Asas legalitas dirumuskan pertama kali oleh Johan Anselm von Feuerbach dalam
bukunya yang berjudul Lehrbuch des peinlichen recht (1801) melalui
adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Dalam
kaitannya dengan fungsi asas legalitas yang bersifat memberikan perlindungan
kepada undang undang pidana, dan fungsi instrumental, istilah tersebut dibagi
menjadi tiga yaitu:
- Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut
undang-undang;
- Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana;
- Nullum crimen sine poena legalli: tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana
menurut undang-undang.
Berdasarkan uraian diatas maka penentuan ada tidaknya perbuatan pidana harus
didasarkan pada undang-undang atau hukum tertulis sesuai dengan frasa “kekuatan
aturan pidana dalam perundang-undangan” dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP itu sendiri.
Tegasnya, pemidanaan berdasarkan hukum adat tidak dimungkinkan karena adanya
asas legalitas tersebut
2. A. ASAS TERITORIAL
Salah satu asas hukum pidana adalah asas teritorial atau asas wilayah.
Berdasarkan asas ini, perundang-undangan pidana suatu negara berlaku untuk
setiap subjek hukum yang melakukan tindak pidana di wilayah negara yang
bersangkutan. Menurut Profesor van Hattum, setiap negara berkewajiban
menjamin keamanan dan ketertiban di dalam wilayah negaranya masing-masing.
[1] Oleh karena itu, negara dapat mengadili setiap orang yang melanggar
peraturan pidana yang berlaku di negara tersebut. Di Indonesia, asas teritorial
diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut
KUHP) yang berbunyi:
Selain dalam Pasal 2 KUHP, asas teritorial juga ditemukan dalam Pasal 3 KUHP,
yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976. Pasal 3 tersebut
berbunyi:
B. ASAS PERONALITAS
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Pidana , Tindak Pidana dan
Pidana. Bagaiamana sistem Pemidanaan yang diatur dalam KUHPidana.
Sebutkan Dasar Hukumnya;
Jawab :
a. Hukum Pidana
Hukum pidana ialah suatu usaha untuk membuat peraturan (pidana) menuju
yang lebih baik, tidak hanya melakukan pengaturan tingkah laku masyarakat,
namun juga menciptakan masyarakat yang sejahtera. Hal ini berarti
pembaharuan hukum pidana merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kebijakan hukum pidana.
1. Pidana Pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
e. Pidana Tambahan
b. Tindak Pidana
c. Pidana
d. Sistem Pemidanaan
Pidana dalam KUHP juga bersifat kaku, dalam arti tidak dimungkinkannya
modifikasi pidana yang didasarkan pada perubahan atau perkembangan diri
pelaku. Sistem pemidanaan dalam KUHP yang demikian itu jelas tidak
memberi keleluasaan bagi hakim untuk memilih pidana yang tepat untuk
pelaku tindak pidana. Sebagai contoh mengenai jenis-jenis pidana,
pelaksanaan pidana pidana mati, pidana denda, pidana penjara, dan pidana
bagi anak. Sistem beracara pidana pada kasus yang diancam dengan hukuman
mati (pasal 340 KUHP) dan yang tidak dengan ancaman pidana mati (pasal
338 KUHP) prosedurnya sama, tidak mempunyai perbedaan dan tidak
mempunyai kualifikasi dan prosedur yang berbeda.
Jawab :
Berikut ini, hal-hal yang dapat menghapus, mengurangi atau memberatkan tindap pidana
yang dilakukan seseorang serta diatur dalam aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
yakni :
Pasal 44
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu
perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
1. Memerintah supaya yang bersalah dikembangkan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharanya, tanpa pidana apapun;
2. Atau memerintah pusaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana
apapun. Jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah pelanggaran berdasarkan
Pasal-Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan
540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan
kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah
menjadi tetap,
3. atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
1. Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah,
maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya pendidikan dari
pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang
tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum,
yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk
menyelenggarakan pendidikannya atau di kemudian hari, atas tanggungan
pemerintah dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
2. Aturan untuk melaksanakan Ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 47
1. Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak
pidananya dikurangi sepertiga.
2. Jika perbuatan itu merupakan kajahatan yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
3. Pidana tambahan dalam Pasal 10 butir nomor 1 dan 3 tidak dapat diterapkan.
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus
dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan,
kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat
ditambah sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik
Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah sepertiga.
Sumber : Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,
Pasal 52, dan Pasal 52 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana