Pluralisme hukum adalah munculnya suatu ketentuan atau sebuah aturan hukum yang lebih dari satu di dalam kehidupan sosial. Pluralisme hukum masih diberlakukan di Indonesia dengan tujuan agar terciptanya masyarakat yang rukun dan dapat menyesuaikan penyelesaian masalah berdasarkan aliran hukum yang berlaku di masyarakat itu sendiri. Hal tersebut didasarkan pada beberapa faktor, yakni faktor historis bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku, bahasa, budaya, dan ras. Didalam tujuan pluralisme hukum yang terdapat di indonesia memiliki satu cita-cita yang sama yaitu keadilan dan kemaslahatan bangsa. Indonesia menganut tiga sistem hukum yakni sistem hukum Adat, sistem hukum Islam dan hukum Barat, ketiga hukum tersebut saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain mereka saling beriringan menggapai tujuan yang sama, namun di dalam perjalananya mereka mengikuti aturan yang terdapat di dalam hukum tersebut. Sebagai contoh bentuk pluralisme dalam hukum seperti peraturan dalam hukum warisan, dimana terdapat tiga sistem hukum yang mengatur mengenai hukum waris yaitu sistem hukum adat, sistem hukum islam dan sistem hukum barat. Pada prinsipnya ketiga hukum waris ini sama yaitu sama-sama mengatur peralihan hak atas harta benda pewaris kepada ahli waris dari si-pewaris. Walaupun dalam prakteknya terjadi perbedaan karena hukum Islam dan hukum waris barat (BW) menentukan syarat adanya kematian, sedangkan hukum adat berdasarkan sistem keturunan. Dalam hukum Islam dan hukum waris barat (BW) pembagian harta warisan dapat dilakukan setelah pewaris meninggal dunia, sedangkan hukum adat, pembagian harta warisan dapat dilakukan selagi pewaris masih hidup.
Jawaban Soal Nomor 2 :
a. Pada dasarnya tujuan dilakukan penegasan hierarki dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan hirarki Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, apabila ada peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka peraturan yang lebih rendah itu dapat dilakukan uji materi (judicial review) untuk dibatalkan seluruhnya atau dibatalkan sebagian. b. Dikutip dari buku Pengantar Ilmu Perundang-undangan oleh Mastorat, materi muatan Peraturan Pemerintah dijelaskan di pasal 10 UU No.10 Tahun 2004 yang berbunyi "materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya". Adapun maksud kalimat "sebagaimana mestinya" diartikan bahwa materi muatan dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang Undang yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah juga tidak boleh memuat sanksi pidana atau pemaksa. Hal ini termaktub dalam pasal 14 UU No 10 Tahun 2004 yang berbunyi "Materi muatan ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-undang dan Peraturan Daerah). Itu berarti peraturan pemerintah hanya berisi materi untuk menjalankan undang-undang saja dan selebihnya mengenai sanksi-sanksi hanya boleh dimuat dalam undang-undang. Hal ini dikarenakan undang-undang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada peraturan pemerintah.
