan apakah metode tersebut relevan dan tepat
dengan kemampuan dan kecakapan yang harus dimiliki oleh
peserta didik.
Metode pelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk
menghadirkan interaksi antara guru dan siswa yang kemudian

37
ibid, hlm. 35.
38
Sri Hayati, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperativ Learning, (Jakarta:
Graha Cendekia, 2017), hlm. 2-3.

24
berakibat terjadinya transformasi kemampuan dari guru terhadap
siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.39
Perbedaan dalam pemilihan metode pembelajaran berakibat
pada situasi yang dihasilkan berbeda pula. Oleh sebab itu Analisa
perencanaan mengenai suatu metode yang akan digunakan dalam
pembelajaran sangat diperlukan, dengan mempertimbangkan
situasi apa yang ingin diciptakan dan kemampuan apa yang
diharapkan. Ringkasnya tidak ada satupun metode yang dapat
dikatakan benar-benar efektif dalam suatu pembelajaran untuk
semua situasi dan tujuan.
Abu Ahmadi mendefinisikan metode mengajar sebagai
suatu pengetahuan mengenai tata cara mengajar yang digunakan
oleh guru atau instruktur.40
Omar Mohammad berpendapat bahwa metode mengajar
bermakna segala kegiatan terarah yang dikerjakan oleh guru dalam
mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta
didik serta suasana alam sekitar dan dalam rangka menolong
siswa-siswanya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan
perubahan yang diharapkan dari tingkah laku mereka.41
Ramayulis mendefinisikan metode mengajar sebagai cara
guru berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung.42 Sehingga disimpulkan bahwa metode pembelajaran
jika dikaitkan dengan pendidikan agama Islam bermakna jalan,
cara, strategi atau langkah-langkah untuk menanamkan nilai-nilai
keislaman pada jiwa anak sehingga tumbuh menjadi seorang yang
berkepribadian islami.

39
Mohammad Syarif Sumantri, Strategi, hlm. 10.
40
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm.
52.
41
Omar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hlm. 553.
42
Ramayulis, Metodologi, hlm. 3.

25
d. Metode Pembelajaran di dalam al-Qur’an
Adapun beberapa metode pembelajaran yang terkandung di
dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Dialog
Metode ini dinilai mampu menjadi perantara dalam
menyampaikan informasi antara pendidik dan peserta didik.
Ada beberapa macam dialog di dalam al-Qur’an, pertama,
dialog dengan pendekatan rasionalis seperti yang dilakukan
oleh nabi Nuh terhadap Kan’an yang memilih mendaki gunung
ketika banjir datang. kedua, dialogis-demokratis-teologis
seperti dialog yang dilakukan nabi Ibrahim dengan ismail
mengenai mimpinya menyembelih Ismail dan beliau
menyampaikan bahwa penyembelihan tersebut merupakan
perintah dari Allah. ketiga, dialogis psikologis seperti yang
dilakukan nabi Ya'qub terhadap putranya Yusuf mengenai
mimpi sang putra. Keempat, dialogis-intuitif seperti dialog
yang dilakukan Maryam dengan kaumnya yang pada akhirnya
melibatkan nabi Isa sebab Maryam sangat yakin bahwa
kaumnya tidak akan percaya dengan apa yang ia jelaskan,
sehingga Maryam pada akhirnya mengandalkan kekuatan
transendental dari Allah SWT dalam bentuk intuisi pada nabi
Isa
2. Prenatal-postnatal
Metode ini didapati pada pola pendidikan Imran
terhadap Maryam dan nabi Zakariya terhadap nabi Yahya.
Usaha di dalam metode pendidikan ini dilakukan melalui doa-
doa dan amal saleh lainnya. Seperti nabi Zakariya yang berdoa
bertahun-tahun dengan uslub-uslub yang berbeda-beda pula
yang menunjukkan kesungguhan dan keyakinan pada dirinya

26
untuk mendapatkan anak yang shalih meskipun pada saat itu
usianya sudah tua renta.

3. Problem solving
Metode ini pernah dilakukan oleh nabi Adam terhadap
kedua putranya Habil dan Qabil serta nabi Ya’kub terhadap
putra-putranya.
4. Debat (al-mujadalah)
Metode ini hampir mirip dengan metode diskusi, namun
metode ini diisi oleh peserta yang heterogen yang mungkin
berbeda ideologis, agama, prinsip, filsafat atau perbedaan
krusial lainnya.
5. Amtsal
Imitasi (al-qudwah), metode ini dilakukan dengan
menampilkan teladan langsung untuk peserta didik baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Metode ini juga dapat
disebut dengan metode keteladanan, metode ini penting
terdapat aspek afektif yang tercerminkan dalam bentuk tingkah
laku (behavioral). Hal ini selaras dengan surah al-Mumtahanah
ayat 4:

‫ين َم َع هُ ِإ ْذ قَ الُوا‬ ِ َّ ‫قَ ْد َك انَت لَ ُكم ُأس وةٌ حس نةٌ يِف ِإب ر ِاه‬
َ ‫يم َوالذ‬
َ َْ َََ َ ْ ْ ْ
ِ ‫لَِق و ِم ِهم ِإنَّا ب رآء ِمْن ُكم ومِم َّا َتعب ُدو َن ِمن د‬
‫ون اللَّ ِه َك َف ْرنَ ا بِ ُك ْم َوبَ َدا َبْيَننَ ا‬ ُ ْ ُْ َ ْ ُ َ ُ ْ ْ
‫يم‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإاَّل‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ض اءُ َأبَ ًدا َحىَّت ٰ ُتْؤ منُ وا بالله َو ْح َدهُ َق ْو َل ْب َراه‬
َ ‫َو َبْينَ ُك ُم الْ َع َد َاوةُ َوالَْب ْغ‬
ٍ ِ ِ
َ ‫ك ِم َن اللَّ ِه ِم ْن َش ْيء ۖ َربَّنَ ا َعلَْي‬
‫ك َت َو َّك ْلنَا‬ َ َ‫ك ل‬ َ َ‫َأَلس َت ْغفَر َّن ل‬
ُ ‫ك َو َم ا َْأمل‬ ِ
ْ ‫َأِلبِيه‬
ِ َ ‫ك َأَنبنَا وِإلَي‬
ُ‫ك الْ َمصري‬ ْ َ ْ َ ‫َوِإلَْي‬

27
Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang
baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
"Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada
bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan
bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu
(siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya
kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali". (QS. al-Mumtahanah /60: [4])
6. Pemberian hukuman dan ganjaran
Jika metode keteladanan dan pembiasan tidak efektif,
maka harus ada langkah tegas untuk menyelesaikan
permasalahan sebagai bentuk tanggung jawab untuk mendidik
dan membimbing peserta didik, dan bimbingan itu dalam
bentuk hukuman.43
Metode-metode pembelajaran lain yang terdapat di
dalam al-Qur’an,44 yaitu:
a) Metode ta’lim (memberitahukan atau menjelaskan)
b) Metode kisah.
c) Metode tamti’.
d) Metode tazwiid (metode pemberian bekal atau drill).
e) Metode ta’dzib (metode pemberian hukuman fisik).

43
Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qu’ran Mendidik Anak,
(Malang: Uin Malang Press, 2008), hlm. 315-320.
44
Zulfikar Ali Buto, Wawasan Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan, Jurnal
Tarbiyah Vol 25 No 1 Januari-Juni 2018, hlm.

28
B. Penelitian yang Relevan
1. Muhammad Rifki (2017) Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penelitian
beliau berjudul “Matsal Serangga Dalam Al-Qur’an (Studi Kritis
Tafsir Kementrian Agama)”. Skripsi ini membahas tentang tiga ayat
dalan al-Qur’an yang membahas serangga sebagai perumpamaan.
Pertama surah al-Hajj ayat 73 yang membahas tentang lalat, kedua
surah al-ankabut ayat 41, dan yang ketiga dalam surah al-Baqarah ayat
26. Penelitian beliau menitikberatkan pada pengaruh uslub matsal di
dalam al-Qur’an agar manusia mampu mengambil i’tibar di dalamnya
dan dari segi kemukjizatan al-Qur’an terkait perumpamaan serangga di
dalam amtsal al-Qur’an. Dalam pengumpulan data, skripsi ini
menggunakan teknik pengumpulan data (library research) atau
kualitatif dengan sumber primer yaitu Kitab Tafsir Kementrian Agama
Islam. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu dari tiga ayat
matsal mengenai serangga tersebut, didapatlah informasi tambahan
mengenai lalat, laba-laba dan nyamuk dalam kajian saintifik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu
sama-sama meneliti metode matsal namun peneliti berfokus dengan
metode amtsal pada surah al-Baqarah sebagai metode pendidikan
sedangkan Muhammad Rifki berfokus pada amtsal serangga di dalam
al-Qur’an.
2. Ridwan Wening Panggalih (2017). Penelitian beliau berjudul,
“Efektifitas Metode “Amtsal” Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di
MTs Al-Falah Maos Kelas VII”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat efektifitas metode amtsal (perumpamaan) dalam
meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Akidah
Akhlak di Kelas VIII MTs Al Fatah Maos. Pada penelitian ini, beliau
menggunakan metode quasi eksperimen, untuk mengumpulkan data
peneliti menggunakan metode field work research (penelitian
lapangan) dan untuk analisis data peneliti menggunakan teknik analisis

29
kuantitatif. Dari penelitian tersebut diperolehlah u-hitung=116< u-
tabel=127 dan nilai p=0,022 < α=0.05, sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Sehingga kesimpulannya metode amtsal letih tinggi tingkat
efektifitasnya dibandingkan dengan metode konvensional dengan skor
indeks N-Gain 0,57. Antara penelitian peneliti dengan penelitian
ridwan terdapat persamaan yaitu sama-sama membahas metode
amtsal, namun peneliti menggunakan pendekatan studi kepustakaan
sedangkan penelitian Ridwan menggunakan pendekatan studi
lapangan.
3. Miftahul Jannah (2014) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah. Penelitiannya
berjudul “Metode Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam Al-
Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125-126”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui metode pendidikan Islam yang terkandung dalam surat an-
Nahl ayat 125-126. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu menganalisa masalah dengan mengumpulkan data-data
kepustakaan kemudian data tersebut dideskriptifkan dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa di
dalam surat an-nahl ayat 125-126 mengandung metode penelitian
mauizhah atau nasehat, diskusi dan hukuman. Persamaan penelitian
Miftahul Jannah dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-
sama meneliti tentang metode pendidikan dalam al-Qur’an, namun
peneliti memfokuskan penelitian pada metode amtsal di dalam surah
al-Baqarah sedangkan Miftahul Jannah fokus pada metode pendidikan
yang terkandung dalam surah an-Nahl ayat 125-126.
4. Annisa Khanza Fauziah (2017) Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Penelitiannya berjudul “Metode Pendidikan Dalam Perspektif Al-
Qur’an (Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tafsir surat an-nahl. Metode
penelitian dari skripsi ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan

30
kajian studi kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data
diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan
metode tahlili. Sumber primer dari penelitian ini adalah kitab-kitab
tafsir. Dari penelitian ini peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
dalam surah an-Nahl terkandung beberapa metode pendidikan, yaitu:
metode hikmah, metode mau’izhah hasanah, dan metode jidal.
Persamaan penelitian Annisa Khanza Fauziah dengan penelitian yang
peneliti lakukan yaitu sama-sama berfokus pada metode pendidikan di
dalam al-Qur’an, namun peneliti berfokus pada surah al-Baqarah
sedangkan penelitian Annisa Khaza Fauziah berfokus pada surah an-
Nahl ayat 125-128.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti meneliti
amtsal dengan titik fokus pada amtsal sebagai metode pembelajaran,
peneliti juga memusatkan kajian hanya pada amtsal di dalam surah al-
Baqarah.

31
BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian kepustakaan
(library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang
menjadikan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan data
penelitiannya. Intinya penelitian kepustakaan membatasi penelitiannya
hanya pada bahan-bahan koleksi pustaka saja tanpa melakukan penelitian
lapangan. Bahan koleksi yang digunakan meliputi buku, jurnal, karya
ilmiah dan lain sebagainya.45
Penelitian ini deskriptif sebagai ciri khas dari penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami fenomena
yang dialami oleh subjek penelitian secara keseluruhan dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu uraian khusus
yang bersifat ilmiah dan dengan menggunakan berbagai metode ilmiah.46
Bersifat kualitatif adalah penelitian pustaka dan untuk
mendapatkan kesimpulan dari pokok permasalahan yang peneliti analisa,
maka peneliti melakukan penelitian kepustakaan (library research). Hal

45
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), Hlm. 1-2.
46
Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya,
Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora

32
ini dilakukan dengan cara meneliti kitab tafsir al-Qur’an dan buku lain
yang menunjang data penelitian.

B. Sumber data
1. Sumber Data Primer
Penelitian ini berkaitan dengan ayat al-Qur’an, maka peneliti
menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan primer dan untuk memudahkan
pelacakan ayat-ayat yang mengandung amtsal dalam surah al-Baqarah
maka peneliti menggunakan al-Mu'jam al-Mufahras Li al-fazh al-
Qur’an. Selain itu peneliti juga menjadikan kitab tafsir sebagai sumber
data primer seperti Tafsir ath-Thabari dengan judul asli Jami’ al
bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an karya Abu Jafar Muhammad bin Jarir
Ath-Thabari yang kemudian dialih bahasakan oleh Ahsan Askan,
kemudian kitab tafsir Al Qurthubi dengan judul asli Al Jami' Li-Ahkam
Al-Qur’an karya Syaikh Imam Al Qurthubi yang dialih bahasakan oleh
Fathurrahman, Ahmad Khotib dan Nashirul Haq, kitab tafsir As Sa’adi
dengan judul asli Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir-Tafsir Kalam
Al-Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di yang
dialih bahasakan oleh Muhammad Iqbal, Izzuddin Karimi, Mustofa
Aini, Muhammad Ashim, dan Ahmad Zuhdi Amin.

2. Sumber Data Sekunder


Sedangkan kepustakaan yang bersifat sekunder adalah buku-
buku keagamaan, serta jurnal dan artikel yang terkait dengan tema.

C. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan sebanyak mungkin data-data primer dan
sekunder dari sejumlah kajian dari dokumen yang berkaitan dengan pokok
permasalahan dalam penelitian. Untuk menemukan literatur yang sesuai

33
dengan permasalahan yang ingin ini diteliti, maka peneliti harus
mengumpulkan sumber-sumber data yang terkait kemudian mengolah data
dan menganalisis data yang sudah terkumpul kemudian membuat
kesimpulan dari data yang dianalisis.47

D. Teknik Analisis Data


Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode tafsir
maudhu’i. metode tafsir maudhu’i adalah suatu cara menafsirkan ayat al-
Qur’an berdasarkan masalah yang dikaji.48 Beberapa langkah yang
dilakukan ketika menggunakan teknik penafsiran ini yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji yaitu ayat-ayat
tentang perumpamaan dalam surah al-Baqarah.
2. Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dalam surah al-
Baqarah.
3. Mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara mengenai amtsal tersebut.
4. Menyusun ayat-ayat tersebut berdasarkan kronologis turunnya.
5. Menjelaskan maksud ayat-ayat tersebut berdasarkan penjelasan ayat
yang lain, perkataan nabi, sahabat dan analisis bahasa.
6. Menjawab rumusan masalah tentang amtsal sebagai metode
pembelajaran di dalam surah al-Baqarah.

E. Metode Analisis Data


Untuk menentukan suatu temuan atau hal baru dalam penelitian,
baik temuan substantif maupun formal, maka dibutuhkan analisa data.
Setelah data-data terkumpul, baik data primer maupun sekunder, maka
penulis melakukan analisa data. Untuk penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis isi atau (content analysis). Konten analisis

47
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial,
(Jakarta: Salemba Humanika 2010), hlm. 147.
48
Kadar M. Yusuf, opcit, hlm. 139-140.

34
yaitu suatu analisis yang menekankan pada analisis ilmiah tentang isi
pesan suatu buku atau dokumen.49
Langkah pertama yaitu peneliti menafsirkan ayat-ayat tentang
amtsal di dalam surah al-Baqarah. Setelah itu mencari pesan yang
terkandung dalam ayat tersebut.
Agar data yang terkumpul dapat menjadi bahasan yang akurat,
maka peneliti menggunakan metode yang bersifat kualitatif dengan cara
berfikir: pertama, deduktif, yaitu peneliti menjabarkan data secara umum
kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. kedua, induktif, yaitu
peneliti meninjau hal-hal yang bersifat khusus untuk diuraikan secara
umum. Ketiga, komparatif, yaitu peneliti meninjau beberapa pendapat,
membandingkannya pendapat tersebut dan kemudian
mengkompromikannya.

49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya, 2000). hlm. 164.

35
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Surah Al-Baqarah


Surah al-Baqarah adalah surah terpanjang di dalam al-Qur’an dan
termasuk surah Madaniyyah kecuali ayat 281 yang turun di Mina pada saat
pelaksanaan haji Wada’. Surah ini berjumlah 286 ayat dan merupakan
surat yang pertama turun di Madinah. Sebagaimana surah Madaniyyah
lainnya, surah ini mengandung tasyri’ atau aturan-aturan yang mengatur
kehidupan baru kaum muslim di Madinah. Antara masyarakat agama dan
negara, keduanya memiliki keterkaitan yang erat dan tidak terpisahkan
satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu tasyri’ pada periode Madinah
berlandaskan pada pemurnian akidah Islam dan amal saleh yang
merupakan implementasi dari iman serta amal yang terwujud dengan
mengadakan hubungan manusia dengan tuhannya melalui shalat dan
mewujudkan solidaritas sosial dalam bentuk infak di jalan Allah.
Surah ini dinamakan surah “surah al-Baqarah” karena di dalamnya
terdapat kisah Baqarah (sapi betina) yang Allah perintahkan kepada Bani
Israel untuk menyembelihnya dalam rangka mengungkap tabir tentang
siapa pembunuh salah seorang dari Bani Israel yang sebenarnya dengan
cara memukul orang yang meninggal tersebut dengan salah satu organ dari
sapi tersebut sehingga dia bisa hidup kembali dengan izin Allah, lalu

36
memberitahu mereka siapa pembunuh dirinya yang sebenarnya. Kisah
Baqarah atau sapi betina tersebut dimulai dari ayat 67 surah al-Baqarah.50

B. Bentuk-Bentuk Amtsal di Dalam Surah Al-Baqarah


1. Amtsal Musarrahah
a) Surah al-Baqarah ayat 17-19
1) Teks ayat dan Terjemah
ِ
ُ‫ب اللَّه‬
َ ‫ت َما َح ْولَهُ ذَ َه‬
ْ َ‫َأضاء‬ ْ ‫َم َثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
َ ‫اسَت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
ِ ٍ ِ
‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل‬
ٌ ‫ص ٌّم بُك‬ُ )١٧( ‫بِنُو ِره ْم َوَتَر َك ُه ْم يِف ظُلُ َمات اَل يُْبصُرو َن‬
‫ات َو َر ْع ٌد َو َبْر ٌق جَيْ َعلُو َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫ب ِمن‬ ٍ َ ‫) َْأو َك‬١٨( ‫َير ِجعُو َن‬
ٌ ‫الس َماء فيه ظُلُ َم‬ َ ِّ‫صي‬ ْ
ِ ِ ٌ ‫ت ۚ واللَّه حُمِي‬
ِ ِ َّ ‫َأصابِعهم يِف آذَاهِنِم ِمن‬
َ ‫ط بالْ َكاف ِر‬
)١٩( ‫ين‬ ُ َ ‫الص َواع ِق َح َذ َر الْ َم ْو‬ َ ْ ْ َُ َ
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (18). atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab
takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir
(19). (QS. al-Baqarah/2: [17]).

50
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Dan Manhaj Jilid I (terj).
(Depok: Gema Insani, 2005), hlm. 44-46.

37
2) Kosakata
‫( المثل‬al masal) sama halnya dengan ‫( الشبه‬asy-syabih),
baik dari segi wazan maupun dari segi pengertiannya yaitu
perumpamaan. ‫( ا ْستَوْ قَ َد نَارًا‬istauq adanara) artinya meminta atau
mencari api untuk diambil manfaat dari nyalanya api tersebut,
baik dilakukan sendiri maupun oleh orang lain. ‫ك‬
َ ‫تَر‬
َ (taroka)
artinya menjadikan. 51
3) Balaghah
(‫ ) َمثَلُهُ ْم َك َمثَ ِل الَّ ِذي ا ْستَوْ قَ َد نَارًا فَلَ َّما‬susunan ayat ini merupakan
tasybiih tamtsiiliy. Pada ayat ini Allah mengumpamakan orang-
orang munafik dengan orang yang menyalakan api,
mengumpamakan pernyataan imannya dengan nyala api dan
mengumpamakan tidak bermanfaatnya iman itu baginya
dengan perumpamaan padamnya api. Begitu pula dengan kata (
‫ب‬ َ ‫ )َأوْ َك‬yang juga merupakan tasybiih tamtsiiliy. Allah
ٍ ِّ‫ي‬vvv‫ص‬
mengumpamakan Islam dengan hujan karena dengan Islamlah
hati manusia menjadi hidup, dan Dia mengumpamakan
syubhat-syubhat kaum kafir dengan kegelapan.
(‫ص ٌّم بُ ْك ٌم ُع ْم ٌي‬
ُ ) susunan kata pada ayat ini adalah tasybiih
baliigh. Yakni, mereka seperti orang-orang yang tuli, bisu dan
buta sehingga tidak mendapat faedah dari indera tersebut. (
َ ‫ )يَجْ َعلُونَ َأ‬ini adalah majaaz mursal, memaknai kata yang
‫صابِ َعهُ ْم‬
bermakna keseluruhan tetapi yang dimaksud hanya sebagian
saja, yakni ru’uus ashaabi’ihim (ujung jari). Ayat ini
mengandung perumpamaan yang menakjubkan. Pada ayat ini,
al-Qur’an diumpamakan dengan hujan. Jika hujan turun maka
bumi hidup Sebagaimana al-Qur’an menghidupkan jiwa-jiwa
yang mati. Sementara orang-orang yang tersesat melihat bahwa
di dalam al-Qur’an terdapat syubhat-syubhat yang serupa

51
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al Maragi, Juz 1, alih bahasa, Anwar Rasyidi,
dkk, (Semarang: Karya Toha Putra,1992), hlm. 91-92.

38
dengan kegelapan yang mengiringi hujan. Ayat ini juga
mengandung janji dan ancaman yang dahsyatnya seperti petir.
Pada ayat ke 17 ini mengandung empat unsur tasybih,
yaitu Musyabbah yaitu ditujukan terhadap orang-orang
munafik. Musyabbah bihnya adalah orang yang menyalakan
api sebagai penerangan. Wajhusy-syabahnya adalah kegelapan
yang disamakan dengan kesesatan. Dan adat tasybihnya adalah
“kamatsali.”. Dari ayat ini dapat kita pahami bahwasanya
orang-orang munafik itu sebenarnya telah mendapat petunjuk.
Namun Allah memadamkan cahaya tersebut sehingga mereka
menjadi seperti tuli, bisu dan buta, serta tidak memperoleh
petunjuk.
Perumpamaan ini untuk menjelaskan keadaan orang
munafik setelah mendapat petunjuk. Hal ini dimaksudkan
untuk menggambarkan keadaan orang-orang yang tersesat
sehingga orang-orang yang mendapat petunjuk tidak mengikuti
perbuatan mereka. Perumpamaan-perumpamaan dari sikap-
sikap buruk juga diperlukan dalam pembelajaran agar orang-
orang paham betapa buruknya perbuatan itu serta menjauhi
perbuatan-perbuatan buruk.
4) Asbabun nuzul ayat 19
Ath-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu
Abbas, dan lain-lainnya mengenai sebab turunnya ayat ini.
Mereka meriwayatkan bahwa ada dua orang munafik dari
kalangan penduduk Madinah yang melarikan diri dari
Rasulullah kepada kaum musyrik, lalu kedua orang tersebut di
timpa hujan lebat disertai guruh yang keras, petir dan kilat yang
menyambar. Setiap kali petir menyambar dan menerangi
keadaan sekitar, mereka menutup telinga mereka dengan jari
karena khawatir petir tersebut akan memasuki telinga mereka
sehingga mereka tewas. Apabila kilat bersinar maka mereka

39
berjalan di bawah cahayanya. Jika kilat tidak muncul maka
mereka tetap diam di tempat dan tidak meneruskan perjalanan.
Maka mereka berkata, “Mudah-mudahan pagi segera tiba, lalu
kita datangi Muhammad dan kita baiat beliau!”. Setelah pagi
harinya mereka segera menemui Rasulullah dan menyatakan
keislamannya dan membaiat beliau. Keislaman mereka bagus
setelah itu dan Allah menjadikan keadaan dua orang munafik
yang kabur ini sebagai perumpamaan bagi orang-orang
munafik yang berada di Madinah.
Biasanya ketika menghadiri majelis Rasulullah, orang-
orang munafik menutupi telinga mereka dengan jari karena
khawatir jika sabda Rasulullah mengandung suatu ayat yang
berkaitan dengan mereka atau khawatir mereka akan diingatkan
dengan sesuatu sehingga mereka akan dibunuh, sebagaimana
dua orang munafik yang kabur tadi menutupi telinga mereka
dengan jari. “Bila kilat menyinari mereka, mereka berjalan di
bawah sinar itu”. Apabila harta mereka berlimpah dan mereka
punya banyak anak serta memperoleh harta rampasan perang
dan kemenangan yang banyak, mereka berjalan di dalamnya
dan berkata bahwa agama Nabi Muhammad adalah agama yang
benar lalu mereka pun memeluknya sebagaimana kedua orang
munafik tadi yang berjalan apabila cahaya kilat menerangi.
“Dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti”. Apabila
harta dan anak-anak mereka binasa serta mereka tertimpa
malapetaka, mereka pun kembali menjadi kafir, sama seperti
kedua orang munafik tadi yang berhenti ketika tidak ada kilat
yang menerangi mereka.
5) Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 17-19
Maksud dari ayat di atas adalah untuk membuat
perumpamaan bagi orang-orang munafik. Mereka
menampakkan keimanan agar mereka diperlakukan seperti

40
orang mukmin lainnya yaitu terkait hal perkawinan, waris
mewarisi, pembagian harta ghanimah serta jaminan keamanan
atas diri, keluarga dan harta mereka, seperti halnya orang yang
menyalakan api di malam gelap gulita dan kemudian dia
mendapatkan cahaya dan apa yang seharusnya ia takuti dan
hindari. Namun jika api padam mereka lemah dan
kebingungan. Seperti itulah orang-orang munafik, ketika di
dunia mereka tertipu dengan kata iman dan setelah meninggal
mereka merasakan azab yang pedih. Allah berfirman:
ِ َ‫ِإ َّن الْمنَافِ ِقني يِف الدَّر ِك اَأْلس َف ِل ِمن النَّا ِر ولَن جَتِ َد هَل م ن‬
‫ص ًريا‬ ُْ ْ َ َ ْ ْ َ ُ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong
pun bagi mereka. (QS. An Nisa/4: [145]).
Cahaya mereka hilang sehingga mereka berkata:

‫س ِم ْن نُو ِر ُك ْم‬ ِ
ْ ‫انْظُُرونَا َن ْقتَب‬
Artinya: "Tunggulah kami supaya kami dapat
mengambil sebahagian dari cahayamu” (QS. Al-Hadiid/57:
[13]).52
Dalam kitab Tafsir AS-Sa’di dijelaskan bahwa
perumpamaan orang-orang munafik seperti orang yang
menyalakan api dalam keadaan gelap pekat dan sangat
membutuhkan api dan ketika api tersebut telah menyala maka
ia mampu melihat tempat dimana ia berada dan ia
menenangkan diri dari rasa khawatir serta memanfaatkan api
tersebut sehingga tenanglah pandangannya sehingga ia
menyangka bahwa ia telah menguasai kondisi itu. Namun

52
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkaam
Al-Qur’an, jilid 1, alih bahasa Fathurrahman dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.
498.

41
setelah itu Allah memadamkan cahaya-Nya sehingga hilanglah
cahaya dari api tersebut dan mereka kehilangan
kebahagiaannya. Ia kembali berada dalam kegelapan yang
pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang
cahaya dari api tersebut dan ia kembali pada kegelapan yang
bermacam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan,
kegelapan hujan, kegelapan setelah adanya cahaya.
Demikianlah orang-orang munafik yang menyalakan
api keimanan dari orang mukmin namun tidak menjadi ciri bagi
mereka. Mereka menjadikannya penerangan untuk sementara
waktu dan memanfaatkannya, sehingga terjagalah harta dan
keselamatan jiwa mereka serta mereka mendapat keamanan di
muka bumi. Lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini,
datanglah kematian pada diri mereka yang menghentikan
semua kemanfaatan tersebut sehingga terjadilah kegundahan,
kebimbangan dan siksaan. Mereka mendapat kegelapan kubur,
kemunafikan, dan kegelapan kemaksiatan dan terakhir
kegelapan api neraka dan itu seburuk-buruk tempat kembali.53
Orang-orang munafik yang dengan pengakuan palsunya
melindungi jiwa, harta dan keluarga mereka, sehingga mereka
pun merasa telah berhasil menipu Allah, Rasul-nya, dan orang-
orang beriman hingga mengira bahwa mereka akan selamat
dari siksa Allah di akhirat. Mereka menyangka bahwa mereka
akan selamat di akhirat Sebagaimana mereka selamat di dunia
dan dapat melakukan penipuan Sebagaimana mereka
melakukan penipuan di dunia. Namun ketika hal itu tidak
terjadi maka mereka pun menyadari bahwa mereka telah tertipu
oleh angan-angan mereka sendiri. Ketika itulah Allah
memadamkan cahaya mereka sehingga mereka meminta
53
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, jilid 1, alih bahasa Muhammad Iqbal dkk, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka Sahifa,
2007), hlm. 80-81.

42
kepada orang-orang yang beriman agar melihat mereka
sehingga mereka memperoleh cahaya dari orang-orang yang
beriman, namun yang justru dikatakan kepada mereka adalah
“Lihatlah ke belakang dan rasakan siksa api neraka yang tidak
terbayangkan”.54
Tentang cepat dan terungkapnya keadaan mereka. Yaitu
keadaan orang-orang munafik yang menampilkan keislaman
dalam waktu singkat dan keadaan mereka yang merasa aman
pada diri dan anak-anak mereka diumpamakan seperti keadaan
orang-orang yang menyalakan api untuk mendapatkan
manfaatnya, lalu setelah api tersebut menerangi sekitar mereka,
Allah memadamkan api tersebut dengan hujan lebat atau angin
kencang sehingga mereka tidak dapat melihat apapun, dan
Allah membiarkan mereka dalam kegelapan selamanya.
Orang munafik tidak memfungsikan perasaan dan indra
mereka. Mereka tidak mempergunakan telinga mereka untuk
mendengar dan memahami nasihat orang lain bahkan jika
mereka mendengarnya, seolah-olah mereka tuli tidak
mendengar kebenaran. Mereka juga tidak mempergunakan
lisannya untuk berbicara, bertanya, berdiskusi, mereka tidak
menuntut bukti atas sebuah masalah, tidak meminta penjelasan
atas suatu persoalan, seakan-akan mereka bisu. Mereka tidak
mempergunakan mata untuk melihat dan mengambil pelajaran
atau cobaan yang menimpa berbagai umat, seakan-akan mereka
buta dan tidak dapat melihat petunjuk. Mereka sama sekali
tidak ingin keluar dari keadaan mereka saat itu, tidak ingin
menginggalkan kesesatan menuju kebenaran, maka janganlah
kamu merasa sedih atas mereka.
Perumpamaan kedua tentang kecemasan, kebingungan,
serta sikap oportunis mereka. Al-Qur’an telah memberi mereka

54
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan, hlm . 410-411.

43
bimbingan-bimbingan ilahi namun mereka berpaling dari
petunjuk tersebut. Keadaan mereka serupa dengan orang yang
ditimpa hujan lebat disertai dengan hal-hal yang menakutkan
seperti kegelapan hujan, awan dan suasana malam, suara guruh
yang memekakkan telinga, serta kilat yang menyambar.dalam
kondisi mencekam tersebut, mereka meraba-raba mencari jalan
keselamatan mereka menggantungkan harapan kepada cahaya
yang muncul di angkasa. Maka mereka bertekad untuk
mengikuti kebenaran yang dibawa oleh ayat-ayat yang jelas itu,
namun setelah itu mereka merasa cemas dan bimbang,
sementara Allah meliputi mereka, berkuasa atas diri mereka.
Jika Dia menghendaki, Dia dapat mencabut pendengaran
mereka dengan guruh yang keras atau membutakan mata
mereka dengan sinar kilat yang menyambar. Namun karena
suatu maslahat dan hikmah, Dia tidak menghendaki hal
tersebut. Dia ingin menangguhkan mereka, memberikan
mereka kesempatan untuk kembali pada kebenaran.55
Kesimpulannya, kemunafikan terkadang menyinari
jalan bagi pelakunya dalam tempo yang singkat, tetapi dengan
cepat sinar itu mati seperti api yang padam sehingga hal ini
yang menjadikan kemunafikan itu tidak berlangsung terus-
menerus. Ada kalanya orang-orang munafik itu menemukan
harapan dalam kemunafikan untuk mencapai suatu keuntungan
materi yang sedikit nilainya, namun di sisi lain terkadang
semua harapannya hancur. 56

b) Surah al-Baqarah Ayat 26


1) Teks Ayat dan Terjemah

55
Wahbah az-zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 64-65.
56
Ibid

44
ِ َّ
‫ين َآمنُوا‬
َ ‫وضةً فَ َما َف ْو َق َها ۚ فَ ََّأما الذ‬
َ ُ‫ب َمثَاًل َما َبع‬ ْ َ‫ِإ َّن اللَّهَ اَل يَ ْستَ ْحيِي َأ ْن ي‬
َ ‫ض ِر‬
‫ين َك َفُروا َفَي ُقولُو َن َماذَا ََأر َاد اللَّهُ هِب َٰ َذا‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫َفَي ْعلَ ُمو َن َأنَّهُ احْلَ ُّق م ْن َرهِّب ْم ۖ َو ََّأما الذ‬
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َمثَاًل ۘ يُض ُّل بِه َكث ًريا َو َي ْهدي بِه َكث ًريا ۚ َو َما يُض ُّل بِه ِإاَّل الْ َفاسق‬
‫ني‬
Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat
perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa
perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka
yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini
untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu banyak
orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu
(pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk. Dan tidak ada
yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS. al-
Baqarah/2:[26])
2) Kosakata
‫تَحْ يِي‬v ‫ اَل يَ ْس‬: Allah tidaklah terhalang dengan rasa malu
untuk membuat perumpamaan, sekecil apapun perumpamaan
itu, baik perumpamaan berupa seekor lalat atau yang lebih kecil
lagi seperti sayapnya. ‫ب َمثَاًل‬ ْ َ‫َأ ْن ي‬: Untuk membuat sesuatu
َ ‫ ِر‬v ‫ض‬
sebagai permisalan bagi sesuatu yang lain, untuk
mengungkapkan sifat dan kondisinya yang baik dan yang
ْ yakni sesuatu yang harus dan pasti adanya dan
ُّ َ‫الح‬:
buruk. ‫ق‬
mustahil bagi akal sehat meyakini hal tersebut tidak ada.
ْ keluar dari ketaatan.57
َ‫الفَا ِسقِين‬:
3) Balaghah
(‫ )اَل يَ ْستَحْ يِي‬maknanya: “Dia tidak meninggalkan”. Allah
memakai ungkapan malu/segan untuk menyatakan tentang
“meninggalkan” karena perbuatan meninggalkan merupakan

57
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, Jilid 1, (Jakarta: Darus Sunnah,
2016), hlm. 75-77.

45
akibat yang ditimbulkan oleh rasa malu. Barangsiapa malu
melakukan sesuatu tentu dia meninggalkannya. Jadi susunan ini
adalah majaaz dengan menggunakan metode yang dikenal
dengan istilah ithlaaqul malzuum wa iraadatul lazim (memakai
kata yang mengacu pada penyebab tetapi yang dimaksud
adalah akibat).58
4) Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya meriwayatkan
dari sejumlah sahabat bahwa setelah Allah membuat
perumpamaan dalam surah al-Baqarah ayat 17 hingga ayat 19
yaitu “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api” dan firmannya “Atau seperti (orang-orang
yang ditimpa hujan lebat dari langit)” yang berjumlah 3 ayat.
Lantas orang-orang munafik berkata bahwa Allah terlalu agung
untuk membuat perumpamaan-perumpamaan ini. Maka Allah
menurunkan FirmanNya “Sesungguhnya Allah tiada segan
membuat perumpamaan berupa nyamuk” hingga FirmanNya
“Mereka itulah orang-orang yang rugi” As-Suyuthi menulis
dalam tafsir jalalain bahwa pendapat ini lebih shahih sanadnya
dan lebih sesuai dengan ayat-ayat sebelumnya di awal surat al-
Baqarah.59
5) Tafsir Ayat
Ibnu Abbas berkata bahwa ketika Allah membuat dua
perumpamaan yakni firman Allah:
‫َمثَلُهُ ْم َك َمثَ ِل الَّ ِذي ا ْستَوْ قَ َد‬
Artinya: Perumpamaan mereka adalah seperti orang
yang menyalakan api. (QS. al-Baqarah/2: [17])
Dan firman Allah:
‫ب ِمنَ ال َّس َما ِء‬ َ ‫َأوْ َك‬
ٍ ِّ‫صي‬

58
Wahbah az-zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 79.
59
Ibid, hlm. 80.

46
Artinya: Atau seperti (orang-orang yang ditimpa)
hujan lebat dari langit (QS. al-Baqarah/2: [17])
Orang-orang munafik berkata Allah lebih mulia dan
lebih tinggi (maksudnya tidak pantas) membuat perumpamaan-
perumpamaan maka Allah menurunkan ayat ini.
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata: “Ketika Allah
menyebut tuhan-tuhan orang musyrik, Dia berfirman:
ُّ ‫َوِإ ْن يَ ْسلُ ْبهُ ُم‬
ُ‫الذبَابُ َش ْيًئا اَل يَ ْستَ ْنقِ ُذوهُ ِم ْنه‬
Artinya: Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat
itu”. (QS. Al-Hajj/22: [73])
Selain itu, ketika Allah juga menyebutkan
perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-
pelindung selain Allah seperti laba-laba yang membuat rumah,
mereka berkata, ‘Apakah kamu lihat Allah menyebutkan laba-
laba dan lalat pada apa yang Dia turunkan kepada Muhammad.
Sebenarnya apa yang dia lakukan?’ maka Allah menurunkan
ayat ini.”
Hasan dan Qatadah berkata: “Ketika Allah
menyebutkan lalat dan laba-laba pada kitab-Nya dan membuat
perumpamaan bagi orang-orang musyrik dengan binatang-
binatang itu orang-orang Yahudi tertawa dan berkata, ‘Ini tidak
seperti kalam Allah.’ maka Allah menurunkan ayat ini.”60
Allah berfirman ‫ب َمثَاًل َما‬ ْ َ‫تَحْ يِي َأ ْن ي‬vvvvvvv‫ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْس‬
َ ‫ ِر‬vvvvvvv‫ض‬
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan”
maksudnya perumpamaan apapun itu ‫ُوضةً فَ َما فَوْ قَهَا‬
َ ‫“ َما بَع‬berupa
nyamuk atau yang lebih rendah dari itu” karena perumpamaan
yang meliputi kebijaksanaan dan penjelasan akan terhadap
kebenaran sedangkan Allah tidaklah segan dari kebenaran,

60
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkaam
Al-Qur’an, hlm. 544-545.

47
seakan-akan dalam hal ini terdapat sebuah jawaban bagi orang-
orang yang mengingkari pemakaian perumpamaan pada hal-hal
yang remeh dan memprotes Allah pada hal tersebut padahal
perumpamaan tersebut tidak ada yang patut untuk diprotes.
bahkan hal itu adalah suatu pengajaran Allah tentang kasih
sayang-Nya kepada hamba-hambanya. Maka sudah sepatutnya
diterima dengan terbuka dan penuh rasa syukur

‫ين َآمنُ وا َفَي ْعلَ ُم و َن َأنَّهُ احْلَ ُّق ِم ْن َرهِّبِ ْم‬ ِ َّ


Firman Allah َ ‫فَ ََّأما الذ‬
“Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka”. Orang
yang beriman memahaminya dan memikirkannya lalu apabila
mereka mengetahui apa yang meliputi hal tersebut dalam
perinciannya maka bertambahlah keimanan mereka dengan hal
itu. Dan jika tidak, maka mereka mengetahui bahwasanya hal
itu adalah suatu kebenaran dan apapun yang dikandungnya
adalah kebenaran, walaupun kandungan kebenarannya itu tidak
dapat mereka mengerti karena mereka meyakini bahwa Allah
tidak akan membuat perumpamaan itu dengan sia-sia akan
tetapi dengan penuh hikmah yang tinggi dan nikmat yang
mendalam.

‫ين َك َف ُروا‬ ِ َّ
Akan tetapi orang-orang kafir berkata: َ ‫َو ََّأما الذ‬
‫“ َفَي ُقولُو َن َماذَا ََأر َاد اللَّهُ هِب َٰ َذا‬tetapi mereka yang kafir mengatakan:
‘Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?".
Lalu mereka menyanggah dan bingung sehingga bertambah
kekufuran yang ada pada mereka sebagaimana bertambahnya
keimanan pada orang mukminin, sehingga Allah berfirman ُّ‫ُضل‬
ِ ‫ي‬

‫“ بِِه َكثِ ًريا َو َي ْه ِدي بِِه َكثِ ًريا‬Dengan perumpamaan itu banyak orang
yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula)

48
banyak orang yang diberi-Nya petunjuk”. Demikianlah kondisi
kaum muslimin dan kaum kafir ketika ayat-ayat Al-Qur’an
diturunkan. Allah berfirman:

‫ول َأيُّ ُك ْم َز َادتْ هُ َه ِذ ِه ِإميَانً ا فَ ََّأما‬


ُ ‫ورةٌ فَ ِمْن ُه ْم َم ْن َي ُق‬ ْ َ‫َوِإ َذا َم ا ُأنزل‬
َ ‫ت ُس‬
‫ين يِف ُقلُ وهِبِ ْم‬ ِ َّ ِ ‫ِإ‬ ِ َّ
َ ‫) َو ََّأما الذ‬124( ‫ين َآمنُ وا َف َز َاد ْت ُه ْم ميَانً ا َو ُه ْم يَ ْستَْبش ُرو َن‬
َ ‫الذ‬
)125( ‫ض َفَز َاد ْت ُه ْم ِر ْج ًسا ِإىَل ِر ْج ِس ِه ْم َو َماتُوا َو ُه ْم َكافُِرو َن‬
ٌ ‫َمَر‬
Artinya: Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di
antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata,
"Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan
(turunnya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman,
maka surat ini menambah imannya, sedangkan mereka merasa
gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka
ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran
mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka
mati dalam keadaan kafir. (QS. at-Taubah 9:[26])
Tidak ada kenikmatan yang lebih besar bagi orang
mukmin dibandingkan dengan turunnya ayat-ayat al-Qur’an.
Hal ini menjadi menjadi ujian, rahmat dan bertambahnya
kebaikan-kebaikan yang ada pada mereka. Sedangkan bagi
orang-orang yang kafir, ini merupakan kebingungan, kesesatan
bertambahnya keburukan yang ada pada mereka.
Kemudian Allah menyebutkan hikmah dibalik
penyesatan yang dilakukan olehnya kepada orang yang tersesat
ِ َ‫ ِه ِإاَّل ْالف‬vvِ‫لُّ ب‬vv‫ُض‬
dengan firman: َ‫قِين‬vv‫اس‬ ِ ‫“ َومَا ي‬Dan tidak ada yang
disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik”, yaitu orang
orang-orang yang berpaling dari ketaatan kepada Allah dan
yang menentang rasul-rasul Allah yang akhirnya kefasikan itu
menjadi sifat dasar mereka sedangkan mereka sendiri tidak
ingin merubahnya. maka berjalanlah hikmah Allah dalam

49
menyesatkan mereka karena mereka tidak pantas untuk
mendapatkan petunjuk sebagaimana berjalannya hikmah dan
keutamaan-Nya dalam memberikan petunjuk kepada orang-
orang yang memiliki iman dan dan menghiasi diri mereka
dengan amalan-amalan soleh.61

c) Al-Baqarah ayat 146


1) Teks ayat dan Terjemah

‫اب َي ْع ِرفُونَ هُ َك َم ا َي ْع ِرفُ و َن َْأبنَ اءَ ُه ْم ۖ َوِإ َّن فَ ِري ًق ا ِمْن ُه ْم‬ ِ ِ َّ
َ َ‫اه ُم الْكت‬
ُ َ‫ين آ َتْين‬
َ ‫الذ‬
‫لَيَكْتُ ُمو َن احْلَ َّق َو ُه ْم‬

‫َي ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah
Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. al-Baqarah 2:
[146])
2) Kosakata
َ‫اَلَّ ِذ ْين‬: orang-orang yang, ‫اتَ ْي ٰنهُ ُم‬:ٰ telah kami beri, ‫ب‬ ْ
َ ‫ال ِك ٰت‬:
kitab (Taurat/Injil)), ‫ْرفُوْ نَه‬ ِ ‫( يَع‬ya’rifuunahuu): mengenalnya
ِ ‫ َك َما يَع‬: seperti mereka mengenal, ‫َأ ْبنَا َءهُ ۗ ْم‬: anak-
(Muhammad), َ‫ْرفُوْ ن‬
anak mereka sendiri, ‫وَِإ َّن فَ ِر ْيقًا‬: sesungguhnya sebagian, َ‫لَيَ ْكتُ ُموْ ن‬:
pasti menyembunyikan, ‫ق‬ ْ kebenaran, َ‫يَ ْعلَ ُموْ ن‬: mengetahuinya.
َّ ‫ال َح‬:
3) Balaghah
(‫ونَ َأبْنَا َءهُ ْم‬vvُ‫ْرف‬
ِ ‫ ) َكمَا يَع‬susunan ini mengandung tasybiih
mursal mufashashal. Artinya mereka mengenal Nabi

61
As-sa’adi, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan, alih bahasa
Muhammad Iqbal, dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007), hlm. 93-95

50
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam secara jelas
sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.62
Pada masa sebelum Islam, Rasulullah telah dikenal oleh
bangsa Arab sebagai al-Amin yang berarti orang yang jujur dan
dapat dipercaya. Bahkan kaum jahiliyah melihat sendiri hal itu
karena mereka berinteraksi langsung dengan Rasulullah.
Namun hal yang sangat luar biasa adalah ketika orang-orang
Yahudi mengenal Rasulullah sebagaimana mereka mengenali
anak-anak mereka tanpa keraguan sedikitpun. Hal ini
disebabkan karena dalam kitab Taurat telah dijelaskan
bagaimana ciri-ciri dari Rasulullah. Maka pada ayat ini Allah
mengumpamakan pengenalan kaum Yahudi terhadap
Rasulullah adalah sebagaimana pengenalan mereka terhadap
anak-anak mereka sendiri.
4) Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang Ahli Kitab
yang masuk Islam yaitu Abdullah bin Salam dan teman-
temannya. Mereka mengenal Rasulullah melalui ciri-ciri dan
kabar yang berada di dalam kitab suci mereka. Mereka
mengenali ciri-ciri Rasulullah sama seperti seseorang yang
mengenal anaknya apabila ia melihat anaknya bersama dengan
anak-anak yang lain. Abdullah bin Salam berkata “Sungguh
aku lebih mengenal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
daripada aku mengenal putraku sendiri” Umar bin Umar bin
Khattab lalu bertanya “Bagaimana bisa begitu” ia menjawab
“Sebab aku bersaksi dengan penuh keyakinan bahwa
Muhammad adalah Rasulullah sedangkan aku tidak bersaksi
seperti itu atas putraku sebab aku tidak tahu apa yang telah

62
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 282.

51
dilakukan oleh kaum Wanita”. Umar berkata “Semoga Allah
memberimu taufik wahai Ibnu salam”63

d) Al-Baqarah ayat 165


1) Teks ayat dan Terjemah

ۖ ‫ب اللَّ ِه‬
ِّ ‫ون اللَّ ِه َأنْ َد ًادا حُيِ بُّونَ ُه ْم َك ُح‬
ِ ‫َّخ ُذ ِمن د‬
ُ ْ
ِ ‫َّاس من يت‬ ِ
َ ْ َ ِ ‫َوم َن الن‬
ِ َّ ِِ ِ َّ
َ‫َأن الْ ُق َّوة‬ َ ‫ين ظَلَ ُموا ِإ ْذ َيَر ْو َن الْ َع َذ‬
َّ ‫اب‬ َ ‫َأش ُّد ُحبًّا للَّه ۗ َولَ ْو َيَرى الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا‬
َ ‫َوالذ‬
ِ ‫يد الْع َذ‬ ِ َّ ‫لِلَّ ِه مَجِ ًيعا َو‬
‫اب‬ َ ُ ‫َأن اللَّهَ َشد‬
Artinya: Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS.
al-Baqarah/2:[165])
2) Kosakata
ِ َّ‫ َو ِمنَ الن‬dan di antara manusia: , ‫ ُذ‬v‫ َم ْن يَّتَّ ِخ‬: ada orang
‫اس‬
yang menyembah, ِ ‫ ِم ْن ُدوْ ِن هّٰللا‬: selain Allah, ‫دَادًا‬vv‫َأ ْن‬: (sebagai)
tandingan, ‫يُّ ِحبُّوْ نَهُ ْم‬: yang mereka cintai, ِ ۗ ‫ َكحُبِّ هّٰللا‬: seperti mencintai
Allah, ‫والَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا‬:
َ adapun orang-orang yang beriman, ‫َأ َش ُّد‬: sangat
besar, ‫ ُحبًّا‬: cintanya, ‫وْ ا‬vv‫يَرى الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُم‬
َ ْ‫ َولَو‬: sekiranya orang-orang
63
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 283.

52
yang berbuat zalim itu melihat, َ‫ِإ ْذ يَ َروْ ن‬: ketika mereka melihat, ‫ْال‬
َ ۙ ‫ َع َذ‬: azab (pada hari kiamat), َ‫َأ َّن ْالقُ َّوة‬: bahwa kekuatan itu, ‫ َج ِم ْيع ًۙا‬:
‫اب‬
ِ ‫ ِد ْي ُد ْالعَ َذا‬v‫ش‬:
semuanya, ‫ب‬ َ sangat berat azabnya (niscaya mereka
akan menyesal.

3) Balaghah
(ِ ‫ ) َكحُبِّ هَّللا‬susunan ini disebut tasybiih mursal mujmal
karena adaatu syibhinya disebutkan tapi wajhu syibhinya
dihapus.64
Ayat ini merupakan tasybiih mursal mujmal.
Musyabbah pada ayat ini adalah manusia yang mencintai
tandingan-tandingan selain Allah, kemudian Musyabbah
bihnya adalah kecintaan mereka kepada Allah, adapun wajhusy
syabahnya tidak ada. Sedangkan adat tasybihnya adalah “kaf”.
4) Tafsir
Orang-orang musyrik menyekutukan Allah dan
membuat tandingan-tandingan berupa para pemimpin mereka
atau berhala-berhala. Mereka mengagungkan tandingan-
tandingan itu, mencintainya, menaatinya dan menyembahnya
sama seperti pengagungan cinta dan ketaatan penyembahan
kepada Allah. Mereka mendekatkan diri kepadanya seperti
mereka mendekatkan diri kepada Allah dan mereka berlindung
kepadanya pada saat membutuhkan pertolongan sama seperti
berlindungnya mereka kepada Allah. Namun terkadang mereka
bimbang karena berhala-berhala itu tidak dapat mewujudkan

64
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 323.

53
keinginan mereka. Mereka mencintainya seperti kecintaan
kepada Allah.
Adapun berlindung kepada Allah yang tiada Tuhan
selain Dia dan tiada tandingan sekutu baginya itulah yang
mewujudkan tujuan, karena Allah adalah pemilik kekuasaan
yang mutlak, akan tetapi manusia harus menempuh sebab-
sebab yang membantu terkabulnya doa. Barangsiapa yang tidak
menempuh sebab-sebab atau tidak melakukan usaha apapun
akan tetapi hanya menunggu pengabulan doanya dari Allah
berarti dia tidak mengenal Allah dan orang yang berlindung
kepada selain Allah, kepada patung atau berhala berarti ia telah
menyekutukan Allah. Mukmin itu lebih besar cintanya kepada
Allah daripada cinta mereka kepada selainnya. Seorang
mukmin tidak meragukan keadilan Allah sama sekali. Ia tidak
menyekutukan sesuatupun dengan-Nya dan ia berlindung
kepada-Nya dalam segala urusan, dalam keadaan senang
maupun susah dia tetap mencintai dan mengagungkan Allah. Ia
tidak berpaling dirinya. Berbeda dengan orang yang musyrik,
pada saat mereka dalam kesulitan mereka berpaling dari
tandingan-tandingan mereka kepada Allah. Mereka berlindung
kepada-Nya tunduk kepada-Nya dan menjadikan tandingan
mereka sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka
berkata inilah yang memberikan syafaat kepada kami di sisi
Allah. Mereka menyembah patung selama beberapa waktu
kemudian mereka menolaknya dan berganti menyembah
patung yang lain atau mereka memakannya seperti kejadian
suku Bahilah yang memakan Tuhan mereka yang terbuat dari
hais pada masa paceklik.
Selanjutnya Allah mengancam perbuatan kaum
musyrikin itu dengan ancaman azab yang berat. Seandainya
mereka mengetahui hal ini dan benar-benar menyadari apa

54
yang terbaik bagi mereka tentu mereka akan meninggalkan
perbuatan mereka65

e) Surah al-Baqarah ayat 171


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ‫ِ ِ مِب‬ ِ َّ
ُ ۚ ً‫ين َك َف ُروا َك َمثَ ِل الَّذي َيْنع ُق َا اَل يَ ْس َم ُع ِإاَّل ُد َع اءً َون َداء‬
‫ص ٌّم‬ َ ‫َو َمثَ ُل الذ‬
‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم اَل‬
ٌ ‫بُك‬
‫َي ْع ِقلُو َن‬
Artinya: Dan perumpamaan (orang-orang yang
menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang
memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan
dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab
itu) mereka tidak mengerti. (QS. al-Baqarah/2:[171]).
2) Kosakata
ُ ‫يَ ْن ِع‬: Menyeru. ‫ ُدعَا ًء‬: Memanjatkan doa. ‫الَنِدَا ًء‬: Panggilan
‫ق‬
untuk sesuatu yang jauh seperti suara panggilan azan. ‫ص ٌّم‬ ُ : Tuli.
‫بُ ْك ٌم‬: Bisu. َ‫اَل يَ ْعقِلُون‬: Tidak mengetahui makna perkataan dan tidak
dapat membedakan antara sesuatu karena tidak berfungsinya
akal.66
3) Balaghah
(‫ ) َو َمثَ ُل الَّ ِذينَ َكفَرُوا‬susunan ini mengandung tasybiih
mursal (karena adaatu syibhinya disebutkan) dan tasybiih
mujmal (karena wajhu syibhinya dihapus).

65
Ibid, hlm. 324-325.
66
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 258-259

55
(‫ص ٌّم بُ ْك ٌم ُع ْم ٌي‬
ُ ) ini adalah tasybiih baliigh, dalam susunan
ini wajhu syibhinya dan adaatu syibhinya dihapus. Arti dari
kalimat ini adalah: “Mereka seperti orang tuli: tidak mendengar
kebenaran; seperti orang buta dan bisu: tidak bisa menarik
manfaat dari al-Qur’an.67
Jika kita perhatikan, pada ayat ini terdapat semua unsur
tasybih. Orang-orang kafir menjadi Musyabbah, kemudian
binatang ternak menjadi Musyabbah bihnya, wajhusy
syabahnya adalah tuli, bisu dan buta. Sedangkan adat
tasybihnya adalah “kamatsali”.
Maksud ayat ini adalah perumpamaan bagi orang yang
menyeru kepada kebenaran adalah seperti penggembala yang
berteriak, sehingga rasul dan para juru dakwah diibaratkan
seperti penggembala yang berteriak kepada piaraannya namun
hewan tersebut tidak dapat memahami dan memanfaatkan suara
panggilan tersebut. Orang-orang kafir itu di ibarat seperti
hewan ternak yang jika dipanggil oleh pemiliknya ia datang
dan jika diusir dia pergi, namun mereka tidak mengerti kenapa
mereka dipanggil atau diusir. Demikianlah orang-orang kafir
itu seolah-olah tidak memiliki telinga untuk mendengar tidak
memiliki lidah untuk berbicara dan tidak memiliki mata untuk
memperhatikan.
Perumpamaan di dalam ayat ini menggambarkan
perumpamaan yang buruk terhadap orang-orang kafir.
Terkadang dalam memberikan pembelajaran perlu juga
memberikan perumpamaan terhadap perilaku-perilaku buruk
apabila segala nasihat dan teguran tidak lagi berguna. Hal ini
bertujuan agar orang-orang bisa berpikir dan merenungkan
perbuatannya.
4) Tafsir ayat

67
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 328.

