Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR RISIKO KESELAMATAN KERJA PERAWAT DAN KENYAMANAN

PASIEN DI RUANG ICU

PITAULI APRILIA SIRINGORINGO (pitauli2001@gmail.com)

Latar Belakang

Setiap pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko bahaya.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana
bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-
tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan
tanpa kecuali. Menurut ILO, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menjaga dan
meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial seluruh para pekerja dan pada semua
sektor pekerjaan, mencegah pekerja terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, melindungi pekerja dari risiko yang berdampak buruk pada kesehatan,
menempatkan dan menjaga pekerja dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiologi
dan psikologi, menyesuaikan pekerjaan dengan pekerja serta pekerja dengan pekerjaannya
[ CITATION Dya20 \l 1057 ].
Sebagai salah satu tempat pasien berobat/dirawat, Rumah sakit juga merupakan depot
dari berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien, perawat, dokter, pengunjung yang
berstatus karier. Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyakit akibat kerja di sarana
kesehatan. Upaya yang harus dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah pencegahan dan pengendalian
infeksi, yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan
pelatihan serta monitoring dan evaluasi. Dalam UU No. 1/1970 tentang keselamatan kerja
dan UU No. 36/2009 tentang kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja,
ditegaskan bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila
tempat kerja tersebut memiliki risiko bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit.
Terjadinya infeksi nosokomial paling besar oleh karena faktor manusia karena kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan kurangnya kesadaran dari direksi untuk melaksanakan
peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS
sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga dikalangan medis dan para medis banyak
yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi Standard Oprational
Prosedure (SOP) kerja. Penyebab lain adalah dari peralatan dan hygiene dan sanitasi
lingkungan [ CITATION Liz14 \l 1057 ]
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan,
dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa. Karakteristik perawat yang diperlukan adalah yang
mampu mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi seorang perawat ICU dimana perawat harus dapat mengintegrasikan
kemampuan kognitif nya serta ketelitian dalam bekerja [ CITATION Kon16 \l 1057 ].

.
Metode

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu  secara otomatis melibatkan adopsi
aspek-aspek lain dalam proses pemaparan kajian. Pendekatan kualitatif ini sendiri
menggunakan teknik observasi dari berbagai bahan bacaan yang tersedia, misalnya dengan
mencari referensi kunci dari bahan kajian buku-buku, jurnal cetak maupun jurnal online,
tesis, disertasi, majalah, artikel ilmiah, dan juga dari berbagai blog-blog pribadi yang tidak
diakui eksistensinya.

Hasil

Tindakan K3 Perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial harus menjadi perhatian


khusus. Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.Perencanaan K3
di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self
assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3. Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat
tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban
masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan
kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Hazard merupakan
semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan
kerja) atau penyakit akibat kerja. Kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dalam tindakan operasional mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat
pelindung diri (sarung tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik
keselamatan kerja, perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam
perawatan pasien dan kebersihan lingkungan. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum
dan sesudah memeriksa dan mengadakan kontak langsung dengan pasien, saat memakai
melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah di disinfeksi tingkat tinggi pada operasi
serta pada pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah
makan juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi (misal: memegang instrumen
kotor, menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak yang
intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil sampel darah, saat memeriksa
tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit isolasi). Bahaya fisik pada tiap
pekerjaan berasal dari jarum suntik, jarum jahit, dan instrumen tajam. Bahaya biologi berasal
dari darah pasien yang memiliki riwayat penyakit menular (Hepatitis, HIV dan AIDS).
Bahaya perilaku berasal dari kebiasaan tidak menggunakan alat pelindung diri. Bahaya
ergonomi berasal dari postur janggal. Bahaya psikologis juga ada di instalasi gawat darurat
berasal dari keluarga pasien yang melakukan intimidasi atau tekanan kepada petugas medis.

Pembahasan

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat profesi dan
padat modal. Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan,
penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Rumah Sakit adalah
tempat kerja yang memiliki potensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Bahan mudah
terbakar, gas medik, radiasi pengion, dan bahan kimia merupakan potensi bahaya yang
memiliki risiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu, Rumah Sakit membutuhkan perhatian
khusus terhadap keselamatan dan kesehatan pasien, staf dan umum [ CITATION Put17 \l 1057 ].

Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling besar jumlahnya dan paling lama kontak
dengan pasien, sehingga sangat berisiko dengan pekerjaannya, namun banyak perawat tidak
menyadari terhadap risiko yang mengancam dirinya, melupakan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) pada petugas kesehatan
dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik, data kecelakaan di Rumah Sakit
belum ada laporannya [ CITATION Tuk15 \l 1057 ].
Risk Management Standard AS/NZS 4360:2004 menyatakan bahwa analisis risiko
bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun accident. Mengelola risiko harus
dilakukan secara berurutan langkah-langkahnya yang nantinya bertujuan untuk membantu
dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat risiko dan dampak yang
kemungkinan ditimbulkan. Berikut adalah tabel Penentuan Tingkat Risiko W.T. Fine .
Tingkat risiko Kategori Tindakan

> 350 Sangat tinggi Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga
mencapai batasan yang dibolehkan atau diterima
180 – 350 Prioritas 1 Perlu pengendalian sesegera mungkin
70 – 180 Tinggi Mengharuskan adanya perbaikan secara teknis
20 – 70 Prioritas 3 Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan
< 20 diterima Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal
mungkin

Nilai risiko Basic Risk yaitu nilai risiko tanpa mempertimbangkan pengendalian yang
sudah dilakukan rumah sakit. Existing risk yaitu nilai risiko yang mempertimbangkan
pengendalian yang sudah dilakukan rumah sakit. Residual Risk yaitu nilai risiko yang
mempertimbangkan rekomendasi pengendalian dari peneliti. risiko didapatkan dari perkalian
consequences, Exposure dan Likelihood yang terdapat dalam tabel W.T.Fine.
Faktor predisposing (pencetus) : (pengetahuan, sikap. Kepercayaan dan nilai) pada
perawat terhadap K3RS yaitu memiliki hubungan yang sangat berpengaruh terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat dalam penanganan pasien. Faktor ini bila
dilihat dari nilainya merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi K3RS.
Kepercayaan memiliki nilai yang sangat baik dan memiliki pengaruh yang sangat baik
terhadap perilaku seseorang.
Faktor reinforcing (pendorong) : (petugas yang menjadi contoh) pada perawat
terhadap K3RS . Hasil uji statistik nilai faktor reinforcing ini tidak berpengaruh terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat dalam penanganan pasien. Instrument ini
sebagai alat ukur sudah memenuhi syarat namun sebagai veriabel yang mempengaruhi
perilaku keselamatan dan kesehatan kerja tidak berpengaruh, hal ini mungkin terjadi karena
petugas yang bertanggung jawab kurang melaksanakan tugas K3 sebagai akibat tugas
rangkap, maka bila telah dilaksanakan dengan kesadaran sendiri faktor pendorong kurang
berarti, sehingga tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Faktor enabling (fasilitas keamanan dan keselamatan, hukum/aturan) pada perawat
terhadap K3RS. Faktor enabling berpengaruh terhadap K3 pada perawat dalam penanganan
pasien. sebagai faktor yang memungkinkan suatu proses perilaku, maka faktor ini memiliki
kedudukan yang cukup strategis di mana perubahan tidak dapat terjadi bila faktor ini tidak
disiapkan fasilitas pendukungnya. Nilai yang paling tinggi pada faktor enabling berada pada
komponen hukum/aturan karena pada prinsipnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh aturan
yang ada di lingkungannya.
Factor core and care. Faktor core, and care (hubungan interpersonal dan kepedulian)
berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat dalam penanganan
pasien.

Ada begitu banyak bahaya yang mungkin terjadi pada perawat yang bekerja di ruang ICU.
Bahaya Mekanik (Biomechaical hazards), merupakan bahaya yang berasal dari benda-benda
bergerak, benda-benda tajam, benda yang berukuran lebih besar dan berat yang dapat
menimbulkan risiko pada pekerja seperti tersayat, tertusuk, terjepit, terhimpit, terpotong,
tertabrak dan sebagainya. Hal ini sudah menjadi hal yang berpoteni terjadi pada perawat di
ruang ICU dikarenakan dorongan kerja yang mengharuskan perawat menjadi cekatan dan
berpacu dengan waktu dan nyawa pasien yang sedang ditangani. Bahaya Fisik (Physical
hazards), merupakan hazard  yang berasal dari segala energi yang jumlahnya lebih besar dari
kemampuan diri pekerja menerimanya. Energi berlebih ini banyak berasal dari alat-alat kerja
yang ada disekitan tempat kita bekerja. Hal ini adalah faktor yang mungkin dianggap kecil
oleh beberapa pihak. Akibat dari bahaya ini belum bisa dirasakan secara langsung oleh
perawat, akan tetapi jika tidak berhati-hati akan menimbulkan akibat yang berjangka panjang,
seperti terpapar dari segala alat-alat medis yang berenergi negatif bagi tubuh.

Bahaya Kimia (Chemical hazards), merupakan bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia, baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas. Contohnya merkuri, alkohol dan
turunannya, timbal, dll. Potensi risiko gangguan yang dapat muncul pada kesehatan dan
keselamatan pekerja bervariasi sesuai dengan jenis bahan kimia yang terpajan pada diri
pekerja, seperti merkuri dapat berisiko rusaknya syaraf bahkan hingga ke otak. Hal ini sudah
menjadi hal yang mungkin terjadi dan bisa jadi jarang terjadi. Bahaya Biologi (Biological
hazards), merupakan bahaya yang berasal dari hewan-hewan atau mikroorganisme tak kasat
mata yang berada disekitaran tempat kerja dan dapat masuk kedalam tubuh tanpa kita ketahui
sehingga banyak penanganannya dilakukan setelah pekerja terinfeksi. Kebiasaan yang tidak
baik, misalnya saat akan melakukan tindakan keperawatan bagi pasien tak jarang kita
melupakan hal kecil ini. Hal ini akan sangat berisiko jika akan merawat pasien yang tertular
penyakit Hepatitis, AIDS, dan HIV.

Bahaya Psikososial  (Psychosocial hazards), ada beberapa ahli menyebutnya sebagai


bahaya dalam pengorganisasian pekerjaan, merupakan bahaya yang berasal dari konflik batin
dengan lingkungan yang ada di tempat kerja, baik itu dengan rekan kerja maupun dengan
fasilitas yang ada dilingkungan kerja dimana krmudian dapat membuat seseorang mengalami
stress hingga efek-efek buruk lainnya dari stress [ CITATION Gaf18 \l 1057 ] . Pengalaman kerja
perawat ICU berbeda dengan perawat di unit lain. Beban kerja perawat ICU yang sangat
tinggi dapat menjadi sumber stres bagi perawat yang bertugas di ICU. Stres yang berlebihan
dapat menyebabkan kelelahan fisik dan emosional. Selain itu, stres juga akan mempengaruhi
produktivitas kerja sehingga akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien (Pambudi, 2018).

Penutup

Instalasi gawat darurat merupakan pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu
cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan (Kemenkes, 2016). Perawat
yang memiliki sikap baik akan memiliki perilaku yang baik pula karena sikap merupakan
itikat dalam diri seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan sebagai bagian dari aktivitas
yang menyenangkan sehingga sanggup berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapat.
Perawat dengan pengetahuan yang baik akan memiliki tindakan K3 yang baik pula karena
dengan tingkat pengetahuan yang baik mengetahui dan memahami dampak negatif dari
infeksi nosokomial sehingga perawat akan meningkatkan kinerjanya dalam pengendalian
infeksi nosokomial. Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien atau orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.6 Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah memperlakukan baik pasien
maupun petugas kesehatan sebagai individu yang potensial menularkan dan rentan terhadap
infeksi
Faktor predisposing merupakan faktor dominan yang menentukan keselamatan dan
kesehatan kerja pada perawat, sedangkan kepercayaan merupakan indikator yang sangat
dominan berpengaruh. pada faktor predisposisi ini dibanding yang lain. Faktor tidak
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja pada. Faktor enabling mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat. faktor core-care kurang dominan
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat dalam penanganan pasien di
RSBG Kab. Kolaka, di mana pada indikator care (peduli) tidak bermakna dalam kontrak
core-care. Bahaya perilaku berasal dari kebiasaan tidak menggunakan alat pelindung diri.
Bahaya ergonomi berasal dari postur janggal. Bahaya psikologis juga ada di instalasi gawat
darurat berasal dari keluarga pasien yang melakukan intimidasi atau tekanan kepada petugas
medis.

DAFTAR PUSTAKA
CITATION Dya20 \l 1057 : , (Shella, 2020),

CITATION Liz14 \l 1057 : , (Salawati, Nasyaruddin, & Andi, 2014),

CITATION Kon16 \l 1057 : , (Konsep ICU, 2016),

CITATION Put17 \l 1057 : , (Sadaghiani, 2017),

CITATION Tuk15 \l 1057 : , (Tukatman, Sulistiawati, Purwaningsih, & Nursalam, 2015),

CITATION Gaf18 \l 1057 : , (Gaffer, 2018),

Anda mungkin juga menyukai