Jawaban Soal Nomor 3 :
a. Berdasarkan kasus tersebut dapat diketahui bahwasanya masing-masing status pelaku dari kasus tersebut adalah Palu dan Paku termasuk kedalam golongan Pembuat (Dader) dimana menurut pasal 55 KUHP yang termasuk kedalam pembuat (Dader) adalah pelaku (planger), yang menyuruh melakukan (doenplenger), yang turut serta (medeplenger) dan penganjur (uitlokker). Dalam hal ini Palu termasuk kedalam golongan penganjur (uitlokker) yaitu Orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam praktiknya penganjur berbeda dengan yang menyuruh lakukan. Penganjur menggerakan orang lain menggunakan sarana yang ditentukan oleh undang- undang secara limitatif sedangkan menyuruhlakukan menggerakan orang lain menggunakan sarana yang tidak ditentukan. Pada hal penganjuran yang menjadi pembuat materiel dapat dimintai pertanggungjawaban sedangkan pada yang menyuruhlakukan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Sarana-sarana penganjuran seperti dengan memberikan sesuatu, dengan menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan, dengan menyalahgunakan martabat, dengan menggunakan kekerasan, dengan menggunakan ancaman, dengan menggunakan penyesatan, dengan menggunakan kesempatan dan dengan memberi sarana. Dalam kasus tersebut sarana yang diberikan oleh palu adalah dengan menjanjikan imbalan sebesar 20jt untuk membunuh Badut. Sedangkan Paku termasuk dalam golongan orang yang turut serta (Medeplenger) yaitu orang yang dengan sengaja ikut serta melakukan suatu perbuatan. Syarat medepleger yaitu : (1) Secara sadar melakukan kerjasama melakukan tindak pidana, (2) Kerjasama perbuatannya untuk melakukan hal yang dilarang oleh undnag-undang, (3) Pelaksanaan perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama menimbulkan telah selesainya delik yang bersangkutan. Dalam hal tersebut paku sengaja melakukan kerja sama untuk menjalankan tindak pidana karena ingin mendapatkan imbalan uang. Dilain sisi Skrup termasuk kedalam golongan pembuat pembantu kejahatan (Medeplichtige) dimana menurut pasal 56 KUHP yaitu pembantu saat dilaksanakan kejahatan dan pembantu sebelum dilaksanakan kejahatan. Pembantu sebelum dilaksanakannya kejahatan dapat memberikan bantuan melalui cara-cara dengan memberi kesempatan, memberi sarana, memberi keterangan. Dalam kasus tersebut Skrup membantu memberikan keterangan tentang badut sebelum dilaksanakan kejahatan. b. Dalam Pasal 56 KUHP yang mengatur bahwa seseorang dapat dipidana sebagai pembantu kejahatan apabila mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan atau mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Dalam kasus tersebut Skrup termasuk kedalam golongan pembantu kejahatan (Medeplichtige)
Jawaban Soal Nomor 4 :
a. Kompentesi Absolut diartikan kewenangan pengadilan mengadili suatu perkara/sengketa yang didasarkan kepada “objek atau menteri pokok perkaranya”. Untuk melihat lebih jauh terkait kompentensi absolut tersebut dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 (saat ini telah diubah menjadi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) yaitu sebagai berikut: Didasarkan pada lingkungan kewenangan; Masing-masing lingkungan memiliki kewenangan mengadili tertentu (diversity jurisdiction); Kewenangan tertentu tersebut menjadi kewenangan absolut (absolute jurisdiction) pada masing-masing lingkungan peradilan sesuai dengan subjek/materinya; Oleh karena itu masing-masing lingkungan pengadilan hanya berwenang mengadili perkara/kasus yg dilimpahkan UU kepadanya. Setidaknya terdapat 4 (empat) jenis pengadilan apabila ditinjau dari aspek kompetensi absolutnya, yaitu : Pengadilan Umum, yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana (umum dan khusus) serta perkara perdata (umum dan khusus); Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang objeknya keputusan (beschikking) yang bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUB); Pengadilan Agama, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara berhubungan dengan : perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat, shadaqah dan ekonomi syari’ah; Pengadilan Militer, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI. Berdasarkan kasus tersebut maka, kompetensi absolut dasar tersebut berada di pengadilan umum, karena kasus yang terjadi diatas termasuk perkara perdata. b. Kompetensi relatif merupakan kewenangan pengadilan untuk menangani perkara sesuai dengan wilayah hukum (yurisdiksi) yang dimilikinya. Oleh karena itu, para pihak dalam mengajukan gugatan untuk memperhatikan dimana tempat/lokasi/domisili para pihak serta objek yang disengketakan, dengan tujuan kompentesi relatif dari gugatan yang diajukan dapat diterima, diperiksa serta diadili oleh hakim. Karena dalam kasus tersebut tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan disalah satu pengadilan tempat tergugat yang domisili atau tempat tinggalnya paling jauh dengan tetap menarik tergugat yang lain. Hal ini sesuai dengan asas-asas untuk menentukan kompetensi relatif.