Pelaksanaan ibadah haji sebagai mahkota ibadah dalam Islam dan cita-cita seumur hidup
umat Islam di mana pun, tidak seratus persen ditentukan oleh manajemen dan kemampuan
manusia mengaturnya. Tetapi terdapat faktor X di luar perencanaan manusiawi yang perlu
disadari. Siapa yang pernah menduga dan membayangkan situasi yang sukar seperti ini?
Sebuah ujian yang berat bagi negara, pemerintah dan umat Islam. Pada akhirnya masalah ini
harus dipulangkan kepada prinsip tauhid, takdir dan tawakkal; manusia hanya berencana,
Allah yang menentukan.
Keputusan pembatasan ibadah haji di Arab Saudi dan ditiadakannya keberangkatan jemaah
haji Indonesia dan jemaah haji dari negara-negara lainnya semenjak dua tahun terakhir (2020
dan 2021) adalah demi keselamatan jemaah haji dengan segala pertimbangan yang
melandasinya.
Para calon jemaah haji yang tertunda menunaikan ibadah haji dianjurkan agar menjaga
kesehatan, memperbanyak amal saleh yang bermanfaat dan tepat guna untuk umat, serta
tawakkal kepada Allah. Niat dan segala proses yang telah dijalani untuk beribadah haji, insya
Allah tercatat sebagai kebaikan di sisi Allah SWT. Dalam Al Quran dinyatakan, "Dan Allah
mewajibkan manusia mengerjakan ibadah haji dengan mengunjungi Baitullah, yaitu bagi
siapa yang mampu sampai ke sana." (QS Ali Imran: 97).
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,
ada trilogi Pembinaan, Pelayanan, dan Perlindungan bagi jemaah haji dan jemaah umrah.
Perlindungan dapat dipahami mencakup kondisi perjalanan dan selama di tanah suci yang
harus aman dan selamat. Sementara pandemi Covid 19 yang belum terkendali,
membahayakan kesehatan, keamanan, dan keselamatan jiwa. Pemerintah punya kewajiban
melindungi keselamatan warga negara, baik di dalam maupun di luar negeri. Sosialisasi
kebijakan dan alasan peniadaan keberangkatan jemaah haji dari luar Arab Saudi dan
menenangkan umat secara mental spiritual dalam bingkai pemahaman maqashid syariah
(tujuan syariah secara universal) perlu dilakukan. Maqashid Syariah tidak hanya dalam
konteks ibadah, tetapi seyogianya menjadi *inspirasi* pengambilan keputusan di segala
bidang kehidupan ketika seorang muslim dan pemimpin muslim harus menentukan pilihan
kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak.