A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri
3. Rentang Respons
Rentang Respons Proteksi Diri
a. Peningkatan diri.
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya
yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat
kerjanya.
b. Beresiko dekstruktif
Seseoarang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perialku ekstruktif atau menyalahkan diri sedndiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempetahankan diri, sepeerti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.
c. Dekstruktif diri tidak langsung.
Seseoarang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaftif)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi
menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :
a. Upaya bunuh diri
Upaya bunuh diri (suicide attemp) yaitu sengaja melakukan kegiatan
bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan
kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau terabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh
diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati nika tanda-
tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
b. Isyarat bunuh diri
(suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanaka untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain.
c. Ancaman bunuh diri
(Suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung atau tidak
langsung, verbal atau non verbal bahwa seseorang sedang
mengupayakan bunuh diri.
4. Faktor Predisposisi
Tidak ada teori tunggal yang mengungkapkan tentang bunuh diri
dan memberi petunjuk mengenai cara melakukan intervensi interapeutik.
Teori perilaku meyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal yang
dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori
psikologi memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego,
trauma interpersonal, dan kecemasan berkepanjang yang mungkin dapat
memicu seseorang untuk mencederai diri sendiri. Teori interpersonal
mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dari interaksi
dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak
mendapatkan kepuasan (Stuart dan Sundeen).
Riwayat abuse atau incest dapat juga menjadi faktor predisposisi
atau presipitasi pencederaan diri. Faktor predisposisi yang lain adalah
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komunikasi (mengomunikasikan
perasaan bersalah, depresi dan perasaan yang tidak stabil).
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
dekstruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
d. Diagnosis pskiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri memiliki riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk dapat melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skhizoprenia.
e. Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsive dan depresi.
f. Lingkungan psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respon seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut.
g. Riwayat keluarga
Yang pernah mengalami hubungan bunuh diri
h. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
5. Faktor Prepitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
C. Pohon Masalah
Effect Bunuh Diri
Objektif:
Impulsif.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh).
Ada riwayat penyakit mental (depresi,
psikosis, dan penyalahgunaan alkohol)
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis
atau penyakit terminal)
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
Status perkawinan yang tidak harmonis.
F. Diagnosis Keperawatan
Risiko bunuh diri
Fitria, Nita (2014). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika