Anda di halaman 1dari 10

F2 Kesehatan Lingkungan Jamban Sehat

(masy)

LB:
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan
bangsa. Untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu
suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup
bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara
tidak langsung akan meningkatkan kualitas masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan perlu
dilakukan dengan serius diantaranya melalui peningkatan status gizi penduduk, peningkatan
akses pada pelayanan kesehatan dasar, subsidi di biaya pelayanan kesehatan, serta perbaikan
keadaan lingkungan.
Bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman membuat masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat dilihat dari segi kesehatan masyarakat. Masalah
pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin di atasi
karena kotoran manusia adalah sumber penyakit yang multi komplek. Perilaku buang air besar
ke sungai, kebun, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya jelas sangat merugikan
konsidi kesehatan masyarakat, karena tinja di kenal sebagai media tempat hidupnya bakteri coli
yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare muntaber, dan berbagai macam
penyakit kulit lainnya.
Tinja adalah sumber pengembangan penyakit yang multi kompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada tinja dapat melalui berbagai cara, tinja dapat mengkontaminasi makanan,
minuman dan sayuran. Baik melalui tangan manusia sendiri atau vektor. Tinja yang bisa
mencemari air tanah yang menyebabkan penularan bibit penyakit. Penyakit-penyakit seperti
typus abdominalis, kolera, desentri, hepatitis dan berbagai jenis cacing, dapat disebarkan oleh
tinja.
Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya
bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang
di sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai, dan lain-lain, maka bibit penyakit tersebut
akan menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya akan masuk dalam tubuh manusia, dan
berisiko menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit
pada masyarakat yang lebih luas, sehingga jamban merupakan sanitasi dasar penting yang
harus dimiliki setiap masayarakat.

Permasalahan:
Pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya dapat menyebabkan macam penyakit, hal ini
mulai dari tinja yang terinfeksi mencemari tanah atau air permukaan yang terkontaminasi bibit
penyakit yang berasal dari tinja diminum manusia, bisa juga tinja yang terinfeksi dihinggapi
kecoa atau lalat kemudian hinggap pada makanan atau tempat meletakkan makanan (piring,
sendok dan gelas) dan masih banyak orang yang mengambil air dikali untuk keperluan rumah
tangga, padahal sejumlah penyakit menyebar melalui tinja seperti typus abdominalis, cholera,
hepatitis, dan penyakit penyakit karena cacing. Maka dari itu tempat pembuangan kotoran
manusia (tinja) yang sehat sangat penting, dengan adanya ketentuan tiap rumah wajib memiliki
jamban.
Perilaku kebiasaan buang air besar tidak di jamban jelas sangat merugikan kondisi kesehatan
masyarakat. Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan,
antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak buang air besar di
sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya dibungkus sebagai alasan
karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang, dan sampai saat ini tidak
mengalami gangguan kesehatan. Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah
karena akibat kebiasaan yang tidak mendukung pola hidup bersih dan sehat jelas-jelas akan
memperbesar masalah kesehatan. Di pihak lain bilamana masyarakat berperilaku higienis,
dengan membuang air besar pada tempat yang benar, sesuai dengan kaidah kesehatan, hal
tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus penyakit menular.
Sebenarnya, masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya mempunyai jamban sendiri di
rumah. Alasan utama yang selalu diungkapkan masyarakat mengapa sampai saat ini belum
memiliki jamban keluarga adalah tidak atau belum mempunyai uang. Melihat kenyataan
tersebut, sebenarnya tidak adanya jamban di setiap rumah tangga bukan semata faktor
keadaan ekonomi. Tetapi lebih kepada belum adanya kesadaran masyarakat untuk menerapkan
pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kesadaran masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh
pengetahuan. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik secara individu
maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk
tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan optimal.
Keluarga harus dilibatkan dalam progam pendidikan dan penyuluhan agar mereka mampu
mendukung usaha keluarga yang masih buang air besar di sembarang tempat.
Bimbingan/penyuluhan dan dorongan secara terus menerus biasanya diperlukan agar keluarga
yang buang air besar sembarangan tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat
diterima dan mematuhi peraturan. Keluarga selalu dilibatkan dalam progam pendidikan
sehingga mereka dapat memperingati bahwa buang air besar sembarangan dapat berdampak
penyakit-penyakit. Oleh karena itu diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran melakukan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) terutama yang terkait
dengan kotoran/tinja dan buang air besar.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang Jamban Sehat dan PHBS terkait kotoran yang disampaikan dalam bentuk
ceramah dan edukasi, dibantu media presentasi, pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas
Bontomatene Kepulauan Selayar.

Pelaksanaan:
Sosialisasi dengan cara edukasi mengenai jamban sehat dan PHBS terkait tinja diberikan kepada
masyarakat pada wilayah kerja puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar. Edukasi dilakukan
baik di puskesmas kepada masyarakat yang datang untuk berobat, terutama pada pasien yang
datang dengan keluhan diare, maupun kepada masyarakat yang datang ke posyandu serta dari
rumah ke rumah.
Monitoring Evaluasi:
• Diharapkan seluruh rumah di wilayah puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar memiliki
jamban sehat.
• Diharapkan tidak terjadi perilaku BAB yang tidak sehat (sembarangan) pada masyarakat di
wilayah Puskesmas.
• Diharapkan terjadi peningkatan dalam perilaku Sanitasi / perilaku BAB sehat dan PHBS pada
masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.
• Diharapkan terjadi penurunan kasus penyakit yang bisa diakibatkan oleh kotoran/tinja di
masyarakat wilayah kerja Puskesmas.

F2 Pengelolaan Sampah (masy)

LB:
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang patut untuk diperhatikan. Sampah
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada dasarnya
semua manusia pasti menghasilkan sampah. Sampah merupakan suatu buangan yang
dihasilkan dari setiap aktivitas manusia. Volume peningkatan sampah sebanding dengan
meningkatnya tingkat konsumsi manusia. Manusia sebagai individu maupun sebagai warga
masyarakat mempunyai kebutuhan yang bersifat individual maupun kolektif, sehingga selalu
ada upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Aktifitas manusia dalam upaya mengelola
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin beragam seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk. Pertumbuhan jumlah penduduk telah mengakibatkan
perubahan yang besar terhadap lingkungan hidup. Peningkatan jumlah penduduk sebanding
dengan peningkatan jumlah konsumsi yang mempengaruhi besarnya peningkatan volume
sampah. Oleh sebab itu, masalah sampah merupakan masalah utama yang harus dipecahkan
baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.
Setiap aktifitas manusia secara pribadi maupun kelompok, dirumah, kantor, pasar, sekolah,
maupun dimana saja akan menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun sampah
anorganik. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pasal 1 tentang sampah disebutkan
bahwa sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat atau semi
padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Permasalahan:
Sebagian besar orang menganggap sampah bukan merupakan masalah, padahal setiap saat
sampah terus bertambah dan tanpa mengenal hari libur karena setiap makhluk terus menerus
memproduksi sampah. Setiap hari sampah dihasilkan dari keluarga/rumah tangga, yang dari sisi
kuantitas/jumlah biasanya menempati posisi tertinggi, sampah rumah sakit dan industri yang
sangat berbahaya, juga sampah dari tempat-tempat umum misalnya terminal, pasar, tempat
hiburan, sekolah, kantor, dan lain lain. Pemanfaatan sampah sampah harus diprioritaskan
sebelum terjadinya pencemaran lingkungan yang mengganggu kesehatan masyarakat. Maka
perlu adanya pengelolaan sampah, pengelolaan sampah memerlukan kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Dalam Undang-undang RI Tahun 2008 Nomor 18 tentang, pengelolaan sampah disebutkan
bahwa pengelolaan sampah bertujuan agar menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Berdasarkan tujuan inilah, maka pemerintah berupaya untuk mengubah pola pikir masyarakat
yang masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang sebagi solusi pengurangan sampah.
Pola pikir masyarakat diarahkan pada kegiatan pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi kegiatan 3R yaitu reuse, reduce, dan recycle, sedangkan
kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan
dan pemprosesan akhir.
Namun, kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dan melakukan perilaku hidup bersih
terkait sampah (buang sampah sembarangan, membakar sampah) masih cukup kurang. Padahal
sampah merupakan masalah yang harus diselesaikan, karena sampah dapat berdampak bagi
kesehatan dan lingkungan. Kesadaran masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan.
Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik secara individu maupun kelompok,
untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan
perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran melakukan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) terutama yang terkait
dengan sampah dan pengelolaan sampah, terutama dengan prinsip 3R.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang Pengelolaan Sampah dan PHBS terkait Sampah yang disampaikan dalam
bentuk edukasi dan ceramah, bila perlu dibantu media presentasi, pada masyarakat di wilayah
kerja puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar.

Pelaksanaan:
Penyuluhan dengan cara ceramah dan edukasi yang bila perlu dibantu media presentasi
mengenai pengelolaan sampah dan PHBS terkait sampah pada masyarakat puskesmas
Bontomatene Kepulauan Selayar.

Monitoring Evaluasi:
• Diharapkan seluruh rumah di wilayah puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar memiliki
tempat sampah sehat.
• Diharapkan tidak terjadi perilaku buang sampah yang tidak sehat (sembarangan) pada
masyarakat di wilayah Puskesmas.
• Diharapkan terjadi peningkatan dalam perilaku Sanitasi / perilaku sampah sehat dan PHBS
pada masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.
• Diharapkan terjadi penurunan kasus penyakit yang bisa diakibatkan oleh sampah di
masyarakat wilayah kerja Puskesmas.
F2  Kesling Sekolah dan PHBS Anak Sekolah (masy)

LB:
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan
bangsa. Untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu
suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup
bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Peningkatan derajat kesehatan perlu dilakukan dengan
serius, salah satu diantaranya melalui perbaikan keadaan lingkungan.
Salah satu lingkungan yang berpengaruh dalam masyarakat adalah sekolah. Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) juga merupakan hal yang penting untuk diterapkan di sekolah. Murid,
guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
wajib melakukan PHBS di lingkungan sekolah sehingga secara mandiri mampu meningkatkan
kesehatan, berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat dan mampu
mencegah penyakit. Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan,
disebabkan karena banyaknya data yang menyebutkan bahwa munculnya sebagian penyakit
yang sering menyerang anak usia sekolah ( 6-10 th) misalnya diare, kecacingan dan demam
berdarah umumnya berasal dari sekolah.
Badan Kesehatan Dunia WHO (2017) menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat 100.000 anak
meninggal akibat diare. Sementara itu, data dari Departemen Kesehatan RI menyebutkan
bahwa diantara 1000 penduduk terdapat 300 anak yang terjangkit diare sepanjang tahun. Dan
pada Angka kejadian kecacingan mencapai angka 40-60% (Depkes, 2005) sedangkan
berdasarkan hasil survey yang lain, anak Indonesia yang menderita penyakit kecacingan
angkanya rata-rata berada di kisaran 30% (Depkes, 2010).
Berdasarkan berbagai studi, dari 8 indikator PHBS yang ada ditatanan sekolah hanya ada 3
indikator yang sudah di implementasikan dengan baik dan benar oleh semua siswa-siswi di
sekolah. Ketiga indikator itu adalah membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di
sekolah, dan mengikuti olahraga rutin yang ada di sekolah, sedangkan 5 indikator lain yang
tidak terimplementasi dengan baik adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun tidak
terimplementasi karena anak hanya mencuci tangan dengan air mengalir tetapi tidak
menggunakan sabun, penggunakan jamban yang bersih dan sehat tidak terimplementasi
dengan baik karena masih banyak anak yang tidak BAB maupun BAK di sekolah, jajan dikantin
sekolah yang sehat tidak terimplementasi dengan baik karena masih ada anak yang jajan di luar
sekolah dan kantin sekolah juga masih menyediakan jajanan ringan, dan penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan setiap 6 bulan tidak terimplementasi dengan baik karena
keterbatasan sarana dan prasarana, serta pemberantasan jentik nyamuk di sekolah secara rutin
tidak terimplementasi dengan baik karena masih banyak anak yang tidak piket maupun
membiarkan adanya genangan air di tempat-tempat terbuka seperti pot bunga.
Permasalahan:
Secara umum, program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan
membuka jalur komunikasi, informasi, dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
pelaksanaan PHBS adalah faktor perilaku dan non perilaku, baik dari faktor fisik, faktor sosial
ekonomi, faktor teknis, faktor geografi dan faktor kurangnya upaya promotif tentang kesehatan
khususnya mengenai PHBS dari puskesmas dan instalasi kesehatan lain seperti puskesmas.
Ketika PHBS tidak diterapkan di lingkungan sekolah hal ini akan menimbulkan berbagai dampak.
Dari segi pendidikan ketika lingkungan sekolah kotor akan mempengaruhi kenyamanan siswa
maupun guru saat proses belajar mengajar, lingkungan yang kotor juga dapat memicu
munculnya berbagai macam penyakit seperti demam berdarah. Timbulnya berbagai macam
penyakit dapat meningkatkan angka absensi siswa yang berdampak pada prestasi belajar siswa-
siswa di sekolah tersebut. Kondisi lingkungan yang kotor juga akan mempengaruhi citra sekolah
di lingkungan sekitar dan masyarakat.
Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang akan menggantikan orang-orang
sebelumnya, maka dari itu wajib bagi kita untuk meningkatkan pendidikan kesehatan dan
kebersihan anak karena kesehatan anak merupakan aset yang paling berharga dan anak yang
sehat akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat pula. Cara yang tepat untuk
meningkatkan kebersihan dan kesehatan anak yaitu dengan mengajarkan kepada anak dengan
berbagai pemahaman dan berbagai metode agar mereka dapat menjadi anak yang bersih dan
sehat. Penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat
dilakukan melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Dengan menerapkan PHBS di
sekolah oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah, maka akan membentuk
mereka untuk memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mencegah penyakit, meningkatkan
kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.
Salah satu cara yang sangat efektif untuk meningkatkan perilaku atau kebiasaan hidup bersih
dan sehat terutama pada anak yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan di sekolah,
menyediakan sarana prasarana yang menunjang indikator PHBS dan implementasi PHBS yang
baik di sekolah. Oleh karena itu diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat sekolah
(murid, guru, pegawai lain di sekolah) untuk meningkatkan kesadaran melakukan Perilaku
Hidup Bersih Sehat (PHBS) di lingkungan sekolah.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang PHBS sekolah dilakukan di posyandu dan puskesmas yang disampaikan
dalam bentuk ceramah, dibantu media presentasi, pada masyarakat sekolah di wilayah kerja
puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar.

Pelaksanaan:
Penyuluhan dengan cara ceramah dibantu mengenai PHBS sekolah untuk mempersiapkan new
normal di lingkungan sekolah jika sudah mulai pembelajaran di sekolah.
Monitoring Evaluasi:
• Diharapkan terjadi peningkatan dalam PHBS di sekolah saat beraktivitas sehari-hari.
• Diharapkan terjadi penurunan kasus penyakit pada murid usia sekolah di wilayah kerja
Puskesmas puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar.

F2 Kesling Kader Jumantik (masy)

LB:
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak,
sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet
(rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah dan lain
sebagainya. Sampai saat penyakit DBD ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena
menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup
masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal,
sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang
dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah
sakit. Faktor-faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain kepadatan
vektor, kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan dengan pembangunan kawasan
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut dan
udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta
perubahan iklim (climate change).
world Health Organization (WHO) memperkirakan penduduk yang terkena DBD telah
meningkat selama 50 tahun terakhir. Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Peningkatan epidemik DBD juga meningkat di
negara kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Indonesia merupakan daerah tropis,
dimana banyak berkembang nyamuk Aedes Aegypti yang mengakibatkan banyaknya jumlah
penderita demam berdarah dengue setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

Permasalahan:
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Tingginya kasus demam berdarah dengue sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan
berkembangbiak.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum tersedia, maka cara
utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular (Aedes
aegypti). Pengendalian vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan PSN 3M Plus (menguras,
menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang / memanfaat kembali barang-barang
bekas) serta ditambah (Plus) seperti : menaburkan larvasida pembasmi jentik, memelihara ikan
pemakan jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain. Upaya ini melibatkan lintas
program dan lintas sektor terkait melalui wadah Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah
Dengue (Pokjanal DBD) dan kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
Oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian DBD dan mencegah terjadinya
peningkatan kasus atau KLB, maka diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam
melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M
plus.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang Gerakan 3M Plus dan pelatihan kader Jumantik yang disampaikan dalam
bentuk ceramah, dibantu media presentasi.

Pelaksanaan:
Penyuluhan dengan cara ceramah dibantu media presentasi dan pelatihan kader jumantik pada
masyarakat kader jumantik puskesmas sebanyak 1 kali.

Monitoring Evaluasi:
• Diharapkan akan terjadi peningkatan kegiatan pemantuan jentik minimal 1 kali seminggu
diseluruh wilayah kerja Puskesmas dengan bantuan kader jumantik.
• Diharapkan akan terjadi peningkatan kesadaran masyarakat dalam melakukan 3M Plus dalam
beraktivitas sehari-hari.
• Diharapkan akan terjadi penurunan jumlah kasus DBD di wilayah kerja puskesmas
Bontomatene Kepulauan Selayar.

F2  Gerakan 3M Plus (Masy)


LB:
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak,
sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet
(rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah dan lain
sebagainya.
Sampai saat penyakit DBD ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan
dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan
kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup
masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal,
sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang
dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah
sakit.
Faktor-faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain kepadatan vektor,
kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan dengan pembangunan kawasan
pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut dan
udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta
perubahan iklim (climate change).
World Health Organization (WHO) memperkirakan penduduk yang terkena DBD telah
meningkat selama 50 tahun terakhir. Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Peningkatan epidemik DBD juga meningkat di
negara kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Indonesia merupakan daerah tropis,
dimana banyak berkembang nyamuk Aedes Aegypti yang mengakibatkan banyaknya jumlah
penderita demam berdarah dengue setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

Permasalahan:
dengue sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Perilaku yang tidak sehat memberi ruang
leluasa nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan berkembangbiak.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum tersedia, maka cara
utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular (Aedes
aegypti). Pengendalian vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) 3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan PSN 3M Plus (menguras,
menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang / memanfaat kembali barang-barang
bekas) serta ditambah (Plus) seperti : menaburkan larvasida pembasmi jentik, memelihara ikan
pemakan jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain. Upaya ini melibatkan lintas
program dan lintas sektor terkait melalui wadah Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah
Dengue (Pokjanal DBD) dan kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
Sebagian besar masyarakat telah mengetahui program pemberantasan nyamuk demam
berdarah melalui kegiatan 3M plus, namun sebagian besar tidak banyak yang
melaksanakannya. Akibat yang ditimbulkan jika tidak melaksanakan 3M plus adalah nyamuk
akan dengan mudah berkembang biak dan risiko terkena penyakit demam berdarah dengue
semakin tinggi.
Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk melakukan 3M Plus dan kesadaran mengelola
lingkungan, kasus DBD akan menurun dengan sendirinya. Keberhasilan program pencegahan
DBD bergantung pada cara masyarakat memandang nyamuk sebagai penyebab serta
memahami pentingnya upaya pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungan
masing-masing, terutama dengan langkah langkah 3M plus yang benar. Oleh karena itu
diperlukan adanya penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran melakukan
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M plus.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang Gerakan 3M Plus yang disampaikan dalam bentuk ceramah dan edukasi,
bila perlu dibantu media presentasi.

Pelaksanaan:
Sosialisasi kepada masyarakat wilayah kerja puskesmas Bontomatene Kepulauan Selayar
tentang pentingnya gerakan 3M Plus utuk mencegah terjadinya kasus DBD, apalagi di saat
curah hujan tinggi. Edukasi diberikan kepada masyarakat baik yang datang ke puskesmas
maupun melalui ceramah di posyandu.

Monitoring Evaluasi:
• Diharapkan akan terjadi peningkatan kesadaran masyarakat dalam melakukan 3M Plus dalam
beraktivitas sehari-hari.
• Diharapkan akan terjadi penurunan jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas.

F2

LB:

Permasalahan:

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:

Pelaksanaan:

Monitoring Evaluasi:

Anda mungkin juga menyukai