56
Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya yaitu ayat 170
tentang sifat taqlid dan orang-orang yang bertaklid tidak
dengan menggunakan perasaan dan akal mereka. Mereka
melakukan apa yang dikatakan pemimpin mereka dan apa yang
diperintahkan kepada mereka secara pasrah. Mereka tidak
mengerti dengan apa yang mereka kerjakan namun juga tidak
meninggalkannya. Dalam ayat ini (171), keadaan mereka
digambarkan seperti hewan ternak yang selalu menuruti
perintah pengembalanya. Setiap kali pengembalanya
memanggil, ia akan selalu datang kepada pengembalanya,
meskipun pengembala ingin menyembelihnya. Bahkan
meskipun pengembala memanggilnya dari jarak yang jauh,
hewan tersebut akan tetap datang. Ia tidak mengerti mengapa ia
dipanggil. Ia tidak mendengar dan tidak memahami maksud
dari panggilan tersebut kecuali sekedar suara yang ia tiru
(taklid) dan ikuti tanpa adanya dalil.
Hal ini juga berkaitan dengan kujumudan dan taklid
mereka terhadap bapak-bapak atau nenek moyang mereka
dalam hal kemusyrikan dan kesesatan, mereka itu seperti
seekor domba yang selalu datang ketika dipanggil
pengembalanya. Jika ia dipanggi dari jarak yang jauh ataupun
dekat, selagi ia mendengar suara maka ia akan datang,
meskipun ia tidak mengetahui alasan mengapa ia dipanggil
karena tidak berfungsinya akalnya.
Seperti inilah perumpamaan bagi orang yang mengajak
orang-orang kafir dan tersesat ke jalan keimanan dan hidayah,
mereka seperti seorang pengembala yang memanggil hewan
ternak yang tidak mendengar kecuali hanya panggilan dan
seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka oleh sebab itu
mereka tidak mengerti.68

68
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 259-260.

57
Ketika Allah menjelaskan tentang keingkaran mereka
terhadap apa yang dibawa oleh para rasul dan bantahan
terhadap mereka dengan menyatakan bahwa hal itu merupakan
taqlid, maka dapat diketahui bahwa mereka tidak menerima
kebenaran dan tidak meresponnya. Bahkan mereka tetap berada
dalam keadaan kedurhakaan.
Kemudian Allah mengumpamakan mereka ketika ada
orang yang mendakwahi mereka adalah seperti hewan ternak
yang dipanggil oleh pengembalanya, hewan tersebut tidak
mengetahui apa yang dikatakan oleh itu pemanggilnya itu,
mereka hanya mendengar suara saja dan hujjahnya itu akan
ditegakkan dengannya, akan tetapi mereka tidak memahaminya
dengan pemahaman yang bermanfaat bagi mereka. Oleh sebab
itu mereka dikatakan tuli disebabkan mereka tidak mendengar
kebenaran dengan pendengaran kepahaman dan mereka itu buta
disebabkan mereka tidak melihat dalam rangka mengambil
pelajaran, mereka itu bisu yang tidak dapat berbicara dengan
hal yang baik untuk mereka. sedangkan penyebab itu semua
adalah kurangnya akal yang sehat yang mereka miliki.
Sedangkan seseorang yang berakal, akan yakin kepada orang
yang membawa petunjuk dan mengajak untuk menjauhi
kerusakan serta memerintahkan kepada kebaikan.69
Gambaran bagi orang yang menyeru orang-orang kafir
kepada keimanan, atau orang yang bertaqlid kepada leluhur dan
pemimpin mereka serta kesesatan dan kebodohan adalah seperti
keadaan orang yang menyuruh hewan-hewan ternaknya dan
menggiringnya ke padang rumput dan perairan agar menjauhi
daerah terlarang yang mana hewan-hewan itu sama sekali tidak
memahami apa yang diucapkan oleh pengembala tersebut. Jadi

69
As-sa’adi, Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan, alih bahasa
Muhammad Iqbal, dkk. (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007), hlm. 269-270.

58
baik orang kafir maupun hewan ternak sama-sama tidak
mengerti apa yang didengarnya, masing-masing hanya tunduk
kepada suara dan bunyi sebab orang kafir telah tertutup cahaya
hidayah dari hati, telinga dan mata mereka sehingga Allah
menguji mati organ-organ itu sehingga tidak ada lagi kebaikan
yang di dalamnya. Mereka seolah-olah tidak bisa mendengar,
tidak bisa berbicara dan tidak bisa melihat untuk merenungkan
ayat-ayat Allah dan diri mereka yang dapat membimbing
mereka kepada iman. Mereka tunduk kepada selain mereka
sama seperti hewan. kata al-Qurthubi, Allah
subhanahuwata'ala mengumpamakan penasehat orang-orang
kafir dan menyeru mereka kepada iman yaitu Nabi Muhammad
dengan pengembala yang memanggil kambing-kambing dan
namun hewan-hewan itu hanya mendengar panggilan saja tidak
memahami panggilan tersebut.70

f) Al-Baqarah ayat 183


1) Teks ayat dan terjemah

‫ين ِم ْن َقْبلِ ُك ْم‬ ِ َّ


َ ‫ب َعلَى الذ‬
ِ
َ ‫الصيَ ُام َك َما ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَْي ُك ُم‬ ِ ِ َّ
َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا ُكت‬
َ‫َتَّت ُقون‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah 2:
[183]).
2) Kosakata
َ‫ ٰيَأيُّهَا الَّ ِذ ْين‬: wahai orang-orang yang, ‫ا َمنُوْ ا‬:ٰ beriman, ‫ب‬
َ ِ‫ ُكت‬:
telah diwajibkan, ‫ َعلَ ْي ُك ُم‬: atas kamu, ‫يَا ُم‬v‫الص‬:
ِّ َ ِ‫ َكمَا ُكت‬:
berpuasa, ‫ب‬
sebagaimana diwajibkan, َ‫ َعلَى الَّ ِذ ْين‬: atas orang-orang yang, ‫ِم ْن‬
‫قَ ْبلِ ُك ْم‬: sebelum kamu, ‫لَ َعلَّ ُك ْم‬: agar kamu, َ‫تَتَّقُوْ ن‬: bertakwa.
70
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, hlm. 330.

59
3) Balaghah
َ ِ‫ ) َك َما ُكت‬ini adalah tasybiih yang dikenal dengan istilah
(‫ب‬
tasybiih mursal mujmal. Tasybiih ini berkenaan dengan
kewajiban puasa bukan tata caranya.71
Musyabbah pada ayat ini adalah orang-orang yang
beriman, kemudian musyabbah bihnya adalah umat-umat nabi
terdahulu sebelum diutusnya nabi Muhammad. wajhusy
syabahnya adalah kewajiban dalam menunaikan puasa.
Sedangkan adat tasybihnya adalah “kama”.
4) Tafsir
Persamaan puasa yang dimaksud pada ayat ini adalah
persamaan puasa orang-orang terdahulu dalam hal
kefardhuannya namun ada pula yang berkata bahwa persamaan
itu berkenaan dengan ukurannya yaitu lamanya puasa. Ada pula
yang mengatakan bahwa sama dalam tata caranya yaitu
menahan diri dari makan dan minum. Namun pendapat pertama
lebih kuat sebab untuk memahami ayat ini cukup dengan
mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan puasa atas orang-
orang sebelum kita. Hal ini sudah diakui oleh para penganut
semua agama, diketahui bahwa puasa disyariatkan dalam
semua agama bahkan termasuk pula dalam agama keberhalaan.
Ajaran puasa telah dikenal di kalangan orang-orang Mesir
kuno, bangsa Yunani Romawi dan India, bahkan dalam kitab
Taurat yang ada sekarang pun terdapat puji-pujian terhadap
puasa dan orang-orang yang berpuasa. Ada riwayat yang
mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa selama 40 hari
sedangkan pada zaman sekarang kaum Yahudi berpuasa selama
seminggu sebagai peringatan hancurnya Yerusalem dan
direbutnya kota ini oleh musuh, dan mereka pun berpuasa 1
hari di bulan Agustus. Demikian pula injil-injil yang sekarang

71
Ibid, hlm. 376.

60
memuji puasa dan menganggapnya sebagai ibadah sama seperti
larangan riya’ dan larangan menampakkan kesedihan pada saat
itu. Puasa di kalangan kaum Nasrani yang paling terkenal dan
sudah berlaku sejak dahulu adalah puasa yang dilaksanakan
sebelum Hari Raya Paskah dan puasa hari tersebut dulu dijalani
oleh Musa Isa dan kaum hawariyin atau sahabat Nabi Isa
kemudian para pemimpin gereja yang menetapkan macam-
macam puasa yang lainnya.72

g) Surah al-Baqarah ayat 261


1) Teks ayat dan terjemah
ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن َْأم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة َأْنبَت‬
‫ت َسْب َع‬ َ ُ ََ
ِ ِ ِ ‫اع‬ِ ‫سنَابِل يِف ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِماَئةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ٌ ‫ف ل َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ُ ‫ض‬َُُ َ َ ُُ َ َ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2:
[261]).
2) Kosakata
َ‫ون‬vvvvُ‫ َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِق‬: Perumpamaan orang-orang yang
menafkahkan. ِ ‫ َسبِي ِل هَّللا‬: Segala hal yang mengantarkan manusia
pada ridha Allah seperti iman dan amal shalih. ُ‫ا ِعف‬vv‫ُض‬
َ ‫ي‬:
Menambah atau memperbanyak sehingga menjadi berlipat
ganda dari sebelumnya.73
3) Balaghah

72
Ibid, hlm. 377.
73
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 444

61
(‫ ) َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة‬di dalam susunan kata ini terdapat tasybiih
mursal, yaitu dengan menyebutkan huruf kaf dan membuang
wajhusy syabah (titik persamaan). Allah menyerupakan
sedekah yang diinfakkan di jalan Allah dengan sebutir biji yang
ditanam dan diberkahi oleh-Nya sehingga tumbuh dan
berkembang menjadi 700 butir biji.
ْ ‫ )َأ ْنبَت‬di dalam susunan kata ini terdapat majaz
(‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل‬
‘aqliy dengan menyandarkan al-inabat (pekerjaan
menumbuhkan) kepada al-habbah (biji), padahal pada
hakekatnya yang menumbuhkan adalah Allah.74
Matsal ini memberikan dorongan agar gemar berinfak
yang merupakan kebaikan yang akan berbalas berlipat-ganda
oleh Allah. Untuk memotivasi peserta didik berbuat kebaikan
maka pendidik perlu menjelaskan bahwa setiap kebaikan akan
diganjar dengan pahala dan surga, namun terkadang peserta
didik kurang memahami konsep pahala, maka dengan adanya
amtsal ini akan memberikan gambaran yang lebih konkret pada
peserta didik sehingga mereka lebih termotivasi berbuat
kebaikan.
4) Tafsir ayat
Pada ayat ini, Allah memberitahukan dan mendorong
untuk berjihad dengan harta benda sebelum jihad dengan jiwa
raga, karena alat terlebih dahulu dibutuhkan baru kemudian
tenaga. Sesungguhnya perumpamaan harta yang diinfakkan di
jalan allah, maksudnya disini adalah jihad, maka
perkembangan, berkah dan lipat gandanya seperti sebutir biji
gandum atau sejenisnya yang ditanam pada lahan yang subur
kemudian menghasilkan tujuh butir dan setiap butir terdapat
seratus biji dan jumlahnya menjadi tujuh ratus biji.demikian
pula pada satu dirham yang berlipat ganda menjadi tujuh ratus

74
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 68.

62
kali lipat atau lebih karena allah melipatgandakan bagi siapa
yang ia kehendaki.75
Matsal ini dapat digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam ketika menyajikan materi tentang
waqaf. Matsal sejenis ini diharapkan mampu mengenai jiwa
siswa sehingga siswa benar-benar meresapi ilmu-ilmu yang
mereka terima, harapannya adalah agar amtsal ini memberikan
kesan yang menggugah jiwa peserta didik sehingga mereka
tidak hanya mendapat pengetahuan saja, namun pengetahuan
itu membekas ke dalam jiwa dan melahirkan tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Dengan menganalisis ayat ini, kita akan mendapat suatu
metode yang mengagumkan dalam memberikan suatu
pengajaran kepada peserta didik. Ayat ini mendorong manusia
untuk berinfak dengan menyerupakan orang yang berinfak
seperti orang yang menanam benih yang kemudian benih
tersebut menghasilkan buah yang sangat banyak. Jika tanah
yang diciptakan Allah memberikan hasil yang sebanyak itu,
maka manusia sudah sepatutnya lebih percaya kepada Allah
yang merupakan pencipta dari tanah. Di samping itu, ayat ini
menyebutkan angka tujuh. Angka tujuh tersebut tidak bisa
dimaknai dengan angka di atas dan di bawah delapan, angka ini
bermakna sesuatu yang sangat banyak. Bahkan pelipatgandaan
pahala ini tidak hanya tujuh ratus kali melainkan lebih dari itu
dengan jumlah yang hanya diketahui oleh Allah semata.
Analogi semacam inilah yang akan meresap ke dalam jiwa
peserta didik.

h) Surah al-Baqarah ayat 264


1) Teks ayat dan terjemah

75
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 445.

63
‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِالْ َم ِّن َواَأْلذَ ٰى َكالَّ ِذي‬ ِ ِ َّ
َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا اَل ُتْبطلُوا‬
‫ص ْف َو ٍان‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫يُْن ِف ُق َمالَهُ ِرَئاءَ الن‬
َ ‫َّاس َواَل يُْؤ م ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر ۖ فَ َمَثلُهُ َك َمثَ ِل‬
ۗ ‫ص ْل ًدا ۖ اَل َي ْق ِد ُرو َن َعلَ ٰى َش ْي ٍء مِم َّا َك َسبُوا‬
َ ُ‫َأصابَهُ َوابِ ٌل َفَتَر َكه‬
َ َ‫اب ف‬
ِ
ٌ ‫َعلَْيه ُتَر‬
ِ ِ
َ ‫َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الْ َكاف ِر‬
‫ين‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan
dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah
dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah/2: [264]).
2) Kosakata
َ ‫ا ْب ِطلُوا‬: Membatalkan sedekah, tidak mendapatkan
‫ص َدقَاتِ ُكم‬
pahalanya. ‫ ْال َمنِّ َواَأْل َذ ٰى‬: Menyebut-nyebutnya dan menyakiti. ‫ِرَئا َء‬
ِ َّ‫الن‬: Pamer kepada orang untuk mendapatkan pujian atau
‫اس‬
untuk menghindar dari celaan mereka. ‫ان‬ ٍ ‫ص ْف َو‬:
َ Batu yang licin.
‫ َوابِ ٌل‬: Hujan yang lebat. ‫ص ْلدًا‬:
َ Licin tidak berdebu sama sekali. ‫اَل‬
َ‫يَ ْق ِدرُون‬: Tidak mendapatkan manfaat sedikitpun dari sedekahnya
yang batal.76
3) Balaghah
(‫ )بِ ْال َمنِّ َواَأْل َذ ٰى‬di dalam susunan ini terdapat penyebutan
sesuatu yang umum setelah ada sesuatu yang bersifat khusus,
karena al-Adzaa artinya lebih umum dan luas daripada kata al-

76
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 447

64
Mannu. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa apa yang
dimaksud adalah segala bentuk sikap yang menyakitkan dan
menyinggung perasaan.
( ٌ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َراب‬
َ ‫ ) َك َمثَ ِل‬di dalam susunan ini terdapat apa
yang disebut dengan tasybiih tamtsiiliy, karena wajhusy
syabahnya diambil dari beberapa hal yang lebih dari satu.77
Musyabbah pada ayat ini adalah orang-orang yang
bersedekah namun terselip riya’ di hati mereka, musyabbah
bihnya adalah batu licin yang di atasnya terdapat tanah yang
kemudian batu licin tersebut bersih dari tahan setelah ditimpa
hujan lebat., wajhusy syabahnya bersihnya batu dari tanah
akibat hujan dan kebaikan yang pahalanya hilang akibat riya’,
sedangkan adat tasybihnya adalah “kamatsali”.
Matsal pada ayat ini mengajarkan bahwa kebaikan itu
tidak bileh diikuti dengan niat riya’, karena perasaan riya’
tersebut akan menghilangkan pahala seperti hilangnya tanah di
atas sebuah batu yang telah ditimpa oleh hujan yang lebat.
Matsal pada ayat ini mencegah seseorang dari perbuatan yang
buruk. Matsal ini memberikan bekas dan pemahaman yang
mendalam pada jiwa karena bahasanya yang padat serta sangat
menggambarkan keadaan yang diserupakan.
4) Tafsir ayat
Setelah Allah memotivasi orang-orang mukmin untuk
bersedekah lalu Allah mengingatkan pada hal-hal yang
membatalkan pahala sedekah, yaitu orang-orang yang
menyebut-nyebut sedekah itu dan mengucapkan kata-kata yang
menyakiti hati orang-orang yang menerimanya. Maka tindakan
tersebut diumpamakan seperti batu licin yang di atasnya
terdapat tanah, yang kemudian turun hujan lebat sehingga
hilanglah tanah tersebut dan yang tersisa hanyalah batu licin

77
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 68.

65
yang tidak akan memberikan manfaat bagi pemberi sedekah
pada hari kiamat kelak.78

i) Surah al-Baqarah ayat 265


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ‫ومثَل الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن َأمواهَل م ابتِغَ اء مرض‬
‫ات اللَّ ِه َوَتثْبِيتً ا ِم ْن َأْن ُف ِس ِه ْم‬ َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ
ِ ‫ت ُأ ُكلَه ا ِض ع َف ِ فَ ِإ ْن مَل ي‬
‫ص ْب َها َوابِ ٌل‬ ٍ ٍ
ُْ ‫َأص َاب َها َوابِ ٌل فَ آتَ ْ َ ْ نْي‬
َ ‫َك َمثَ ِل َجنَّة بَِر ْب َوة‬
ِ ‫مِب‬
ٌ‫فَطَلٌّ ۗ َواللَّهُ َا َت ْع َملُو َن بَصري‬
Artinya: Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan
lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai).
Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. al-
Baqarah/2: [265]).
2) Kosakata
‫المثل‬: Perumpamaan. ‫ت هَّللا‬ َ ْ‫ا ْبتِغَا َء َمر‬: Mencari ridha
ِ ‫ا‬vv‫ض‬
Allah Ta’ala. ‫ َوت َْثبِيتًا‬: dengan sungguh-sungguh dan yakin dengan
pahala dari Allah atas infak fiIi sabilillah itu. ‫جنَّ ٍة بِ َر ْب َو ٍة‬:
َ Kebun
yang banyak pohonnya dan di tempat yang tinggi. ‫ض ْعفَ ْي ِن‬
ِ : Lipat
ganda atau dua kali lipat dari hasil lainnya. ‫ َوابِ ٌل‬: Hujan yang
َ َ‫ ف‬: Hujan gerimis.79
sangat deras. ‫ط ٌّل‬
3) Balaghah

78
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, hlm. 448-449
79
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Tafsir Al-Aisar, 450-451

66
Adapun unsur-unsur tasybih pada ayat ini adalah,
musyabbahnya yaitu orang-orang yang membelanjakan
hartanya di jalan Allah untuk mengharapkan ridha Allah dan
memperteguh jiwanya, kebun yang terletak di dataran tinggi
adalah musyabbah bihnya, menghasilkan dua kali lipat lebih
banyak adalah wajhusy syabahnya, Sedangkan adat tasybihnya
adalah “kamatsali”. Ayat ini menggambarkan perumpamaan
mukmin yang menginfakkan hartanya untuk mengharapkan
ridha Allah dan meneguhkan jiwanya seperti kebun yang
berada di dataran tinggi yang tidak akan pernah gersang, karena
jika tidak disiram oleh hujan lebat maka hujan gerimis pun
sudah mencukupi. Kebun tersebut menghasilkan buah dua kali
lipat lebih banyak dibandingkan dengan kebun yang lain.
Ayat ini mengandung perumpamaan terhadap perbuatan
baik. Penggunaan amtsal terhadap perbuatan baik akan
meningkatkan semangat orang-orang untuk berbuat kebaikan.
Amtsal seperti ini juga berfungsi untuk memberi pujian
terhadap orang-orang yang berbuat baik.
4) Tafsir ayat
Setelah Allah menyebutkan kerugian bagi orang yang
bersedekah namun dengan riya’ atau menyakiti hati
penerimanya, maka Allah menurunkan ayat yang mendorong
mereka untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan
ikhlas mengharap ridha Allah dan pahala semata.
‫ ِه ْم‬vv‫ا ِم ْن َأ ْنفُ ِس‬vvً‫“( َوت َْثبِيت‬Dan untuk keteguhan jiwa mereka),
maknanya yaitu mereka yakin bahwa Allah akan memberikan
pahala dari infaq tersebut. Maka Allah mengumpamakan
mereka seperti tanaman yang berada di tempat yang tinggi yang
sering ditimpa hujan yang lebat lalu menghasilkan buah dua
kali lipat dibandingkan di kebun yang lain. dan jika tidak
mendapat hujan yang lebat maka embun atau gerimis pun

67
sudah cukup untuk mengairi dan menyiraminya sehingga akan
tetap menghasilkan buah berlipat ganda.
ِ َ‫( َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬Dan Allah Maha Melihat apa yang
‫صي ٌر‬
kamu lakukan), Allah menjanjikan balasan yang baik bagi
orang-orang yang menafkahkan hartanya untuk mencari ridha
Allah dan yakin serta bersungguh-sungguh terhadap pahala dan
balasan yang besar serta orang orang menginfakkan hartanya
karena pamer dan menyakiti hati penerima maka akan
mendapat penyesalan dan kerugian belaka.80

2. Amtsal Kaminah
a. Al-Baqarah ayat 35
1) Teks ayat dan terjemah

ُ ‫ك اجْلَنَّةَ َو ُكاَل ِمْن َها َر َغ ًدا َحْي‬


‫ث‬ َ ْ‫اس ُك ْن َأن‬
َ ‫ت َو َز ْو ُج‬ ْ ‫آد ُم‬
َ ‫َو ُق ْلنَا يَا‬
َ‫الظَّالِ ِمني‬ ‫َّجَر َة َفتَ ُكونَا ِم َن‬ ِِ ِ
َ ‫شْئتُ َما َواَل َت ْقَربَا َٰهذه الش‬
Artinya: Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah
oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-
makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu
sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. al-
Baqarah/2: [35]).
2) Kosakata
ْ ‫ ٰيٓ ٰا َد ُم‬: wahai Adam,
‫ َوقُ ْلنَا‬: dan Kami berfirman, َ‫ ُك ْن اَ ْنت‬v‫اس‬
ْ (di dalam) surga,
َ ‫ َو َزوْ ُج‬: dan istrimu, َ‫ال َجنَّة‬:
tinggallah engkau, ‫ك‬
‫ َو ُكاَل‬: dan makanlah (berbagai makanan), ‫ ِم ْنهَا‬: yang ada di sana,
‫رغَ دًا‬: َ (dengan) nikmat, ‫ْئتُ َم ۖا‬v ‫ْث ِش‬
ُ ‫ َحي‬:sesukamu, ‫واَل تَ ْق َربَا‬:
َ (tetapi)
janganlah kamu dekati, َ‫ ٰه ِذ ِه ال َّش َج َرة‬: pohon ini, ‫فَتَ ُكوْ نَا‬: nanti kamu,
ٰ َ‫من‬: termasuk orang-orang yang zalim.
َ‫الظّلِ ِم ْين‬ ِ
80
, 451-452

68
3) Balaghah
َّ ‫ ) ِشْئتُ َما َواَل تَ ْق َربَا ٰهَ ِذ ِه‬maksudnya, “Jangan memakan
(َ‫ َج َرة‬v‫الش‬
buah pohon ini”. Susunan ini mengungkapkan larangan
tersebut dengan kata “Jangan dekati” yang dipakai dengan
tujuan untuk menyatakan kesungguhan dalam larangan
memakannya.81
4) Tafsir ayat
Allah telah memerintahkan Adam dan istrinya untuk
tinggal di surga dan semua isinya dengan sesuka hati mereka.
Adam dan istrinya diizinkan untuk memakan semua makanan
lezat yang ada di dalam surga, hanya saja Allah melarang
mereka untuk memakan buah dari sebatang pohon. Memakan
buah dari pohon tersebut berarti menganiaya diri mereka
sendiri, akan tetapi setan menggoda mereka untuk memakan
buah pohon itu. Kemudian Allah mengilhamkan kepada
beberapa kalimat sehingga dia beserta istrinya melaksanakan
kalimat-kalimat tersebut dan bertaubat dengan tulus, maka
Allah akan menerima taubat mereka karena Allah adalah Zat
Yang banyak menerima taubat dan luas rahmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya.82

b. Al-Baqarah ayat 57
1) Teks ayat dan terjemah
‫ت مَا‬ ِ ‫طيِّبَا‬َ ‫وا ِم ْن‬vvُ‫ ْل َو ٰى ۖ ُكل‬v ‫الس‬َّ ‫َوظَلَّ ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْالغَمَا َم َوَأ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َم َّن َو‬
ْ َ‫َر َز ْقنَا ُك ْم ۖ َو َما ظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِك ْن َكانُوا َأ ْنفُ َسهُ ْم ي‬
َ‫ظلِ ُمون‬
Artinya: Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan
Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah
dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan
kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan
81
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 102.
82
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 103-104.

69
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS.
al-Baqarah/2: [57]).
2) Kosakata
‫ َوظَلَّ ْلنَا‬: dan Kami menaungi, ‫ َعلَ ْي ُك ُم‬: kamu , ‫ال َغ َما َم‬:
ْ (dengan)
awan, ‫ َوَأ ْنزَ ْلنَا‬: dan Kami menurunkan, ‫ال َم َّن‬: ْ mann, ‫ َوالس َّْل ٰو ۗى‬: dan
salwa, ‫ ُكلُوْ ا‬: makanlah , ‫ت‬ َ ‫ ِم ْن‬: (makanan) yang baik-baik, ‫َما‬
ِ ‫طيِّ ٰب‬
‫ر َز ْق ٰن ُك ۗ ْم‬:
َ dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, ‫َومَا‬
‫ظَلَ ُموْ نَا‬: mereka tidak menzalimi Kami, ‫ َو ٰل ِك ْن كَانُوْ آ‬: tetapi justru
ْ َ‫اَ ْنفُ َسهُ ْم ي‬: yang menzalimi diri sendiri.
merekalah, َ‫ظلِ ُموْ ن‬
3) Balaghah
(‫ ) َوظَلَّ ْلنَا‬di sini juga mengandung ringkasan dengan
menghapus sebagian kata, penggabungan antara (‫ )ظَلَ ُمونَا‬dan (
ْ َ‫ )ي‬yakni bentuk maadhi dan mudaari’ berfungsi untuk
َ‫ون‬vv‫ظلِ ُم‬
menunjukkan betapa mereka selalu melakukan kezaliman tanpa
henti.83
4) Tafsir ayat
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada Bani Israil
adalah awan putih yang tipis yang menaungi Bani Israil dari
terik matahari ketika berada di lembah Tih yang terletak di
antara Syam dan Mesir selama 40 tahun dalam keadaan
bingung dan tersesat, setelah para leluhur mereka
meninggalkan Mesir dan menyeberangi lautan.
Kemudian Allah mengaruniai mereka dengan berbagai
macam makanan dan minuman seperti al-Mann yang rasanya
seperti madu dan as-salwa seperti burung puyuh dan rasanya
lezat. al-Mann turun kepada mereka seperti turunnya kabut
sejak terbit fajar sedangkan as-salwa datang sendiri kepada
mereka sehingga setiap orang dapat mengambil secukupnya
sampai untuk esok hari. Kemudian Allah berfirman kepada
mereka makanlah dari rezeki yang baik itu dan bersyukurlah

83
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 126.

70
kepada Allah namun mereka tidak patuh mereka mengingkari
nikmat-nikmat yang banyak itu dan merugikan diri mereka
sendiri. Allah menghentikan pemberian nikmat tersebut dan dia
membalas mereka atas pelanggaran mereka.84

c. Al-Baqarah ayat 63
1) Teks ayat dan terjemah

‫ور ُخ ُذوا َما آَتْينَا ُك ْم بُِق َّو ٍة َواذْ ُكُروا َما‬ ِ


َ ‫َوِإ ْذ‬
َ ُّ‫َأخ ْذنَا ميثَاقَ ُك ْم َو َر َف ْعنَا َف ْوقَ ُك ُم الط‬
‫فِ ِيه لَ َعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji
dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu
(seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang
Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di
dalamnya, agar kamu bertakwa". (QS. al-Baqarah/2: [63]).
2) Kosakata
‫ َواِ ْذ‬: dan (ingatlah) ketika, ‫اَخ َْذنَا‬: Kami mengambil, ‫ ِم ْيثَاقَ ُك ْم‬:
janji kamu, ‫ َو َرفَ ْعنَا‬: dan Kami angkat, ‫فَوْ قَ ُك ُم‬: di atasmu, ‫الطوْ ۗ َر‬
ُّ :
gunung (Sinai), ‫ ُخ ُذوْ ا‬: seraya berfirman, peganglah, ‫ َم ٰآاتَ ْي ٰن ُك ْم‬: apa
yang telah Kami berikan kepadamu, ‫بِقُ َّو ٍة‬: dengan teguh, ‫َّاذ ُكرُوْ ا‬ ْ ‫و‬:
dan ingatlah, ‫ َما فِ ْي ِه‬: apa yang ada di dalamnya, ‫لَ َعلَّ ُك ْم‬: agar kamu,
َ‫تَتَّقُوْ ن‬: bertakwa.
3) Balaghah
(‫ ُذوا‬vv‫ ) ُخ‬dalam susunan ini terdapat ringkasan dengan
hapus sebagian kata, taqdiirnya (‫لهم قلنا‬:‫) ُخ ُذوا‬.85
4) Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan tentang Allah yang mengingatkan
Bani Israil tentang perjanjian para leluhur mereka kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, bahwa mereka akan mengamalkan isi
84
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 128.
85
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 139.

71
Taurat. Namun mereka menolak sehingga Allah mengangkat
gunung thur ke atas kepala mereka untuk menakut-nakuti.
Allah memerintahkan agar Bani Israel itu berpegang teguh
kepada isi Taurat, memerintahkan agar mereka mengamalkan
apa yang ada di dalam Taurat termasuk hukum-hukumnya serta
makna-makna yang terkandung di dalamnya agar mereka
menjadi orang yang bertakwa. Sebab ilmu membimbing ke
arah amal dan amal memantapkan ilmu di dalam jiwa serta
menciptakannya di dalamnya watak muraqabah (merasa selalu
diawasi) kepada Allah. Dengan adanya watak inilah jiwa
menjadi bertakwa atau menjauhi maksiat, bersih dari hal-hal
yang hina dan diridhoi oleh Allah.
Mereka kaum Bani Israil menerima janji itu untuk
sementara waktu, kemudian mereka berpaling setelah itu.
Seandainya kalau bukan karena rahmat dan kasih sayang dari
Allah niscaya mereka akan binasa dan rugi.86

d. Al-Baqarah ayat 71
1) Teks ayat dan terjemah

َ ‫ض َواَل تَ ْس ِقي احْلَْر‬


‫ث ُم َسلَّ َمةٌ اَل‬ َ ‫اَأْلر‬
ِ ٌ ُ‫ول ِإنَّها ب َقرةٌ اَل َذل‬
ْ ُ‫ول تُثري‬ ‫ِإ‬
َ َ َ ُ ‫قَ َال نَّهُ َي ُق‬
ِ ِ ِ
‫ادوا َي ْف َعلُو َن‬ َ ُ‫ت بِاحْلَ ِّق ۚ فَ َذحَب‬
ُ ‫وها َو َما َك‬ َ ‫شيَةَ ف َيها ۚ قَالُوا اآْل َن جْئ‬
Artinya: Musa berkata: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum
pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya".
Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu. (QS. al-Baqarah/2: [71]).
86
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 140.

72
2) Kosakata
‫قَا َل‬: dia (Musa) menjawab, ٗ‫اِنَّه‬: Dia (Allah), ‫و ُل‬vvvُ‫يَق‬:
berfirman, ٌ‫بَقَ َرة‬: sapi betina, ‫اَّل َذلُوْ ٌل‬: yang belum pernah dipakai,
‫تُثِ ْي ُر‬: untuk membajak, ‫ض‬ َ ْ‫ااْل َر‬: tanah , ‫ َواَل تَ ْسقِ ْي‬: dan tidak (pula)
untuk mengairi, ‫ث‬ َ ۚ ْ‫ال َحر‬:
ْ tanaman, ٌ‫ ُم َسلَّ َمة‬: (sapi) sehat, ‫اَل ِشيَةَ فِ ْيهَ ۗا‬:
dan tanpa belang, َ‫الٰئ ن‬: ْ sekarang, َ‫جْئت‬: ِ barulah engkau
ِّ ‫بِ ْال َح‬: (hal) yang sebenarnya, ‫فَ َذبَحُوْ هَا‬: lalu mereka
menerangkan, ‫ق‬
menyembelihnya, ‫ َومَا كَا ُدوْ ا‬: dan nyaris mereka tidak, َ‫وْ ؑن‬vvُ‫يَ ْف َعل‬:
melaksanakan (perintah) itu.
3) Balaghah
( َ‫ون‬vvُ‫ )فَ َذبَحُوهَا َومَا كَادُوا يَ ْف َعل‬pada susunan Ini mengandung
peringkasan dengan menghapus sebagian kata.87
4) Tafsir ayat
Belum pernah dipakai artinya belum pernah digunakan
untuk membajak dan tidak pula untuk pengairan tanaman.
Yang dimaksud dengan tidak bercacat yakni tidak adanya aib
pada sapi tersebut. Yang dimaksud dengan tidak adanya
belang yaitu bahwa sapi betina itu berwarna kuning murni dan
pada tubuhnya tidak ada campuran warna lain. Setelah mereka
mendengar kriteria-kriteria tersebut yang tidak ada lagi
keraguan yang tidak ada lagi hal yang samar bagi mereka maka
mereka pun berhenti dari kesesatan mereka, dan mereka pun
tahu alasan yang telah memposisikan mereka pada posisi yang
sangat menyulitkan itu, yaitu akibat dari sikap keras kepala
mereka.
Mereka berkata: “Sekarang barulah engkau
menerangkan hakikat gambar sapi betina yang sebenarnya”
yakni nabi Musa telah menerangkan kriteria sapi tersebut
kepada bani Israil dan menjelaskan hakikat yang menjadi
pedomannya lalu mereka pun akhirnya menemukan sapi

87
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 145.

73
dengan kriteria-kriteria tersebut. Kemudian mereka
menyembelihnya sehingga dengan begitu mereka telah
melaksanakan perintah yang sebenarnya mudah namun mereka
yang mempersulitnya diri. Dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu, yang diperintahkan kepada mereka
karena sikap keras kepala mereka serta tidak langsung
dilaksanakan. Ada pula yang mengatakan, sesungguhnya
mereka hampir saja tidak melaksanakannya karena tidak
menemukan sapi betina dengan kriteria-kriteria tersebut ada
juga yang mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan
walaupun sapinya telah ditemukan harganya sangat tinggi.88

e. Al-Baqarah ayat 135


1) Teks ayat dan terjemah

‫يم َحنِي ًفا ۖ َو َما َكا َن ِم َن‬ ِ ‫ِ َّ ِإ‬


َ ‫ص َار ٰى َت ْهتَ ُدوا ۗ قُ ْل بَ ْل ملةَ ْبَراه‬
َ َ‫ودا َْأو ن‬
ً ‫َوقَالُوا ُكونُوا ُه‬
ِ
َ ‫الْ ُم ْش ِرك‬
‫ني‬
Artinya: Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu
menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu
mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami
mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia
(Ibrahim) dari golongan orang musyrik". (QS. al-Baqarah/2:
[135]).
2) Kosakata
‫ َوقَالُوْ ا‬: dan mereka berkata, ‫)( ُكوْ نُوْ ا‬: dan mereka berkata,
‫ هُوْ دًا‬: (penganut) Yahudi,
ٰ ‫ َأوْ ن‬: atau Nasrani, ‫ تَ ْهتَ ُدوْ ۗا‬: niscaya kamu mendapat
‫َص ٰرى‬
petunjuk, ْ‫ قُل‬: katakanlah, ْ‫ بَل‬: (tidak!) tetapi, ‫ ِملَّةَ ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬: (kami
mengikuti) agama Ibrahim, ‫)( َحنِ ْيفً ۗا‬: yang lurus, َ‫و َما َكان‬:
َ dan dia
88
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jilid I),
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 383-386.

74
tidak termasuk, َ‫ ِر ِك ْين‬vvvvvv‫ ِمنَ ْال ُم ْش‬: golongan orang yang
mempersekutukan Tuhan.
3) Balaghah
َ ‫ودًا َأوْ ن‬vvُ‫وا ه‬vvُ‫ ) َوقَالُوا ُكون‬Dalam susunan ini terdapat
(‫ا َر ٰى‬v‫َص‬
peringkasan dengan menghapus sebagian kata.
4) Asbabun Nuzul
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
katanya: “Ibnu Shuriya pernah berkata kepada Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, petunjuk itu hanya
ada pada agama yang kami anut maka ikutilah kami wahai
Muhammad, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Kaum Nasrani
pun berkata seperti itu. Maka Allah menurunkan ayat ini
berhubungan dengan mereka.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata: ayat ini turun
berkenaan dengan para pemuka Yahudi di Madinah dan kaum
Nasrani di Najran. Mereka mendebat kaum muslimin soal
agama. Masing-masing pihak mengklaim bahwa diri mereka
lebih berhak atas agama Allah daripada pihak yang lain. Kaum
Yahudi berkata Nabi Musa adalah nabi terbaik kitab ini Kitab
Taurat adalah kitab terbaik dan agama Kami adalah agama
terbaik. Mereka mengingkari Isa Injil Muhammad dan al-
Qur’an sementara kaum Nasrani berkata Nabi Isa adalah nabi
terbaik Kitab kami adalah kitab terbaik dan agama Kami adalah
agama terbaik dan mereka pun ingkar kepada Muhammad dan
al-Qur’an masing-masing golongan itu berkata kepada kaum
agama kami sebab tiada agama Selain itu dan mereka pun
menyuruh kaum beriman agar menganut agama mereka.89
5) Tafsir ayat
Allah mencela para ahli kitab yang berpegang kepada
perbedaan-perbedaan kecil agama, sehingga kaum Yahudi

89
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 260.

75
berkata “Ikutilah agama yang dipeluk kaum Yahudi, niscaya
kalian akan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus” dan kaum
Nasrani berkata “Ikutilah kaum Nasrani misalnya kalian akan
sampai pada kebenaran”. Para pengikut tiap agama menyatakan
bahwa agama mereka adalah agama yang paling baik maka
Allah membantah mereka dengan firmannya.90

f. Al-Baqarah ayat 158


1) Teks ayat dan terjemah

‫اح َعلَْي ِه‬ ِ ‫ِئ‬ ِ َّ ‫ِإ َّن‬


َ ‫الص َفا َوالْ َم ْر َو َة م ْن َش َعا ِر اللَّه ۖ فَ َم ْن َح َّج الَْبْي‬
َ َ‫ت َأ ِو ْاعتَ َمَر فَاَل ُجن‬
ِ ِ ‫ِإ‬ ِ‫َأ ْن يطََّّو َ هِب‬
ٌ ‫ع َخْيًرا فَ َّن اللَّهَ َشاكٌر َعل‬
‫يم‬ َ ‫ف َما ۚ َو َم ْن تَطََّو‬ َ
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah
sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [158]).
1) Kosakata
َّ ‫ِإ َّن‬: sesungguhnya Safa, َ‫و ْالمَرْ َوة‬:
‫فَا‬v‫الص‬ َ dan Marwah, ‫ِم ْن‬
‫هّٰللا‬
ِ ۚ ‫ َش َعاِئ ِر‬: merupakan sebagian syiar (agama) Allah, ‫فَ َم ْن َح َّج‬: maka
barang siapa beribadah haji, ‫فَاَل ُجنَا َح‬: tidak ada dosa, َ‫َأ ْن يَّطَّوَّف‬:
mengerjakan sa'i, ‫ َو َم ْن تَطَ َّو َع‬: dan barang siapa dengan kerelaan
hati mengerjakan, ‫خَ ْير ًۙا‬: kebajikan, َ ‫فَِإ َّن هّٰللا‬: maka sesungguhnya
Allah, ‫ َشا ِك ٌر‬: Maha Mensyukuri, ‫ َعلِ ْي ٌم‬: Maha Mengetahui,
2) Balaghah
(‫ ) َشا ِك ٌر َعلِي ٌم‬maksud syukur di sini adalah memberi pahala
atas ketaatan hambanya. Dengan kata lain Allah memakaikan

90
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 261.

76
istilah syukur tetapi yang dimaksud oleh Allah adalah ganjaran.
Metode seperti ini disebut dengan majaaz.91
3) Asbabun nuzul
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik
bahwa Ia pernah ditanya tentang Shafa dan Marwah, lalu ia
menjawab “dulu kami menganggap bahwa keduanya adalah
peninggalan budaya jahiliyah sehingga setelah Islam datang,
kami tidak mendekati kedua tempat tersebut. Maka Allah
menurunkan firman-Nya, Sesungguhnya safa dan marwah
adalah sebagian dari syi’ar Allah.” Hakim meriwayatkan hal
yang sama dari Ibnu Abbas.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan Dari urwah dari
Aisyah r.a., kata Urwah: aku pernah berkata kepada Aisyah,
“Apa pendapatmu tentang firman Allah, “Sesungguhnya safa
dan marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang
siapa yang beribadah haji ke baitullah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan Sa’i antara keduanya.
Menurut yang kupahami dari ayat ini, seseorang tidak berdosa
jika tidak melakukan sa’i antara keduanya.” Aisyah berkata,
”Alangkah buruknya perkataanmu wahai keponakanku!. Jika
yang dimaksud oleh ayat ini seperti yang engkau tafsirkan itu,
tentu bunyinya begini: fa-laa junaaha ‘alaihi an laa
yaththawwafa bihimaa. Namun, sebab ayat ini turun adalah
karena dahulu kaum Anshar, sebelum masuk Islam
mengagungkan berhala Manat dan siapapun yang
mengagungkannya merasa tidak leluasa untuk melakukan sa’i
di antara Shafa dan Marwah, lalu mereka lantas bertanya
tentang hal itu kepada nabi Muhammad. Kata mereka, “wahai
Rasulullah, dulu kami merasa tak leluasa mengerjakan sa’i
pada masa Jahiliyyah.”. maka Allah menurunkan firmannya-

91
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 305.

77
Nya, sesungguhnya shafa dan marwah…. Selanjutnya
Rasulullah menetapkan sa’i antara keduanya. Maka siapa pun
tidak boleh meninggalkan sa’i pada keduanya.”
Hal itu dijelaskan oleh kisah yang disebutkan oleh ath-
Thabari dari asy-Sya'bi bahwa dahulu pada masa jahiliyah di
atas bukit Shafa ada sebuah berhala yang bernama Isaf dan di
bukit Marwah ada juga sebuah berhala yang bernama Na’ilah.
Pada masa itu, jika telah selesai mengerjakan tawaf di Ka'bah
orang-orang biasanya mengusap kedua berhala tadi. Setelah
Islam datang dan semua berhala itu dihancurkan, kaum
muslimin berkata sesungguhnya Safa dan Marwah dulu
dijadikan tempat sa’i demi kedua berhala itu. Sa’i di sana
bukan karena ia termasuk syiar agama Islam. Maka Allah
menurunkan ayat yang mengatakan bahwa kedua bukit itu
termasuk bagian dari syiar agama. Sehingga tidak ada dosa
bagi kaum muslimin untuk melakukan sa’i di antara keduanya,
sebab mereka mengerjakan sa’i karena Allah bukan karena
berhala.92
4) Hubungan antar ayat
Pengalihan kiblat yang terdapat pada ayat-ayat
sebelumnya merupakan nikmat yang sangat besar bagi kaum
muslimin, sebab hal itu menjadikan kaum muslimin lebih
independen dan tidak mengekor kepada umat yang lain. Selain
itu, hal ini juga memungkinkan mereka untuk mengawasi
Baitul Haram agar Baitul Haram bersih dari syirik dan
keberhalaan. Pengalihan kiblat mengarahkan pandangan kaum
muslimin ke arah Mekah yang merupakan pusat dari jazirah
Arab dan dunia setelah Allah memuji orang-orang yang sabar
dan haji termasuk amalan yang sangat berat secara finansial
dan fisik, maka penyebutan sebagian manasik haji yaitu sa’i

92
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 307.

78
antara Safa dan Marwah sangat cocok di sini. Untuk
menyempurnakan nikmat penguasaan atas Mekah dan
sekaligus untuk mengingatkan akan nilai pentingnya serta
pelaksanaan manasik haji di sana.
Berkiblat ke Ka'bah dan amalan sa’i masing-masing
sama-sama bertujuan untuk menghidupkan agama Nabi
Ibrahim Alaihissalam, karena itu tidak ada alasan ahli kitab dan
kaum musyrikin untuk melawan kaum muslimin dalam
masalah pengalihan kiblat dan mereka tidak perlu berupaya
menanamkan kebencian serta dendam terhadap kaum muslimin
yang diperintahkan oleh Allah untuk memohon pertolongan
kepadan-Nya dengan sabar dan shalat.93
5) Tafsir ayat
Sa’i di antara Safa dan Marwah merupakan bagian dari
tanda-tanda agama Allah dan merupakan bagian dari manasik
haji dan umrah yang menjadi bukti ketundukan kepada Allah
serta penghambaan kepada-Nya. Hamba-hamba Allah
beribadah di kedua tempat itu serta di antara keduanya dengan
berdoa, berzikir, serta membaca al-Qur’an, maka siapapun
yang menunaikan ibadah haji atau umroh maka tidak ada dosa
dan tidak ada kekhawatiran atasnya dengan melakukan
shalatnya di antara keduanya meskipun dahulu kaum musyrikin
melakukan sa’i di sana, karena dahulu kaum Jahiliyah
melakukannya untuk mengagungkan berhala-berhala yang
mendekam di bukit Safa dan Marwah, sedangkan kaum
muslimin melakukan sa’i disana karena didorong rasa iman dan
ketaatan kepada perintah Allah.peniadaan dosa terhadap sa’i ini
mencakup sa’i wajib dan sunnah. Begitu pula kaya tathawwu’
(melakukan ketaatan) yang meliputi amal fardhu dan sunnah.
rahasia dibalik pemakaian ungkapan laa junaaha (tidak ada

93
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 308.

79
dosa) padahal sa’i hukumnya fardhu menurut ulama atau wajib
untuk nasehat Hanafi adalah untuk menjelaskan kekeliruan
kaum musyrikin yang dahulu mengingkari bahwa sa’i
merupakan bagian dari manasik nabi Ibrahim, di samping untuk
menjelaskan bahwa tidak ada salahnya melakukan sa’i di dalam
Islam, karena tujuan para pelaksana sa’i sudah berbeda dari
pelaksanaan sa’i yang dahulu. Peniadaan dosa tidak
bertentangan dengan hukum Ijaab (pewajiban) yang telah
diwajibkan telah ditetapkan oleh syariat.
Sedangkan penggunaan istilah sya’aa’ir (yang berarti
ibadah ibadah yang ditentukan Allah kepada kita seperti salat
dan manasik haji) adalah untuk menunjukkan wajibnya taat dan
melaksanakan ibadah itu meskipun kita tidak memahami
maknanya sepenuhnya atau tidak mengerti rahasia di balik
ibadah tersebut, dan perkara-perkara lain tidak bisa dikiaskan
kepadanya. Adapun selain sya’aa’ir misalnya muamalah, jual
beli, sewa menyewa, Serikat dagang, gadai dan sebagainya
syariatkan demi kemaslahatan manusia dan memiliki berbagai
‘illah atau sebab yang mudah dipahami dan dimengerti
tujuannya maka dari itu kias berlaku pada hal-hal yang selain
sya’aa’ir dengan mempertimbangkan maslahatnya.
Melaksanakan haji hukumnya adalah fardu minimal
sekali seumur hidup dan barangsiapa yang mengerjakan lebih
dari satu kali maka Allah akan membalas kebaikannya dengan
ganjaran yang baik pula, serta membalas amalan sedikit dengan
pahala yang banyak tanpa mengurangi pahala siapapun.
Pengungkapan “balasan yang baik” dengan istilah
syukur” mengandung pendidikan atas akhlak yang mulia, sebab
manfaat melaksanakan ibadah kembali kepada para hamba.
Akan tetapi Allah dan syukuri mereka atas ketaatan mereka.
Mensyukuri karunia dan menghargai nikmat merupakan ciri-

80
ciri orang yang loyal dan ikhlas, bahkan ia adalah faktor bagi
pertambahan nikmat kelestariannya serta penurunan karunia
Allah kepada hamba yang bersyukur dan taat.
Para ulama mengartikan syukur di sini dengan makna
pahala atau ganjaran sedangkan yang secara bahasa metode ini
disebut dengan majaaz karena syukur dengan makna membalas
kebaikan dan nikmat dengan pujian dan penghargaan adalah
mustahil bagi Allah sebab tidak ada seorangpun yang memiliki
jasa atau pernah memberi nikmatnya kepada Allah dan Allah
tidak membutuhkan amal-amal dari hamba-hambanya.
Generasi Salaf mengimani bahwa Allah memiliki sikap syukur
dan itu adalah sifat yang sesuai dengan keagungan dan
kesempurnaan-Nya.94

g. Al-Baqarah ayat 177


1) Teks ayat dan terjemah
ِ ‫وه ُكم قِبل الْم ْش ِر ِق والْم ْغ ِر‬
۞ ‫ب َو ٰلَ ِك َّن‬ ُّ ‫لَْي رِب‬
َ َ َ َ َ ْ َ ‫س الْ َّ َأ ْن تُ َولوا ُو ُج‬
َ
ِ َ‫الْرِب َّ من آمن بِاللَّ ِه والْيوِم اآْل ِخ ِر والْماَل ِئ َك ِة والْ ِكت‬
َ ِّ‫اب َوالنَّبِي‬
‫ني َوآتَى الْ َم َال‬ َ َ َ َْ َ ََ َْ
‫ني َويِف‬ِ‫السبِ ِيل و َّ ِئ‬ ِ ِ
َ ‫السا ل‬ َ ‫َعلَ ٰى ُحبِّه ذَ ِوي الْ ُق ْرىَب ٰ َوالْيَتَ َام ٰى َوالْ َم َساك‬
َ َّ ‫ني َوابْ َن‬
ِِ ِ َ‫الرق‬
َ ‫الز َكاةَ َوالْ ُموفُو َن بِ َع ْهده ْم ِإذَا َع‬
ۖ ‫اه ُدوا‬ َّ ‫اب َوَأقَ َام الصَّاَل ةَ َوآتَى‬ ِّ
ِ َّ ‫الصابِ ِرين يِف الْبْأس ِاء والضََّّر ِاء و ِحني الْبْأ ِس ۗ ُأولَِٰئ‬
َ ‫ص َدقُوا ۖ َوُأولَِٰئ‬
‫ك‬ َ ‫ين‬
َ ‫ك الذ‬َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ‫َو‬
‫ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َن‬
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
94
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 308-309.

81
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa..
(QS. al-Baqarah/2: [177]).
2) Kosakata
‫ْس ْالبِ َّر‬
َ ‫لَي‬: kebajikan itu bukanlah, ‫َأ ْن تُ َو ُّلوْ ا‬: menghadapkan,
‫ ُوجُوْ هَ ُك ْم‬: wajahmu, ‫ق‬ ِ ‫قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬: ke arah timur, ‫ب‬
ِ ‫ َو ْال َم ْغ ِر‬: dan barat,
‫ َّر‬vِ‫ َو ٰل ِك َّن ْالب‬: tetapi kebajikan itu, َ‫ َم ْن ٰا َمن‬: ialah (kebajikan) orang
yang beriman, ‫ َو ٰاتَى‬: dan memberikan, ‫ال َما َل‬: ْ harta, ‫ع َٰلى ُحب ِّٖه‬:yang
dicintainya, ‫رْ ٰبى‬vvvُ‫ َذ ِوى ْالق‬: (kepada) kerabat, ‫ َو ْاليَ ٰتمٰ ى‬: dan anak
yatim,: , ‫بِ ْي ۙ ِل‬v‫الس‬
َّ َ‫ َوا ْبن‬: dan orang-orang yang dalam perjalanan,
َ‫اِئلِ ْين‬vvvvv‫الس‬
َّ ‫ َو‬: dan peminta-minta, ‫ب‬ ِ ۚ ‫وفِى الرِّقَا‬:
َ dan untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, ‫وَأقَا َم‬: َ yang melaksanakan,
َ‫ َو ْال ُموْ فُوْ ن‬: dan orang-orang yang menepati, ‫بِ َع ْه ِد ِه ْم‬: janji mereka, ‫ِإ َذا‬
‫عَاهَ ُدوْ ۚا‬: apabila (mereka) berjanji, ‫فِى ْالبَْأ َسا ِء‬: dalam kemelaratan,
‫ْأ‬
‫ضرَّا ِء‬ َّ ‫ َوال‬: dan penderitaan, ‫س‬ ِ ۗ َ‫و ِح ْينَ ْالب‬:
َ dan pada masa peperangan,
‫ص َدقُوْ ۗا‬:َ benar, َ‫هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬: orang-orang yang bertakwa.
3) Balaghah
Kata ar-riqaab adalah majaaz mursal yaitu menyebut
sebagian (yaitu leher) tapi yang dimaksud adalah keseluruhan
yaitu seluruh badan.95
4) Asbabun nuzul
Abdulrazzak meriwayatkan dari Qatadah bahwa kaum
Yahudi dahulu beribadah dengan menghadap ke arah barat

95
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 347.

82
sedangkan kaum Nasrani menghadap ke arah timur maka
turunnya ayat ini.
Ath-Thabari dan Ibnu Munzir riwayatkan dari Qatadah
bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang
kebajikan maka Allah menurunkan ayat ini “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan”. Lantas beliau memanggil orang itu dan
membacakan kepadanya ayat ini. Dahulu sebelum
ditetapkannya ibadah-ibadah yang wajib, apabila seseorang
telah mengucapkan syahadat lalu ia mati dalam keadaan begitu,
ada harapan bahwa di akhirat ia akan mendapatkan kebaikan.
Maka Allah menurunkan ayat “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu satu kebajikan”.96
5) Tafsir ayat
Pengalihan kiblat menimbulkan fitnah besar di antara
para pemeluk berbagai agama, masing-masing menganggap
bahwa ibadah tidak sah kecuali dengan menghadap kiblat yang
mereka miliki . Perselisihan antara kaum muslim ahli kitab
yang semakin memanas akibat orang-orang ahli kitab
menganggap bahwa salat harus menghadap ke kiblat mereka,
sedangkan kaum muslim berargumen bahwa sudah sholat tidak
diterima dan tidak diridai Allah kecuali dengan menghadap ke
masjidil Haram. Maka Allah menjelaskan kepada seluruh
manusia bahwa sekedar menghadapkan wajah ke arah timur
ataupun barat bukanlah merupakan kebajikan yang dikehendaki
dan tidak dianggap sebagai amal sholeh. Kebajikan yang hakiki
adalah iman kepada Allah, para rasul-Nya kitab-kitab-Nya,
para malaikat-Nya dan hari akhir dengan kepercayaan hati yang
sempurna yang diiringi dengan amal saleh.

96
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1 hlm. 348.

83
Ibnu hayyan berkata: “Kebajikan adalah suatu makna
kata yang abstrak oleh karena itu yang dimaksud dengan “akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu” tidak lain adalah “orang
yang bajik” atau “orang yang memiliki kebajikan”.97

3. Amtsal Mursalah
a. Al-Baqarah ayat 77
1) Teks ayat dan Terjemah
‫َأن اللَّهَ َي ْعلَ ُم َما يُ ِسُّرو َن َو َما يُ ْعلِنُو َن‬
َّ ‫ََأواَل َي ْعلَ ُمو َن‬

Artinya: Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah


mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang
mereka nyatakan?. (QS. al-Baqarah/2: [77]).
2) Kosakata
َ‫وْ ن‬vv‫اَ َواَل يَ ْعلَ ُم‬: dan tidakkah mereka tahu, َ ‫اَ َّن هّٰللا‬: bahwa
Allah, ‫يَ ْعلَ ُم‬: mengetahui, َ‫رُّ وْ ن‬vvvv‫مَا ي ُِس‬: apa yang mereka
sembunyikan, َ‫ َو َما يُ ْعلِنُوْ ن‬: dan apa yang mereka nyatakan.
3) Balaghah
( َ‫ون‬vvُ‫رُّ ونَ َومَا يُ ْعلِن‬v ‫ )مَا ي ُِس‬dalam susunan ayat ini terdapat
thibaaq antara lafal ( َ‫رُّ ون‬vv‫ )ي ُِس‬dan ( َ‫ون‬vvُ‫)يُ ْعلِن‬.98 Thibaaq adalah
berkumpulnya dua kata yang berlawanan dalam satu kalimat,
seperti Mengumpulkan kata siang dan malam, pandai dan
bodoh, serta antara gelap dan terang.99
4) Asbabun nuzul
Ayat ini turun berhubungan dengan sejumlah orang-
orang Yahudi yang masuk Islam kemudian mereka menjadi
golongan orang munafik.

97
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid1. hlm.348.
98
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 153.
99
Suhaimi, Keindahan-keindahan makna dalam al-qur’an (analisis tentang
thibaq dan muqabalah), JURNAL ilmiah al-Mu’ashirah vol. 17 no.1 januari 2020, fakultas
tarbiyah dan keguruan uin ar-raniry banda aceh. hlm. 39.

84
5) Tafsir ayat
Abu Jafar berkata, pada ayat ini Allah menyatakan
bahwa Dia mengetahui apa yang disembunyikan oleh orang-
orang Yahudi yaitu kekufuran yang mereka nyatakan ketika
kembali kepada sesama kaum mereka dan mengetahui apa yang
mereka nyatakan yaitu berpura-pura menyatakan beriman
kepada Rasulullah ketika bertemu dengan Rasulullah dan para
sahabat.100

b. Al-Baqarah ayat 178


1) Teks ayat dan Terjemah

‫اص يِف الْ َقْتلَى ۖ احْلُ ُّر بِ احْلُِّر‬ ِ ِ ِ َّ


ُ ‫ص‬َ ‫ب َعلَْي ُك ُم الْق‬ َ ‫يَ ا َأيُّ َه ا الذ‬
َ ‫ين َآمنُ وا ُكت‬
ِ ‫والْعب ُد بِالْعب ِد واُأْلْنثَى بِ اُأْلْنثَى ۚ فَمن ع ِفي لَ ه ِمن‬
ٌ‫َأخي ِه َش ْيءٌ فَاتِّبَ اع‬ ْ ُ َ ُ َْ ٰ ٰ َ َْ َْ َ
‫يف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرمْح َةٌ ۗ فَ َم ِن ْاعتَ َد ٰى‬ ِ ِ‫ان ۗ ٰذَل‬ ِ
َ ٍ ‫بِالْ َم ْعُروف َو ََأداءٌ ِإلَْي ِه بِِإ ْح َس‬
ٌ ‫ك خَت ْف‬

‫يم‬ِ ‫بع َد ٰذَلِك َفلَه ع َذ‬


ٌ ‫اب َأل‬
ٌ َ ُ َ َْ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa
yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah/2: [178]).
2) Kosakata

100
Abu Ja’far Muhammad ath Thabari, Jami’ Al Bayan, hlm. 136-137.

85
َ‫ ٰيَأيُّهَا الَّ ِذ ْين‬: wahai orang-orang yang, َ ِ‫ ُكت‬:
‫ب‬ telah
diwajibkan, ‫ َعلَ ْي ُك ُم‬: atas kamu, ُ‫صاص‬ ْ (melaksanakan) qisas, ‫فِى‬
َ ِ‫الق‬:
ۗ‫القَ ْت ٰلى‬:
ْ berkenaan dengan orang yang dibunuh, ُّ‫ر‬vvُ‫اَ ْلح‬: orang
merdeka, ‫ َو ْال َع ْب ُد‬: dan hamba sahaya, ‫بِ ْال َع ْب ِد‬: dengan hamba sahaya,
‫ َواُأْل ْن ٰثى‬: dan perempuan, ۗ‫بِاُأْل ْن ٰثى‬: dengan perempuan, ‫فَ َم ْن‬: tetapi
barang siapa, ٗ‫ ُعفِ َي لَه‬: memperoleh maaf, ‫ ِه‬vvvvْ‫ ِم ْن َأ ِخي‬: dari
َ
saudaranya, ‫ ْي ٌء‬vvvv‫ش‬: atas sesuatu, ‫ع‬ ٌ ‫فَاتِّبَا‬: hendaklah dia
mengikutinya, ‫ف‬ ِ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬: dengan baik, ‫ َوَأدَا ٌء‬: dan membayar diyat
(tebusan), ‫ِإلَ ْي ِه‬: kepadanya, ‫بِِإحْ َسا ۗ ٍن‬: dengan baik (pula), ‫ك‬ َ ِ‫ذل‬:ٰ yang
demikian itu, ‫ف‬vvvvْ ٌ ‫ت َْخفِي‬: (adalah) keringanan, ‫ ِّم ْن َّربِّ ُك ْم‬: dari
Tuhanmu, ٌ‫ َو َرحْ مَ ۗة‬: dan rahmat, ‫تَدى‬ ٰ ‫فَ َم ِن ا ْع‬: maka barangsiapa
melampaui batas, ‫ك‬ َ vvِ‫ َد ٰذل‬vvْ‫بَع‬: setelah itu, ٗ‫فَلَه‬: maka ia akan
mendapat, ٌ‫ َع َذاب‬: azab, ‫َألِ ْي ٌم‬: yang sangat pedih.
3) Balaghah
ٌ ‫ )فَاتِّبَا‬dengan (‫ ) َوَأدَا ٌء‬serta ( ُّ‫)الحُر‬
Terdapat thibaaq antara (‫ع‬ ْ
ْ 101
dengan (ُ‫)ال َع ْبد‬.
4) Asbabun nuzul
Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat 178.
Riwayat pertama dari Qatadah, asy-Sya’bi dan sejumlah tabi’in
bahwa di kalangan masyarakat jahiliyah dulu ada kezaliman.
Jika sebuah suku memiliki kekuatan lalu seorang budak di
antara mereka dibunuh oleh suku lain, mereka akan berkata
“Kami hanya akan membunuh orang merdeka di antara kalian
sebagai balasannya!”, sebagai bentuk sikap meninggikan diri
dari suku lain. Jika seorang perempuan di antara mereka
dibunuh oleh perempuan dari suku lain maka mereka akan
berkata “Kami hanya hanya akan membunuh lelaki sebagai
balasannya!”. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk
memberitahu mereka bahwa hamba dibunuh sebagai balasan
pembunuhan terhadap hamba dan wanita dibunuh sebagai

101
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 355.

86
balasan pembunuhan terhadap wanita. Dengan demikian Allah
melarang mereka untuk berbuat zalim.
Kemudian setelah itu Allah menurunkan firmannya
dalam surah al-Maidah ayat 45
َ‫ف َواُأْل ُذن‬
ِ ‫اَأْل ْن‬vِ‫فَ ب‬v‫ال َع ْي ِن َواَأْل ْن‬v
ْ ِ‫س َو ْال َع ْينَ ب‬ َ ‫َو َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِه ْم فِيهَا َأ َّن النَّ ْف‬
ِ ‫النَّ ْف‬vِ‫س ب‬
‫ارةٌ لَهُ ۚ َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم‬َ َّ‫و َكف‬v َ vُ‫ق بِ ِه فَه‬ َ َ‫صاصٌ ۚ فَ َم ْن ت‬
َ ‫ص َّد‬ َ ِ‫ُوح ق‬َ ‫بِاُأْل ُذ ِن َوالس َِّّن بِال ِّسنِّ َو ْال ُجر‬
َ ‫بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ فَُأو ٰلَِئ‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬
Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim. (QS. al-Maidah/5: [45]).
As-Suddi meriwayatkan tentang ayat ini bahwa suatu
ketika penganut agama dari bangsa Arab yang satunya
beragama Islam dan yang lainnya kafir dzimmi bertengkar
mengenai sebuah perkara Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam mendamaikan mereka. Pada masa itu mereka
biasanya membunuh orang yang merdeka, para hamba sahaya,
dan kaum wanita dengan memerintahkan agar orang merdeka
membayarkan diyat orang merdeka, budak membayar diyat
budak, dan wanita membayar diyat wanita. Lalu nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menjalankan hukum
qisas terhadap mereka satu sama lain maka turunlah ayat ini
untuk menguatkan keputusan hukum beliau.102
5) Tafsir ayat

102
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir jilid I, hlm. 355-356.

87
Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
diutus, hukuman bagi pelaku pembunuhan ada bermacam-
macam. Pada kalangan kaum Yahudi hukumannya adalah qisas
sedangkan di kalangan kaum Nasrani hukumannya adalah diyat
dan pada kalangan bangsa Arab jahiliyah kebiasaan balas
dendam. Pada kaum Arab jahiliyah, yang dibunuh adalah orang
yang selain pembunuh, terkadang mereka membunuh kepala
suku sebagai ganti atau membunuh lebih dari satu orang dari
suku si pembunuh, bahkan terkadang mesti korban yang cuma
satu orang mereka menuntut balas terhadap 10 orang. jika
korbannya adalah perempuan mereka menuntut balas kepada
laki-laki, jika korbannya budak mereka membunuh orang
merdeka sebagai gantinya.
Islam kemudian menetapkan hukuman qisas sebagai
hukuman bagi pelaku pembunuhan. Hukuman ini adalah
sebagai bentuk aplikasi dari prinsip keadilan dan persamaan.
Hukuman ini akan mencegah manusia untuk melakukan
tindakan kriminal berupa pembunuhan. hukuman ini menjadi
satu-satunya hukuman yang efektif di zaman sekarang karena
penjara tidak terlalu efektif untuk membuat para penjahat jera.
Syariat Allah adalah aturan yang paling adil, bijaksana
dan paling tepat, karena Allah lebih mengetahui kemaslahatan
tertinggi bagi umat manusia dan yang paling tahu apa yang
dapat mendidik semua umat manusia. Di sisi lain syariat Islam
juga memperbolehkan diyat sebagai ganti dari qisas.
Makna ayat ini adalah orang-orang yang beriman
diwajibkan untuk melaksanakan hukuman qisas bagi seorang
pembunuh dengan menghukumnya seperti apa yang
dilakukannya terhadap orang yang dibunuhnya. Pada ayat ini
juga terdapat larangan untuk menganiaya satu sama lain dan
hendaknya orang yang merdeka dibunuh sebagai balasan

88
terhadap pembunuhan yang dilakukan terhadap orang yang
merdeka pula.budak dibunuh sebagai balasan pembunuhan
terhadap budak. Dan wanita dibunuh sebagai balasan atas
terbunuhnya seorang wanita. Ayat ini juga mengandung
perintah untuk meninggalkan kezaliman yang pernah dilakukan
pada masa jahiliyah, seperti hukuman membunuh lebih dari
satu orang sebagai balasan pembunuhan terhadap orang
merdeka atau pembunuhan orang merdeka sebagai balasan bagi
pembunuhan terhadap budak dan pembunuhan laki-laki sebagai
balasan pembunuhan terhadap wanita. Kemudian di dalam as-
sunnah menerangkan bahwa laki-laki dibunuh apabila ia
membunuh wanita dan orang merdeka dibunuh apabila
membunuh budak jika ia bukan majikan budak tersebut.
Keadilan diperlukan dalam dalam qisas dan persamaan
menjadi syarat di dalamnya. Oleh karena itu, maka orang
banyak yang tidak dibunuh sebagai balasan pembunuhan
terhadap orang yang sedikit dan pemimpin tidak dibunuh
sebagai balasan terhadap pembunuhan terhadap anak buah.
Hukuman qisas terbatas pada si pembunuh saja tidak
melampauinya sampai kepada salah satu anggota sukunya
maupun kerabatnya.
Barangsiapa yang mendapatkan maaf atas kejahatannya
dari pihak wali korban meskipun yang memberi maaf itu hanya
satu orang dari beberapa wali korban tersebut seperti golongan
ashabah (kerabat dekat dari jalur ayah) ayah korban yang
dengan keberadaannya mereka merasa bangga dan dengan
kehilangannya mereka merasa pedih. dan pemaafan itu berupa
penguguran qishash ke diat maka si pemberi maaf dan orang
lain harus berlaku baik dalam menuntut tanpa memberatkan si
pembunuh. Selain itu boleh pula memberikan maaf tanpa

89
meminta diat seperti firman Allah dalam Surah an-Nisa ayat
92:

‫َو َما َكا َن لِ ُمْؤ ِم ٍن َأ ْن َي ْقتُ َل ُمْؤ ِمنًا ِإاَّل َخطًَأ ۚ َو َم ْن َقتَ َل ُمْؤ ِمنًا َخطًَأ َفتَ ْح ِر ُير َر َقبَ ٍة‬

‫ص َّدقُوا ۚ فَِإ ْن َكا َن ِم ْن َق ْوٍم َع ُد ٍّو لَ ُك ْم‬


َّ َ‫ُمْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ ِإىَل ٰ َْأهلِ ِه ِإاَّل َأ ْن ي‬

ٌ َ‫َو ُه َو ُمْؤ ِم ٌن َفتَ ْح ِر ُير َر َقبَ ٍة ُمْؤ ِمنَ ٍة ۖ َوِإ ْن َكا َن ِم ْن َق ْوٍم َبْينَ ُك ْم َو َبْيَن ُه ْم ِميث‬
‫اق‬
ِ َ‫فَ ِديةٌ مسلَّمةٌ ِإىَل ٰ َأهلِ ِه وحَتْ ِرير ر َقب ٍة مْؤ ِمنَ ٍة ۖ فَمن مَل جَيِ ْد ف‬
‫صيَ ُام َش ْهَريْ ِن‬ ْ َْ ُ ََُ َ ْ َ َُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫يما‬ ً ‫ُمتَتَاب َعنْي َت ْوبَةً م َن اللَّه ۗ َو َكا َن اللَّهُ َعل‬
ً ‫يما َحك‬
Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mukmin
membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena
tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia
(si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. an-Nisa/4: [92]).

c. Al-Baqarah ayat 216


1) Teks ayat dan Terjemah

90
ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬
‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيًئا َو ُه َو َخْي ٌر‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن حُتِبُّوا َشْيًئا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َوَأْنتُ ْم‬

‫اَل َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).
2) Kosakata
ْ berperang, ‫ َوهُ َو‬:
َ ِ‫ ُكت‬: diwajibkan, ‫ َعلَ ْي ُك ُم‬: atas kamu, ‫القِتَا ُل‬:
‫ب‬
(padahal) itu, ٌ‫رْ ه‬vv‫ ُك‬: tidak menyenangkan, ‫لَّ ُك ۚ ْم‬: bagimu, ‫ى‬v ‫ َوع َٰس‬:
(tetapi) boleh jadi, ‫وْ ا‬vvُ‫َأ ْن تَ ْك َره‬: kamu tidak menyenangi, ‫ ْيًئا‬v ‫ش‬:
َ
sesuatu, ‫ ٌر‬vvْ‫ َخي‬: baik, ‫َأ ْن تُ ِحبُّوْ ا‬: kamu tidak menyenangi, ‫ ْيًئا‬vv‫ش‬: َ
sesuatu, ‫ َش ٌّر‬: tidak baik, ‫يَ ْعلَ ُم‬: mengetahui, ‫ َوَأ ْنتُ ْم‬: (sedang) kamu, ‫اَل‬
َ‫تَ ْعلَ ُموْ ن‬: tidak mengetahui.
3) Balaghah
(‫ ) َوهُ َو ُكرْ هٌ لَ ُك ْم‬kata kurhun ini bermakna makruuhun dan
pemakaian dalam bentuk mashdar sebagai ganti isim maf’uul
ini berfungsi sebagai mubaalaghah. Sementara itu antara
kalimat (‫ ) َو َع َس ٰى َأ ْن تَ ْكر‬dengan kalimat (‫ ) َو َع َس ٰى َأ ْن تُ ِحبُّوا َش ْيًئا‬dalam
ilmu badi’ dikenal dengan istilah al-muqaabalah. (‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َوَأ ْنتُ ْم‬
َ‫ )اَل تَ ْعلَ ُمون‬dalam susunan kalimat ini yang terdapat metode yang
disebut dengan thibaaqus-salb.103

4) Asbabun Nuzul

103
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 485.

91
Ibnu Abbas berkata “Ketika Allah mewajibkan jihad
terhadap kaum muslimin mereka merasa keberatan dan tidak
suka sehingga turunlah ayat ini”.104
5) Tafsir ayat
Pada ayat sebelumnya berisi tentang infaq (ayat 215)
sedangkan pada ayat ini disebutkan hukum-hukum perang,
sehingga hukum perang disebutkan setelah hukum tentang
sedekah infak secara sukarela yang pada keduanya terdapat
hubungan yang erat. Perang membutuhkan pengorbanan harta
benda dan harta benda merupakan rekan dari nyawa. Infaq
adalah jihad dengan harta maka sangat sesuai jika setelah infaq
disebutkan jihad yang derajatnya lebih tinggi daripada
pengorbana harta karena dengan keduanyalah agama menjadi
tegak dan menegakkan agama memerlukan pengorbanan harta
dan jiwa.
Kaum muslimin diwajibkan untuk memerangi orang-
orang kafir dan kewajiban ini sifatnya fardhu kifayah namun
jika musuh telah memasuki negeri Islam maka hukum
memerangi mereka adalah fardhu ‘ain. Menurut jumhur ulama,
memerangi orang kafir ini sekedar fardhu kifayah bukan fardhu
ain. Kemudian ada ijma’ yang mengatakan bahwa jihad adalah
fardhu kifayah hingga musuh telah menyerbu negeri Islam dan
dalam keadaan demikian hukumnya menjadi fardhu ‘ain. Atha’
berkata “Berperang diwajibkan atas setiap individu dari para
sahabat nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tetapi
setelah syariat Islam turun secara sempurna ia menjadi fardhu
kifayah.
Peperangan itu terasa berat dan tidak disukai
berdasarkan tabiat kemanusiaan sebab ia membutuhkan
pengorbanan harta dan membuat nyawa terancam.

104
Ibid, hlm. 486.

92
Ketidaksukaan wajar dan tidak bertentangan dengan kerelaan
terhadap apa yang dibebankan kepada manusia. Kadang
manusia rela meminum pil yang pahit sebab pil itu
mengandung manfaat. Barangkali seseorang membenci sesuatu
berdasarkan tabiatnya padahal sesuatu itu mengandung
kebaikan dan manfaat bagi dirinya untuk masa depan dan
peperangan itu menghasilkan salah satu dari dua hal yaitu
menang dan harta rampasan perang atau mati syahid dan pahala
serta keridhaan Allah. Jihad merupakan usaha untuk
meninggikan agama Islam mengangkat tinggi menara
kebenaran dan keadilan, menolak kezaliman. Ada kalanya
seseorang menyukai sesuatu misalnya suka untuk tidak ikut
perang padahal sebenarnya hal itu buruk bagi dirinya sebab
tidak berperang itu akan mengakibatkan kehinaan, kemiskinan,
tidak mendapat pahala, dominasi musuh atas negeri-negeri dan
harta benda Islam dan pelecehan terhadap hal-hal yang
disucikan oleh mereka dan itu tidak boleh jadi itu akan
membuat mereka tertumpas habis.
Dan Allah mengetahui bahwa ia lebih baik bagi
kehidupan dunia ini dan Dia hanya memerintahkan perkara
yang mengandung kebaikan dan maslahat sedangkan manusia
terkadang lantaran karena keterbatasan ilmu tidak mengetahui
apa yang diketahui oleh Allah. Karena itu janganlah seseorang
cenderung untuk memilih tidak ikut jihad sebab hal itu bisa saja
berakibat buruk karena dunia ini dan juga dan tidak akan lepas
dari pertentangan kepentingan diantara sesama manusia dan
bersegeralah melaksanakan perintah Allah dan jangan terbawa
oleh dorongan hawa nafsu karena Allah telah mengetahui
bahwa dia akan memenangkan agamanya dan menolong

93
pemeluknya meski jumlah mereka sedikit dan dia akan
menghinakan kaum kafir meskipun jumlah mereka banyak.105

d. Al-Baqarah ayat 221


1) Teks ayat dan Terjemah

‫َأَلمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ َخْيٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة‬ ِ ِ ِ


َ ‫َواَل َتْنك ُحوا الْ ُم ْش ِر َكات َحىَّت ٰ يُْؤ م َّن ۚ َو‬
‫ني َحىَّت ٰ يُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َعْب ٌد ُمْؤ ِم ٌن َخْيٌر ِم ْن‬ِ ِ
َ ‫َأع َجبَْت ُك ْم ۗ َواَل ُتْنك ُحوا الْ ُم ْش ِرك‬
ْ ‫َولَ ْو‬

‫ك يَ ْدعُو َن ِإىَل النَّا ِر ۖ َواللَّهُ يَ ْدعُو ِإىَل اجْلَن َِّة‬


َ ‫َأع َجبَ ُك ْم ۗ ُأولَِٰئ‬
ْ ‫ُم ْش ِر ٍك َولَ ْو‬
َّ ‫َيتَ َذ‬
َ‫كرون‬
ُ ِ ‫َوالْ َم ْغ ِفَر ِة بِِإ ْذنِِه ۖ َويَُبنِّي ُ آيَاتِِه لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم‬
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran. (QS. al-Baqarah/2: [221]).
2) Kosakata
‫وا‬vvvvُ‫واَل تَ ْن ِكح‬:
َ dan janganlah kamu nikahi, ‫ت‬ ِ ‫ ِر ٰك‬vvvv‫ال ُم ْش‬:
ْ
perempuan musyrik, ‫ح ٰتّى يُْؤ ِم ۗ َّن‬:
َ sebelum mereka beriman, ٌ‫ َوَأَل َمة‬:
sungguh, hamba sahaya perempuan, ٌ‫ ُّمْؤ ِمنَة‬: yang beriman, ‫ َخ ْي ٌر‬:
lebih baik, ‫ ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة‬: daripada perempuan musyrik, ‫ َّولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ۚ ْم‬:
meskipun dia menarik hatimu, ‫واَل تُ ْن ِكحُوا‬: َ dan janganlah kamu

105
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, hlm. 487-490.

94
ْ orang (laki-laki) musyrik, ‫ ٌد‬v‫ َولَ َع ْب‬: sungguh,
nikahkan, َ‫ال ُم ْش ِر ِك ْين‬:
hamba sahaya laki-laki, ‫ك‬ ٍ ‫ ِّم ْن ُّم ْش ِر‬: daripada laki-laki musyrik,
ِ ۖ َّ‫ِإلَى الن‬: ke neraka, ‫ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬: ke surga, ‫ َو ْال َم ْغفِ َر ِة‬:
َ‫ يَ ْد ُعوْ ن‬mengajak: , ‫ار‬
dan ampunan, ‫ه‬vvv ۚ ٖ ِ‫بِِإ ْذن‬: dengan izin-Nya, ُ‫ َويُبَيِّن‬: dan (Allah)
menerangkan, ‫ا ٰيتِ ٖه‬:ٰ ayat-ayat-Nya, ‫اس‬ ِ َّ‫لِلن‬: kepada manusia,: , ‫لَ َعلَّهُ ْم‬:
agar mereka, َ‫يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬: mengambil pelajaran.
3) Balaghah
(‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬
ِ َّ‫ )يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن‬terdapat thibaaq antara
kata an-naar (neraka) dan al-jannah (surga).106
4) Asbabun Nuzul
Ibnul Munzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi
menuturkan dari Muqatil, bahwa ayat ini turun berkenaan
dengan Ibnu Abi Marstad al-Ghanawiy. Suatu ketika ia
meminta izin kepada Rasulullah untuk menikahi ‘Anaq,
seorang wanita musyrik yang cantik jelita maka turunlah ayat
ini.
Pada riwayat lain diceritakan bahwa Rasulullah
mengutus Marstad bin Abi Marstad al-Ghanawiy ke Mekah
guna membawa pergi beberapa orang muslim yang tertawan di
sana. Marstad pada masa jahiliyah dahulu sudah jatuh hati
kepada seorang perempuan yang bernama ‘Anaq, wanita ini
kemudian menemui Marstad dan berkata “Maukah kamu
berduaan denganku?” Martsad menjawab, “Celakalah kamu,
Islam telah menghalangi hubungan di antara kita”. Wanita itu
lalu berkata, “Kalau begitu bersediakah engkau menikahiku?”
lalu ia menjawab, “Ya, tapi aku akan pulang dahulu meminta
izin dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.” setelah ia
mengutarakan keinginannya itu, maka turunlah ayat ini.
Al-Wahidi meriwayatkan dari as-Suddi dari Abu Malik
dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun berhubungan dengan

106
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, hlm. 510.

95
Abdullah bin Rawahah. Dahulu ia pernah memiliki seorang
budak wanita berkulit hitam, lalu suatu ketika ia marah dan
budak itu. Setelah hilang amarahnya, ia pun merasa cemas.
Maka ia pun menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam dan melaporkan kejadian itu. Ia pun berkata “Sungguh
saya akan memerdekakannya dan menikahinya”. Hal itu benar-
benar ia wujudkan. Sebagian orang lantas mencemoohnya,
bahwa ia telah menikahi budak perempuan. Maka Allah pun
menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan
kisah ini dari as-Suddi secara munqathi.
Menurut Suyuthi, dari sebab-sebab turunnya ayat
tersebut maka dapat dicatat dua hal. Pertama, yaitu riwayat
yang menyebutkan bahwa sahabat menjadi sebab turunnya ayat
adalah untuk menjelaskan makna ayat itu tapi kandungan ayat
tersebut mencakup kejadian lain yang serupa dengannya.
kedua, boleh jadi sebab yang mereka sebutkan itu terjadi
setelah turunnya ayat.107
5) Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa menikahi orang musyrik
itu haram. Sehingga kesimpulannya, tidak boleh seorang
muslim menikahi wanita-wanita musyrik selama mereka masih
dalam kemusyrikan dan sesungguhnya budak perempuan yang
beriman kepada Allah dan rasulnya lebih baik meskipun ia
jelek dan hina daripada wanita merdeka yang musyrik
walaupun dia berasal dari keturunan terhormat, sangat cantik
serta kaya raya. Hal ini disebabkan karena faktor iman adalah
menjadi penentu kesempurnaan agama dan kehidupan
sekaligus sedangkan harta dan strata sosial hanya menjadi tolak
ukur kesempurnaan dunia semata. mengutamakan agama dan

107
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 511.

96
dunia yang melengkapinya lebih baik ketimbang
mengutamakan dunia saja.
Sebab diharamkannya pernikahan antara lelaki muslim
dengan wanita musyrik serta antara wanita muslim dan kafir
(baik dari ahli kitab maupun kaum musyrikin) adalah karena
orang-orang musyrik itu mengajak kepada kekafiran dan
mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan buruk yang
berujung kepada neraka. Mereka tidak memiliki agama yang
benar yang akan membimbing mereka dan juga tidak memiliki
Kitab samawi yang membimbing mereka kepada kebenaran.
Sebab lain dari pengharaman pernikahan ini adalah karena
pertentangan antara tabiat hati yang berisi cahaya iman dengan
hati yang berisi dengan kegelapan dan kesesatan. Oleh sebab
itu tidak diperbolehkan mengikat hubungan perkawinan antara
kaum muslimin dengan kaum musyrikin, sebab ikatan
perkawinan mengharuskan saling memberi nasihat,
menumbuhkan kasih sayang, membuat kaum muslimin
terpengaruh dengan mereka yang mengakibatkan terjadinya
penularan ide-ide yang sesat. Kaum muslimin akan meniru
berbagai tingkah laku dan kebiasaan yang berlawanan dengan
syariat Islam dan mereka tidak akan segan-segan untuk
mengajak kaum muslimin kepada kesesatan dan di samping itu
mereka juga akan mendidik anak-anak kaum muslimin dan
membuat mereka terbiasa dengan kehidupan yang sesat. Intinya
sebab-sebab diharamkannya pernikahan dengan mereka adalah
karena mereka mengajak kepada neraka sedangkan Allah
mengajak dan membimbing kaum muslimin melalui kitab yang
diturunkan-Nya dan para nabi yang diutus-Nya kepada
perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kepada surga,
ampunan dan penghapusan dosa atas izin dan kehendaknya.
Dia juga menjelaskan ayat-ayat serta hukum-hukum-Nya

97
kepada manusia supaya mereka berpikir sehingga dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta tidak
melanggar perintahnya dan mengikuti hawa nafsu serta bujukan
setan.108

e. Al-Baqarah ayat 239


1) Teks ayat dan Terjemah
ِ ِ
ْ‫فَِإ ْن خ ْفتُ ْم فَ ِر َجااًل َْأو ُر ْكبَانًا ۖ فَِإ َذا َأمْنتُ ْم فَاذْ ُكُروا اللَّهَ َك َما َعلَّ َم ُك ْم َما مَل‬
‫تَ ُكونُوا َت ْعلَ ُمو َن‬
Artinya: Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya),
maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian
apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah),
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. (QS. al-Baqarah/2: [239]).
2) Kosakata
‫فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم‬: jika kamu takut (ada bahaya), ‫فَ ِر َجااًل‬: shalatlah
sambil berjalan kaki, ‫ا‬vv ۚ ً‫َأوْ ُر ْكبَان‬: atau berkendaraan, ‫فَِإ َذا َأ ِم ْنتُ ْم‬:

kemudian apabila telah aman, َ ‫فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا‬: maka ingatlah Allah
(shalatlah), َ ‫فَاذ ُكرُوا هّٰللا‬:
ْ sebagaimana Dia telah mengajarkan
kepadamu, ‫ َّما لَ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا‬: apa yang tidak kamu, َ‫تَ ْعلَ ُموْ ن‬: ketahui.
3) Balaghah
Ada thibaaq antara (‫ )َأ ِم ْنتُ ْم‬dan (‫) ِخ ْفتُ ْم‬. Kata syarat ( ‫)فَِإ ْن‬
dipakai karena rasa takut itu belum benar-benar muncul di hati.
Sedangkan untuk yang kedua dipakai kata (‫ )فَِإ َذا‬karena rasa
aman sudah benar-benar terwujud. kalimat yang menjadi
jawaab syarth untuk pertama berbentuk singkat saja dan ini
disesuaikan dengan keadaan takut itu, sedangkan yang menjadi

108
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 511-512

98
jawaab syarth untuk yang kedua lebih panjang agar sesuai
dengan kondisi keamanan dan kestabilan.109
4) Tafsir ayat
Karena pentingnya ibadah salat, maka Islam tidak
memperbolehkan umatnya untuk meninggalkan salat dalam
keadaan apapun. Tidak ada alasan yang dapat dipakai
seseorang untuk meninggalkan salat bahkan jika mereka dalam
keadaan yang terancam jiwanya, hartanya, atau kehormatannya
oleh musuh sekalipun. Seorang muslim tidak diperbolehkan
untuk meninggalkan salat dan jika mereka khawatir akan
terkena mudharat maka salat tersebut bisa dilakukan dengan
berdiri atau bahkan sambil berjalan atau berkendaraan
sekalipun. Jika keadaan telah aman dan tidak ada lagi bahaya
yang mengancam maka diperintahkan shalat sebagaimana
dalam aturan-aturan syariat Islam.
Al-Qurthubi berkata: Artinya: Kembalilah kepada apa
yang diperintahkan kepadamu yaitu menyempurnakan rukun-
rukun dan bersyukur kepada Allah karena dia telah
mengajarimu cara sholat yang sah dan kamu tidak ketinggalan
satu salat pun dan itulah yang tadinya tidak kamu ketahui.110

f. Al-Baqarah ayat 258


1) Teks ayat dan Terjemah

ِ ‫ِإ‬ ‫اج ِإ ْبر ِاهيم يِف ربِِّه َأ ْن آتَاهُ اللَّهُ الْم ْل َ ِإ‬ ِ َّ ‫ِإ‬
‫يم‬
ُ ‫ك ْذ قَ َال ْبَراه‬ ُ َ َ َ َّ ‫َأمَلْ َتَر ىَل الذي َح‬
‫يت ۖ قَ َال ِإ ْبر ِاهيم فَِإ َّن اللَّهَ يَْأيِت‬ ِ
ُ ‫ُأحيِي َوُأم‬
ِ ِ
ُ ‫َريِّبَ الَّذي حُيْيِي َومُي‬
ْ ‫يت قَ َال َأنَا‬
ُ َ

109
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 593.
110
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I, hlm. 596.

