Analisis Kriteria Desain Jalur Pedestrian Kawasan Stasiun Kereta Api Padalarang
Analisis Kriteria Desain Jalur Pedestrian Kawasan Stasiun Kereta Api Padalarang
id
https://journal.unwira.ac.id/index.php/ARTEKS
Research paper doi: http://doi.org/10.30822/arteks.v5i1.363
Copyright ©2020 Alfred Wijaya, Sally Octaviana Sari. This is an open access article distributed the Creative Commons
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
133
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 5 Issue 1 April 2020
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217
serta terbatasnya lahan bagi peruntukan jalur Jalan Padalarang-Purwakarta, Jalan Cihaliwung
tersebut (Hendrawan dan Dwisusanto 2017; dan Jalan Jembatan. Proses analisis dilakukan
Irfandian dan Wilianto 2019). Peningkatan dengan membagi pembahasan menjadi per ruas
kualitas fisik sistem pedestrian yang walkable dan jalan, karena adanya perbedaan aktivitas, fungsi,
responsif (Bentley 1985), memiliki dampak ragam pelaku, intensitas dan frekuensi kegiatan
penting bagi kualitas suatu kota atau kawasan. berdasarkan kategori permasalahan yang
Kawasan Padalarang hingga kini mengalami dihadapi. Perumusan kriteria atau panduan desain
perkembangan stagnan, sehingga perlu juga disusun berdasarkan subkategori masing-
diupayakan adanya revitalisasi secara fisik, visual masing permasalahan.
dan ekonomi. Revitalisasi digunakan oleh
beberapa perancang kota dunia, seperti kawasan
Drotningtorget dan Jarntoret, Goeteberg dan lain- Temuan dan pembahasan
lain (Trancik 1986) untuk meningkatkan vitalitas
kawasan yang sudah terdegradasi. Menurut Shirvani (1985), jalur pedestrian
Penelitian dilakukan melalui pendekatan merupakan salah indikator kesuksesan dalam
kualitatif dan dijelaskan secara normatif- proses perancangan ruang kota atau kawasan.
deskriptif, berdasarkan standar dan kriteria desain Ruang kota harus didesain berdasarkan kebutuhan
trotoar sebagai jalur pedestrian, dengan yang berorientasi pada manusia, agar terjadi
pengumpulan data melalui survey, observasi, aktivitas yang berkelanjutan (Sirvani 1985).
mapping dan wawancara terhadap masyarakat Terminologi trotoar walkable dan responsif
dan pihak pemerintah yang terlibat. Hasil adalah bahwa ruang tersebut dapat digunakan dan
penelitian yang diharapkan adalah identifikasi memiliki desain yang ramah bagi seluruh
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat masyarakat, dilalui oleh semua pengguna dengan
pengguna pasar, stasiun terutama jalur pedestrian, keragaman karakteristik fisik dan sosial tanpa
dan dirumuskannya panduan dan kriteria desain hambatan berarti. Suatu jalur trotoar dikatakan
bagi trotoar di sekitar di kawasan tersebut. walkable jika penggunanya memiliki resiko
kecelakaan fisik relatif lebih sedikit ketika
menggunakan (berjalan atau melintas) ruang
Metode penelitian tersebut (Iswanto 2006). Pengguna ruang yang
walkable termasuk di dalamnya adalah
Dalam melakukan evaluasi jalur pedestrian, maka pengemudi kendaraan, pengunjung transit, pelaku
dilakukan observasi dan pemetaan terhadap pedagang pasar atau pengunjung lainnya.
