Anda di halaman 1dari 1

“Kalau ibu tak tahu, mustahil ibu akan menyediakan dia buat engkau .

Bukankah ia anak ibu


sendiri? Enkau memang penderas jika hatimu tersinggung , luplah engkau membedakan antara yang
benar dengan yang salah . Anak-anak perempuan yang berpelajaran tinggi tak akan mudah dikerasi
dengan tidak berkelebiran 1)

Rapiah memang bersifat sabar. Asal engkau tidak menyia-nyiakan, sekedar engkau barik 2) dan
bengisi saja, tentu ia takkan menghilangkan sabarnya, Hanafi ! Sebutir intan yang belum di gosok
sudah,ibu sediakan untukmu , baiklah engkau percaya pada ibumu.”

Hanafi bermenung pula. Sabar dan tahu diri , itulah saja yang di kehendakinya. Jika tidak ada hal
utang-utang budi itu dengan mamaknya, maksudnya tidak akan beristri. Sebab terpaksa ah! ia tidak
hendak menyiksa hidupnya dengan mengawini seorang perempuan yang tidak disukainya , yang
tengkaar dank eras kepala. Kalau bertemu dengan yang demikian, Sehari itu juga akan di sarakinya 3)
bukankah mudah, secara adat prang timur , buat berlaku sekehendak hati atas istrinya? Maka berkata
pulalah ia, “ibu berkata , bahwa ayahnya sudah berkecil hati. Barangkali ia sudah menganjur surut
tentang hatinya itu? Jadi jika ceria itu hendak di sambung pula, tentulah sekarang serupa kita yang
berkehendak anaknya jadi sebaliknya dari dahulu.

Dengan perkataan itu, Hanafi merontak meninggalkan dapur sambil bersungut-sungut . Dari
dalam rumah sampai ke beranda muka. Lalu ke jalan besar Hanafi “Mencabik arang”

Anda mungkin juga menyukai