99
‫ت الَّ ِذي َك َفَر ۗ َواللَّهُ اَل‬ ِ ‫ت هِب ا ِمن الْم ْغ ِر‬
َ ‫ب َفبُ ِه‬
ِ ِ ِ ِ ‫بِالشَّم‬
َ َ َ ‫س م َن الْ َم ْش ِرق فَْأ‬ ْ
ِِ ِ
َ ‫َي ْهدي الْ َق ْو َم الظَّالم‬
‫ني‬
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang
yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena
Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah
Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya
dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka
terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu;
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim. (QS. al-Baqarah/2: [258]).
2) Kosakata
‫َألَ ْم تَ َر‬: tidakkah kamu memperhatikan, ‫ َحا َّج‬: mendebat, ‫فِ ْي‬
‫رب ِّٖه‬:
َ mengenai Tuhannya, ُ ‫ هُ هّٰللا‬vvvv‫َأ ْن ٰا ٰت‬: karena Allah telah
memberinya, ‫ك‬ َ ۘ v‫ال ُم ْل‬:
ْ kerajaan (kekuasaan), ‫را ِه ْي ُم‬v َ ‫ِإ ْذ‬: ketika
َ v‫قَال ِإ ْب‬
Ibrahim berkata, ْ‫رب َِّي الَّ ِذي‬: َ Tuhanku ialah, ‫يُحْ ٖي‬: Yang
menghidupkan, ‫ْت‬ ُ ۙ ‫ َويُ ِمي‬: dan mematikan, ‫يَْأتِ ْي‬: menerbitkan,

ِ ‫بِال َّش ْم‬: matahari, ‫ق‬


‫س‬ ِ ‫فَْأ‬: maka terbitkanlah
ِ ‫ ِمنَ ْال َم ْش ِر‬: dari timur, ‫ت بِهَا‬
ia, ‫ب‬ ِ v‫ ِمنَ ْال َم ْغ‬: dari barat, َ‫فَبُ ِهت‬: maka bingunglah, ْ‫الَّ ِذي‬: orang
ِ ‫ر‬v
yang, ‫ ِدى‬vvْ‫اَل يَه‬: tidak memberi petunjuk, َ‫الظّلِ ِم ْين‬ ٰ ‫القَوْ م‬:
َ ْ kepada
orang-orang yang zalim.
3) Balaghah
(‫ )َألَ ْم تَر‬istifham di dalam kata ini memiliki maksud
ta’ajjub (keheranan), sedangkan yang dimaksud dengan
melihat adalah melihat dengan hati serta atau akal fikiran bukan
melihat dengan indra penglihatan.

100
ُ ‫ )يُحْ يِي َويُ ِم‬menggunakan fi’lul mudhaari’ karena
(‫يت‬
dengan fi’lul mudhaari’ memiliki arti tentang suatu pekerjaan
yang dilakukan terus-menerus.
ُ ‫ ) َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي َويُ ِم‬susunan kata seperti ini memiliki
(‫يت‬
fungsi qashru, karena mubtada’ dan khabar sama-sama dalam
bentuk ismul ma’rifah. Sehingga artinya adalah bahwa hanya
Allah satu-satunya Dzat Yang menghidupkan dan mematikan
Di dalam ayat ini juga terdapat thibaaq, yaitu antara
ُ ‫ )يُ ِم‬dan antara kata (‫ق‬
kata (‫ )يُحْ يِي‬dengan kata (‫يت‬ ْ dengan
ِ ‫)ال َم ْش ِر‬
ْ
ِ ‫)ال َم ْغ ِر‬.
kata (‫ب‬
(‫)فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َر‬ ungkapan ini memberikan suatu
pemahaman bahwa ‘illat dan sebab Namrudz terdiam dan tidak
memanfaat lagi adalah karena kekufurannya. Seandainya
َ ‫ )فَبُ ِهتَ َك‬maka tidak bisa
ungkapan yang digunakan adalah (‫فَر‬
memberikan pemahaman seperti ini.111
4) Tafsir ayat
Namrudz mengajukan pertanyaan kepada Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam tentang Allah setelah Nabi Ibrahim Alaihissalam
menghancurkan berhala-berhala yang dijadikan sebagai
sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Nabi Ibrahim
menjawab pertanyaan Namrudz “Tuhanku adalah Yang
Menghidupkan dan Mematikan, Dia adalah tuhan Yang
Menciptakan kehidupan dan Kematian. Kemudian Namrudz
berkata “Saya bisa menghidupkan sebagian orang yang
diancam hukuman mati dengan memberikan mereka ampunan
dan bisa menghidupkan sebagian yang lain dengan tetap
melaksanakan hukuman mati atas mereka. Lalu Namrudz
meminta agar didatangkan dua orang, yang satunya ia berikan
aku ampunan sedangkan yang satunya lagi ia bunuh. Lalu
Namrudz juga lanjut menangkap empat orang dan

111
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 52.

101
memasukkannya ke dalam sebuah rumah tanpa memberikan
mereka makanan untuk beberapa hari, kemudian dia memberi
makan dua dari keempat orang tersebut sehingga mereka
berdua tetap hidup lalu membiarkan dua yang lainnya tanpa
makanan dan minuman sehingga mereka berdua mati.
Ini adalah titik kelemahan pertama atas argumen dan
dalil yang diajukan oleh Namrudz karena yang dimaksud
dengan ucapan Nabi Ibrahim adalah kehidupan setelah
sebelumnya tidak ada dan menghilangkan kehidupan yang
terdapat di dalam seluruh makhluk hidup baik berupa
tumbuhan, hewan ataupun lainnya, bukan hanya sekedar
menyebabkan tetapnya sebuah kehidupan atau menyebabkan
hilangnya sebuah kehidupan bagi orang yang dijatuhi hukuman
mati. Jawaban Namrudz itu berarti bahwa ia hanya menjadi
sebab hidup atau mati.
Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam melihat bahwa
Namrudz salah dan tidak memahami dengan baik apa yang
dimaksudkan dengan menghidupkan serta mematikan maka
Nabi Ibrahim menggunakan subuh hujjah atau argument
lainnya yang tidak mungkin disalahartikan oleh Namrudz.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berkata “Sesungguhnya
Tuhanku yang memberikan kehidupan dan mencabutnya
dengan kekuatan dan kehendak-Nya yang mutlak adalah juga
Tuhan yang menerbitkan matahari dari Timur. Jika kamu
mengaku sebagai Tuhan, coba kamu ubah perjalanan matahari
yang awalnya terbit dari timur dan tenggelam di barat menjadi
terbit dari barat dan tenggelam di timur.
Dihadapkan pada tantangan seperti ini Namrudz tidak
bisa memberikan jawaban apapun. Ia bingung dan terdiam.
Dengan argument tersebut, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
berhasil mengalahkannya serta mempermalukannya di depan

102
banyak orang. Nabi Ibrahim juga mampu menjatuhkan
argumentasinya sehingga mulut tidak bisa berkata “Saya telah
menerbitkan matahari dari barat”. Karena kenyataannya,
mustahil baginya untuk melakukan hal tersebut.
Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-
orang yang zalim terhadap diri mereka sendiri dan melarikan
diri dan memalingkan diri mereka dari hidayah Allah
Subhanahu Wa Ta'ala.112

g. Al-Baqarah ayat 260

‫ف حُتْيِي الْ َم ْوتَ ٰى ۖ قَ َال ََأومَلْ تُْؤ ِم ْن ۖ قَ َال َبلَ ٰى َو ٰلَ ِك ْن‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ‫ب َأرِيِن َكْي‬
ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫َو ْذ قَ َال ْبَراه‬

َ ‫ص ْر ُه َّن ِإلَْي‬ ِ ‫ِ ِئ‬


‫اج َع ْل َعلَ ٰى ُك ِّل‬
ْ َّ‫ك مُث‬ ُ َ‫ليَطْ َم َّن َق ْليِب ۖ قَ َال فَ ُخ ْذ َْأر َب َعةً م َن الطَّرْيِ ف‬
ِ َ َ‫َجبَ ٍل ِمْن ُه َّن ُج ْزءًا مُثَّ ْادعُ ُه َّن يَْأتِين‬
ٌ ‫َأن اللَّهَ َع ِز ٌيز َحك‬
‫يم‬ َّ ‫ك َس ْعيًا ۚ َو ْاعلَ ْم‬

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya


Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum
yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat
ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah
berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu
bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka,
niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. al-Baqarah/2: [260]).

h. Al-Baqarah ayat 271


112
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 54-55.

103
1) Teks ayat dan terjemah
ِ ِ ِ ِ َّ ‫ِإ ْن ُتب ُدوا‬
ۚ ‫وها الْ ُف َقَراءَ َف ُه َو َخْيٌر لَ ُك ْم‬ َ ‫الص َدقَات فَنع َّما ه َي ۖ َوِإ ْن خُتْ ُف‬
َ ُ‫وها َو ُتْؤ ت‬ ْ
ٌ‫خبِري‬
َ ‫َويُ َكفُِّر َعْن ُك ْم ِم ْن َسيَِّئاتِ ُك ْم ۗ َواللَّهُ مِب َا َت ْع َملُو َن‬
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka
itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan
kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-
Baqarah/2: [271]).
2) Kosakata
‫دُوا‬vvْ‫ِإ ْن تُب‬: jika kamu menampakkan, ‫ت‬ ِ ‫د َٰق‬vv‫الص‬:
َّ sedekah-
sedekahmu, ‫فَنِ ِع َّما ِه ۚ َي‬: maka itu baik, ‫وِإ ْن تُ ْخفُوْ هَا‬:
َ dan jika kamu
menyembunyikannya, ‫ َوتُْؤ تُوْ هَا‬: dan memberikannya, ‫قَرا َء‬ ْ
َ ُ‫الف‬:
(kepada) orang-orang fakir, ‫ َخ ْي ٌر‬: lebih baik, ‫ َويُ َكفِّ ُر‬: dan Allah
akan menghapus, ‫ ِّم ْن َسي ِّٰاتِ ُك ۗ ْم‬: sebagian kesalahan-kesalahanmu, ‫بِ َما‬
َ‫تَ ْع َملُوْ ن‬: terhadap apa yang kamu kerjakan, ‫ َخبِ ْي ٌر‬: Maha teliti.
3) Balaghah
Pada ayat ini terdapat ath-thibaaq, yaitu antara kata (
‫ )تُ ْبدُوا‬dan kata (‫)تُ ْخفُوهَا‬.113
4) Asbabun Nuzul
Menurut Ibnu Abi Hatim berkata bahwa ayat (‫ِإ ْن تُ ْبدُوا‬
‫ت فَنِ ِع َّما ِه َي‬
ِ ‫ َدقَا‬vvvv‫)الص‬
َّ turun berkaitan dengan sedekah yang
diserahkan Abu Bakar r.a dan Umar Bin Khattab r.a. kepada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Adapun Umar, ia
menyerahkan separuh hartanya kepada Rasulullah. Lalu beliau
berkata “Apakah kamu tidak menyisihkan harta untuk
keluargamu wahai Umar?”. Umar berkata “Saya telah
menyisihkan separuh harta saya untuk mereka wahai
113
Ibid, hlm. 96.

104
Rasulullah”. Sedangkan Abu Bakar r.a. datang dengan
membawa seluruh hartanya secara sembunyi-sembunyi lalu
menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam. Lalu beliau berkata kepadanya “Apakah kamu tidak
menyisihkan harta untuk keluargamu wahai Abu Bakar?”. Lalu
Abu Bakar berkata “Janji Allah Subhanahu Wa Taala dan janji
Rasul-Nya.
Mendengar jawaban itu Umar menangis. Lalu Umar
berkata “Wahai Abu Bakar sungguh kita tidak berlomba
mencapai pintu kebaikan kecuali kamu berhasil mendahului
kami.114
5) Tafsir ayat
Apa yang diinfakkan, baik itu didasarkan kepada
keikhlasan hanya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata
atau karena riya’ atau dibarengi dengan sikap al-Mannu dan al-
Adzaa atau infak yang tidak diikuti dengan kedua sikap ini atau
apa yang dinazarkan di dalam kata ketaatan atau apa yang
dinazarkan di dalam kemaksiatan, maka sesungguhnya Allah
mengetahui semua itu dan akan memberikan balasan yang
sesuai. Jika baik maka balasannya juga baik dan jika jelek
maka balasan juga jelek. Hal ini berarti mengandung unsur at-
Targhiib (memberi semangat atau dorongan) untuk melakukan
kebaikan dan at-Tarhiib (membuat takut) untuk melakukan
kejelekan.
Tidak ada satu pun penolong bagi seseorang di hari
kiamat nanti atas orang-orang yang zalim terhadap diri mereka
sendiri dengan bersikap kikir dan tidak mau bersedekah. Jika
seseorang menampakan sedekah sunnah dengan tujuan agar
orang lain tertarik untuk menirunya maka itu baik. Namun jika
orang-orang menyembunyikan sedekahnya dan tidak

114
Ibid, hlm. 95.

105
memberitahukannya kepada siapapun dan memberikannya
kepada fakir miskin maka itu lebih baik untuk menghindari
munculnya sikap riya’ dan sum'ah. Dengan sedekah itu maka
Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosa, karena sedekah
tidak bisa menghapus dosa dan kesalahan.
Allah Maha Tahu tentang setiap amal yang dikerjakan
dan Maha Tahu tentang segala perkara sekecil apapun itu.
Allah Maha Tahu tentang segala rahasia dan segala apa yang
sembunyikan dan Allah akan memberikan balasan atas segala
apa yang dilakukan. Sikap riya’ dalam berinfak harus dijauhi
karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengetahui niat yang
tersembunyi ataupun yang ditampakkan dalam sedekah yang
dikeluarkan.115

i. Al-Baqarah ayat 274


1) Teks ayat dan terjemah

‫َأجُر ُه ْم ِعْن َد َرهِّبِ ْم َواَل‬ ِ ِ ‫الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن َأمواهَل م بِاللَّي ِل والن‬
ْ ‫َّها ِر سًّرا َو َعاَل نيَةً َفلَ ُه ْم‬
َ َ ْ ُْ َ ْ َُ
‫ف َعلَْي ِه ْم َواَل ُه ْم حَيَْزنُو َن‬
ٌ ‫َخ ْو‬
Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-
terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (QS. al-Baqarah/2: [274]).
2) Kosakata
َ‫اَلَّ ِذ ْين‬: orang-orang yang, َ‫وْ ن‬vvُ‫يُ ْنفِق‬: menginfakkan, ‫ َوالَهُ ْم‬v‫َأ ْم‬:
hartanya, ‫ ِل‬v‫بِالَّ ْي‬: malam, ‫هَار‬
ِ َّ‫ َوالن‬: dan siang hari, ‫ ًّرا‬v ‫س‬:
ِ (secara)
sembunyi-sembunyi, ً‫ َّو َعاَل نِيَة‬: maupun terang-terangan, ‫فَلَهُ ْم‬:
mereka mendapat, ‫َأجْ ُرهُ ْم‬: pahala, ‫ع ْن َد َربِّ ِه ۚ ْم‬:
ِ di sisi Tuhannya, ‫َواَل‬

115
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 96.

106
ٌ ْ‫خَ و‬: tidak ada rasa takut, ‫ َعلَ ْي ِه ْم‬: pada mereka, ‫ َواَل هُ ْم‬: dan
‫ف‬
mereka, َ‫يَحْ َزنُوْ ن‬: tidak bersedih hati.
3) Balaghah
Pada ayat ini terdapat ath-thibaaq antara kata (‫)بِاللَّيْل‬
dengan kata (‫ )النَّهَار‬serta kata (‫ ) ِس ًّرا‬dengan kata (ً‫) َعاَل نِيَة‬.116
4) Asbabun nuzul
Ath-Thabrani abu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Yazid bin Abdullah bin Abi Gharib dari ayahnya dari kakeknya
dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa ayat ini
turun berkaitan dengan orang-orang yang memiliki kuda yang
mereka persiapkan untuk berjuang di jalan Allah Subhanahu
Wa Ta'ala. Mereka selalu memberi makan kuda-kuda tersebut
siang dan malam baik secara sembunyi-sembunyi maupun
secara terang-terangan. Ayat ini turun berkaitan dengan mereka
yaitu orang-orang yang memelihara kuda tidak dengan niat
untuk menyombongkan diri dan bermegah-megahan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat ini turun
berkaitan dengan hal memelihara dan memberi makan kuda.117
5) Tafsir ayat
Ayat ini merupakan pujian dari Allah Subhanahu Wa
Ta'ala kepada orang-orang yang berinfak di jalan-Nya dan
ikhlas hanya mencari ridha Allah di setiap waktu dan keadaan,
baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-
terangan. Akan tetapi dengan didahulukan yang kata al-Lail
(malam) atas kata an-Nahar (siang) dan kata as-Sirr (secara
sembunyi-sembunyi) atas kata al-‘alaaniyah (secara terang-
terangan) memberikan suatu isyarat bahwa lebih utama
bersedekah secara sembunyi-sembunyi daripada secara terang-
terangan seperti yang telah dijelaskan pada ayat tersebut.118
116
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 101.
117
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 102-103
118
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm. 111.

107
‫‪j. Al-Baqarah ayat 282‬‬
‫‪1) Teks ayat dan terjemah‬‬

‫ِ ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫َّ ِ‬


‫ب َبْينَ ُك ْم‬ ‫ين َآمنُوا ذَا تَ َد َايْنتُ ْم ب َديْ ٍن ىَل ٰ َ‬
‫َأج ٍل ُم َس ًّمى فَا ْكتُبُوهُ ۚ َولْيَكْتُ ْ‬ ‫َأيُّ َها الذ َ‬
‫ب َولْيُ ْملِ ِل‬
‫ب َك َما َعلَّ َمهُ اللَّهُ ۚ َفْليَكْتُ ْ‬
‫ب َأ ْن يَكْتُ َ‬
‫ِ‬ ‫َكاتِ ِ ِ‬
‫ب بالْ َع ْدل ۚ َواَل يَْأ َ‬
‫ب َكات ٌ‬ ‫ٌ‬
‫س ِمْنهُ َشْيًئا ۚ فَِإ ْن َكا َن الَّ ِذي َعلَْي ِه‬ ‫ِ َّ‬ ‫ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫الذي َعلَْيه احْلَ ُّق َولْيَتَّق اللهَ َربَّهُ َواَل َيْب َخ ْ‬
‫يع َأ ْن مُيِ َّل ُه َو َف ْليُ ْملِ ْل َولِيُّهُ بِالْ َع ْد ِل ۚ‬ ‫ِ‬ ‫احْل ُّق س ِفيها َأو ِ‬
‫ضعي ًفا َْأو اَل يَ ْستَط ُ‬
‫َ َ ً ْ َ‬
‫يدي ِن ِمن ِرجالِ ُكم ۖ فَِإ ْن مَل ي ُكونَا رجلَ ِ َفرجل وامرَأتَ ِ‬
‫ان‬ ‫ِ‬ ‫وْ ِ‬
‫ْ َ َ ُ نْي َ ُ ٌ َ ْ َ‬ ‫استَ ْشه ُدوا َشه َ ْ ْ َ ْ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫مِم َّن َترضو َن ِمن الش ِ‬
‫ُّه َداء َأ ْن تَض َّل ِإ ْح َدامُهَا َفتُ َذ ِّكَر ِإ ْح َدامُهَا ْ‬
‫اُأْلخَر ٰى ۚ َواَل‬ ‫ْ ْ َْ َ َ‬
‫َأجلِ ِه ۚ‬ ‫ِإ‬ ‫يْأب الشُّه َداء ِإ َذا ما دعوا ۚ واَل تَسَأموا َأ ْن تَكْتُبوه ِ‬
‫صغ ًريا َْأو َكبِ ًريا ىَل ٰ َ‬
‫ُُ َ‬ ‫َ َ َ ُ َ ُُ َ ْ ُ‬
‫َّه َاد ِة َو َْأدىَنٰ َأاَّل َت ْرتَابُوا ۖ ِإاَّل َأ ْن تَ ُكو َن جِت َ َار ًة‬ ‫ِ‬ ‫َٰذلِ ُكم َأقْس ُ ِ ِ‬
‫ط عْن َد اللَّه َوَأْق َو ُم للش َ‬ ‫ْ َ‬
‫وها ۗ َوَأ ْش ِه ُدوا ِإ َذا‬ ‫ِ ِ‬
‫اح َأاَّل تَكْتُبُ َ‬
‫س َعلَْي ُك ْم ُجنَ ٌ‬
‫َحاضَر ًة تُد ُيرو َن َها َبْينَ ُك ْم َفلَْي َ‬
‫وق بِ ُك ْم ۗ َو َّات ُقوا‬
‫ب َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوِإ ْن َت ْف َعلُوا فَِإنَّهُ فُ ُس ٌ‬ ‫ِ‬
‫ض َّار َكات ٌ‬
‫َتبَ َاي ْعتُ ْم ۚ َواَل يُ َ‬
‫ٍ ِ‬ ‫ِ‬
‫اللَّهَ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم اللَّهُ ۗ َواللَّهُ ب ُك ِّل َش ْيء َعل ٌ‬
‫يم‬
‫‪Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu‬‬
‫‪bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,‬‬
‫‪hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang‬‬
‫‪penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan‬‬
‫‪janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah‬‬
‫‪mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah‬‬
‫‪orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan‬‬
‫‪ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah‬‬

‫‪108‬‬
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika
mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu
tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal
itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. al-Baqarah/2: [282]).
2) Kosakata
َ‫ ٰيَأيُّهَا الَّ ِذ ْين‬: wahai orang-orang yang, ‫ا َمنُوْ ا‬:ٰ beriman, ‫ِإ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم‬
‫ْن‬vٍ ‫ َدي‬v ِ‫ب‬: apabila kamu melakukan utang piutang, ‫ِإ ٰلى َأجَ ٍل‬: untuk
waktu, ‫ ّمًى‬vv‫ ُّم َس‬: yang ditentukan, ُ‫)( فَا ْكتُبُوْ ۗه‬: hendaklah kamu
menuliskannya, ٌ‫)( َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم كَاتِب‬: dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya, ‫بِ ْال َع ْد ۖ ِل‬: dengan benar, ‫َواَل‬
َ ‫يَْأ‬:
ٌ‫ب كَاتِب‬ janganlah penulis menolak, ‫ب‬ َ ُ‫َأ ْن يَّ ْكت‬: untuk
menuliskannya, ُ ‫ َكمَا َعلَّمَ هُ هّٰللا‬: sebagaimana Allah telah

109
mengajarkan kepadanya, ْ‫فَ ْليَ ْكتُ ۚب‬: maka hendaklah dia
menuliskan, ‫ق‬ُّ َ‫ ِه ْالح‬v ‫ ِل الَّ ِذيْ َعلَ ْي‬v ِ‫ َو ْليُ ْمل‬: dan hendaklah orang yang
berutang itu mendiktekan, َ ‫ق هّٰللا‬ ِ َّ‫ َو ْليَت‬: dan hendaklah dia bertakwa
kepada Allah, ٗ‫ َربَّه‬: Tuhannya, ْ‫ َواَل يَ ْب َخس‬: dan janganlah dia
mengurangi, ُ‫ ِم ْنه‬: dari padanya, ‫)( َش ْيًئ ۗا‬: sedikitpun, ‫فَِإ ْن َكانَ الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه‬
ُّ ‫ال َح‬:
‫ق‬ ْ jika yang berutang itu, ‫ َسفِ ْيهًا‬: orang yang kurang akalnya, ْ‫َأو‬
‫ض ِع ْيفًا‬َ : atau lemah (keadaannya), ‫َأوْ اَل يَ ْستَ ِط ْي ُع‬: atau tidak mampu,
‫ َو‬vُ‫ َّل ه‬v‫)( َأ ْن يُّ ِم‬: mendiktekan sendiri, ٗ‫لْ َولِيُّه‬vِ‫ فَ ْليُ ْمل‬: maka hendaklah
walinya mendiktekannya, ‫بِ ْال َع ْدل‬: dengan benar, ‫ ِه ُدوْ ا‬v‫ َوا ْست َْش‬: dan
persaksikanlah, ‫ َش ِه ْي َدي ِْن‬: dengan dua orang saksi, ‫ ِم ْن رِّ َجالِ ُكم‬: dari
laki-laki di antara kamu, ‫فَِإ ْن لَّ ْم يَ ُكوْ نَا َر ُجلَ ْي ِن‬: jika tidak ada (saksi)
dua orang laki-laki, ‫ ٌل‬vvُ‫فَ َرج‬: maka (boleh) seorang laki-laki,
‫وَّا ْم َرَأ ٰت ِن‬: dan dua orang perempuan, َ‫ضوْ ن‬
َ ْ‫ ِم َّم ْن تَر‬: di antara orang-
orang yang kamu sukai, ‫ ِمنَ ال ُّشهَدَا ِء‬: dari para saksi (yang ada), ‫َأ ْن‬
‫ ٰدهُ َما‬vvvvvْ‫ َّل ِإح‬vvvvv‫َض‬
ِ ‫ت‬:jika seorang lupa, ‫ َذ ِّك َر‬vvvvvُ‫فَت‬: maka
agar
mengingatkannya, ‫ ٰر ۗى‬vv‫ ٰدهُ َما اُأْل ْخ‬vvْ‫ِإح‬: yang seorang lagi, ‫ب‬ َ ‫َواَل يَْأ‬
‫ال ُّشهَدَا ُء‬: dan janganlah saksi-saksi itu menolak, ‫ِإ َذا َما ُد ُعوْ ۗا‬: apabila
dipanggil, ‫َأ ُموْ ا‬vv‫ َواَل ت َْس‬: dan janganlah kamu bosan, ُ‫وْ ه‬vvvُ‫َأ ْن تَ ْكتُب‬:
menuliskannya, ‫ص ِغ ْيرًا‬: َ baik (utang itu) kecil, ‫َأوْ َكبِ ْيرًا‬: maupun
besar, ‫ِإ ٰلى َأ َجلِ ٖ ۗه‬: untuk batas waktunya, ‫ذلِ ُك ْم‬:ٰ yang demikian itu,
ُ‫ط‬vv‫َأ ْق َس‬: lebih adil, ِ ‫ َد هّٰللا‬vv‫ ِع ْن‬: di sisi Allah, ‫ َو ُم‬vv‫ َوَأ ْق‬: lebih dapat
menguatkan, ‫هَا َد ِة‬v‫لش‬ َّ ِ‫ل‬: kesaksian, ‫ َوَأ ْد ٰنى‬: dan lebih mendekatkan
kamu, ‫َأاَّل تَرْ تَابُوْ ا‬: kepada ketidakraguan, َ‫ِإاَّل َأ ْن تَ ُكوْ ن‬: kecuali jika
hal itu, ً‫ارة‬
َ ‫تِ َج‬: merupakan perdagangan, ً‫ض َرة‬ ِ ‫ َحا‬: tunai, ‫ ِد ْيرُوْ نَهَا‬vُ‫ت‬:
yang kamu jalankan, ‫بَ ْينَ ُك ْم‬: di antara kamu, ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح‬
َ ‫فَلَي‬: maka
tidak ada dosa bagi kamu, ‫هَا‬ ۗ ْ‫َأاَّل تَ ْكتُبُو‬: jika kamu tidak

menuliskannya, ‫ ِه ُدوْ ا‬v‫ َوَأ ْش‬: dan ambillah saksi, ‫ِإ َذا تَبَايَ ْعتُم‬: apabila
kamu berjual beli, ٌ‫ا َّر كَاتِب‬vvv‫ُض‬ َ ‫واَل ي‬:
َ dan janganlah penulis
dipersulit, .ۗ ‫ َّواَل َش ِه ْي ٌد‬: dan begitu juga saksi, ‫ َوِإ ْن تَ ْف َعلُوْ ا‬: jika kamu
lakukan (yang demikian), ٗ‫فَِإنَّه‬: maka sungguh, hal itu, ‫ق‬ ٌ ْ‫و‬v‫فُ ُس‬:
suatu kefasikan, ‫بِ ُكم‬: pada kamu, ‫وا هَّللا‬vvُ‫ َواتَّق‬: dan bertakwalah

110
kepada Allah, ‫ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم اللَّه‬: Allah memberikan pengajaran

kepadamu, ‫بِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬: atas segala sesuatu, ‫ َعلِيْم‬: Maha Mengetahui.
3) Balaghah
Terdapat beberapa bentuk jinaas di dalam susunan-
َ (‫) َويُ َعلِّ ُم ُك ُم‬, (
susunan kata berikut, ( ‫)تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن‬, (‫)وا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َد ْي ِن‬,
‫) َعلِي ٌم‬.
Al-Ithnaab, yaitu,
ِ ِ ِ‫)فَا ْكتُبوه ۚ ولْيكْتُب بينَ ُكم َكات‬,
َ ‫ب بالْ َع ْدل ۚ َواَل يَْأ‬
(‫ب‬ ٌ ْ َْ ْ َ َ ُ ُ
(‫س ِمْن هُ َش ْيًئا ۚ فَ ِإ ْن‬ َّ ِ ِ ِ َّ ِ
ْ ‫َولْيُ ْمل ِل الذي َعلَْي ه احْلَ ُّق َولْيَتَّق اللهَ َربَّهُ َواَل َيْب َخ‬
‫) َكا َن الَّ ِذي َعلَْي ِه احْلَ ُّق‬, (‫اُأْلخَر ٰى‬ ِ
ْ ‫)َأ ْن تَض َّل ِإ ْح َدامُهَا َفتُ َذ ِّكَر ِإ ْح َدامُهَا‬
Terdapat ath-thibaaq di dalam susunan susunan kata
ِ َ‫)َأ ْن ت‬, (‫)فَتُ َذ ِّكر‬.
berikut (َّ‫ضل‬
Disebutkannya kata al-Jalaalah (Allah) di dalam
ِ َّ‫) َو ْليَت‬, (ُ ‫) َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا‬, (‫ ِّل‬v‫َوهَّللا ُ بِ ُك‬
beberapa susunan kata berikut, (َ ‫ق هَّللا‬
‫) َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬.
Memiliki maksud dan tujuan untuk memupuk rasa
mahabbah (takut yang disertai hormat) di dalam jiwa dan untuk
menegaskan bahwa pesan yang disampaikan merupakan suatu
perkara yang besar.
Menyebutkan lafzhul jalaalah (Allah) dan Rabb di
dalam suatu tempat bertujuan lil-mubaalaghah (melebih-
lebihkan) di dalam (at-tahdziir) peringatan dan menakut-
nakuti.119
4) Tafsir ayat
Pada ayat ini Allah memerintahkan orang-orang
beriman untuk membuat surat tanda bukti atau transaksi atas
segala bentuk jual beli, akad salam (pesanan), akad utang-

119
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II. hlm. 134-135.

