Anda di halaman 1dari 236
A Kopnnecwere need! Nf »x.L | onl PAG V4 Aw a, es) Paradigma Baru Perpolisian Tea wre aU) DR. A. WAHYURUDHANTO. M.SI ENDO) To AM Kel KOLAR en COLeL MEMAHAMI POLMAS Paradigma Baru Perpolisian Di Indonesia Oleh: + Prof. DR. Farouk Muhammad + Dr. A. Wahyurudhanto, M.Si + Andrea H. Poclocngan, SH, M.Hum, MTCP. Edisi Kedua Penerbit : PTIK Press Jakarta - 2019 ‘MATIN POLAAS: Praga Bara Pergo done aw Penerbit : PTIK Press Jakarta Copyright © Prof. DR. Farouk Muhammad Penyusun : Prof DR. Farouk Mubammad De A, Wahyorodhanto, MSi Andres H. Pooloengan, SH, M.Hum, MTCP sian Sampal: PIIK Press Diterbitkan pertama kall oleh Penerbit Ctra Harta Prima ‘anggote Tkapl Jakarta dilarang mengutp atau memperbayak sebagian atau selurun isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti ‘cetakan fotokopl, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara tanga izn tertuls dan pemegang hak cinta/Penerbit ‘Sanksi Pelanggaran Pasal 113, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tontang Hak Cipta (1), Setiag Orang yang dengan tanpa hak metskuksn pelanggaran hak ‘ekonomi sebagal mena dimeksud dalam pasal 9 ayat (1) hurut | Untuk Penggunaan Secara Komerei dpidana dengan pidana penjara paing lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 100.000.000.00 (seratusjuta rupiah) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta ftau pemagang hak eipta melakuken pelenggaren hak ekonomi Pencipta sabagaimana cimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf ¢, hurufd, huruff, dan/atau huruf untuk Penggunaan Secara Komersi dlpidana dengan picana penjara paling lama 3 (tiga) tahun daniatau jidana denda paling baryak Rp. 500.000.000.00 (ime ralus juts ruplah) ‘Setiap Orang yang dengan tanga hak danlatau tanpa izin Pencipt flay pemegang Hak Cipla melakukan pelanggeran hak ekonomi Pancigla sebagaimana dimaksud dalam pasai 9 ayat (1) hurut a, hhuruf, huruf, daniatau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersi dipidana dengan pidana ponjara paling lama 4 (empal) tahun dani ‘atau pidana denda paling bayak 1,000.000.000.00 (satu millarrupiah) ‘Setiap Orang yang memenuhi_unsur sebagaimana dimaksud pada ‘ayat (3) yang ciakukan dalam bentuk pembajakan, cipidana dengan pidana perjara paling lama 10 (sopuluh) tahun “darvatau_pidana ‘denda paling banyak Rp.4.000,000.000.00 (empat miliarrupia, Dictak oleh Percetakan Restu Agung, Jakarta [si di luar tanggung jawab Percetakan A ity (EAHA POLMAS Parag Bara palin Idovasia KATA PENGANTAR Cetakan Kedua Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuban Yang Maha Kuasa, yang atas_perkenanNya edisi kedua buku “Memahami POLMAS: Paradigma Baru Perpolisian di Indonesia” dapat diterbitkan. Edisi kedua ini pada dasarnya tidak mengandung ‘perbedaan substansial dibandingkan dengan edisi pertama. Namun ‘untuk menghadirkan naskah akademik yang lebih berkualitas, pada edisi ini terdapat dua hal perbaikan. Pertama, perbaikan atas, sejumlah kekeliruan pengetikan, mulai dari pembetulan ejaan sampai petbaikan redaksional. Kedua, sebagai suatu buku yang dimaksudkan untuk bahan bacaan terutama bagi mahasiswa dan kalangan akademis, maka dipandang perlu untuk menambah “Daftar Indek Masalah”. Di samping itu, sehubungan dengan penerbitan Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat yang, antara lain mencabut Surat Keputusan Kapolri No.Pol. Skep/737/X/2005 yang sesungguhnya merupakan peletak fondasi bagi kebijakan penerapan model perpolisian masyarakat, dengan ini perlu ditegaskan bahwa walaupun sebagai naskah yuridis, formal kebijakan tersebut telah dicabut, tetapi secara substansial materi terkait konsepsi Polmas masih tetap dipertahankan dalam buku ini, sebagai suatu rujukan akademis. ‘Semoga kehadiran edisi ini semakin memberi manfaat yang lebih berarti bagi para pembaca khususnya para mahasiswa dan civitas akadernika terkait program studi ilmu dan kajian kepolisian serta, para praktisi dan pemethati kepolisian pada umumnya. Sejalan dengan itu segala masukan untuk meningkatkan kualitas buku ini akan disambut dengan tangan terbuka. Jakarta, medio 2019. ‘Manan POLMAS Pip av Pepsin Indonesia Kata Pengantar Dengan mengucap athamdulillahi Robbil aalamin, poji syukur Kchadirat Allah SWT, saya yang dibantu dua asisten, pada akhimya ‘menyelesaikan proses penulisan buku ini, Sesungguhnya gagasan pemulisan buku ini telah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu, setelah diterbitkannya Surat Keputusen (Skep) Kapolri No. Pol: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kedijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyclenggaraan Tugas Polri, Sclain berbagai kendala teknis terutama masalah-masalah para penulis berkenaan dengan tugas dan kewajiban utamanya, tindak lanjut penjabaran gagasan tersebut terkendala bperkenaan dengan proses penyusunan dan pengembangan berbagai piranti lunak. Atas kerja keras tim, akhirnya pada tanggal 1 juli 2006 diterbitkan Surat Keputusan Kapolri, masing-masing nomor ‘Skep/43.1/VIL/2006 tentang Pedomsn Pembinaan Personil Pengemban Fungsi Polmas; Skep/432/VIN'2006 tentang Panduan Pelaksansan Fungsi Operasional Polri dengan Pendekatan Polmas; dan Skep/433/VIV2006 tentang Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas. Semula, dengan penerbitan picanti-piranti lunak tersebut kami pandang telah cukup tersedia naskah yang menguraikan tentang Konsep Polmas. Namun, Karena dinamika perkembangan manajerial internal Polri terutama sebagai akibat pergantian pejabat yang rmembawa konsekuensi perubahan Kebijakan terutama terkait Polmas, maka kebutuhan untuk melanjutkan penulisan buku ini semakin dirasakan perla. Proses pemulisan lanjutan buku ini temyata tidak semudah yang dibayangkan, Berbagai kendala mengakibatkan penyelesaian pembuatan buku ini membutuhkan waktu dan tenaga yang berart Kepentingan dalam penyusunan buku ini terutama ditekankan pada aspek Jatar belakang, yang meliputi kelahiran dan perkembangan Kepolisian termasuk Community Policing dan Polmas, serta evaluasi dan analisis implementasi Poimas setelah belasan tahun diluncurkan dan proyeksiperkembangannya dalam wujad tantangan dan rekomendasi solusi, Untuk itu kami harus bekerja keras, sehingga A iv J [ENAWAMT POIMAS: Parada Pepin nda ‘buku ini bisa dibedakan isinya dengan buku-buku lain tentang Polmas ‘yang pernah diterbitkan, ada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pibak yang telah memberi kontribusi dalam penulisan dan penerbitan buku ini terutama kepada kedua asisten saya Dr. A. Wahyurudhanto, M.Si dan Andrea H. Poeloengan, SH. MHum, MTCP. Selain itu juga ucapan terima Kasih disampaikan kepada para pakar yang tergabung dalam Pokja perihal “Penyusunan Naskah Awal Kebijakan dan Strategi Penerapan Community Poticing dalam Penyelenggarsan Tugas Polri” diantaranya (Alm) Prof. Dr. Satjipto Raharjo, SL, (Alm. Prof. DR. Soetandyo Wignyo Subroto, MPA., (Alm) Prof. Parstdi Suparlan, Ph.D., Dr. Wijoyo Suprapto, Dr. Erlyn Indarti, Drs. Ronny Lihawa, M.Si., serta Dr. Chrysnanda Dwilaksana, M.Si. Tidak kalah pentingnya peranan dari Sér. Hendri dan Sdr. Rizki Fadillah selaku sekretaris pribadi saya yang sangat turut membantu. Lebih dari itu, ucapan terima kasih dat penghargaan patut disampaikan kepada Kapolri Jenderal Polisi Prof. Dr. Tito Karnavian yang ikut memberi kata sambutan dalam buku ini ‘Buku ini merupakan edisi pertama, sehingga. bukan tidak ‘mungkin terlepas dari sejumlah kekurangan, Untuk itu masukan dan saran yang konstruktif sangat dinantikan, Semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswe STIK — PTIK dan konunitas akademi lainnya serta pengemban fungsi perpolisian dan masyarakat pada umumnya. Jakarta, Awal 2018 Prof. DR. Farouk Muhammad MEMATLAMT POLMAS: Prades Bare Ferpose Indore ay RR \KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN, Assalamyalatun Wi Salm jer Bag te Soatan, ‘Souye moraitan pj can spur htadtt Al SWT, Tian Yang aba ‘ua, sae meranoattakpewtianbuku*Nemstans Peas: Pareigma Baru Poplin eons. Bu i renban un arg bape etary fpengeuhan teat al sul dan poterbargn bea, seta lar blag Ihren Canmunty Poca dan Ponas. mack pun as ingles Ponas can tanga argantangan Peles ocean Paras nevjean del Conrmnty Pes a rdonesia yang mip cong top yang lanbanlan surah negara sabags model prasin onienpae (xm aa). Dal danke, faplsen raga mela meneanan kop prac po nara amidan dasha iden dergn tononp Bera Pk. Peinas batan haya pean arg éealan am kehauoen masjraat @ desungiangen prulnan (ses! eer) sap ge mencakup Pinas seage fac (mens era. ag frerislan rath peposan tedkcraltonnsral sehngpe bevwroea’ teres epast tasjrll eda rode ecb haus klar sora pull ga ace maninalan has il San lu, kre Polnas merbet clara pe elaiswe peryuesian pura (sea ran dan cian etna beri neal socal coro! mesa) yargdeunevandeasain ‘Sor dungan hal tasenpkeras Pomas rg terug cle Patp Nora aun 2015, renpakan san eat fag petyeng3e Sot Joniren Pot dam menrexmian knera Poet dan ‘empl liar buiaye Poi Meal nll Peas, mata karin Pol nth mewshan Pi yog poles, mode fan parca alan sorakn mah. Karna dengan maneapan moe arellanasjrkl pda a med sli, ruys dope merrgatian ube bul rao Po ‘lh arora, sh Keats Kegln Negara Repub nei, 3 merquspan area an pengragann hoe boot Pr Dr Fak deme, jar as deh Dr A. ayant, iden Sc Artes H.Posoercan, SH, Mur NCP ag ah marys i. Samega ba apt meen rata og sol pebacy, tu ag a persone Pol, pa mare sana pargeahian an wawasn yang tertandurg dma Dorian sara sy, sanoga Aah SW saaninse merbtlanbrntingan den peicngan ‘aca hapten dam mera gs peat eda asya, arg, can na. Sain on erira ash, Wasclonaodue WW, “MEMATIANI POLMAS: Parga Bar Pepin Ilona DAFTARISI Hllamman Kata Pengantar oo z sen Sembutan Kepole snes ¥h Daftar Ii vil Daftar Tabel x BAB 1 PENDAHULUAN ss 1 BAB II LATAR BELAKANG KELAHIRAN COMMUNITY POLICING . B ‘A. Asal Usl dan Perkembangan Lembaga Kepolisan.... 14 BB, Pengaruh Peckemibangan Politik Dalam Perpolsian 22 CC. Perpolsian Legalistik Profesional... 25 D. Pergeeran Peadcan Dan KereostanKepeteyasn.. 27 E. Revolusi Riset F._ Pengembungan Mode ServicePelayanan G. Peogembangan Model Kontemporer BABII BABIV MEMAHAMI KONSEP POLMAS. DARI COMMUNITY POLICING MENUSU POLMAS ...... 57 Problem-Oriented Policing: SARA. 9 Konsep Awal Community Policing, 6 Tinjauan Kritis Terhadap Community Policing cn Mengokobkan Keberadsan Community Policing. ‘Community Policing di Jepang.. Community Policing di Singapura. “Community Policing” di Indonesia ; Polmas ommooms A. Pembentukan Perstlahan. BB. Pengertian Polmas C. Unsur-Unsur Utama Polmas D. ‘Tujuan Dan Saseran Penerapan Polmas 126 ‘MEMAHAMT OLAS Parga Bara erpolian boweia x E,_Polmas Dalam Dus Dimens..n.. 129 F._Prnsip-prinsip Operasionalises Pol css 192 G. Prasyarat Dan Indikator Keherhasilan Polmas 134 BAB V_ PARADIGMA BARU PERPOLISIAN: Sebuah Tantangan dan S0UUSt 0.0000 ‘A. Meninjau Sepuluh Tahun Polis B, Regulasi Polmas. < CC Mendeathan Polis Pada Kepolisin Spi 158 D, Membangun Desa Polmas.. sven 166 E. Menoegah Terorisme: Mendayagunaan Polmas m F, Taniangan Menyongsong Masa Depan Polis a. 181 Daftar Pustakat ooo ¥ 200 Indeks, 206 a TMENAHAME POLIS: Paral Bava Pepin done DAFTAR TABEL NO. TABEL Halaman | Tanya Jawab Ciri Perpolisian Tradisional Dan Perpolisian Masyarakat 74 2, Polmas : Siskamswakarsa .. 9 3. Data Perkembangan Kejahatan Bedasarkan Laporan dan Penyelesaian Perkara 2005-2015 snsnsnsinno 183 ‘MESA MT POLMAS Parag Bar Pepsin Fe ay BABI PENDAHULUAN Polmas merupakan istilah bentukan baru yang berasal dari singkatan Perpolisian Masyarakat, sebuah pranata sosial yang melengkapi keberadaan dan peranan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) yang merupakan salah satu perangkat birokratis (baca: alat negara). Konsep Polmas sebagai model perpolisian kontemporer diluncurkan pertama kali pada akhir tahun 2005 berdasarkan Surat Keputusan (Skep) Kapol:i No. Pol: Skep/737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyeleng- garaan Tugas Polri, Sejalan dengan kebijakan penataan tata urut peraturan peraturan perundang-undangan, Polri kemudian ‘menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Polmas Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang menyesuaikan dan mengembangkan ketentuan-ketentuan dalam Skep 737. Salah satu pertimbangan yang melatarbelakangi pembuatan Kebijakan dan Strategi penerapan model perpolisian ‘masyarakat dalam penyelenggaraan tuges Polri adalah tuntutan proses reformasi yang hampir mencakup berbagai aspek kehidupan bernegara dan berbangsa. Sebagaimana dimaklumi, tuntutan reformasi terutama terkait pada politik keamanan pada era pemerintahan orde baru yang terkenal dengan kebijakan “dwi fungsi” ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yaitu sclain melaksanakan peranan sebagai kekuatan pertahanan dan Keamanan, ABRI melaksanakan peran sebagai kekuatan sosial