Anda di halaman 1dari 13
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA ® DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN @ SS Jalan H.R. Rasuna Said Blok XS Kavling 4-9 Jakarta 12950 Telepon : (021) 5201590 (Hunting), Faksimile : (021) 5261814, 5203872 Websites yankes kemkes.go.id GERMAS Yth. 1. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi seluruh Indonesia 2. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia 3. Pimpinan Klinik seluruh Indonesia 4. Dokter Praktik Mandiri seluruh Indonesia 5. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia 6. Para Ketua Asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan SURAT EDARAN NOMOR : HK. 02.02/1/2270/202. TENTANG KEWAJIBAN KLINIK DAN DOKTER PRAKTIK MANDIRI UNTUK MELAKUKAN REGISTRASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN/ATAU PELAPORAN PENANGANAN KASUS TUBERKULOSIS MELALUI SISTEM INFORMASI Klinik dan tempat praktik mandiri dokter sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tempat kontak pertama masyarakat dengan pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Klinik dan tempat praktik mandiri dokter sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu, terjangkau oleh masyarakat, dan menjadi bagian dalam program kesehatan secara nasional agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Dalam rangka percepatan penyelesaian masalah kesehatan, telah dicanangkan enam pilar transformasi sistem kesehatan, dimana seluruh tingkatan dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan termasuk klinik dan tempat praktik mandiri dokter sebagai jejaring puskesmas diharapkan dapat mengambil bagian dalam transformasi dimaksud melalui Kegiatan integrasi program nasional. Agar pelaksanaan integrasi berjalan efektif dan efisien dibutuhkan data jumlah dan penyebaran klinik dan tempat praktik mandiri dokter melalui registrasi. Khusus untuk registrasi Klinik, Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, sebagaimana telah diubah dengan Permenkes Nomor 8 Tahun 2022, registrasi Klinik menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha setelah 3 (tiga) bulan memiliki sertifikat standar usaha Klinik. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan salah satu penyebab kematian sehingga perlu dilaksanakan program nasional penanggulangan Tuberkulosis secara berkesinambungan. Penanggulangan Tuberkulosis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal merupakan salah satu dari jenis pelayanan dasar yang wajib dipenuhi pemerintah daerah kabupaten/kota. Meningkatnya beban Tuberkulosis salah satunya disebabkan karena belum optimalnya pelaksanaan program Tuberkulosis selama ini termasuk dalam kegiatan integrasi pencatatan dan pelaporan Tuberkulosis yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis menyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menemukan kasus Tuberkulosis wajib melaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/ kota. Selanjutnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Tuberkulosis yang ditemukan dan/atau diobati_ secara terpadu dan terintegrasi melalui aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), atau melalui Wajib Notifikasi Tuberkulosis (WIFI TB). Saat ini sebagian besar notifikasi Tuberkulosis berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Jika ditinjau berdasarkan kontribusi notifikasi Tuberkulosis dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta hanya sebesar 54% dari rumah sakit swasta dan 2% dari Klinik dan Dokter Praktik Mandiri (DPM). Pelaporan kasus Tuberkulosis secara rill oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan oleh Pemerintah dalam penyusunan_ kebijakan penanggulangan Tuberkulosis selanjutnya. Dalam upaya percepatan eliminasi Tuberkulosis 2030 perlu dilakukan upaya peningkatan pelibatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan baik milk pemerintah maupun swasta termasuk DPM dan klinik. Public Private Mix (PPM) merupakan konsep yang ditujukan untuk meningkatkan keterlibatan fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dalam program Tuberkulosis, sehingga seluruh kasus Tuberkulosis dapat ditemukan, diobati dan dilaporkan pada sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis. Penyelenggaraan pelaporan melalui sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis membutuhkan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan meliputi Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Surat edaran ini bertujuan agar seluruh klinik dan DPM melakukan registrasi dan/atau pelaporan penanganan kasus Tuberkulosis yang dimilikinya melalui sistem informasi sebagai upaya percepatan percepatan permasalahan kesehatan termasuk penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia. Mengingat ketentuan: 1. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3237); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); 7. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 166); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 166); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 316), sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan_ Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 317); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156). Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini disampaikan bahwa dalam rangka percepatan penyelesaian masalah kesehatan termasuk penanggulangan Tuberkulosis terhadap kewajiban Klinik dan DPM, untuk melakukan registrasi dan/atau penemuan dan pelaporan kasus Tuberkulosis melalui sistem informasi, untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Registrasi Klinik Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter a. Seluruh klinik yang telah memiliki sertifikat standar dan Dokter Praktik Mandiri yang telah memiliki surat izin praktik wajib melakukan registrasi melalui sistem informasi dengan link http/registrasifasyankes. kemkes. go. id. b. Pemenuhan kewajiban registrasi klinik dan DPM menjadi pertimbangan bagi Kementerian Kesehatan dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memberikan perpanjangan izin sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam perizinan bidang kesehatan, serta untuk pemetaan perencanaan keikutsertaan klinik dan DPM dalam menjalankan program nasional, 2. Pelaporan Kasus Tuberkulosis a. Seluruh pimpinan Klink dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) yang menyelenggarakan penanganan kasus Tuberkulosis wajib menyampaikan laporan melalui aplikasi program penanggulangan Tuberkulosis: 1) Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), sebagai sistem informasi utama dalam pelaporan Tuberkulosis; atau 2) Wajib Notifikasi Tuberculosis (WIFI TB), sebagai sistem informasi alternatif bagi DPM dan klinik yang belum melapor melalui SITB dan memilki keterbatasan sumber daya. Aplikasi WIFI TB dapat diperoleh melalui - Versi mobile android dapat diunduh di google playstore - Versi website dapat diakses di https://wifitb.sitb.id/ Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan penemuan dan penanganan kasus Tuberkulosis sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat edaran ini Pelaporan penanganan TB berupa penemuan terduga, penegakkan diagnosis, dan pengobatan kasus Tuberkulosis oleh dokter di klinik dan tempat praktik mandiri melalui sistem informasi sebagaimana dimaksud pada hurut a diatas: 1) merupakan pelayanan kedokteran dan menjadi bagian dari program pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga dokter yang melakukan penanganan kasus Tuberkulosis dan melaporkannya melalui sistem informasi memperoleh Satuan Kredit Profesi (SKP) dari organisasi profesi. Besaran SKP sesuai dengan ketentuan organisasi profesi berdasarkan tingkat penanganan kasus Tuberkulosis yang ditaporkan; 2) menjadi dasar pertimbangan pemerintah untuk mengikutsertaan Klinik dan DPM yang melapor dalam program nasional lain selain tuberkulosis termasuk kegiatan pelatihan bidang kesehatan; dan 3) dapat menjadi dasar pertimbangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan untuk melakukan pemindahan kepesertaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab memastikan semua kasus Tuberkulosis yang ditangani diwilayahnya tercatat dan terlaporkan dalam sistem informasi penanggulangan —Tuberkulosis sebagaimana dimaksud angka 2 huruf a, memastikan klinik dan DPM terlibat dalam jejaring diagnosis dan pengobatan Tuberkulosis dengan Puskesmas setempat, serta memiliki akses terhadap pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) program, Dalam hal kasus Tuberkulosis merupakan peserta JKN dan kepesertaannya bukan di puskesmas setempat tempat Klinik dan DPM berjejaring, maka akses pemeriksaan TCM dan OAT program tetap difasilitasi oleh puskesmas setempat dan dibawah koordinasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat pemeriksaan TCM dan OAT program tetap difasilitasi oleh puskesmas setempat dan dibawah koordinasi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat dan/atau dinas kesehatan daerah kabupaten/kota tempat pasien Tuberkulosis berasal. 3. Data registrasi fasilitas pelayanan kesehatan dan pelaporan penanganan kasus Tuberkulosis yang dilakukan oleh klinik dan DPM akan terintegrasi dalam Aplikasi Sehat Indonesia Ku (ASIK) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai sistem informasi satu database bagi tenaga kesehatan 4. Terhadap klinik dan DPM yang tidak melaksanakan kewajiban melakukan registrasi fasilitas pelayanan kesehatan dan melakukan pelaporan penanganan kasus Tuberkulosis melalui sistem informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan angka 2 huruf a dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. _Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Daerah Provinsi, dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan registrasi fasilitas pelayanan kesehatan dan pelaporan penanganan kasus Tuberkulosis melalui sistem informasi sebagai upaya dalam peningkatan mutu pelayanan dan/atau percepatan penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Padatanggal 21 Joi 202 Pit. DIREKTUR JENDERAL Tembusan 1. Menteri Kesehatan 2. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri 3. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN NOMOR HK. TENTANG KEWAJIBAN KLINIK DAN DOKTER PRAKTIK MANDIRI UNTUK MELAKUKAN REGISTRASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN/ATAU PELAPORAN, PENANGANAN KASUS TUBERKULOSIS MELALUI SISTEM INFORMASI IDENTIFIKASI KONTRIBUSI PENANGANAN KASUS TUBERKULOSIS OLEH KLINIK DAN DPM Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan Puskesmas _setempat mengidentifikasi kontribusi yang dilakukan oleh Klinik dan DPM wilayah kerjanya dalam — program —_nasional_~penanggulangan —Tuberkulosis_ dengan mempertimbangkan komitmen pimpinan/manajemen, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang dimiliki Klinik dan DPM. Opsi kontribusi ini diantaranya adalah. a. Opsi1 : Klinik dan DPM hanya melakukan penemuan terduga Tuberkulosis b. Opsi2 : Klinik dan DPM melakukan penemuan terduga Tuberkulosis hingga penegakan diagnosis Tuberkulosis cc. Opsi3 : Klinik dan DPM melakukan penemuan terduga Tuberkulosis hingga memulai pengobatan Tuberkulosis d. Opsi4 : Klinik dan DPM melakukan penemuan terduga Tuberkulosis hingga memberikan pengobatan Tuberkulosis sampai selesai. Ketentuan proses identifikasi kontribusi penangangan kasus tuberkulosis: a. Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Klinik dan DPM didorong memberikan tatalaksana Tuberkulosis secara komprehensif sampai dengan selesai pengobatan (opsi 4) b. Klinik dan DPM yang belum mampu melaksanakan opsi 4, dapat diidentifikasi opsi maksimal lainnya untuk kontribusi awal. Secara bertahap, opsi kontribusi Klinik dan DPM ditingkatkan. d. Klinik dan DPM wajib mencatat dan melaporkan seluruh kegiatan penanganan kasus Tuberkulosis ke sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis dalam kondisi apapun opsi kontribusi yang diidentifikasi; 9 Contoh Memorandum of Understanding (MoU)/ Perjanjian Kerja Sama/ Nota Kesepakatan antara Puskesmas/Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan DPM dan Klinik