Anda di halaman 1dari 3

Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi untuk konstipasi adalah modifikasi gaya hidup. Hal ini penting untuk
ditanamkan agar mencegah keluhan berulang.

1. Konsumsi Serat

Pasien diminta untuk meningkatkan konsumsi makanan berserat hingga 25 gram serat/hari dan
minum air yang cukup ( sekitar 1,5-2,0 L/hari). Serat bisa didapatkan dari sayur-sayuran dan buah-
buahan.

Pada CIC (Chronic Idiopathic Constipation) serat yang disarankan adalah serat yang larut
dibandingkan serat tidak larut. Contoh makanan yang tinggi serat larut adalah kubis, kedelai,
alpukat, ubi jalar, brokoli, dan pir.

2. Konsumsi Probiotik

Pasien disarankan mengkonsumsi probiotik. Sudah banyak bukti ilmiah mengenai probiotik yang
menyatakan bahwa penggunaan probiotik bermanfaat dalam mengurangi konstipasi, diare, dan
mencegah irritable bowel syndrome.

3. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang regular, tiga kali seminggu, selama 60 menit, dengan target 40-60% dari target
heart rate (THR) ditemukan dapat mengurangi gejala konstipasi.

4. Kebiasaan Defekasi

Pasien diedukasi agar tidak menahan buang air besar, menghindari mengejan, membiasakan buang
air besar setelah makan (melatih reflek post-prandial bowel movement) atau saat waktu yang
dianggap sesuai, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

Terapi Farmakologis

Tatalaksana farmakologis untuk konstipasi di antaranya adalah bulk-forming agent, stool softener,
laksatif lubrikan, prokinetik, agen osmotik, dan laksatif stimulan.

1. Bulk Forming Agent

Golongan ini merupakan golongan laksatif yang bekerja dengan menyerap cairan di intestinal,
sehingga konsistensi feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Contoh dari golongan
ini adalah psyllium dan methylselulosa. Secara teoritis, methylselulosa akan memproduksi lebih
sedikit gas dan lebih mudah di toleransi. Sayangnya, obat ini belum tersedia di Indonesia.

2. Stool Softener

Golongan obat ini lebih mudah digunakan, tetapi efektivitasnya menurun seiring dengan pemakaian.
Golongan obat ini lebih direkomendasikan sebagai profilaksis atau pada pasien yang harus
menghindari mengejan saat defekasi.

Docusate : 240 mg per oral per hari, atau 120-200 mg diberikan sebagai enema.

3. Laksatif Lubrikan
Laksatif berupa lubrikan berperan dalam tatalaksana konstipasi dengan cara melubrikasi usus dan
mencegah absorpsi air di usus. Contoh dari obat ini adalah paraffin oil yang dimasukkan ke dalam
anus. Bisa juga diberikan sediaan mineral oil, namun sayangnya belum ada di Indonesia.

4. Agen Osmotik

Golongan ini direkomendasikan untuk terapi jangka panjang pasien konstipasi dengan waktu transit
kolon yang lambat dan keluhan yang berulang walaupun sudah diberikan suplementasi serat.

Laktulosa : 10-20 gram diberikan dalam satu dosis atau dibagi menjadi dua dosis per hari.

Sorbitol : 30-150 mL sebagai larutan 70% diberikan satu kali secara oral, atau 120 mL sebagai larutan
25-30% diberikan satu kali sebagai enema

Polyethylen glycol : 19 gram dilarutkan dalam 100-250 mL air digunakan sekali sehari, selama
maksimal 7 hari.

5. Stimulan

Golongan laksatif stimulan adalah yang paling sering digunakan dan mudah didapat. Golongan ini
juga termasuk obat-obat prokinetik yang meningkatkan motilitas usus.

Tegaserod : 2 x 6 mg digunakan selama 4-6 minggu

Bisacodyl : 5-10 mg diberikan saat malam hari, maksimal 20 mg

Sennoside : 15-30 mg per oral 1-2 kali/hari

Terapi Farmakologis pada Keadaan Khusus

Pada slow transit constipation, dianjurkan menggunakan terapi kombinasi laksatif stimulan dan
prokinetik selain terapi non-farmakologis.

Pasien dengan disfungsi anorektal (disfungsi dasar panggul), selain dengan pengobatan non
farmakologis dan laksatif, dapat dianjurkan untuk diberikan terapi biofeedback atau injeksi toksin
botulinum tipe A ke dalam otot pubo rektalis.

Pada konstipasi sekunder, selain mengatasi konstipasi, terapi ditujukan terhadap penyakit yang
mendasarinya.

Terapi operatif dapat dipertimbangkan pada konstipasi yang tidak respons terhadap berbagai terapi
medikamentosa, dengan syarat tanpa kelainan anorektal

Dapus

D Basson Marc. “Constipation.” Medscape (2018).

Tantawy Sayed, Kamel Dalia M , Abdelbasset Walid Kamal, Elgohary Hany M. “effects of a proposed
physical activity and diet control to manage constipation in middle-aged obese Women.” Diabetes,
Metabolic Syndrome and Obesity: Targets and Therapy 2017 (2017): 513-19.
Lembo Anthoni J, Johanson John F, Parkman Henry P, Rao Satish S, et el. “Long Term Safety and
Effectiveness of Lubriprostone, a Chloride Channel (CIC-2) Activator in Patients with Chronic
Idiopathic Constipation.” Dig Dig Sci (2011): 2639-2645.

Institute, Health and Care Excellence National. “Lubriprostone for treating chrinic idiopathic
constipation.” Nice Guidance (2018): 1-47.

Anda mungkin juga menyukai