aktivitas, kondisi dan kualitas fisik serta visual Carmona dkk (2002); Gehl (2010) dan Carr
eksisting di sekitar Kawasan Stasiun Kereta Api (1992) menyatakan bahwa ruang publik dikatakan
Padalarang. Dalam melakukan proses mapping, berhasil jika memiliki tempat relaksasi dari
peneliti mengamati dan menelusuri alur masing- tekanan yang ditimbukan akibat lalu lintas
masing pelaku aktivitas seperti pejalan kaki kendaraan, terutama jika terjadi persinggungan
pengunjung, pelaku pedagang, pengendara dan (Carmona 2002; Gehl 2010; Carr 1992). Dalam
lain-lain. Kegiatan mapping juga mengumpulkan Walkable Cities, Urban Ecology Australia (2007)
informasi titik-titik simpul fungsi yang saling menyebutkan bahwa berjalan kaki dan bersepeda
terkait dalam kawasan Stasiun Kereta Api, adalah bentuk mobilitas yang menggunakan
terutama ruas yang paling banyak menimbulkan energi lebih rendah, tetapi meningkatkan interaksi
kemacetan dan bagian ruas yang membutuhkan sosial antar masyarakat (Fan et al. 2018). Kualitas
jalur pedestrian dengan lebar spesifik. Pengertian pengalaman pedestrian menjadi faktor penting
spesifik dalam konteks penelitian ini tergantung dalam kualitas kehidupan suatu kota/kawasan.
pada jenis aktivitas, pelaku, properti yang O’Hare (2004) dalam studinya di Barcelona,
dilibatkan serta ruang yang dibutuhkan dalam fase Bangkok dan Brisbane, mengidentifikasi
atau waktu tertentu. Lebih jauh lagi, peneliti beberapa kriteria jalur pedestrian, yaitu lampu
melakukan wawancara tentang persepsi dan lalu lintas, tanda khusus pada jalur crossing yang
kebutuhan mereka dalam melakukan aktivitas itempatkan pada jalur yang aman, sehingga
sehari-hari di tempat tersebut. Pengumpulan data difabel dapat menunggu sementara (O’Hare
juga dilakukan melakukan dokumentasi foto dan 2004). Kondisi ini diberlakukan bahkan pada
survey lokasi perencanaan, terutama di ruas-ruas jalan utama/arteri primer tanpa median jalan, jalur
134
Alfred Wiajaya, Sally Octaviana Sari:
Analysis of pedestrian design criteria of Padalarang railway station area
135
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 5 Issue 1 April 2020
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217
Padalarang pada saat itu dipersiapkan menjadi Permukiman warga di belakang pasar terlihat
ibukota kabupaten baru, dan dengan adanya berdesakan, terutama dengan akses masuk yang
kebijakan dari pemerintah daerah dalam hanya selebar sekitar 1-meter saja. Kondisi
mendorong pertumbuhan kota-kota kecil menjadi buruknya drainase dan padatnya pemukiman
counter magnet bagi wilayah sekitarnya. warga mengaibatkan daerah ini seringkali
Perkembangan ini semakin meningkat terutama mengalami banjir terutama saat musim hujan.
dengan adanya pertumbuhan kawasan industri Tingkat kepadatan di Jalan jembatan di
yang memanjang di sepanjang jalur Jalan sebelah Barat kawasan Stasiun Kereta Api
Cimareme – Batujajar, sehingga terbentuk pusat- Padalarang relatif lebih rendah dibandingkan ruas
pusat aktivitas yang semakin tidak terkendali dan lainnya. Kepadatan yang terjadi lebih diakibatkan
mengakibatkan permasalahan kompleks baik oleh pengalihan sirkulasi kendaraan, terutama bis
beban infrastruktur dan kebutuhan sarana antar kota dari persimpangan Jalan Padalarang
perumahan serta fasilitas umum dan sosial dan Jalan Purwakarta (Lihat gambar 3).
lainnya.
Gambaran kawasan
Kemacetan terjadi pada ruas Jalan Cihaliwung
yang mengakomodir kegiatan pasar dan pengguna
badan jalan di sekitar kawasan stasiun.
Kemacetan seringkali terjadi pada hari-hari
tertentu di Jalan Purwakarta – Padalarang, dimana
aktivitas pasar meningkat, yaitu pada saat Gambar 3. Kondisi jalan sebagai tempat pergantian
pengangkutan sampah, bongkar muat barang dan moda kendaraan dan pejalan kaki di persimpangan
lain-lain, terutama pada hari libur dan minggu. jalan Cihaliwung dan jalan Jembatan
Kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh
pedagang pasar di jalur trotoar, sehingga Pada ruas ini tidak terdapat jalur pedestrian,
pengguna trotoar terpaksa menggunakan badan ruang bagi mobilisasi kendaraan terlihat
jalan. Kendaraan besar penyedia barang di pasar bersinggungan dengan tempat parkir kendaraan.
menggunakan badan jalan, sehingga kapasitas Kondisi ini merepresentasikan adanya
jalan menjadi berkurang dan mengakibatkan ketidakjelasan hirarki dan peruntukan ruang,
kemacetan pada ruas jalan tersebut (Lihat gambar sehingga pengguna kendaraan bermotor merasa
2-kiri). Pada bagian lainnya, ruang bebas pada memiliki hak menggunakan ruang sirkulasi atau
badan jalan di sepanjang jalur juga semakin parkir dimana saja. Jenis kendaraan yang
terganggu dengan adanya kendaraan masyarakat menggunakan jalan terdiri atas kendaraan umum
pengunjung yang diparkir di sembarang tempat kecil, kendaraan pribadi, motor dan kendaraan
(Lihat gambar 2-kanan). menengah hingga bis antar kota.
Jalur pedestrian fungsi hunian, unit ruko/kios
dan Stasiun Kereta Api sebelah utara terletak
berdampingan dengan jalur kendaraan bermotor.
Jalur pedestrian menjadi tidak memenuhi syarat
berdasarkan segi keamanan dan kenyamanan,
terutama dengan tidak adanya pelindung terhadap
iklim/cuaca (kanopi, pepohonan dan lain-lain).
Gambar 2. Hambatan di badan jalan sebagai sebagai
Permasalahan yang tidak kalah penting lainnya
area bongkar muat barang (kiri) dan tempat parkir adalah tidak adanya jalur pedestrian di salah satu
(kanan) ruas (Jalan Stasiun dan kawasan kereta api). Para
pejalan yang menggunakan jalur ini biasanya
Tumpukan sampah di beberapa sudut menjadi mereka yang memiliki tujuan ke stasiun atau
permasalahan umum yang kerap terjadi di area perumahan yang terletak di sekitar kawasan.
pasar. Jarak antar kios yang sempit, kendaraan Ketiadaan jalur pejalan kaki membuat pengguna
umum yang menunggu penumpang, tidak adanya jalan lebih sering menggunakan badan jalan
drainase atau pengendara yang melawan arus (Lihat gambar 4).
menjadikan kawasan ini semakin kumuh dan
semrawut (A. Wijaya dan Sari 2018).
136
Alfred Wiajaya, Sally Octaviana Sari:
Analysis of pedestrian design criteria of Padalarang railway station area
137
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 5 Issue 1 April 2020
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217
138
Alfred Wiajaya, Sally Octaviana Sari:
Analysis of pedestrian design criteria of Padalarang railway station area
139
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, Volume 5 Issue 1 April 2020
pISSN 2541-0598; eISSN 2541-1217
Pemerintah harus dengan segera mengambil kota.” ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur.
tindakan dengan melakukan pembenahan https://doi.org/10.30822/arteks.v4i1.359.
lingkungan, terutama dengan masih sangat Iswanto, Danoe. 2006. “Pengaruh Elemen-elemen
besarnya prosentase kawasan kumuh di wilayah Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap
Padalarang (wilayah kumuh seluas 121,79 hektar, Kenyamanan Pejalan kaki, Studi Kasus
dengan besaran 10 hektar yang menjadi tugas Penggal Jalan Pandanaran Dimulai dari Jalan
pemerintah kabupaten). Sementara itu, daerah Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda.”
kumuh masih tersisa 97 hektar. Pembenahan kota Enclosure 5 (1): 21–29.
harus dilakukan melalui pengoptimalan kawasan http://eprints.undip.ac.id/18474/1/4_danoe_ie
yang kompak (compact) dan efektif efisien, lemen_lanskap_pandanaran.pdf.
sehingga laju penyebaran urban dapat O’Hare, Danny. 2004. “Walkable Cities : An
diminimalkan. Upaya pembenahan ini juga harus Urban Stroll in Barcelona, Bangkok and
mempertimbangkan semua aspek termasuk Brisbane Australia.” Urban Ecology: An
peningkatan transportasi umum/publik, International Perspective on the Interaction
peningkatan keterhubungan (linkage) dan Between Humans and Nature. 2004.
konektivitas untuk semua moda travel http://www.urbanecology.org.au/topics/neigh
(pedestrian, sepeda dan transportasi publik), borhoods.html.
peruntukan ruang yang kompatibel dan lain-lain. Sari, Sally Octaviana. 2016. “Persepsi
Penyandang Low Vision Terhadap Ciri
Medan di Ruang Terbuka Publik, Kasus:
Referensi Proses Meruang (Wayfinding) di Kota
Bandung.” Institut Teknologi Bandung.
Bentley, Ian. 1985. Responsive Environment : A Sirvani, Hamid. 1985. The Urban Design
Manual for Designers. Diedit oleh Ian Process. New York: Van Nostrand Reinhold
Bentley. Illustrate. London, England: Company.
Routledge. Trancik, Roger. 1986. Finding Lost Space :
Calthrope, Peter. 1990. The American Metropolis. Theories of Urban Design. Canada: John
New York: Princeton Architectural Press. Wiley & Sons Inc.
Carmona, Matthew. 2002. Public places-urban https://books.google.co.id/books?id=UcdJxon
spaces : the dimensions of urban design. feGMC&printsec=frontcover&dq=Finding+L
Boston, Berlin: MA : Architectural Press. ost+Space&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj_z
Carr, Stephen. 1992. Public Space. New York: KGFz6HoAhWbe30KHZ0UDb0Q6AEIKDA
Cambridge University Press. A#v=onepage&q=Finding Lost
Fan, Peilei, Guanghua Wan, Lihua Xu, Hogeun Space&f=false.
Park, Yaowen Xie, Yong Liu, Wenze Yue, Wijaya, Alfred, dan Sally Octaviana Sari. 2018.
dan Jiquan Chen. 2018. “Walkability in urban “Penataan Jalur Pedestrian Berbasis Transit
landscapes: a comparative study of four large Oriented Development Pada Revitalisasi
cities in China.” Landscape Ecology. Kawasan Stasiun Kereta Api.” Jurnal
https://doi.org/10.1007/s10980-017-0602-z. TIARSIE.
Gehl, Jan. 2010. Cities for People. 1 ed. https://doi.org/10.32816/tiarsie.v15i2.33.
Washington: Island Press. Wijaya, Cecep. 2018. “Padalarang, Antara
Hendrawan, Christianto, dan Yohanes Basuki Kemewahan dan Kawasan Paling Kumuh di
Dwisusanto. 2017. “Konsep active living Bandung Barat.” Pikiran Rakyat media
dalam perancangan jalur pedestrian, Studi network. 2018. https://www.pikiran-
kasus: Jalan L. L. R. E. Martadinata (Riau), rakyat.com/bandung-raya/pr-
Bandung, Jawa Barat.” ARTEKS : Jurnal 01299966/padalarang-antara-kemewahan-
Teknik Arsitektur 2 (2): 15–32. dan-kawasan-paling-kumuh-di-bandung-
https://doi.org/10.30822/arteks.v2i1.38. barat-428393.
Irfandian, Raden Rangga Ilham, dan Herman Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara
Wilianto. 2019. “Evaluasi active design pada Terpadu: Teori Perancangan Kota dan
media perjalanan aktif di sekitar ruang publik Penerapannya. Semarang: Kanisius.
140