politik. Polri yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian ‘Negara Republik Indonesia—kemmudian dipertegas dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia ‘merupakan bagian integral dari ABRI tidak dapat memisahkan iri dari kebijakan Pemerintah ketika itu. Hampir segala kebijakan kepolisian termasuk kebijakan pertegakan hukum oleh ez ‘MEMAHAMI FOLMAS Poi Bara Pepe Indonesia Polri tidak tepas dari pengaruh pimpinan dan lembaga ABRIL ‘Tuntutan gerakan reformasi mengharuskan Polri_ untuk memisahkan diri dari ABRI—yang kemudian menjad- NI (Tentara Nasional Indonesia). ' Polri, pada era orde baru cenderung melihat dirinya semata-mata sebagai pemegang otoritas. Institusi kepolisian dipandang sebagai alat negara (state police), sehingga pendekatan kekuasaan bahkan tindakan represif acapkali diutamakan dan mewarnai pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Walaupun prinsip "melayani dan melindungi (to serve and to protect)” ditekankan, sebagaimana halnya dengan kecenderungan kepolisian di berbagai negara sampai dengan akhir abad ke 20, pendekatan-pendekatan yang birokratis, sentralistik dan serba sama/seragam acapkali-mewarnai penyajian layanan Kepolisian oleh Polri. Gaya perpolisian tersebut mendorong polisi untuk mendahulukan mandst dari Pusat (baca: semua yang dari atas) dan mengabaikan persetujuan/dukungan masyarakat lokal (public approval)” yang sesungguhnya merupakan kunci utama keberhasilan pelaksanaan pekerjaan kepolisian. Selain itu, polisi cencerung menampilkan dirinya sebagai sosok yang formal dan eksiusif dari warga masyarakat Pada akhimya semua itu berakibat pada memudamnya legitimasi Polri di mata publik pada satu sisi, serta semakin berkurangaya dukungan publik dalam pelaksanaan tugs Polri bahkan ‘memburuknya citra polisi pada sisi lain, Di lain pihak, sejalan dengan pergeseran peradaban umat manusia—secara universal terutama di negara-negara ‘maju—masyarakat cenderung semakin "jenuh" dengan cara-cara lembaga pemerintah yang birokratis, formal/kaku, general/ seragam dan lain-lain terkait penyajian layanan publik, Terdapat kecenderungan bahwa masyarakat lebih menginginkan pendekatan-pendekatan yang personal dan menckankan pada (EMARAMI POLMAS Paral Baru Pepoltan donee —=y pemecahan permasalahan daripada sekadar terpaku pada formalitas — birokratis yang kaku, Personalisasi pelayanan— birokrasi menjadi tema yang populer dikala itu.’ Menjelang akhir abad ke 20, sebageimana diutarakan oleh sejumlah pakar kepolisian terjadi pergeseran paradigma dalam perpolisian. Tuntutan perubahan layanan kepolisian terkena imbas dari tuntutan kehadiran masyarakat madani (civil society) yang, mendorong lahirnya konsep “civil police” (baca: civitized police) atau kepolisian sipil. Kepolisian dituntut untuk merubah pendekatan kekuasaannya ke arah yang lebih humanis dan harus bermitra dengan masyarakat yang dilayaninya, Dalam bidang penegakan hukum, penyelesaian dengan mekanisme informal kembali dibutuhkan karena dipandang lebih efektif daripada proses sistem peradilan pidana formal yang acapkali kurang memberi perhatian yang berarti bagi korban dalam pengambilan keputusan penyclesaian permasalahan yang dideritanya.* Pergeseran yang bergerak dari pemikiran-pemikiran tradisional/ konvensional dalam birokrasi penegakan hukum ke arah model yang lebih partisipatif. ‘Tuntutan pengembangan “civil police” mendorong. pengembangan model “Community-Based Policing” (perpolisian yang berbasis masyarakat/komunitas). Polri yang di kala itu sedang melaksanakan proses reformasi harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakat global. Gema suara reformasi di Indonesia menuntut Polri—bukan hanya sekadar berganti baju dati militer, tetapi juga—untuk melakukan perubahan paradigma dari yang menitikberatkan pada pendekatan yang reaktif’ dan mengandalkan kekuasaan menuju pendekatan yang proaktif dan. mendapat dukungan publik dengan mengedepankan kemitraan dalam rangka pemecahan masalah-masalah sosial. Sebelum diluncurkan secara resmi, beberapa satuan Polri menerapkan konsep “Community Policing" dalam As y ‘MEMAHAMI OLAS Fag Baru Pepolson bona berbagai versi, sehingga menimbulkan kekurangsinkronan dalam penerapannya, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB), misalnya—ketika Penulis diamanahi menjadi Kapolda, bekerja sama dengan Unram (Universitas Negeri Mataram) dengen dukungan dana dari Partnership atau Kemitraan sebagai pengelola program "Reformasi Tata Kelola Kepemerintahan", melaksanakan program yang disebut "Pengembangan Kepolisian Nasional Berorienlasi Masyarakat Lokal." 10M (International Organization for Migration) mendanai program "Community Policing" di Polda Kalimantan Barat dan Polda Jawa Barat, The Asia Foundation membiayai program —"Community-Oriented Policing" pada Polda Yogyakarta. Penerapan model perpolisian “kormunitas” oleh masing- masing Polda sudah barang tentu menjadi tidak ofektif dalam suatu sistem kepolisian nasional yang dianut oleh Polri. Setidak- tidaknya ada dua kendala yang dihadapi oleh Kelompok Kerja (Pokja) penyusunan konsep terscbut yang kebetulan di bawah pimpinan Penulis yang pada saat itu tengah menjabat sebagai Gubernur PTIK (Perguruan Tinggi IImu Kepolisian). Pertama, terkait kesulitan menemukan terma yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk kata “policing,” "community" dan "Community Policing". Setelah melalui pembabasan berhari-hari bersama beberapa guru besar PTIK termasuk pakar bahasa dari Balai Pustaka, Pokja sampai peda kesepakatan menggunakan istilah “perpolisian” untuk kata Inggris "policing" dan istilah "masyarakat" untuk kata Inggris "community" yang kemudian digabung menjedi "Perpolisian Masyarakat" untuk istilah "Community Policing” Kedua, kousep "Community Policing" pada hakekatnya bukan hal yang terlalu baru dalam sistem pengelolaan keamanan di Indonesia, Jauh sebelum proklamasi _kemerdekaan, ‘masyarakat bangsa Indonesia yang dikenal dengan semangat gotong royongnya telah menerapkan pela _pengelolaan [MENATIANI POLMAS Pera Bare i ay kkcamenan secara bersama: dari, olch dan untuk masyarakat yang Kemudian dikenal dengan sebutan Sistem Keamanan Swakarsa atau Siskamswakarsa, Siskamswakarsa kemudian dikembangkan yang —mencakup keamanan —_lingkungan pemukiman, keamanan lingkungan kerja dan keamanan ingkungan pendidikan. Siskamswakarsa tidak —terlepas_—dari__-konsep Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta) yang dikembangkan oleh ABRI dikala itu. Salah satu subsistem dari Sishankamrata adalah Siskamrata (Sistem Keamanan Rakyat Semesta) yang selama ini diantaranya diwujudkan dalam kegiatan Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan). Sudah barang tentu pola pengelolaan keamanan yang bersifat tradisional dalam wujud mobilisasi "bala" kekuatan di bawah bayang-bayang pengaruh militer dimaksud sudah tidak sepenubnya senapas dengan pendekatan kekinian di bawah prinsip dan nilai-nilai masyarakat madani khususnya "kepolisian sipil’. Di lain pihak, dalam pola pengelotaan kkeamanan yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia terdapat nilai-nilai kehidupan bersama yang harmonis yang bahkan dalam sejumlah hal menggunakan penyelesaian permasalahan secara kekeluargaan di bawah spirit kearifan Jokal, sehingga tidak sedikit memberi kontribusi yang berarti bagi pengelolaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Walhasil, konsep Polmas yang dikembangkan sebagai model perpolisian yang diterapkan oleh Polri bukan semata- ‘mata merupakan adopsi dari konsep "Community Policing" yang diterapkan di negara-negara maju, melainkan juga diangkat dari nilai-nilai Kearifan lokal yang hidup dalam sistem sosial budaya masyarakat, Sudah barang tentu konsep tersebut harus disesuaikan dengan nilai-nilai kemanusian kekinian. Karena itu boleh dikatakan bahwa Polmas adalah "community policing" ala Indonesia, a "MEMAHADT POLMAS: Prada Bava Pepa adorei Selanjutnya perlu ditururkan bahwa buku ini ‘menggunakan terma “perpolisian” sebagai terjemahan dari kata “policing”. Di sini yang hendak digambarkan adalah segals hal ihwal tentang penyclenggaraan fungsi kepolisian yang mencakup mulai dari konseptual sampai operasional. Sementara itu, sebagian orang ada yang menggunakan istilah “pemolisian” untuk terjemahan kata “policing”. Penggunaan _istilah pemolisian menurut hemat saya tidak salah sepanjang yang dimaksud adalah proses terkait tindakan kepolisian, Dengan demikian, perpolisian lebih mencerminkan Konsepsi_ yang bersifat makro dan strategis, sedangkan _pemolisian mengandung pengertian yang bersifat mikro, yaitu aksi yang bersifat taktis. Di samping penggunaan istilah perpolisian dan pemolisian, perlu dijelaskan penggunaan sebutan “Community Policing (C.P)” dan “Community-Oriented Policing (C.0.P)”. Pada dasamya kedua sebutan tersebut mempunyai pengertian yang sama dan digumakan secara bergantian (interchangeable). Namnun, jika diteliti secara mendalam makna yang terkandung dan bentukan kata- katanya keduanya perlu dibedakan. C.P. lebih mencerminkan “masyarakat yang berpolisi”, sedangkan C.O.P, mengandung makna “polisi yang (berorientasi) masyarakat”. Sclanjutnya juga perlu dikemukakan bahwa dalam buku ‘lah “tradisional” digunakan secara bergantian dengan istilah “konvensional”, Pengguman istilah konvensional dipandang perlu diselipkan untuk menunjukan perpolisian sebelum era kontemporer, guna menghindari kerancuan dengan sebutan perpolisian tradisional yang diterapkan sebelum era perpolisian modern yang dikembangkan di Inggris pada tahun 1829, ini Buku ini disusun lebih dari hanya sekadar memberikan pemahaman tentang konsep Polmas. Ia memperjelas dan melengkapi prinsip-prinsip penuntun yang tertuang dalam "Kebijakan Kapolri" tersebut di Ta juga menyajikan [MNANANT POLIS. Prada Bara Ferplian ndore x informasi tentang asal usul kelahiran fingsi perpolisian serta menguraikan Kelemahan-kelemahan dalam _perpolisian konvensional yang lebih menckankan pada pemberantasan kejahatan dengan mengandalkan kewenangan hukum dan penggunaan teknologi, Kelemahan-kelemahan itulah yang mendorong kehadiran "Community Policing" — termasuk "Community-Oriented Policing" atau "Community-Based Policing". Buku ini juga menuturkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam penerapan Polmas selama lebih dari dua beles tahun kehadirannya. Melalui penyajian pengetahuan tersebut diharapkan konsep Polmas bukan hanya dapat dipahami secara tepat, tetapi juga diimplementasikan dengan sesungguhnya, dan bukan hanya untuk membangunkan kesadaran bermitra, tetapi juga dapat memberi manfaat yang efektif sebagai pelengkap (sekaligus dalam hal-hal tertentu meluruskan) model perpolisian birokrat Penggunaan kata “paradigma” dalam buku ini, dimaksudkan agar pemahaman Polmas tidak diterima sebagai hal yang “kaku;” sejalan dengan dinamika aktivites masyarakat, pemahaman Polmas akan bisa berkembang sesuai dengan berbagai faktor yang memberikan implikasi pada aktivitas dan kebutuban masyarakat, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia®, paradigma merupakan kata benda yang berarti model dalam teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Paradigma dalam bahasa Inggris disebut paradigm dan bahasa Perancis paradigme, yang berasal dari bahasa Latin “para” dan “deigma". Para berarti di sisi atau di samping dan deigma berarti contoh, pola, model. Paradigma berarti sesuatu yang ‘menampakkan pola, model atau contob. Paradigma juga sinonim dengan guiding principle, basic point of view atau dasar perspektif ilmu, gugusan pikir, model, pola, kadang ada pula yang menyebutnya konteks, Turgiantoro dengan mengutip Zumri mengemukakan bahwa secara terminologi, paradigma A sy "MEMATIAE POLMAS: Prada Baru Popol Poneia berarti jalinan ide dasar beserta asumsi dengan variabel-variabel idenya. Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan, Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut adalah Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970:49). Dalam kontek keilmuan, istilah tersebut berarti asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (sebagai suatu sumber nilai) sehingga merupakan sumber hukum dan metode. Dalam penerapan ilmu pengetahuan ia sangat menentukan sifat, citi serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri, Dengan asumsi pada pengertian mengenai paradigma, maka memahami Polmas sebagai paradigma baru di Indonessia, mensiratkan bahwa pemahaman tersebut akan selalu terkait dengan perkembangan dinamika masyarakat, Khususnya pada hal-hal yang beckaitan dengan perpolisian Sctidak-tidaknya terjadi dua kali pergescran paradigma dalam perkembangan kepolisian. Pertama pergesetan dari Kin police dalam kerangka sistem informal (informal social control mechanisms) ke ruler appointed police dalam kerangka sistem formal (formal social control