dapat diakses pada: https://bit.ly/2022_contohMOU-PKS. PETUNJUK TEKNIS DAN VIDEO TUTORIAL SISTEM INFORMASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS, Pedoman bagi Klinik dan DPM untuk menggunakan menyampaikan laporan melalui sistem informasi program Tuberkulosis baik melalui SITB sebagai sistem informasi utama Tuberkulosis, dan WIFI TB sebagai sistem informasi altenatif Tuberkulosis dapat diakses pada: - _ Petunjuk Teknis: https://bit.ly/2022_ PanduanSITB-WIFITB - Video Tutorial SITB: https://www.youtube.comiwatch?v=Hvmd CeTued - Video Tutorial WIFI TB: httos:/bit.ly/2022_ PanduanSITB-WIFITB Seluruh informasi terbaru yang berkaitan dengan pedoman penggunaan SITB dan WIFI TB akan diperbaharui pada link/tautan di atas PERAN KLINIK, DPM, PUSKESMAS, DINAS KESEHATAN, ORGANISASI PROFESI DAN ASOSIASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM JEJARING PELAYANAN TUBERKULOSIS a. Peran Klinik Dan DPM 1) Melakukan penemuan terduga Tuberkulosis; 2) Melakukan penegakan diagnosis Tuberkulosis sesuai standar; 3) _ Berkoordinasi dengan Puskesmas dan/atau Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota setempat atau Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota tempat pasien berasal (untuk kasus TB diluar wilayah kabupaten/kota klinik/DPM berada) untuk akses terhadap pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM), OAT Program dan mekanisme koordinasi/pendampingan; 4) Memberikan pelayanan Tuberkulosis secara komprehensif mulai dari penemuan terduga Tuberkulosis sampai pengobatan secara tuntas; 5) _ Berkoordinasi dengan puskesmas setempat terkait pasien Tuberkulosis yang mangkir maupun pasien Tuberkulosis yang pindah pengobatan; 6) Melaporkan seluruh terduga Tuberkulosis dan kasus Tuberkulosis yang ditemukan dan/atau diobatinya melalui sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis. b. eran Puskesmas 1) Mengidentifikasi klinik, DPM, dan fasilitas pelayanan kesehatan lain di wilayah kerjanya; 2) Mengidentifikasi kapasitas dan kentribusi_ penanganan asus Tuberkulosis sesuai dengan opsi kemampuan pelayanan klinik dan DPM di wilayahnya yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama/nota kesepahaman dengan Klinik dan DPM; 3) Memastikan FKTP lain di wilayah kerjanya melakukan skrining gejala Tuberkulosis untuk menemukan terduga Tuberkulosis dan mengirimnya 5) 8) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) untuk pemeriksaan laboratorum TCM untuk penegakan diagnosis Tuberkulosis; Mendorong FKTP lain di wilayah kerjanya untuk memberikan pelayanan Tuberkulosis mulai dari penemuan terduga sampai pengobatan Tuberkulosis secara tuntas; Menerima rujukan terduga dan/atau kasus Tuberkulosis dari FKTP lain di wilayah kerjanya; Memastikan pelaksanaan kegiatan terpadu program _nasional penanggulangan Tuberkulosis dengan program nasional atau pelayanan kesehatan lain (seperti Tuberkulosis -HIV, Tuberkulosis anak, dan Tuberkulosis-DM) pada tingkat puskesmas dan FKTP lain di wilayahnya; Membentuk jejaring pelayanan Tuberkulosis dengan FKTP lain termasuk Klinik dan DPM di wilayah kerjanya; Melakukan dan mengkoordinasikan mekanisme pendampingan kasus Tuberkulosis, pelacakan kasus mangkir dan putus obat yang berdomisili di wilayah kerjanya sesuai laporan dari FTP lain; Melakukan investigasi kontak kasus indeks dari FKTP di wilayahnya; Menyediakan logistik OAT program dan nonOAT (bahan habis pakai) bagi FKTP lain diwilayah kerjanya; Melakukan penguatan sistem surveilans Tuberkulosis: memantau implementasi wajib lapor terduga dan kasus Tuberkulosis baik di puskesmas maupun di FKTP lain termasuk Klinik dan DPM di wilayah kerjanya melalui sistem informasi program _penanggulangan Tuberkulosis (SITB, WIFI TB); Melakukan pemantauan, pendampingan dan pembinaan penanggulangan Tuberkulosis kepada FKTP lain di wilayah kerjanya; dan Mendorong pelaksanaan promosi kesehatan dan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) program nasional penanggulangan Tuberkulosis. Peran Dinas Kesehatan 1) 2) 3) 4) Sebagai koordinator