Anda di halaman 1dari 3

a.

Hubungan status gizi(BB/U) dengan konsumsi


b. Energi
Penelitian inisejalan dengan penelitian Adelina FA, dkk, menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan BB/U dan TB/U. . Hasil tersebut menggambarkan
balita dengan status gizi indeks BB/U maupun TB/U memiliki kemungkinan yang sama pada tingkat
konsumsi energinya. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena frekuensi makan responden yang
kurang dari 3 hari sehari sehingga terdapat status gizi dalam kategori kurus.
c. Konsumsi protein
Penelittian ini sejalan dengan penelitian Adelina FA, dkk menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan
tingkat konsumsi protein dengan BB/U terlihat dari sebagian besar (88,9%) balita dengan status gizi yang
baik memiliki tingkat konsumsi protein yang baik. Di sisi lain, sebagian besar (50%) balita dengan
malnutrisi (gizi kurang) mengalami kekurangan tingkat konsumsi protein.Tidak adanya hubungan antara
asupan protein dan status gizi kemungkinan karena adanya variabel yang tidak diteliti antara lain
pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga yang rendah.
d. Konsumsi Lemak
Hal ini terjadi karena hasil recall menunjukan bahwa balita memiliki tingkat konsumsi lemak yang tinggi
sehingga tidak terdapat hubungan antara status gizi (BB/U) dengan konsumsi energi pada balita. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Adelina FA, dkk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
konsumsi lemak dengan BB/U dan TB/U. Hasil tersebut kemungkinan yang sama pada tingkat konsumsi
lemak. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena frekuensi makan responden yang kurang dari 3 hari
sehari sehingga terdapat status gizi dalam kategori kurus.
e. Konsumsi kh
Pengukuran data konsumsi pangan yang hanya sekali tidak dapat menggambarkan kebiasaan makan dan
keragaman konsumsi pangan subjek. Handayati et al. (2008) menyatakan bahwa prinsip metode recall
adalah informasi diperoleh dengan mengandalkan ingatan subjek tentang konsumsi sehari sebelumnya. Hal
ini dapat menimbulkan bias akibat subjek lupa menyebutkan seluruh jenis maupun jumlah pangan yang
dikonsumsi secara akurat. Bias pada data konsumsi juga dapat terjadi pada konversi satuan ukuran rumah
tangga (URT) ke dalam satuan berat (g). Berdasarkan beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas konsumsi pangan saja tetapi banyak faktor lain yang
mempengaruhinya walaupun konsumsi pangan merupakan faktor langsung.
f. Vitamin c
Hasil penelitian berbanding terbalik dengan penelitian (Beatrix Sibarani, Astawan, and Sri Palupi 2016)
yang menyatakan bahwa asupan zat gizi energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, Vitamin A,
Vitamin C dan pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan status gizi pada balita berdasarkan pengukuran
BB/U, faktor yang berpengarruh terhadap status gizi balita (BB/U) yaitu tingkat pengetahuan gizi ibu,
biaya pengeluaran pangan, tingkat kecukupan gizi, dan pendidikan ibu.
g. Fe
hasil penelitian berbanding terbalik dengan hasil penelitian (Fitriyah 2021) Uji statistik pada balita
menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0,032 yang berarti asupan zat besi dengan underweight (BB/U)
pada balita memiliki hubungan satu sama lain. Kurangnya variasi konsumsi pangan dapat menyebabkan
asupan zat besi yang masuk ke tubuh tergolong rendah. Siklus kehidupan yang membutuhkan dukungan
untuk pertumbuhan balita cenderung memiliki kebutuhan zat besi yang lebih tinggi. Penyimpanan zat besi
terdapat pada otot dan sumsum tulang belakang. Ketika asupan zat besi lebih rendah dari kebutuhannya,
maka akan dilakukan perombakan cadangan zat besi pada sumsum tulang belakang.
h. Kalsium
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Salim, Sarah 2009) yang
menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antar status gizi berat badan terhadap umur (BB/U)
terhadap tingkat asupan kalsium harian.

b. hubuungan status gizi (BB/TB – BB/PB) dengan konsumsi

1. energi
Hal ini dapat terjadi dikarenakan balita yang berstatus gizi normal namum memiliki tingkat konsumsi energi dengan
kategori baik dimungkinkan karena terdapat beberapa balita yang mempunyai frekuensi makan kurang dari 3 kali
sehari dan faktor faktor seperti porsi makan juga dapat mempengaruhi hal ini.

2. protein

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendrayati et al. (2013) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
antara asupan protein dengan kejadian wasting.

3.lemak

Hal ini sejalan dengan penelitian Hendrayati et al. (2013) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
asupan lemak dengan kejadian wasting pada anak balita. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena tingginya
penyakit infeksi berupa diare sehingga mempengaruhi status gizi bahkan pada responden dengan t ingkat asupan
lemak dalam kategori baik.(Sari, Ningtyias, and Rohmawati 2016).

4. kh

Hal ini sejalan dengan penelitian Hendrayati et al. (2013) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
asupan karbohidrat dengan kejadian wasting .Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena terdapat balita yang
berstatus gizi normal namun memiliki tingkat konsumsi karbohidrat kategori lebih dimungkinkan karena terdapat
beberapa balita yang mempunyai frekuensi makan lebih dari 3 kali sehari.

5. vit a

hasil penelitian (Istiana 2018) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan kecukupan vitamin C terhadap
status gizi (TB/U) berdasarkan hasil uji (nilai p = 0,592). Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen yang
diperlukan dalam proses pertumbuhan melalui hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin.
Hidroksiprolin merupakan bahan yang penting untuk pembentukan kolagen yang mempengaruhi integritas struktur
sel di semua jaringan ikat (Granner dan Rodwell, 2012). Apabila anak mengalami defisiensi vitamin C, maka akan
menghambat pembentukan struktur protein dan kolagen yang dapat menghambat proses pertumbuhan (Maggini dan
Wenzlaff, 2010). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartono, dkk. (2013) bahwa tidak ada
hubungan antara asupan vitamin C dan kalsium dengan kejadian stunting (Istiana 2018).

6. vit c

Dalam penelitian (Travica et al, 2017; Manggini et al,2017) menyatakan bahwa kekurangan vitamin C dapat
menurunkan fungsi imunitas sehingga dapat menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi.

7. Fe

hasil penelitian berbanding terbalik dengan hasil penelitian (Fitriyah 2021) Uji statistik pada balita menunjukkan
bahwa nilai p value sebesar 0,032 yang berarti asupan zat besi dengan underweight (BB/U) pada balita memiliki
hubungan satu sama lain. Kurangnya variasi konsumsi pangan dapat menyebabkan asupan zat besi yang masuk ke
tubuh tergolong rendah. Siklus kehidupan yang membutuhkan dukungan untuk pertumbuhan balita cenderung
memiliki kebutuhan zat besi yang lebih tinggi. Penyimpanan zat besi terdapat pada otot dan sumsum tulang
belakang. Ketika asupan zat besi lebih rendah dari kebutuhannya, maka akan dilakukan perombakan cadangan zat
besi pada sumsum tulang belakang.

Anda mungkin juga menyukai