111
piutang, menjual sesuatu dengan harga yang tidak langsung
dibayar tunai atau menjual barang yang keberadaannya
dijanjikan pada waktu tertentu dengan dengan menjelaskan
jenis, bentuk, dan jumlahnya dengan harga yang dibayar di
depan atau yang dikenal dengan istilah akad salam atau salaf
(pesanan) atau memberikan pinjaman hutang.
Surat tanda bukti transaksi tersebut dilengkapi dengan
penjelasan tentang tempo waktu pelunasan baik dengan
hitungan hari bulan ataupun tahun masih banyak waktu
pelunasan hutang tersebut jelas dan pasti serta tidak boleh
menggunakan tempo waktu yang tidak jelas seperti sampai
waktu panen menurut pendapat mayoritas ulama. Tujuan
penulisan surat tanda bukti atau transaksi secara tidak tunai
seperti ini bisa lebih memperkuat isi kesepakatan dan lebih
dapat mengantisipasi terjadinya perselisihan di kemudian hari.
Kemudian pada ayat ini dijelaskan tentang cara
penulisan surat tanda bukti tersebut dengan menjelaskan siapa
saja yang berhak untuk melakukannya, yaitu hendaknya juru
tulis surat tanda bukti tersebut adalah orang yang dapat
dipercaya, adil, netral, tidak memihak salah satu pihak,
memahami ilmu fiqih, memiliki keberagamaan yang baik,
cerdas serta cermat. Ia harus menulis dengan benar dan jujur,
tanpa memihak kepada salah satu pihak serta tulisannya harus
jelas, jauh dari penggunaan kata-kata yang bisa diartikan ke
bermacam-macam makna. Karena jurus-jurus tulis dalam hal
ini seperti seorang qadhi atau hakim di antara orang yang
memberikan hutang dan orang yang berhutang. Hal ini
menunjukkan disyariatkannya sifat adil bagi orang menjadi
menjadi juru tulis dalam masalah ini.
Allah memberi pesan kepada juru tulis yang
melarangnya bersikap enggan atau menolak jika diminta untuk

112
menjadi juru tulis. Sehingga selama memiliki kemampuan,
tidak boleh bagi seseorang yang memiliki keahlian menulis
menolak jika diminta untuk menuliskan surat tanda bukti
transaksi seperti itu dan hendaknya ia menuliskannya sesuai
dengan metode yang telah diajarkan oleh Allah Subhanahu Wa
Ta'Ala kepada dirinya. Jadi huruf kaf di dalam ayat ini
kedudukannya menjadi sifat dari sebuah kata yang dibuang. Ia
tidak boleh menambahi dan tidak boleh mengurangi dan juga
tidak boleh untuk bersikap merugikan orang lain.120

C. Penggunaan Amtsal dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


1. Penggunaan Amtsal Musarrahah dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Penggunaan amtsal musarrahah di dalam pembelajaran
menjadikan suasana pembelajaran lebih kondusif akibat antusias
belajar siswa yang tinggi. Salah-satu ayat amtsal musarrahah yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan di sekolah adalah ayat berikut:
‫ت َسْب َع َسنَابِل يِف‬ ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
َ ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن َْأم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة َأْنبَت‬
َ ُ ََ
ٌ‫َعلِيم‬ ‫ف لِ َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َو ِاس ٌع‬ ِ ‫ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِماَئةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ُ ‫ضاع‬
َُُ َ َ ُُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [261]).
Melalui ayat ini siswa mendapat gambaran yang luas mengenai
betapa besarnya pahala bagi orang yang menginfakkan hartanya di
jalan Allah (wakaf), sehingga siswa sangat memahami besarnya pahala
infak/wakaf di jalan Allah. Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan
120
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid II, hlm 139-140.

113
Pembelajaran (RPP) wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal
pada surah al-Baqarah ayat 261 dalam pembelajaran. Berikut adalah
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk materi wakaf:

Satuan Pendidikan: SMA/SMK


Kelas/Semester: XII/II (dua)
Mata Pelajaran: Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Materi Pokok: Pengelolaan Wakaf untuk Kemaslahatan Umat
Alokasi Waktu: 1 X Pertemuan (2X45 menit)

a. Kompetensi Inti (KI)


KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya.
KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai),
santun, responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan

114
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar (KD)
1.9 Meyakini bahwa wakaf adalah perintah Allah dapat memberi
kemaslahatan bagi individu dan masyarakat.
2.9 Menunjukkan kepedulian sosial sebagai hikmah dari perintah
wakaf.
3.9 Memahami pengelolaan wakaf dan menganalisis hikmah
ibadah wakaf bagi individu dan masyarakat.
4.9 Menyajikan dalil tentang wakaf dan menyimulasikan ibadah
wakaf.
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
1) Indikator KD pada KI-1
2) Indikator KD pada KI-2
Indikator pada KD 1 dan 2 dapat dikembangkan oleh
masing-masing guru.
3) Indikator KD pada KI-3
Peserta didik mampu:
9.1 menjelaskan pengertian wakaf dengan benar.
9.2 mengidentifikasi 1 dalil naqli terkait wakaf dengan baik.
9.3 Menganalisis rukun wakaf dengan baik.
9.4 Menganalisis syarat-syarat wakaf dengan baik.
9.5 Menganalisis macam-macam wakaf dengan baik.
9.6 Mengidentifikasi hikmah pelaksanaan wakaf dengan
percaya diri.
9.7 Menganalisis perilaku yang mencerminkan hikmah
pelaksanaan wakaf dengan santun.
4) Indikator KD pada KI-4
Peserta didik mampu:
9.1 Memperagakan praktik wakaf.

115
d. Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan mengamati, menaya, mendiskusikan, dan
menyimpulkan dan mengkomunikasikan, peserta didik diharapkan:
1) Mampu menyebutkan pengertian wakaf.
2) Mampu menyebutkan dasar wakaf di Indonesia.
3) Mampu menyebutkan rukun wakaf.
4) Mampu menyebutkan syarat wakaf.
5) Mampu menjelaskan tata cara pengelolaan wakaf.
6) Mampu menyebutkan dalil naqli dari al-Qur’an tentang wakaf.
7) Mampu menjelaskan keutamaan wakaf di dalam al-Qur’an dan
hadis
8) Mampu menjelaskan harta yang dapat diwakafkan.
9) Mampu mempresentasikan pengelolaan wakaf.
10) Mampu menganalisis hikmah ibadah wakaf bagi individu dan
masyarakat.
11) Menunjukkan kepedulian sosial sebagai hikmah dari perintah
wakaf.
12) Meyakini bahwa wakaf adalah perintah dari Allah dapat
memberi kemaslahatan bagi individu dan masyarakat.
e. Materi Pembelajaran
1) Fakta: Paradigma yang keliru tentang wakaf menjadi kendala
bagi pengelolaan wakaf di Indonesia, sehingga masih banyak
wakaf umat Islam yang belum terkelola dengan baik.
2) Konsep: Pengelolaan wakaf dengan amanah.
3) Prinsip: Keutamaan wakaf, manfaat wakaf.
4) Prosedur.
f. Metode Pembelajaran
Ceramah dengan variasi penggunaan amtsal di dalamnya,
diskusi, kerja kelompok, tanya jawab.
g. Media, alat dan sumber belajar
1) Media: gambar tentang wakaf

116
2) Alat/bahan: LCD Proyektor, Power Point
3) Sumber belajar: al-Qur’an dan terjemahannya, buku paket
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 12, dan buku
modul siswa
h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1) Pendahuluan (15 menit)
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“Mengelola wakaf dengan penuh amanah.
f) Pembagian kelompok
g) Diskusi.
2) Kegiatan inti (60 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi wakaf, guru mengawali pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan:
Pernahkah kalian mendengar tentang wakaf?
Apa yang kalian ketahui tentang wakaf?
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
Siswa mengamati uraian atau gambar yang ada di
modul
b) Menaya
Siswa menanyakan tentang wakaf
c) Menalar

117
Mendiskusikan dasar hukum wakaf: surah al-
Baqarah ayat 261, 265 (amtsal musarrahah), Ali Imran ayat
92, HR. Muslim no. 3084.
Mendiskusikan tentang pengelolaan wakaf. Pada
kegiatan ini siswa harus benar-benar paham bagaimana
konsep wakaf.
d) Mengasosiasi
Setelah Mengumpulkan informasi yang didapat
siswa, selanjutnya siswa membuat laporan tertulis dari hasil
kerja kelompok
e) Mengkomunikasikan
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, guru meminta
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
3) Kegiatan penutup (15 menit)
a) Guru memberi penguatan dan simpulkan terhadap materi
yang didiskusikan.
b) Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup majelis
Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal di sekolah,
Misalnya ketika menjelaskan konsep wakaf sebagai salah satu bentuk
infaq fi sabilillah, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh
seorang guru, yaitu:
1. Guru menerangkan pokok bahasan yang akan disajikan.
2. Guru memberikan pre-test lisan secara spontan untuk melihat
tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan dan
untuk mengetahui pembahasan apa yang perlu mendapat perhatian
lebih.
3. Guru mengangkat ayat-ayat tamsil yang relevan dengan pokok
materi bahasan.
4. Guru menerangkan konsep wakaf dengan gambaran suatu biji yang
ditanam secara baik dan benar serta hasil yang akan diperoleh serta
menerangkan tentang biji yang ditaman dengan cara yang tidak

118
baik dan salah serta hasil yang akan diperoleh dengan
perumpamaan ini, Dari pemahaman itu akan muncul pemahaman
dari diri siswa tentang konsep berwakaf setelah melihat gambaran
kebaikan yang diterima jika menanam kebaikan dengan cara yang
baik serta kerugian jika menanam tanaman dengan cara yang tidak
baik.
5. Pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, sebaliknya
mengembangkan pokok bahasan tersebut dengan memberikan
perumpamaan yang mudah dijumpai oleh siswa.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru
secara kreatif dapat menganalogikan orang yang berwakaf dengan
orang yang menanam tanaman. Selain itu guru juga bisa menambah
analogi lain yang tidak terdapat di dalam al-Qur’an terkait dengan
materi yang diajarkan.
Dalam praktik pelaksanaannya, guru dapat mengawali
pembelajaran dengan pertanyaan apa yang harus dimiliki dan apa yang
dilakukan agar tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panen yang
berlimpah. Kemudian siswa akan dimotivasi untuk mengajukan
jawaban dan jawaban mereka akan seperti:
1. Perlunya ilmu pertanian.
2. Perlunya bibit yang unggul.
3. Perlunya tanah yang subur.
4. Perlunya sinar matahari.
5. Perlunya pengairan yang cukup.
6. Perlunya pupuk yang baik.
7. Perlunya menjaga tanaman dari hama atau penyakit.
8. Dan seterusnya.
Setelah guru menginventarisasikan jawaban siswa yang
relevan, guru kemudian memberikan tamsil atas masing-masing
alternatif jawaban siswa sambil menjelaskan makna yang terkandung
di dalamnya. Misalnya perlunya ilmu dasar pertanian untuk konteks

119
bercocok tanam identik dengan perlunya pengetahuan agama dalam
konteks membina iman dan takwa, begitu seterusnya.
Kemudian sebelum kegiatan belajar mengajar berakhir, guru
perlu mengulang kembali pokok-pokok penting dari materi yang harus
dikuasai siswa dari pembahasan materi tersebut. Kemudian guru
memberikan post-test untuk mengukur sejauh mana tingkat
penguasaan siswa terhadap materi dan untuk mengetahui hal apa saja
yang perlu mendapat perhatian lebih dari pada pertemuan
selanjutnya.121

2. Penggunaan Amtsal Kaminah dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam
Contoh penggunaan ayat amtsal kaminah dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam adalah surah al-Baqarah ayat 177 pada
materi “Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”. Ayat ini memberikan mengandung makna yang mendalam
namun disampaikan dengan bahasa yang indah dan padat.
ِ ‫وه ُكم قِبل الْم ْش ِر ِق والْم ْغ ِر‬
۞ ‫ب َو ٰلَ ِك َّن الْرِب َّ َم ْن‬ ُّ ‫لَْي رِب‬
َ َ َ َ َ ْ َ ‫س الْ َّ َأ ْن ُت َولوا ُو ُج‬
َ
‫ني َوآتَى الْ َم َال َعلَ ٰى ُحبِّ ِه ذَ ِوي‬ ِ َ‫آمن بِاللَّ ِه والْيوِم اآْل ِخ ِر والْماَل ِئ َك ِة والْ ِكت‬
َ ِّ‫اب َوالنَّبِي‬ َ َ َ َْ َ ََ
ِ َ‫الرق‬
‫اب َوَأقَ َام الصَّاَل ةَ َوآتَى‬ ِّ ‫ني َويِف‬ِ‫السبِ ِيل و َّ ِئ‬ ِ
َ ‫السا ل‬ َ َّ ‫ني َوابْ َن‬
َ ‫الْ ُق ْرىَب ٰ َوالْيَتَ َام ٰى َوالْ َم َساك‬
ِ ِ ِ ِ َّ ‫اه ُدوا ۖ و‬ ‫ِ ِ ِ ِإ‬
َ ‫ين يِف الْبَْأ َساء َوالضََّّراء َوح‬
ۗ ‫ني الْبَْأ ِس‬ َ ‫الصاب ِر‬ َّ
َ َ ‫الز َكاةَ َوالْ ُموفُو َن ب َع ْهده ْم ذَا َع‬
ِ َّ ‫ُأولَِٰئ‬
َ ‫ص َدقُوا ۖ َوُأولَِٰئ‬
‫ك ُه ُم الْ ُمَّت ُقو َن‬ َ ‫ين‬
َ ‫ك الذ‬َ
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
121
Hasan Rijalittaqwa, Penggunaan Metode Amtsal Qur’ani dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Jurnal Tarbawi Vol 1 No 2 2 Juni 2012, hlm. 128-129.

120
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-
Baqarah/2: [177]).
Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal pada surah al-Baqarah
ayat 261 dalam pembelajaran. Berikut adalah Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) untuk materi Membudayakan Pola Hidup
Sederhana dan Menyantuni Dhuafa:

Satuan pendidikan: SMA/SMK


Kelas/semester : XII/I (satu)
Mata pelajaran : Al-Qur’an Hadis
Materi pokok : Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan
Menyantuni Dhuafa
Alokasi waktu : 1 X Pertemuan (2X45 menit)

a. Kompetensi Inti (KI)


KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya.
KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun,
responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.

121
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar:
1.1 Menghayati perintah Allah SWT tentang pola hidup sederhana
dan bersikap santun.
2.1 Menunjukkan perilaku sederhana hidup sederhana dan gemar
menyantuni dhuafa sebagai implementasi dari pemahaman
Surah al-Furqan [25]: 67, al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30, al-
Qashash [28]: 79-82; Surah al-Baqarah [2]: 177, Surah al-
Maun [107]: 1-7 dan hadis riwayat dan hadis riwayat Ibnu
Majah dan Ahmad dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu
dan hadis riwayat Imam Bukhari dari Hakim bin Hiram
radhiyallahu anhu.
3.1 Mendemonstrasikan hafalan, terjemahan ayat dan hadits
tentang sikap sederhana dan menyantuni dhuafa pada Surah al-
Baqarah [2]: 255-257, surah Ali Imran [3]: 186 serta hadis
riwayat Muslim dari Suhaib r.a, dan hadits riwayat Tirmidzi
dari Mush’ab bin Sa'd dari ayahnya.

122
4.1 Mempresentasikan isi kandungan ayat al-Qur’an dan hadis
tentang ujian dan cobaan pada Surah al-Baqarah [2]: 255-257,
surah Ali Imran [3]: 186 serta hadis riwayat Muslim dari
Suhaib r.a, dan hadits riwayat Tirmidzi dari Mush’ab bin Sa'd
dari ayahnya dan menyajikan analisis ayat dan hadits tentang
sikap sederhana dan santun dengan fenomena sosial.
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Berakhlak mulia terhadap para dhuafa sesuai dengan
tuntunan al-Qur’an dan hadis.
2.1.1 Membiasakan pola hidup sederhana sesuai dengan Surah al-
Furqan [25]: 67 dan surah al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30.
3.1.1 Menterjemahkan al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.2 Menjelaskan tentang al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.3 Menjelaskan kandungan al-Qur’an dan hadis tentang pola
hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
3.1.4 Mengidentifikasi perilaku yang mencerminkan kandungan
al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup sederhana dan
perintah menyantuni para dhuafa.
4.1.1 Menghapalkan al-Qur’an dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
4.1.2 Menunjukkan contoh perilaku orang yang hidup sederhana
dan dermawan.
d. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa mampu membaca dan menghafal ayat-ayat dan hadis
tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para
dhuafa dengan kaidah ilmu tajwid yang benar.
2) Siswa mampu menerjemahkan ayat-ayat dan hadis tentang
pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.

123
3) Siswa mampu menjelaskan ayat-ayat dan hadis tentang pola
hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
4) Siswa mampu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di
dalam ayat-ayat dan hadis tentang pola hidup sederhana dan
perintah menyantuni para dhuafa dalam kehidupan sehari-hari.
5) Siswa mampu mempengaruhi orang lain untuk mengamalkan
ayat ayat dan hadits tentang pola hidup sederhana dan perintah
menyantuni para dhuafa.
e. Materi Pembelajaran:
1) Islam menghendaki agar umatnya berada dalam posisi
pertengahan dengan menyeimbangkan antara pemenuhan
kebutuhan dunia dan akhirat dan dunia sebagai sarana
mencapai akhirat.
2) Sikap yang terbaik yang kaitannya dengan penggunaan harta
yang diperoleh adalah hemat yaitu keadaan pertengahan pada
dua posisi yaitu tidak boros dan tidak kikir
f. Metode Pembelajaran: model pembelajaran yaitu scientific
learning dengan metode pembelajaran yaitu ceramah dengan
variasi penggunaan amtsal di dalamnya, resitasi, diskusi, tanya
jawab.
g. Media, alat dan sumber belajar:
1) Media: gambar tentang Desain sampul al-Qur’an di zaman
klasik dan zaman modern.
2) Alat dan bahan: laptop, lcd proyektor.
3) Sumber pembelajaran: buku ajar siswa al-Qur’an Hadis
Kelas 12, al-Qur’an dan terjemahannya modul hasil karya guru
Al-Qur’an Hadis

h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


1) Pendahuluan (15 menit)

124
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”.
2) Kegiatan inti (60 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi yang akan dipelajari, guru mengawali
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan: Apa yang kalian
ketahui tentang Pola Hidup Sederhana?
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
Siswa mengamati uraian atau gambar yang ada di modul
b) Menaya
Siswa menanyakan tentang budaya pola hidup
sederhana dan menyantuni dhuafa
c) Menalar
Mendiskusikan dasar hukum budaya pola hidup
sederhana dan menyantuni dhuafa: Surah al-Furqan [25]:
67 tentang kesederhanaan, surah al-Isra’ [17]: 26-27, 29-30
tentang kesederhanaan dalam hidup, surah Al qashash [28]:
79-82, surah surah al-Baqarah [2]: 177 tentang beberapa
macam kebajikan, surah al-Maun [107]: 1-7 tentang
bermegah-megahan di dunia dan hadis riwayat Ibnu Majah
dan Ahmad dari Abdullah bin Amru tentang larangan
berlebih-lebihan. Hadits Riwayat Bukhari dari Hakim bin
Hizam tentang keutamaan memberi daripada menerima,

125
dan hadits Tirmidzi, Ibnu Majah dan Muslim tentang
proporsi dalam tubuh seorang muslim.
d) Mengasosiasi
Setelah Mengumpulkan informasi yang didapat
siswa, selanjutnya siswa membuat laporan tertulis dari hasil
kerja kelompok
e) Mengkomunikasikan
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, guru
meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi
3) Kegiatan penutup (15 menit)
a) Guru memberi penguatan dan simpulkan terhadap materi
yang didiskusikan.
b) Guru memberikan tugas terkait materi “Membudayakan
Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni Dhuafa”.
c) Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup majelis.
Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal kaminah dalam
pembelajaran di sekolah, misalnya ketika menjelaskan materi
“Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni Dhuafa”, ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh seorang guru, yaitu:
1. Guru menerangkan pokok bahasan yang akan disajikan.
2. Guru memberikan pre-test lisan secara spontan untuk melihat
tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan dan
untuk mengetahui pembahasan apa yang perlu mendapat perhatian
lebih.
3. Guru mengangkat ayat-ayat tamsil yang relevan dengan pokok
materi “Membudayakan Pola Hidup Sederhana dan Menyantuni
Dhuafa”.
4. Guru menerangkan konsep “Membudayakan Pola Hidup
Sederhana dan Menyantuni Dhuafa” sesuai yang dengan isi surah
al-Baqarah ayat 177. Pendidik perlu menjelaskan bahwa konsep

126
kebaikan di dalam agama Islam tidak hanya melaksanakan sholat
sebagai suatu bentuk kesolehan pribadi, tapi Islam juga
menganjurkan ibadah sosial serta kepribadian yang berakhlak
mulia sebagai mana yang dipahami dari surah al-Baqarah ayat 177.
Kebaikan yang dimaksud di dalam ayat itu meliputi 3
pokok, pertama, pokok keimanan. Kedua, pokok amal soleh yang
meliputi kesolehan pribadi dan kesolehan sosial. Ketiga, akhlak
yang mulia. Dengan ayat ini guru dapat menjelaskan bahwa
kebaikan itu bukan hanya berupa kesolehan pribadi namun juga
mencakup kesholehan sosial dengan cara menyantuni orang-orang
yang membutuhkan. Sehingga yang dikatakan amal kebaikan itu
tidak hanya sholat namun ada amal-amal lain yang juga sangat
penting.
Dari konsep tersebut akan muncul pemahaman dari diri
siswa tentang konsep kebaikan yang sebenarnya di dalam islam
sehingga peserta didik diharapkan mampu menyeimbangkan
kesolehan pribadi, kesolehan sosial, serta akhlak yang mulia.
5. Pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar berlangsung, sebaliknya
mengembangkan pokok bahasan tersebut dengan meminta siswa
untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di sekitar yang berkaitan
dengan materi.
Amtsal kaminah ini merupakan Amtsal yang tidak
mengandung tasbih namun memiliki makna yang padat dan bahasa
yang indah. Selain itu Amtsal ini juga mudah untuk disesuaikan
dengan fenomena sehari-hari. Namun metode ini bukanlah metode
yang utama dalam pembelajaran, metode ini merupakan metode
pendukung sedangkan metode utamanya bisa berupa metode
ceramah, diskusi dan tanya jawab.

3. Penggunaan Amtsal Mursalah dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam

127
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat yang bebas, tidak
menggunakan lafal tasybih secara jelas namun kalimat-kalimat itu
berfungsi sebagai matsal yang di dalamnya terdapat peringatan dan
pelajaran bagi manusia.122 Contohnya seperti surah al-Baqarah ayat
271:
ِ ِ ِ ِ َّ ‫ِإ ْن تُب ُدوا‬
ۚ ‫وها الْ ُف َقَراءَ َف ُه َو َخْيٌر لَ ُك ْم‬ َ ‫الص َدقَات فَنع َّما ه َي ۖ َوِإ ْن خُتْ ُف‬
َ ُ‫وها َو ُتْؤ ت‬ ْ
ٌ‫خبِري‬
َ ‫َويُ َكفُِّر َعْن ُك ْم ِم ْن َسيَِّئاتِ ُك ْم ۗ َواللَّهُ مِب َا َت ْع َملُو َن‬
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih
baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian
kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. al-Baqarah/2: [271]).
Berikut merupakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
wakaf sebagai aplikasi dari penggunaan amtsal pada surah al-Baqarah
ayat 271 untuk materi “Akhlak Tercela”:

Satuan Pendidikan: MA
Kelas/Semester: XI/II (DUA)
Mata Pelajaran: Fikih
Materi Pokok: Pernikahan dalam Islam
Alokasi Waktu: 1 X Pertemuan (2X45 Menit)

a. Kompetensi Inti (KI)

KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang


dianutnya.

122
Mabhub Nuryadien, Amtsal…, hlm. 22

128
KI-2: menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun,
responsif dan proaktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.

KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi


pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.

KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah


konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta
bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar:
1.5 Menghayati hikmah dari ketentuan ketentuan Islam tentang
pernikahan.
2.5 Mengamalkan sikap taat dan tanggung jawab sebagai
implementasi dari pemahaman ketentuan perkawinan dalam
hukum Islam dan perundang-undangan.
3.5 Menganalisis ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan
perundang-undangan.

129
4.5 Menyajikan analisis dari praktik pernikahan yang sesuai dan
tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi di
masyarakat.
c. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.5.1 Meyakini terdapat hikmah dari ketentuan Islam tentang
pernikahan.
1.5.2 Menyebarkan hikmah dari ketentuan Islam tentang
pernikahan.
2.1.1 Berakhlak mulia sebagai implementasi dari pemahaman
ketentuan perkawinan dalam hukum Islam dan perundang-
undangan.
2.1.2 Menjadi teladan sebagai sebagai implementasi dari
pemahaman ketentuan perkawinan dalam hukum Islam
dan perundang-undangan.
3.5.1 Mengorganisir ketentuan perkawinan dalam hukum Islam
dan perundang-undangan.
4.5.1 Menyeleksi praktik perkawinan yang sesuai dan tidak
sesuai dengan dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi
di masyarakat.
4.5.2 Mencerahkan praktik perkawinan yang sesuai dan tidak
sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang terjadi di
masyarakat.
d. Tujuan Pembelajaran
Pada meteri ini peserta didik diharapkan mampu:
1) Meyakini kebenaran dan ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam.
2) Menunjukkan sikap bersatu dan kebersamaan dalam
lingkungan masyarakat sebagai implementasi ketentuan
pernikahan dalam Islam.
3) Menjelaskan ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.