implementasi jejaring pelayanan Tuberkulosis/ Public Private Mix (PPM); Mengidentifikasi dan mengembangkan mekanisme koordinasi, jejaring kerja dan kemitraan dengan pemangku kepentingan lintas program dan lintas sektor, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan terkait lainnya tingkat Kabupaten/kota; Memfasilitasi, mendorong, membina, memantau dan mengevaluasi pembentukan struktur PPM dan implementasi intervensi PPM pada tingkat kabupaten/kota; Memfasilitasi penerbitan surat keputusan pengesahan pembentukan tim PPM oleh Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota; 6) 7) 10) Memfasilitasi pembuatan MOU/Perjanjian Kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan lain selain Puskesmas di wilayah kerjanya; Menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO) jejaring internal dan eksternal pelayanan Tuberkulosis, dan memastikan tersusunya SPO serta mekanisme koordinasi yang melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan berjalan dengan baik:. Membangun, memfasilitasi, dan memperkuat kerja sama lintas batas wilayah administrasi; Melakukan pembinaan, pemantauan, evaluasi dan pemberian umpan balik tentang tatalaksana Tuberkulosis dan kegiatan program Tuberkulosis lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan secara rutin dan berkelanjutan; Memastikan sistem surveilans Tuberkulosis (pencatatan dan pelaporan) dan jejaring antar fasilitas pelayanan kesehatan berjalan dengan baik; Memastikan keterlibatan UKBM dan organisasi kemasyarakatan terkait dalam jejaring pelayanan Tuberkulosis di wilayah operasional Puskesmas. Organisasi Profesi 1) 2) 3) 7) Membantu dalam pemetaan anggotanya, sesuai kriteria dan peran masing-masing; Berperan sebagai advokator, fasilitator, motivator dan pelaksana dalam memberikan tatalaksana Tuberkulosis dan jejaring District Public Private Mix (DPPM); Memastikan seluruh anggotanya memberikan tatalaksana Tuberkulosis sesuai standar pelayanan, menerapkan wajib pelaporan Tuberkulosis melalui sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis dan terlibat aktif dalam jejaring DPPM; Bersama dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota membentuk koalisi organisasi profesi Indonesia (KOPI TB) untuk mensinergikan upaya dan intervensi antar organisasi profesi guna mendukung program nasional penanggulangan Tuberkulosis; Ikut serta melakukan pembinaan dan pemantauan dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Mensosialisasikan dan mendiseminasikan tatalaksana Tuberkulosis dan isu terkini lainnya kepada seluruh anggotanya secara berkala dan berkelanjutan Memberikan penghargaan berupa Satuan Kredit Profesi (SKP) kepada dokter di Klinik dan/atau penyelenggara praktik mandiri yang menyampaikan laporan melalui sistem —informasi program penanggulangan Tuberkulosis (SITB atau WIFI TB) yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi profesi Asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan 1) 2) 3) 4) 5) Memastikan fasilitas pelayanan kesehatan yang tergabung dalam asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan memberikan tatalaksana Tuberkulosis sesuai standar, menyampaikan laporan penanganan Tuberkulosis melalui sistem informasi program penanggulangan Tuberkulosis sesuai tahapan kegiatan penanganan tuberkulosis, serta terlibat aktif dalam jejaring DPPM; Memastikan adanya MOU/Perjanjian Kerjasama fasilitas pelayanan kesehatan yang tergabung dalam asosiasifasilitas pelayanan kesehatan dengan Puskesmas setempat; Ikut serta melakukan pembinaan dan pemantauan dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Memastikan fasilitas pelayanan kesehatan mengikuti monitoring dan evaluasi yang dikoordinasi oleh dinas kesehatan daerah kabupatenvkota; Mensosialisasikan dan mendiseminasikan tatalaksana Tuberkulosis dan isu terkini lainnya kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang tergabung dalam asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan secara berkala dan berkelanjutan; Pit. DIREKTUR JENDERAL

Anda mungkin juga menyukai