Anda di halaman 1dari 12

PENETAPAN KADAR METAMPIRON

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menetapkan kadar metampiron (antalgin)
secara iodimetri.
B. LANDASAN TEORI
Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua
proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Untuk mengetahui kadar metampiron metode
titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium
akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
dibanding iodium. metampiron mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada
iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir
pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar, 2007).
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat
dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator dapat menanggapi munculnya
kelebihan titran dengan adanya perubahan warna. Indikator umumnya adalah senyawa yang
berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya perubahan pH.
Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa (Suirta,
2010).
Pyrazolines menampilkan spektrum yang luas dari potensi aktivitas farmakologi dan
hadir di sejumlah farmakologi aktif molekul
seperti phenazone / amidopyrene / metampiron (analgesik
danantipiretik). Penemuan dari kelas obat ini memberikan sejarah kasus yang luar
biasa daripengembangan obat modern dan juga menunjukkan
adanya ketidakpastian aktivitas farmakologi daristruktural modifikasi prototipe molekul obat.
Hal ini memungkinkan memiliki beberapa berbagai aplikasi obat (Rahman, 2010).
Metampiron (C13H16N3NaO4S. H20) memiliki bobot molekul 351,4. Titik lebur
metampiron 1720C. Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut dalam
eter, aseton, benzen dan kloroform. Metampiron memiliki panjang gelombang serapan
maksimum yang berbeda pada pelarut yang berlainan. Pada pelarut metanol serapan
maksimum metampiron adalah 234 nm, sedangkan dalam HCl 0,1 N 259 nm dan NaOH 0,1
N 257 nm. Metampiron memiliki efek analgetik dan sering digunakan sebagai
Antiinflamatory Drug (NSAID), penekan rasa nyeri serta demam. Pada pemakaian secara
oral, dosis tunggal metampiron antara 500-1000 mg. Efek samping yang parah adalah
agranulositosis alergik. Semakin tinggi dosis dan jangka pengobatan, semakin besar
risikonya. Metampiron memiliki struktur yang merupakan kombinasi obat analgetik,
antipiretik yang masih ditemukan dipasaran. Telah diketahui bahwa campuran metampiron
mampu membentuk interaksi molecular berupa senyawa molekular yang melebur in-
kongruen (peritektik) jika diberi perlakuan berupa energy termik (Soewandhi, 2007).
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa rekristalit antalgin dari aseton merupakan
polimorf/solvatomorf yang berbeda dengan bahan bakunya dengan karakter termodinamika
yang lebih tidak stabil. Namun demikian, kristal hasil ko-rekristalisasi campuran dua bahan
dari aseton menunjukkan jenis interaksi fisika yang sama dengan campuran bahan bakunya,
yaitu peritektikum (Nugrahani, 2007).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
- Buret
- Lumpang dan alu
- Statif dan klem
- Labu takar
- Erlenmeyer
- Gelas kimia
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Filler
- Botol semprot
- Timbangan analitik
- Sendok tanduk
- Hot plate
- Batang pengaduk
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
- Metampiron
- Larutan iodium
- Larutan kanji
- Aquades
D. URAIAN BAHAN
1. Metampiron (Dirjen POM, 1979).
Sinonim : methampyronum
Berat molekul : 351,37
Rumus molekul : C13H16N3NaO4S
Kelarutan : Larut dalam air, larut dalam HCl 0,02 N
Pemerian : serbuk hablur; putih atau putih kekuningan
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai sampel
2. Aquades (Dirjen POM, 1979).
Sinonim : aqua destillata
Berat molekul : 18,02
Rumus molekul : H2O
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai pengencer
3. Kanji (Dirjen POM, 1979).
Sinonim : amylum manihot
Kelarutan : larut dalam air panas, membentuk atau
menghasilkan larutan agak keruh
Pemerian : serbuk putih, hablur
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering
Kegunaan : sebagai indikator
4. Iodium (Dirjen POM, 1995).
Sinonim : iodium
Berat molekul : 126,91
Rumus molekul : I2
Kelarutan : keping atau butir, mengkilat seperti logam, hitam
kelabu, bau khas
Pemerian : sukar larut dalam air, mudah larut dalam garam
iodida, mudah larut dalam etanol 95%
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai larutan baku
E.
Antalgin

PROSEDUR KERJA

- digerus dan ditimbang 0,01g


-
Larutan antalgin

diencerkan dengan pipet ukur 50 ml ke dalam labu erlenmeyer


-

- ditambahkan indikator kanji 0,5% sebanyak 1 pipet


- dititrasi dengan larutan iodium 0,1N
Larutan berwarna biru
F. HASIL PENGAMATAN
Diketahui : VI2 = 0,4 ml
NI2 = 0,1 N
BE = 16,67 mg
mg sampel = 0,01 g = 10 mg
Ditanyakan : Kadar metampiron = … ?
Penyelesaian :
Kadar metampiron = VI2 x NI2 x BE
x 100%
mg sampel
= 0,4 ml x 0,1 N x 16,67 mg

x 100%
10 mg
= 0,6668
x 100%
10
= 6,668%
G. PEMBAHASAN
Analisis kimia merupakan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk
memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada
khususnya dan bahan kimia pada umumnya. Dalam analisis kimia yang paling sering
digunakan adalah analisis kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa
yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk
mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel.
Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolute atau
relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel, misalnya terhadap bahan-
bahan atau sediaan yang digunakan di dalam farmasi, obat di dalam jaringan tubuh, dan
sebagainya. Banyak sedikitnya sampel dan jumlah relatif analit penyusun sampel merupakan
karakteristik yang penting dalam suatu metode analisis kuantitatif. Metode-metode ini dapat
digolongkan sebagai makro, semimikro, dan mikro tergantung pada banyak sedikitnya
sampel. Banyak sedikitnya sampel yang diambil untuk analisis tergantung pada metode
analisis yang akan digunakan. Suatu penentuan konsentrasi sekelumit secara spektrofotometri
memerlukan suatu sampel makro, tetapi bila dilakukan secara kromatografi, cukup dengan
sampel mikro.
Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar metampiron (antalgin) dengan metode
iodimetri. Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan metode penentuan atau penetapan
kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I 2 yang bereaksi dengan sampel atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodida. Iodimetri adalah titrasi redoks
dengan I2 sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor ,
sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron), maka harus
ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap elektron).
Dalam bidang farmasi penetapan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar yang
terkandung di dalam suatu sediaan, apakah sudah sesuai dengan aturan atau tidak.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah metampiron. Metampiron adalah
suatu derivat Pirazolon yang mempunyai efek analgetika-antipiretika yang kuat. Dengan
penambahan Tiamina mononitrat, efek analgetiknya diperkuat lagi. Khusus untuk
menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan neuritis. Kontra indikasi terhadap penderita
hipersensitif. Perhatian terhadap penderita ulkus peptic, kelainan darah, sedang mendapat
terapi antikoagulan, hepatitis berat, hamil, menyusui, bayi < 12 bulan. Efek sampingnya
reaksi hipersensitif, gangguan GI, leucopenia, dan agranulositosis. Dosis maksimum: sehari 4
kaplet. Dewasa: sehari 3 x 1-2 kaplet, anak 6-12 tahun: sehari 3 x ½-1 kaplet, 1-6 tahun:
sehari 3 x ¼ - ½ kaplet. Indikator yang digunakan adalah indikator kanji. Kanji digunakan
karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru tua meskipun konsentrasi
I2 sangat kecil dan molekul iod terikat kuat pada permukaan beta amilosa seperti amilum.
Indikator kanji yang digunakan harus dalam keadaan panas agar mendapatkan hasil titrasi
yang maksimal dan juga karena kanji tidak dapat larut jika tidak dipanaskan. Tetapi, dalam
pemanasannya harus diperhatikan agar larutan kanji tersebut tidak berubah menjadi encer.
Setelah digerus, ditimbang dan diencerkan, kemudian larutan metampiron dititrasi
secara perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan
metampiron terkadang menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang lagi.
Hal ini dikarenakan masih ada metampiron yang belum bereaksi dengan larutan iodium.
Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini
menandakan bahwa metampiron telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai.
Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai
heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan
pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam
spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Berikut ini reaksi
yang terjadi antara metampiron dengan iodium :
NaHSO3 + I2 + H2O NaHSO4 + 2HI

Dalam percobaan beberapa kali kami mengalami kegagalan, tetapi setelah beberapa
kali kadar metampiron dikurangi, akhirnya didapatkan pula hasil yang memuaskan. Hal ini
dikarenakan semakin banyak kadar metampiron yang digunakan, maka akan semakin pekat
pula larutan sampel metampiron yang dihasilkan, sehingga metampiron akan susah bereaksi
dengan iodium sebab semakin sulit pula membentuk rantai heliks pada iodium. Konsentrasi
larutan iodium yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi tersebut adalah sebesar 0,1
N sebanyak 0,4 ml. Kemudian setelah itu dihitung kadar metampiron yang terkandung di
dalam sampel dan didapatkan hasil jika kadar sampel tersebut adalah sebesar 6,668%.
Kemudian dihitung apakah sampel tersebut sudah sesuai dosis dengan cara mengalikan
persentasenya dengan jumlah gramnya, didapatkan hasil 100,02%. Hal ini menandakan jika
sampel tersebut dosisnya sudah tepat karena sudah sesuai dengan aturan yang tertera pada FI
III, bahwa tablet metampiron tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%.
H. KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar
metampiron yang terkandung dalam sampel adalah sebesar 6,668%.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. (Hal. 153 - 154)

Nugrahani, Ilma, Slamet Ibrahim, Sundani Nurono Soewandhi, dan Sukmadjaja Asyarie,
2007,Karakterisasi Rekristalit Antalgin–Fenilbutason dengan Pelarut Aseton sebagai Suatu
Sistem Interaksi Fisika, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 5, No. 1,
ISSN : 1693 – 1831, Bandung.

Rahman, Azizur Md. dan Anees A. Siddiqui, 2010, Pyrazoline Derivatives: A Worthy
Insight into the Recent Advances and Potential Pharmacological Activities, International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research, Vol. 2, No. 3, ISSN : 0975 -
248X, India.

Soewandhi, Sundani N. dan Aris Haryana, 2007, Pengaruh Milling Terhadap


Laju Disolusi Campuran Metampiron-Fenilbutason (7:3), Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. IV, No. 2, ISSN : 1693 – 9883, Bandung.

Suirta, I W., 2010, Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol Sebagai Indikator Dalam


Titrasi,Jurnal Kimia, Vol. 4, No. 1, ISSN 1907 – 9850, Bali.

Anda mungkin juga menyukai