130
4) Menjelaskan dalil-dalil tentang ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
5) Mengidentifikasi hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
6) Menganalisis ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.
7) Mengevaluasi ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan
syariat Islam.
8) Menganalisis hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
9) Menyajikan paparan tentang ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam.
10) Menyajikan paparan hikmah dan manfaat ketentuan
pelaksanaan pernikahan berdasarkan syariat Islam.
e. Materi Pembelajaran:
1) Hukum pernikahan.
2) Persiapan pelaksanaan pernikahan.
3) Mahram nikah.
4) Prinsip kafaah dalam pernikahan.
5) Wali dan saksi.
6) Ijab qobul.
7) Macam-macam pernikahan yang dilarang.
8) Hak dan kewajiban suami istri.
9) Talak khuluq, fasakh, dan iddah.
10) Hadhanah.
11) Rujuk.
f. Metode Pembelajaran: Model pembelajaran yaitu scientific
learning dengan metode pembelajaran yaitu ceramah dengan
variasi penggunaan amtsal di dalamnya, diskusi, tanya jawab.

131
g. Media, alat dan sumber belajar:
1) Media: gambar tentang Desain sampul al-Qur’an di zaman
klasik dan zaman modern.
2) Alat dan bahan: laptop, LCD proyektor, penggaris spidol,
papan tulis.
3) Sumber pembelajaran: buku ajar siswa Fikih kelas XI, al-
Qur’an dan terjemahannya.
h. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1) Pendahuluan (15 menit)
a) Memberi salam dan berdo’a bersama.
b) Memeriksa kehadiran, kerapian, dan kebersihan kelas.
c) Bertadarus al-Qur’an secara bersama.
d) Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai.
e) Apersepsi: mengajukan pertanyaan komunikatif tentang
materi sebelumnya dan mengaitkannya dengan materi
“Pernikahan dalam Islam”.
2) Kegiatan inti (60 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
tentang materi yang akan dipelajari, guru mengawali
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan terkait materi
“Pernikahan dalam Islam”.
a) Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang
ada di modul siswa.
b) Menaya
Siswa memberikan tanggapan mengenai pernikahan
dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengeksplorasi
Menggali informasi tentang pernikahan dalam
Islam.

132
d) Mengasosiasi
Saling tukar informasi tentang pernikahan dalam
Islam.
e) Mengkomunikasikan
Menjelaskan hikmah-hikmah pernikahan dalam
Islam.
3) Kegiatan penutup (15 menit)
Guru memberi penjelasan tambahan, penguatan dan
simpulkan terhadap materi yang didiskusikan.
Guru memberikan tugas terkait materi “Pernikahan
dalam Islam”.
Guru bersama-sama siswa membaca doa penutup
majelis.

Pada materi “Pernikahan dalam Islam” ini, terdapat


pembahasan mengenai hukum menikahi orang musryik, hal ini akan
sejalan dengan fenomena adanya kasus laki-laki dan dan perempuan
muslim yang kemudian menikahi orang-orang musryik. Maka pada
materi ini pendidik dapat menjelaskan bagaimana hukum menikahi
orang musyrik. Dalam langkah pengaplikasian metode amtsal
mursalah dalam materi “Pernikahan dalam Islam”, maka pendidik
pertama menerangkan surah al-Baqarah ayat 221:

‫َأَلم ةٌ ُمْؤ ِمنَ ةٌ َخْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَ ْو‬ ِ ِ ِ


َ ‫َواَل َتْنك ُح وا الْ ُم ْش ِر َكات َحىَّت ٰ يُ ْؤ م َّن ۚ َو‬
‫ني َحىَّت ٰ يُْؤ ِمنُ وا ۚ َولَ َعْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر ٍك َولَ ْو‬ِ ِ
َ ‫َأع َجبَْت ُك ْم ۗ َواَل ُتْنك ُح وا الْ ُم ْش ِرك‬
ْ

‫ك يَ ْدعُو َن ِإىَل النَّا ِر ۖ َواللَّهُ يَ ْدعُو ِإىَل اجْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِف َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويَُبنِّي ُ آيَاتِ ِه‬
َ ‫َأع َجبَ ُك ْم ۗ ُأولَِٰئ‬
ْ
َّ ‫َيتَ َذ‬
َ‫كرون‬
ُ ِ ‫لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم‬
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang

133
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak
ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran. (QS. al-Baqarah/2: [221]).
Dengan ayat ini pendidik dapat menjelaskan larangan menikahi
orang-orang musyrik alasan mengapa hal tersebut dilarang, namun
penjelasan tersebut disampaikan dengan bahasa yang indah dan padat.
Selain itu pendidik juga bisa mengaitkan fenomena menikahi orang-
orang-musryik serta kandungan surah al-Baqarah ayat 221 dengan
surah al-Baqarah ayat 216. Meskipun surah al-Baqarah ayat 216 turun
berkenaan dengan kewajiban perang, namun amtsal di dalam surah ini
dapat dijadikan perumpamaan bagi orang yang hatinya condong
kepada sesuatu yang bisa jadi tidak baik untuk dirinya. Sama seperti
orang muslim yang memiliki ketertarikan untuk menikahi orang
musyrik namun hal tersebut sangat membahayakan bagi agama
dirinya.

ُ َ‫ب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت‬


ۖ ‫ال َو ُه َو ُك ْرهٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن تَكَْر ُه وا َش ْيًئا َو ُه َو َخْي ٌر لَ ُك ْم‬ ِ
َ ‫ُكت‬
‫َو َع َس ٰى َأ ْن حُتِ بُّوا َش ْيًئا َو ُه َو َش ٌّر لَ ُك ْم ۗ َواللَّهُ َي ْعلَ ُم‬

‫َوَأْنتُ ْم اَل َت ْعلَ ُمو َن‬


Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: [216]).

134
Salah satu keistimewaan dari penggunaan metode amtsal ini
adalah karakteristiknya yang mudah berkesan ke dalam jiwa peserta
didik, hal ini tidak terlepas dari gaya bahasa amtsal yang ringkas,
padat namun indah dan menarik. Sehingga pendidik dituntut untuk
kritis menyajikan amtsal di dalam pembelajaran. Jangan sampai
amtsal yang pada awalnya bertujuan untuk memudahkan pemahaman
peserta didik malah menimbulkan kebingungan akibat kurang jelinya
pendidik dalam menggunakan amtsal di dalam pembelajaran.

D. Tujuan Penggunaan Metode Amtsal di dalam Al-Qur’an


Beberapa kajian dari ayat amtsal al-Qur’an maka dapat diangkat
maknanya untuk tujuan pendidikan yaitu sebagai berikut:
1. Setiap hal yang dijadikan perumpamaan di dalam al-Qur’an
merupakan hal selalu ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari
sehingga manusia lebih mudah mengingatnya. Sesuatu yang mudah
untuk ditemukan akan lebih mudah diingat daripada yang jarang
ditemukan.
2. Dengan perumpamaan dan perbandingan, pikiran manusia akan mudah
beranalogi agar mendapatkan kesimpulan yang benar. Sehingga amtsal
dapat melatih pikiran manusia.
3. Dengan amtsal, manusia diajak untuk memahami konsep yang abstrak
secara mudah dengan memperhatikan konsep konkret yang mudah
untuk diindrai. Sebab konsep-konsep yang abstrak itu tidak akan
mudah tertanam dalam pikiran jika tidak dituangkan dalam bentuk
indrawi yang lebih dekat dan mudah dipahami. Sehingga amtsal
mempermudah pemahaman manusia. Misalnya, Allah
mengumpamakan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
karena riya’ seperti debu di atas batu licin, kemudian batu itu ditimpa
oleh hujan lebat yang mengakibatkan hanyutnya tanah di atas batu
licin tersebut.

135
4. Tidak semua orang mampu untuk mengambil pelajaran dari ayat-ayat
al-Qur’an Orang yang mata hatinya telah terkunci dari memahami
ayat-ayat al-Qur’an tidak akan mendapatkan hidayah dari Allah, maka
amtsal mengetuk mata hati manusia agar tersentuh mata hatinya dan
terbuka pikirannya sehingga mampu memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Tersentuhnya mata hati dan terbukanya pikiran merupakan kunci dari
hidayah dari Allah.
5. Perumpamaan-perumpamaan al-Qur’an dapat menyingkapkan hakikat-
hakikat dan sesuatu yang tidak terlihat menjadi seakan-akan terlihat.
6. Pemberian perumpamaan akan memotivasi manusia untuk berbuat
sesuai dengan isi perumpamaan itu jika perumpamaan itu merupakan
hal yang disenangi oleh jiwa.
7. Adanya perumpamaan akan mendorong seseorang untuk tidak berbuat
seperti isi perumpamaan jika perumpamaan tersebut merupakan
sesuatu yang tidak disenangi oleh jiwa.
8. Penggunaan perumpamaan dimaksudkan untuk memuji orang yang
diberi perumpamaan tersebut.
9. Penggunaan tamsil tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan
sesuatu yang memiliki sifat yang dipandang buruk oleh banyak
orang.123

E. Manfaat Amtsal dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Proses penyampaian suatu informasi dalam proses belajar
mengajar akan lebih menarik, efektif dan efisien apabila diungkapkan
dalam bahasa yang indah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan
amtsal. Amtsal merupakan suatu ungkapan yang dimaksudkan untuk
menyerupakan suatu keadaan yang abstrak kepada keadaan yang konkret
untuk mempermudah memahami persoalan yang abstrak tersebut. Proses
pendidikan yang menggunakan media amtsal bertujuan agar peserta didik

123
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, (Bandung:
Alfabeta, 2009), hlm. 80-83.

136
mampu membuat berbagai analogi dan kemudian membuat kesimpulan
yang logis.
Amtsal al-Qur’an mengandung banyak makna pendidikan di
dalamnya, Sebagaimana firman Allah dalam surah az-Zumar ayat 27:

‫آن ِم ْن ُك ِّل َمثَ ٍل لَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َذ َّكُرو َن‬


ِ ‫َّاس يِف ٰه َذا الْ ُقر‬ ِ
ْ َ ِ ‫ضَر ْبنَا للن‬ َ ‫َولََق ْد‬
Artinya: Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat
pelajaran.
Dengan merenungi isi kandungan ayat di atas maka akan banyak
sekali manfaat amtsal yang bisa diambil untuk bidang Pendidikan Agama
Islam.124yaitu:
1. Mempermudah mengingat dan memahami sesuatu
Manusia mudah mengingat perumpamaan-perumpamaan yang
ada di dalam al-Qur’an karena perumpamaan yang ditampilkan di
dalam al-Qur’an merupakan hal yang sering ditemukan di dalam
kehidupan sehari-hari, karena sesuatu yang lebih dikenal akan mudah
diingat dibandingkan sesuatu yang asing seperti di dalam surah al-
Baqarah ayat 265 tentang pahala orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah.
ِ ‫ومثَل الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن َأمواهَل م ابتِغَاء مرض‬
‫ات اللَّ ِه َوَتثْبِيتًا ِم ْن َأْن ُف ِس ِه ْم َك َمثَ ِل‬ َ ْ َ َ ْ ُُ َ ْ ُ َ ُ ََ
‫صْب َها َوابِ ٌل فَطَلٌّ ۗ َواللَّهُ مِب َا‬
ِ ‫ت ُأ ُكلَها ِضع َف ِ فَِإ ْن مَل ي‬ ٍ ٍ
ُْ ‫َأص َاب َها َوابِ ٌل فَآتَ ْ َ ْ نْي‬
َ ‫َجنَّة بَِر ْب َوة‬
ِ
ٌ‫َت ْع َملُو َن بَصري‬
Artinya: Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan
hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang
disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua

124
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam
Psikologis Islam, (Aceh: Universitas Serambi Mekkah), hlm. 11-13.

137
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis
(pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
(QS. al-Baqarah: 265).
2. Melatih untuk berpikir
Perumpamaan dan perbandingan menjadikan pikiran manusia
lebih terlatih untuk beranalogi sehingga terbiasa untuk membuat
kesimpulan yang benar. Guru tidak hanya bertugas memberikan
informasi terhadap anak didik, namun juga harus mampu mendorong
anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan
baru, merenungi lingkungan dan alam semesta serta berpikir kritis.
Bahkan semangat Islam dalam menumbuhkan pemikiran kritis pada
anak didik jauh lebih dahulu dibandingkan para ahli barat
mengemukakan teori-teori mereka.125
Amtsal melatih manusia untuk berfikir dengan menggunakan
kalimat tanya (istifham), mengingat (tadakkur), merenungkan
(taammul) dan qiyas:126
3. Pemakaian kalimat istifham
Dalam disiplin ilmu balagah, istifham biasanya digunakan
untuk membangkitkan kesadaran pendengar sehingga timbullah rasa
malu, menahan diri, dan jawaban pun menjadi jelas. Kalimat istifham
ini berfungsi untuk membungkam lawan bicara, menolak suatu
pemikiran, mencela, mengingkari dan lain sebagainya.
Kajian klasik dan modern menyimpulkan bahwa istifham
merupakan metode dialogis al-Qur’an yang paling banyak digunakan
di dalam al-Qur’an. Contohnya seperti Allah mengajukan suatu
pertanyaan dan menjawabnya. Istifham ini dimaksudkan untuk
menarik perhatian lawan bicara.
4. Perintah untuk mengingat (tadhakkur) dan merenung (taammul)

125
Fitriah M. Suud, Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam Psikologis Islam,
(Aceh: Universitas Serambi Mekkah), hlm. 11.
126
M. Fatiha, Aspek, hlm .11-13.

138
Dalam al-Qur’an telah tegas dikatakan bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki akal untuk berfikir, meskipun al-
Qur’an juga mencela sifat manusia yang pelupa dan lalai. Manusia
diperintahkan untuk banyak mengingat Allah, nikmat-Nya, tugas serta
tujuan diciptakannya manusia di samping itu manusia diperintahkan
pula untuk mengingat kebinasaan kaum-kaum terdahulu yang
disebabkan mereka telah lupa terhadap Allah.
Amtsal menambah pengetahuan dan menjaga ingatan, karena
hal-hal yang abstrak tidak selalu tersimpan di dalam hati dan diingat
oleh akal. Maka perumpamaan yang bersifat konkret akan
mengingatkan pada hal yang bersifat abstrak. Sehingga disimpulkan
bahwa perumpamaan merupakan suatu gambaran dihadapan seseorang
yang selalu tertanam kuat pada akal dan selalu ada dalam ingatan,
sehingga hal ini merupakan salah satu fungsi amtsal terhadap
pendidikan127.
5. Memahami persoalan abstrak
Dengan amtsal suatu konsep yang abstrak bisa dipahami
melalui konsep yang konkret yang dapat diindrai. Jadi amtsal
bermanfaat mempermudah akal memahami sesuatu. Misalnya seperti
perumpamaan yang dibuat Allah tentang orang yang menafkahkan
hartanya karena riya’ seperti debu di atas batu licin, kemudian batu
licin itu ditimpa air hujan lebat sehingga semua debu di atas batu
tersebut hanyut dibawa air hujan.
ِ َّ‫ق َمالَهُ ِرَئا َء الن‬
‫اس َواَل‬ ُ ِ‫ص َدقَاتِ ُك ْم بِ ْال َمنِّ َواَأْل َذ ٰى َكالَّ ِذي يُ ْنف‬
َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْب ِطلُوا‬
َ‫ص ْلدًا ۖ اَل يَ ْق ِدرُون‬ َ ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َرابٌ فََأ‬
َ ُ‫صابَهُ َوابِ ٌل فَت ََر َكه‬ َ ‫يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۖ فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل‬
َ‫َعلَ ٰى َش ْي ٍء ِم َّما َك َسبُوا ۗ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْال َكافِ ِرين‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada

127
M. Fatiha, Aspek, hlm. 12-13.

139
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah: 264).
Oleh sebab itu amtsal akan mengetuk jiwa manusia dan
membuka pikirannya sehingga mampu meresapi pesan-pesan dari ayat
al-Qur’an. Tersentuhnya hati dan terbukanya pikiran merupakan kunci
untuk mendapatkan hidayah dari Allah.

6. Memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan menjauhi larangan


Pemberian amtsal akan mendorong seseorang untuk melakukan
kebaikan. Contohnya seperti perumpamaan orang-orang yang
menafkahkan hartanya karena Allah akan Allah berikan balasan yang
berlipat ganda. Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 261:
‫ت َسْب َع َسنَابِل يِف‬ ٍ ِ ِ ‫مثل الَّ ِذ‬
َ ْ َ‫ين يُْنف ُقو َن َْأم َواهَلُ ْم يِف َسبِ ِيل اللَّه َك َمثَ ِل َحبَّة َأْنبَت‬
َ ُ ََ
ِ ِ ِ ‫اع‬ِ ‫ُك ِّل سْنبلَ ٍة ِماَئةُ حبَّ ٍة ۗ واللَّه ي‬
ٌ ‫ف ل َم ْن يَ َشاءُ ۗ َواللَّهُ َواس ٌع َعل‬
‫يم‬ ُ ‫ض‬َُُ َ َ ُُ
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Begitu pula sebaliknya, amtsal akan mendorong seseorang
menjauhi suatu larangan, seperti larangan menginfakkan harta karena
riya’:

140
ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ‫ص َدقَات ُك ْم بِالْ َم ِّن َواَأْلذَ ٰى َكالَّذي يُْنف ُق َمالَه‬ َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُوا اَل ُتْبطلُوا‬
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َأصابَه‬
َ َ‫اب ف‬ َ ‫َّاس َواَل يُْؤ م ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر ۖ فَ َمَثلُهُ َك َمثَ ِل‬
ٌ ‫ص ْف َوان َعلَْيه ُتَر‬ ِ ‫ِرَئاءَ الن‬

َ‫كافِ ِرين‬
َ ْ‫ال‬ ‫ص ْل ًدا ۖ اَل َي ْق ِد ُرو َن َعلَ ٰى َش ْي ٍء مِم َّا َك َسبُوا ۗ َواللَّهُ اَل َي ْه ِدي الْ َق ْو َم‬
َ ُ‫َوابِ ٌل َفَتَر َكه‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Baqarah: 264).

7. Pemberian pujian
Terkadang amtsal ditujukan sebagai pujian untuk orang yang
diberikan tamsil tersebut seperti firman Allah dalam memuji para
sahabat yang pada awalnya hanya minoritas namun pada akhirnya
menjadi golongan yang kuat dan mengagumkan karena keteguhan dan
kesabaran hati mereka. Dalam dunia pendidikan pemberian pujian
dimaksudkan sebagai reward.128
8. Efektif atau efisien
Amtsal lebih berbekas pada jiwa dan lebih kuat efeknya dalam
menyampaikan nasihat dan peringatan. Di dalam al-Qur’an Allah
banyak menyampaikan amtsal sebagai peringatan dan pelajaran bagi
manusia. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang indah dan
singkat sehingga ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kita

128
Fitriah M. Su’ud, Amtsal, hlm. 13.

141
dalam agar dalam proses mendidik hendaknya menyampaikan nasihat
dengan bahasa yang indah dan singkat serta dapat diterima oleh akal.
Dengan demikian, apabila pendidikan dilihat sebagai suatu
komponen lengkap yang terdiri atas tujuan, metode, materi dan media
yang digunakan, maka amtsal al-Qur’an dapat dijadikan sebagai
rujukan. Misalnya dalam hal tujuan, amtsal bertujuan untuk
menjadikan manusia menggunakan akalnya untuk berfikir.
Metode perumpamaan dalam pendidikan salah satunya
bertujuan agar peserta didik mampu membuat kesimpulan yang logis
dari konsep dan fakta yang ada, sehingga dari matsal tersebut peserta
didik mampu mengambil hikmahnya dan mengaplikasikannya ke
dalam kehidupan sehari-hari.129
Amtsal bukan hanya sebatas pengibaratan, namun ia adalah
seni untuk mengungkapkan suatu konsep dan gagasan yang bersifat
abstrak jiwa, nafsu, surga, neraka, ganjaran, kepuasan adalah hal-hal
abstrak yang sulit untuk dipahami secara gamblang. Maka fungsi dari
perumpamaan tersebut adalah untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat
abstrak tadi menjadi konkret. Sehingga penggunaan amtsal tersebut
seperti orang yang menggunakan cermin. Di dalam cermin tersebut ia
akan bisa melihat apa yang ada di depan dan yang ada di belakangnya
secara jelas. Perumpamaan tersebut akan menjadikan ia merasa melihat
hal yang abstrak secara nyata. Dan dengan perumpamaan tersebut
jiwanya menjadi tenang dan hatinya terasa lapang.130
Sehingga dalam pembelajaran, pendidik dapat menjadikan
perumpamaan ini sebagai salah satu strategi dalam mengajar. Pendidik
dapat menjadikan perumpamaan untuk menghilangkan kejenuhan
peserta didik dalam belajar dengan mengambil perumpamaan yang
menarik dan indah terkait pelajaran yang disampaikan.
129
Marhub nuryadin, Metode Amtsal Metode Al-Qur’an Membangun Karakter,
jurnal al tarbawi al haditsah vol 1 no 1, 2016. hlm. 17-18.
130
Junaidi arsyad, Metode Perumpamaan dalam Praktik Mengajar Rasulullah,
NIZHAMIYYAH: Jurnal pendidikan islam dan teknologi pendidikan vol VII No 1, januari-
juni 2017, hlm. 6.

142
Dalam menggunakan perumpamaan pendidik harus
menggunakan perumpamaan yang selevel, Tujuannya agar peserta
didik tidak kebingungan dengan perumpamaan tersebut.
Metode perumpamaan ini mampu memberikan pemahaman
yang mendalam kepada peserta didik bahkan terhadap hal-hal yang
sulit untuk dicerna akal sekalipun. Apabila pikiran dan perasaan
peserta didik telah tersentuh maka akan mudah mengarahkan peserta
didik kepada akhlak mulia dan kesadaran yang tinggi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah meneliti dan menganalisis ayat-ayat amtsal di dalam surah
al-Baqarah dan kajian mengenai penggunaan amtsal sebagai metode
pembelajaran dalam berbagai literatur, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa ada banyak keutamaan dari amtsal sebagai motode
pembelajaran, yaitu: mempermudah mengingat dan memahami sesuatu,
melatih untuk berpikir, pemakaian kalimat istifham, perintah untuk
mengingat (tadhakkur) dan merenung (taammul), memahami persoalan
abstrak, memberikan motivasi melaksanakan kebaikan dan menjauhi
larangan, pemberian pujian, efektif atau efisien.
Dalam pengaplikasiannya dalam pembelajaran, guru secara kreatif
dapat mengumpamakan hal-hal yang berkaitan dengan materi
pembelajaran dengan hal-hal yang ada di sekitar anak didik.

B. Saran

143
Berdasarkan hasil dari penelitian yang diperoleh, peneliti
mengemukakan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan pemikiran dalam pelaksanaan amtsal sebagai metode
pembelajaran, yaitu:
1. Pendidik diharapkan menguasai konsep metode Pendidikan Islam yang
terdapat di dalam al-Qur’an sehingga proses pembelajaran
dilaksanakan dengan optimal.
2. Hendaknya pendidik benar-benar memperhatikan perumpamaan yang
digunakan dalam pembelajaran. Penggunaan perumpamaan yang tidak
relevan hanya akan menyebabkan kebingungan bagi anak didik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Abdul Djalal. 2013. Ulum al-Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Abdullah bin Muhammad. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Alih bahasa M. Abdul ghoffar.
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. 2007. Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, jilid 1, alih bahasa Muhammad Iqbal dkk, cet. Ke-3, (Jakarta: Pustaka
Sahifa.
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi. 2010. Al-Jami’ Li Ahkaam Al-
Qur’an, jilid 1, alih bahasa Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.
Abuddin Nata. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama.
Abu Ahmadi. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Abu Bakar Jabir Al Jazairi. 2016. Tafsir Al-Aisar, Jilid 1. Jakarta: Darus Sunnah.
Abu Ja,far Muhammad ath Thabari. 2011. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an. jilid
1. alih bahasa Ahsan Askan, cet. Ke- 3. Jakarta: Pustaka Azzam.
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi. 2007. Tafsir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam
Al-Mannan, alih bahasa Muhammad Iqbal, dkk. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Achmadi, Ideologi. 2005. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

144
Ahmad Syadali. 1997. Ulumul Qur’an, Jilid II. (Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Tafsir Al Maragi, Juz 1. alih bahasa, Anwar Rasyidi,
dkk. Semarang: Karya Toha Putra.
Ahmad Tafsir. 2007. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: PT Remaja.
Armai Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers.
Dudung, Abdullah Harun. 1990. Tamsil dalam al-Qur’an Membina Orang Beriman.
Jakarta: Kalam Mulia.
Fitriah M. Suud. Tt. Amtsal al-Qur’an: Sebuah Kajian Dalam Psikologis Islam. (Aceh:
Universitas Serambi Mekkah).
Fuad Nashori. 2010. Agenda Psikologis Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haidar Bagir. 2019. Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia. Bandung: Mizan
Pustaka.
Haris Herdiansyah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Hasan Rijalittaqwa, Penggunaan Metode Amtsal Qur’ani dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Jurnal Tarbawi Vol 1 No 2 2 Juni 2012.
Hifni Bek Dayyab (Dkk). 1990. Kaidah Tata Bahasa Arab, Nahwu Saraf, Balagah,
Bayan, Badi’. terj. Jakarta: Chatibul Umam, Darul ‘Ulum.
John W. Santrock. 2008. Psikologi Pendidikan. terj. Triwibowo B.S. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Kadar M. Yusuf. 2016. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(PK Guru). Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan.
Inanna. Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa Yang Bermoral. Jurnal
Ekonomi dan Pendidikan. Vol 1 No 1 Januari 2018.
Jalaluddin dan Usman Said. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

145
Junaidi Arsyad. Metode Perumpamaan dalam Praktik Mengajar Rasulullah.
NIZHAMIYYAH: Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan vol VII No
1, januari-juni 2017.
Kaelan. Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat,
Seni, Agama dan Humaniora.
Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya.
Liati Bt Rusli. Metode Pembelajaran dalam Al-Qur’an (Analisis Terhadap Ayat-Ayat
Tarbawi). Jurnal: Pascasarjana Uin Alauddin Makassar, Volume Vii No 2,
Desember 2019.
M. Fatiha. Aspek-Aspek Pedagogies dalam Amtsal Al-Qur’an (Kajian Metodologis,
Motivasi, Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Islam Integratif), TA’DIBIA Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol 6 No 2 November 2016.
Mahbub Nuryadien. Metode Amtsal: Metode al-Quraan Membangun Karakter. Jurnal Al
Tarbawi Al Haditsah Vol 1 No 1.
Mahmud Yunus. 1988. Tafsir al-Qur’anul Karim. Jakarta: Hidakarya Agung.
Marhub Nuryadin. Metode Amtsal Metode Al-Qur’an Membangun Karakter. Jurnal Al
Tarbawi Al Haditsah vol 1 no 1. 2016.
Mestika Zed. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Miftahul Huda. 2008. Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qur’an Mendidik Anak. Malang:
Uin Malang Press.
Mohammad Syarif Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat
Dasar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani. 2008. Tafsir Fathul Qadir (Jilid I).
Jakarta: Pustaka Azzam.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2009. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizki
Putra.
Mustafa Usman. 2000. Al-Balaqah Al Wadihah, terj. Mujiyo Nurkholis Dkk, Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Nunuk Suryani dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.

146
Nurjannah Rianie. Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam (Sebuah Perbandingan
dalam Konsep Teori Pendidikan Islam dan Barat). Jurnal: Management of
Education, Volume 1.
Nurkholis. “Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi”. Jurnal Kependidikan.
Vol. 1 No. 1 November 2013.
Nuryadien Mabhub. Amtsal: Media Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Risalah Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam. Vol. 4 No. 2 Januari 2018.
Omar Muhammad. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ramayulis. 2008. Metodologi Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Rosihan Anwar. 2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia,

Rusydie Anwar. 2015. Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadith. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Sifa Siti Mukrimah. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: UPI.
Sri Hayati. 2017. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperativ Learning. Jakarta:
Graha Cendekia.
Suhaimi. Keindahan-Keindahan Makna dalam al-Qur’an (Analisis Tentang Thibaq dan
Muqabalah). JURNAL Ilmiah al-Mu’ashirah vol. 17 No.1 januari 2020, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Uin ar-Raniry Banda Aceh.
Syahidin. 2009. Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an. Bandung: Alfabeta.
Wahbah az-Zuhaili. 2005. Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Dan Manhaj Jilid I (terj).
Depok: Gema Insani.
Winarno, Surakhmad. 1998. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Cet.
V. Jakarta: Kencana.
Zulfikar Ali Buto. Wawasan Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan. Jurnal Tarbiyah Vol
25 No 1 Januari-Juni 2018.

147

Anda mungkin juga menyukai