Anda di halaman 1dari 4

A.

Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, dimana tubuh tidak dapat lagi menjaga metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2010).
Penurunan kemampuan fungsi ginjal akan menyebabkan terganggunya hemodinamik di dalam
tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Pasien gagal ginjal kronik juga sering mengalami anemia hal
itu dikarenakan penurunan produksi eritropoietin, defisiensi besi, pemendekan umur sel darah
merah, anemia akibat toksik uremia, inflamasi, atau perdarahan.
Kadar oksigen rendah karena anemia akan menyebabkan tubuh mengalami kelelahan
yang ekstrim (fatigue) dan akan memaksa jantung bekerja lebih keras untuk mensuplai oksigen
yang dibutuhkan (Black & Hawk, 2010).Hal yang paling menonjol pada pasien dengan stadium
akhir ginjal adalah kelelahan, kelemahan otot, gangguan fungsi fisik, sesak nafas dan depresi.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kelelahan mempunyai hubungan yang signifikan dengan
masalah tidur, status kesehatan fisik yang jelek dan depresi (Bonner, A. & Caltabiano, 2010).
CKD merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan membutuhkan biaya perawatan
yang mahal (Hudiyawati et al., 2019). Center for Disease Control pada tahun 2014
memperkirakan dalam rentang tahun 1999-2010 terdapat sekitar 10% atau kurang lebih 20 juta
penduduk Amerika usia dewasa yang menderita penyakit CKD (CDC, 2014). Prevalensi CKD
di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018, menunjukkan bahwa sebanyak 713.783 orang dari
260 juta penduduk usia dewasa yang terdiagnosis CKD (Sitoresmi et al., 2020). Sementara itu,
jumlah pasien yang menjalani hemodialisis mencapai 857.378, dan Jawa Tengah menyumbang
sekitar 65.755 prosedur hemodialisis per tahun menempati urutan ke-6 dari 23 provinsi
(Indonesian Renal Registry (IRR), 2016).
Hemodialisa merupakan salah satu terapi yang sering digunakan pada pasien gagal
ginjal kronik untuk mempertahankan hidupnya lebih lama dan berkualitas. Terapi ini tidak
dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal, tetapi hanya untuk mencegah
kematian. (Suharyanto dan Madjid, 2010). Tujuan utama hemodialisa yaitu untuk
mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan keseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien
PGK (Penyakit Ginjal Kronis) (Kallenbach et al., 2010).
Kelelahan adalah gejala umum pada pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani
terapi hemodialisa. Kelelahan merupakan penurunan kapasitas untuk melakukan suatu kerja
fisik dan mental (Herdman & Kamitsuru, 2015). Karena menurunnya fungsi mental dan fisik
maka semangat kerja yang dihasilkan seseorang tersebut pun berkurang sehingga
mengakibatkan efektifitas dan efisiensi kerja menurun. Seseorang yang mengalami kelelahan
merasakan suasana hati yang tidak senang seperti letih dan lesu, keadaan mental yang kurang
fokus menyebabkan terjadinya frustasi dan ketidaknyamanan, serta nyeri yang tidak jelas di
otot ataupun persendian (Hockey,2013). Hal ini dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan
juga kualitas hidup seseorang.
Prevalensi kelelahan cukup tinggi pada populasi pasien yang menjalani hemodialisa
dalam waktu lama. Simptom kelelahan dialami 82% sampai 90% pasien (Kring & Crane,
2010). Kelelahan pada pasien yang menjalani hemodialisa terjadi karena adanya akumulasi
limbah metabolisme dalam tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, energi yang
dikeluarkan abnormal, ketidakpastian, anemia dan depresi (Unal dan Akpinar, 2016).
Intervensi untuk mengurangi kelelahan dapat dilakukan dengan terapi famakologis
ataupun non farmakologis. Terapi nonfamakologis yang diberikan seperti terapi nutrisi, yoga,
akupresur dan terapi pijat refleksi kaki. Terapi pijat melibatkan palpasi jaringan lunak dan otot,
pijatan adalah sentuhan terapi yang mengarah untuk relaksasi fisik dan mental dan mampu
menghasilkan transmisi energi antara praktisi dan subjek, dan oleh karena itu dapat digunakan
untuk membantu pasien mengatasi kelelahan (Bicer & Çürük, 2016).
Terapi pijat refleksi kaki banyak dilakukan karena tidak ada efek samping pada
penerapannya dan dirasa aman untuk dilakukan juga tidak ada efek jangka panjang. Pijat
refleksi adalah pengobatan tertua di dunia, berdasarkan teknik pijat ilmiah dan telah
dikembangkan sejak zaman Cina dan Mesir kuno. Gambar-gambar ilmiah paling utama dari
pijat refleksi ditemukan di makam Ankhmahor di Mesir pada 2500 SM (Shady & Ali, 2019).
Berdasarkan hasil Analisa yang dilakukan di unit hemodialisa PMI Surakarta pada
bulan April 2022 didapatkan total 5 responden yang mengalami kelelahan saat menjalani
hemodialisa dengan tanda-tanda lelah, lesu, letih dan terkadang juga merasakan pusing, serta
sesak napas dan lemas Sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan evidenced based
pemberian terapi pijat refleksi kaki untuk menurunkan fatigue pada psien yang menjalani
hemodialis

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisa analisis pengaruh dari
pemberian terapi pijat refleksi kaki untuk menurunkan fatigue pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani HD di unit hemodialisa PMI Surakarta .
2. Tujuan khusus
a. Mengindentifikasi tingkat kelelahan (fatigue) pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani HD di unit hemodialisa PMI Surakarta .
b. Menganalisa pengaruh pemberian terapi pijat refleksi kaki pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani HD di unit hemodialisa PMI Surakarta .
C. Metodologi
1. Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan pra eksperimen dengan rancangan ine group pretest-post
test design untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi pijat refleksi kaki dalam
menurunkan fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
sebelum dan sesudah dilaukan perlakuan.
2. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitain ini yaitu seluruh pasien yang menjalani HD di unit
hemodialisa PMI Surakarta selama periode waktu pengumpulan data.
Peneliti mengambil sebanyak 5 sampel sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan peneliti.. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara
non probability sampling dengan teknik purposive sampling.
3. Instrumen penelitian
Dalan penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu dengan kuesioner FACIT
Fatigue Scale dengan 13 indikator pertanyaan
4. Prosedur pengumpulan dan analisa data
Dari seluruh sampel yang dipilih sebelum diberikan perlakukan berupa pijat
refleksi kaki terlebih dahulu diberikan kuesioner pretest untuk mengetahui tingkat
fatigue sebelum diberikan perlakuan dan setelah di berikan perlakuan diberikan
kuesioner kembali sebagai post test untuk mengetahui tingkat fatigue apakah ada
pengaruh atau tidak. Prosedur dalam pemberian perlakuan ini yaitu dilakukan
sebanyak 4 kali dengan rincian seminggu diberikan 2 kali perlakuan, untuk
pelaksanaannya yaitu peneliti melakuakan langkah prosedur perlakuan sesuai
dengan SOP yang telah di tetapkan oleh peneliti.
Data hasil penelitian yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasi ke dalam matriks
pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti. Dan selanjutnya
dilakukan analisa data menggunakan program komputerisasi.

Anda mungkin juga menyukai