agency) terutama dengan terbentuknya lembaga kepolisian modern “scotland yard” di Inggris. Kedua pergeseran yang kembali kepada perpaduan sistem formal dan informal sejalan dengan kelahiran “Community policing” sebagai peranata sosial yang melengkapi kepolisian sebagai aparatur yang dibentuk negara (kepolian birokratis) Buku ini diorganisasikan dalam lima bab yang diawali dengan bab Pendabuluan ini sebagai penganter, Bab I ‘menyajikan pengetahuan tentang "Latar Belakang Kelahiran Community Policing”. Bab ini menyajikan uraian mulai dari asal usul lembaga kepolisian versi Kontinental dan versi Anglo Saxon sampai perkembangan riset terkait kepolisian yang MEA TAB POLMAS Paradigm Bars Pepin dona —=y melahirkan model-model perpolisian kontemporer, Di sana diuraikan bagaimana pergeseran paradigma terjadi dari mekanisme pengendalian sosial informal (tradisional) sampai terbentulnya lembaga formal yang disebut kepolisien modern. Bagaimana kepolisian berkembang di bawah pengaruh politik yang direformasi menjadi legalistik/profesional dan berpendekatan pelayanan (service model). Kondisi apa yang mendorong berkembang pesatnya revolusi riset? Lalu mengupa timbul berbagai program terkait perpolisian kontemporer? kesemuanya yang dituturkan dalam Bab IT. Bab III menguraikan perkembangan dan uji coba program-program terkait perpolisian kontemporer khususnya Problem-Oriented Policing yang kemudian menyatu dengan program Community Policing (C.P.) itu sendiri. Apakah konsep CP. dapat diaplikasikan dengan mulus? Apa temuan yang terungkap dari berbagai riset? Apa kelemahan dan kritik terhadap C.P. sampai kemudian mengkristal sebagai konsep yang baku? Juga di sini diuraikan kelahiran dan perkembangan model C.P. di beberapa negara sampai masuk ke Indonesia. Uraian tentang konsep Polmas itu sendiri disajikan dalam Bab TV yang mencakup mulai dari perdebatan pembentukan peristilahan, unsur-unsur utama Polmas, sampai prasayarat dan indikator keberhasilan Polmas. Di sini juga diuraikan kedua dimensi Polmas; dimensi internal atau disebut Polmas sebagai filosofi yang identik dengan C.O.P, dan dimensi ekstemnal atau disebut Polmas sebagai strategi/program yang identik dengan C.P. dalam arti sempit. Pada bagian akhir buku ini, Bab V_ menyajikan informasi tentang "Paradigma Baru Perpolisian di Indonesia: sebuah tantangan", Dalam bab ini Penulis menyajikan hasil evaluasi ataspenerapan Polmas. Di mana —_letak permasalahannya, sehingga implementasinya masih dirasakan Jeurang efektif. Penutis menguraikan Kondisi rill capaian pengembangan beserta kendala dan faktor-fiktor yang. waa “MEMATIAN POLMAS: Praga Bara Perpolia bdoneia ‘mempengaruhinya termasuk sisa-sisa_ pengaruh model tradisional yang berorientasi kekuasaan dan kofporasi serta gaya ‘militeristik yang masih melekat dalam kehidupan personel Polti. Pada Bab ini Penulis juga menyajikan contoh implementasi Polmas tetkait penanganan kasus-kasus tertentu dan sckaligus menorehkan catatan pentiig guna semakin memantapkan penierapan model perpolisian konvensional agar lebih “civilized” dalam penampilannya, Tulisan ini berupaya mengungkapkan riwayat perkembangan kepolisian sejak awal kelahirannya—dus berarti sejak bermulanya kehidupan umat manusia yang primitit— sampai dengan model kepolisian mutakhir. Informasi tentang praktik perpolisian di Indonesia, mulai sekitar tahun 1970an relatif dialami oleh penulis yang memulai kariemya sebagai polisi pada akhir tahun 1972, Sementara terkait riwayat kepolisian terutama di negara-negaramaju _penulis menggantungkan informasi pada Titeratur yang tersedia. Akibatnya sudah barang tentu, sangat mempengaruhi akurasi informasi yang diperoleh—terutama yang menyangkut jangka waktu sejarah yang relatif lebih jauh ke belakang. Kelemahan ini penulis atasi dengan merujuk pada beberapa literatur— walaupun kadang-kadang tidak selalu menyajikan informasi yang konsisten, Namun hal itu semua, secara substansial tidak mengurangi pemahaman tentang keseluruhan pengetahuan terkait perkembangan kepo‘sian khususnya Konsepsi tentang Community Policing atau Polmas. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1999 tentang Langkah-Langksh Kebijaksn Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesis dari Angkatan Bersenjata Republi Indonesia, Charles Reith dalam bulsnya Police Principles and the Problem of War smenegaskan : “The power ard strength of the police les nether In the military arm nor inthe lave ts almost wholly: public approval oftheir existence and their behavior, and without it neither law nor troops ‘MEMARABH POLMAS rage Bara Pola Dona ay ‘could save them from helplessness” (Kekuasaankekuatan polisiterletake ‘bukan pada senspan maupun hukum, teapi pada dukungan masyarakat (pubic approval) secara menyeluruh aias Keberadaan dan peilaeu mereka. Tanpa dukusgan publilk, baik Inium maupun senapan tidak ‘dapat menyelematkan mereka dari Ketiadaan bantuan) (Reith, Chares 1940, Police Principles and the Prohem of War. New York: Oxford University Pres. Him 56). Poter K. Manning dengan menarik menuturkan pandangannya terkait tema yang bertentangan dalam masyarakat moder. Bagi Manning masyarakat modern adalsh rentetan dari kerinduan;,Kerinduan pada kekesih, masa Iaiu, masa dopan, pablzwan-pahlawan dan pada masyarakat dan asosiasi-asosiasi yang, bersatu Seba satu kesatuan di masa lala, Suatu politik bertema nostalgia (nostalgia theme) menggapai penghargaan publik. Termasui di sini adalah harapan memilki polis yang lebih banyak di jelan-alan. Di lain pibak, lahir tema yang rmendambakan perubahan format birokrasi, yang Icbih responsif pada peruehan-perubahan dalam struktursosal. Perubuhan kebijekan seperti regulasi (Iermasuk debirokraisasi, menurut penulis) yang juga rmencakup perampingan struktur pemerintahan dapat dipandang sebagai bagian dari upaya untuk membuat pasar lebih responsif pada kebutuhan- Kebutwhan Kensumen dan untuk membatasi perujukan dari “negara kesejabteraan” (walfare state) ke dalam bagian-bagian yang lebih bessr dari kebidupan warga. Tema responsif meneerminkan kondisi birokrssi, seperti yang kurang terpusat dan mencampuri urusan (privat) warga, [ebih. berkonsentrasi pada kebutuhan-kebutunan individual, terbuka dalam pelayanan dan informasi, yang pemah mencvat dalam Kehidupan rmasyarakat modem Amerikn dan terefieksi dalam perubaban dan kebutuhan semua profesi. Tema demikian yang disebut olch Manning sebagai “personalisasi pelayanan’” (the personalization of service), Yang. juga dibutuhkan Kepolisian. Community Poticing adalah jawaban dati kebutuhan tersebut (Manning, Peter K. “Community-based policing” dalam Dunham, Roger G. dan Alpert Geottrey P., 1993. Critical Iseues in Policing. Mlinois ; Waveland Press, inc. Him 421). “Lab, Steven P.. 1992. Crime Prevention; Approaches, Practices and Evaluastions. Cincinnati, Ohio : Anderson Publishing, Bab & ° Kamus Besar Behasa Indonesia Versi Dering; 2016. Badan Pengembangan dan Pembinsan Batsss, Kementerian Pendidikan dan ‘Kebudayaan Republik Indonesia. ‘Tugiantor, et al; Paredigma Tim Pengetahuan menurut Thomas Kiua, hp: itinotugiantoro. —blogspot.co.id! 2013/12/paradigma-itmu ppngetahuan-menurut html, diakses 26 Jan 2018, Liz y "MEMATIAMI POLMAS: Praga Bora Pepin des BAB II LATAR BELAKANG KELAHIRAN COMMUNITY POLICING MEM AAD POLMAS: Latr Belang Klien Ori Pong Asal-Usul Dan Perkembangan Lembaga Kepolisian Sistem kehidupan manusia pada mulanya mengenal pola kehidupan tradisional/primitif yang menerapkan informal social control mechanism dan informal social control agency. Setiap Kelompok masyarakat = mempunyai norma-norma tersendiri guna menjaga cksistensi_kelompoknya, Norma- norma tersebut mengalur hubungan antar individu dalam kelompok itu sendiri, sehingga bugi pelanggarnya akan berlaku sanksi sosial, Masyarakat pedesaan atau masyarakat yang hidup dalam lingkup kebudayaan tradisional sudah terlebih dahulu mengatur sendiri hubungan di antara sesama mereka, dalam sebuah adat-istiadat, Norma-norma kelompok dan adat istiadat adalah mekanisme informal dari pengendalian/kontrol sosial, sementara aturan hukum merupakan mekanisme formal dari kontrol sosial. Sosiolog, William Graham Sumner! menggunakan terma falkways dan mores. Fatkways adalah kebiasaan atau cara-cara dalam aktivitas kehidupan warga sehari-hari, dalam mencari buah-buahan dan sayur mayur serta binatang untuk ‘makanan serta untuk menjalin hubungan baik antar warga dan bahkan untuk mengendalikan perilaku kekerasan atas satu sama Jain, Dalam hal ini termasuk kebolehan melakukan_balas

Anda mungkin juga menyukai