Anda di halaman 1dari 2

Persaingan global abad ke-21 membutuhkan bidang pelatihan untuk

mengumpulkan siswa untuk memiliki kapasitas yang terampil. Salah satu kapasitas
tersebut adalah berpikir kritis (Demirel dan Yilmaz, 2018). Namun dalam menangani
masalah tersebut, masing-masing mahasiswa memiliki kapasitas yang berbeda-beda (Huda
dkk., 2020; Nurjanah dkk., 2017; Rahmawati dkk., 2020; Nurjanah dkk., 2017; Rahmawati
dkk. dkk., 2018). Palobo dkk. (2018) mengungkapkan perbedaan tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan siswa tidak seimbang dan sulit bagi pendidik untuk mengajar.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan guru fisika di salah satu SMA Tangerang Selatan,
kesulitan yang sering dihadapi para pendidik dalam menghadapi pengalaman yang
berkembang adalah akibat dari kapasitas siswa yang tidak seimbang. Misalnya, siswa
menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang berbeda ketika dihadapkan dengan masalah
rumit lainnya daripada yang ditunjukkan. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis yang
hebat merasa diuji.

Siagian dkk. (2019) mengusulkan pemisahan antara mahasiswa dalam menangani


masalah ini. Hal ini ditunjukkan bahwa terjadi karena setiap siswa memiliki kesadaran
metakognitif yang berbeda. Semakin tinggi tingkat kesadaran metakognitif siswa, semakin
tinggi pula kapasitas mereka untuk menangani masalah (Izzati dan Mahmudi, 2018;
Kartika dan Firmansyah, 2018; Rahman dan Hassan, 2017). Nurjanah dkk. (2017), dalam
penelitiannya tentang sains, menunjukkan bahwa siswa dengan skor tinggi, sedang, dan
rendah dalam menangani masalah, masing-masing memiliki perhatian metakognitif pada
tingkat penggunaan cerdas, penggunaan vital, dan penggunaan penuh perhatian. Tingkatan
ini adalah penggunaan cerdas, penggunaan vital, penggunaan yang diharapkan, dan
penggunaan tersirat dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah.

Sementara itu, dalam eksplorasi mereka dalam sains, Erlin dan Fitriani (2019)
menunjukkan bahwa siswa dengan ukuran kesadaran metakognitif yang kurang dan cukup
mengamankan skor kapasitas pemahaman yang lebih rendah dari standar yang tepat.
Disadari bahwa kemampuan memahami pada dasarnya diharapkan untuk mengatasi suatu
masalah. Amin dan Sukestiyarno (2015), dalam penelitiannya merekomendasikan bahwa
metakognitif mindfulness memiliki hubungan langsung yang positif dengan kemampuan
mental, di mana kemampuan mental adalah premis untuk mengemas seseorang untuk
memiliki pilihan untuk berpikir tingkat yang tidak dapat disangkal seperti menyelesaikan
masalah. Hal inilah yang menjadi mengapa kesadaran metakognitif harus ditingkatkan
untuk membantu peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa melalui pengalaman
pendidikan di kelas.

Salah satu latihan pembelajaran yang dapat melatih kesadaran metakognitif dan
keterampilan berpikir kritis siswa adalah mata kuliah IPA materi (Pimvichai et al., 2019).
Isu-isu ilmu fisika dapat mendukung kemampuan kritis siswa untuk berpikir peningkatan
karena mereka dapat ditemukan mencakup kekhasan reguler, baik secara subjektif maupun
kuantitatif. Selain itu, Surjanem (2015) juga mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran
IPA materi, siswa harus menuangkan ide dan mengeksekusi pemikiran dalam mengurus
masalah ilmu material. Salah satu gagasan ilmu material yang membutuhkan pemahaman
yang baik tentang kesadaran metakognitif dan keterampilan berpikir kritis adalah daya alir
segera (Kemdikbud, 2016).

Meskipun demikian, hubungan antara kesadaran metakognitif dan kemampuan


untuk memecahkan masalah diperkenalkan secara subjektif dalam matematika, sains, dan
sains. Hubungan antara kesadaran metakognitif dan kemampuan berpikir kritis masih harus
ditunjukkan secara kuantitatif, khususnya dalam ilmu fisika. Hal ini didukung oleh Ogan-
Bekiroglu dan Dulger (2017) yang mengungkapkan data tentang kesadaran metakognitif
siswa, kemampuan kritis ilmu fisika untuk berpikir, dan hubungan antara keduanya belum
banyak ditemukan. Alasan mengapa informasi tersebut belum banyak ditemukan adalah
hampir tidak ada penelitian yang selesai tentang kesadaran metakognitif siswa dalam
menangani masalah ilmu material. Data ini penting untuk diketahui oleh pendidik karena
dapat membantu mereka dalam menentukan model pengajaran yang tepat yang harus
dilakukan (Setyadi, 2017). Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud menyajikan data
tentang kesadaran metakognitif siswa, keterampilan pemecahan masalah, dan hubungan.

Berdasarkan hasil review, metakognitif mindfulness menghubungkan keterampilan


berpikir sedang, positif, dan kritis pada materi rangkaian arus searah. Metakognitif
mindfulness atau kemampuan berpikir kritis berada pada level sedang. Untuk memperoleh
data, perlu dikaji lebih lanjut dengan sumber yang lebih luas dan petunjuk pendukung
lainnya seperti gaya belajar, kapasitas pendidikan, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai