Digital painting adalah hal yang tricky. Kita mendapat software yang tepat dan kita
dengan segera bisa mulai menggambar. Setiap tool, bahkan yang paling keren bisa kita
miliki. Semua warna sudah tersedia, tidak perlu repot mencampur warna lagi. Jika kita
sudah menguasai media tradisional dengan baik, hal itu tidak akan menjadi hal
yang sulit, kita hanya perlu mencari tool favorit kita. Namun apabila kita adalah
pemula dalam media tradisional dan digital, ini bisa menjadi mimpi buruk, namun
ironisnya hal ini selalu menjadi impian semua orang: langsung belajar media
digital!
Rumitnya Photoshop sebagai media digital painting sebenarnya justru
diakibatkan oleh berbagai kemudahan yang ditawarkan, tersedia set brush,
warna, penghapus dan Undo. Ketika kita memulai painting dan terlihat kurang
bagus, kita akan mencari tools lain untuk membuatnya lebih baik. Begitu banyak
tools yang tersedia! Kita mencoba semuanya satu satu dan berharap “keajaiban”
terjadi.
Keajaiban ini berarti kita telah membiarkan photoshop menggambar untuk kita dan kita
tidak memiliki kontrol terhadap photoshop, namun bagi seorang pemula “keajaiban” ini
masih terlihat lebih baik daripada apa yang mereka bisa saat ini. Hal ini mendorong
mereka segera memulai painting dengan cukup mengandalkan photoshop dan berharap
suatu saat menjadi masterpiece.
Seorang digital painting artist profesional yang kita kagumi memang menggunakan
photoshop untuk menghidupkan ide mereka, namun mereka menggunakannya
sebagai tools bukan mesin pencipta art. Jadi apa bedanya?
Profesional membayangkan sebuah efek dan membuat program melakukannya.
Pemula menginginkan program melakukan sesuatu untuk mereka dan apabila mereka
puas, mereka akan memakainya.
Apakah opsi kedua terdengar familiar? Jika iya, teruskan baca. Dalam artikel ini, kita
akan mengembangkan 10 aspek berbeda dalam alur kerja kita sehingga kita menjadi artist
Photoshop yang memiliki pemahaman yang baik. Dengan 10 tips sederhana ini, kita akan
mengerti kesalahan yang mungkin menghambat kemajuan kita selama ini.
Catatan: masalah yang dijelaskan di sini berlaku pada situasi di mana artist memperoleh
hasil efek dengan “tidak sengaja” sementara mereka berharap painting yang
realistik. Hal ini bukan sebuah ketidaksengajaan apabila kita merencakanannya.
1. Ukuran kanvas yang salah
Memulai painting adalah hal yang sangat mudah. Mulailah dengan opsi File > New, atau
bisa menggunakan pintas Control-N. Terlihat sangat mudah hingga sering diabaikan.
Kesalahan awal adalah menggunakan canvas seukuran montior yang kita gunakan,
padahal kita tidak tahu seberapa besar resolusi yang digunakan orang-orang yang akan
melihat artwork kita.
Artwork di bawah ini dibuat dalam resolusi 1024×600 dan terlihat makin kecil pada
ukuran monitor yang makin besar sampai dengan ukuran 1920×1200 (gambar ke-5). Pada
monitor terbesar, resolusi gambar akan pecah ketika diperbesar.
Apabila gambar kita dilihat melalui smartphone, biasanya smartphone memiliki pixel
yang dipadatkan dalam layar yang kecil. Akan terlihat perbedaan seperti di bawah ini:
Apa artinya? Artwork yang telah kita buat seukuran monitor kita akan memiliki
kemungkinan terlihat kecil pada monitor orang lain:
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah detail. Dengan resolusi yang terlalu kecil kita
akan kesulitan mengerjakan bagian dengan detil karena tidak ada pixel yang cukup
tersedia.
Salah satu triknya adalah ketika kita membuat painting obyek kecil dalam resolusi besar,
ingatlah bahwa obyek yang tidak detail akan terlihat menarik dalam ukuran kecil/dilihat
dari jauh akan menarik dan terlihat sebagai sebuah obyek yang terencana.
Re
solusi yang besar membuat kita bisa memperbesar tampilan hingga pada detil yang paling
kecil.
Makin besar resolusi makin banyak pixels yang ada di dalam stroke yang kita gunakan
dan makin berat komputer kita bekerja, apalagi jika kita menambahkan pressure levels
dengan variable flow. Kita perlu sebuah komputer yang powerful agar resolusi besar bisa
dikerjakan dengan nyaman.
Resolusi yang besar akan mendapatkan detil yang sangat tinggi. Berlawanan dengan
pemahaman seorang pemula, sebenarnya tidak semua painting harus detil. Bahkan saat
kita mengerjakan painting realistik, kita bisa mengabaikan beberapa informasi dalam
sebuah obyek dan tidak perlu membuatnya detail – apa yang kita lihat dalam kenyataan
tidak akan pernah seperti foto.
Saat kita menggunakan resolusi yang makin besar, kita akan tergoda untuk menambahkan
beberapa detail di sana sini karena memang memungkinkan. Akan ada banyak level
detail yang akan dikerjakan, namun kita akan banyak menggunakan satu tema brush atau
elemen lain yang seragam dalam satu artwork. Jika kita ingin painting dalam waktu yang
cepat, misalnya obyek dengan detail bulu, jangan menghabiskan waktu terlalu banyak
untuk bagian hidung dan mata,- atau hal itu akan membuat painting terlihat tidak
konsisten dan nampak tidak selesai.
3. Hasil akhir gambar kita yang terlalu besar
Misalnya kita telah menemukan resolusi yang tepat untuk painting kita, perhatikan
resolusi dari obyek yang kita buat. Mungkin kita perlu banyak pixel untuk membuat
gambar kita detail, namun jarak yang jauh juga akan membantu gambar menjadi lebih
detail. Seperti contoh di bawah ini:
De
tail yang mungkin bisa mengganggu pada painting dengan resolusi tinggi…..
…
dengan resolusi yang tepat, kita bisa menyingkirkan “yang tidak detail” melalui ukuran
obyek yang lebih kecil.
Sebelum menyimpan hasil final gambar kita, kita akan me-resize-nya. Tidak ada ukuran
pasti, sesuaikanlah dengan kebutuhan kita. Aturannya adalah: makin banyak detail makin
sedikit detail yang akan hilang apabila disimpan pada resolusi tinggi. Apabila gambar
kita bergaya “sketchy” akan terlihat lebih bagus disimpan dalam versi yang lebih kecil.
Untuk mempelajari hal ini kita bisa melihat resolusi yang digunakan artist-artist favorit
kita ketika memposting karyanya.
Satu hal lagi, saat meresize gambar kita, cek algoritma yang terbaik. Beberapa akan
membuat gambar kita terlihat lebih tajam yang mungkin tidak kita inginkan.
De
rajat gelap yang sama terlihat relative lebih terang pada dasar yang berbeda.
Pada media tradisional kita menggunakan dasar putih karena secara teknis lebih mudah
untuk memberikan warna gelap pada dasar terang, namun tidak akan terjadi hal sama
dengan media digital.
Bahkan kita bisa memulai dengan warna dasar hitam dan itu adalah ide yang sama
buruknya dengan menggunakan dasar putih. Warna paling netral adalah 50% gray
(#808080)
Mengapa? Warna dasar mempengaruhi cara kita melihat warna lain. Pada dasar putih,
warna gelap akan terlihat lebih gelap, dan kita akan sering menghindarinya. Sebaliknya
dengan dasar hitam, warna terang akan cenderung kita hindari. Hasil pada kedua kasus
tadi adalah gambar kita memiliki kontras yang lemah dan saat kita menambahkan warna
lain pada background.
Artist yang telah berpengalaman biasanya menggunakan warna apa saja saat memulai
painting dan membuat yang terbaik. Namun apabila kita merasa kurang percaya diri
dengan teori warna, mulailah dengan warna-warna netral.
Photoshop memiliki sebuah tools yang membantu dalam situasi seperti ini. Tool Levels
dengan fitur histogramnya membantu menunjukkan berapa banyak shade yang kita miliki
dalam artwork kita. Kita bisa membuka tool Levels pada opsi Image > Adjustments >
Levels atau dengan jalan pintas Control-L.
Bagaimana cara kerjanya? Lihat pada contoh berikut:
Histogram menunjukkan di mana banyak area midtones di artwork ktia dan juga apakah
artwork kita kekurangan gelap dan area terang. Apapun yang kita lihat, itulah yang
komputer katakan. Memang tidak ada resep sempurna untuk levels (semua tergantung
aspek konsep lighting artwork kita), namun apabila tidak ada sama sekali area gelap dan
terang merupakan tanda bahwa artwork kita valuenya tidak bagus.
Adakah cara untuk menggunakan shading dengan benar dari awal? Ada cara yang akan
membantu waktu kerja kita, yaitu dengan menggunakan lebih sedikit shading: warna
gelap, terang, midtone dan satu warna dengan sedikit putih dan hitam.
Untuk mulai mengerjakannya, sebelum memulai painting buatlah rencana pencahayaan
dalam sebuah bola:
Gambar sebuah lingkaran dan blok dengan warna paling tua (namun bukan warna
hitam).
Tambah midtone.
Tambahkan shade yang lebih terang (hindari warna putih).
Tambah 2 midtone di antaranya.
Tambahkan sedikit putih dan hitam.
Kita bisa melihat letak masing-masing shading dalam histogram. Saat kita
menggabungkannya kita bisa melihat apa yang terjadi pada bola tersebut. Gunakan bola
ini sebagai swatches shading dan setelah itu kita bisa memulai blending.
Jik
a kita blend bola tersebut kita akan mendapatkan histogram yang sempurna.
Bandingkan kedua gambar ini, di mana satu gambar telah diubah kontrasnya dan
memerlukan blending ulang. Dengan hanya menaikkan kontras tidak akan cukup
membuat gambar kita memiliki shading yang sempurna karena semua area shading akan
mengalami perubahan.
4. Brush yang terlalu ribet dan ukuran stroke
yang besar.
Kita sering berharap brush akan membantu kita menciptakan masterpiece dengan cepat
sementara stroke yang kecil sangat menguji kesabaran kita. Saat kita bandingkan media
tradisional dan digital kita akan melihat bagaimana media digital penuh dengan ribuan
variasi brush, sementara media tradisional hanya menawarkan brush yang sama untuk
kita gunakan. Di sinilah permasalahannya, dengan terbatasnya brush kita akan belajar
mengendalikan brush tersebut. Artist pro lebih sering menggunakan brush simple
dalam bekerja dan kemampuan mereka semakin meningkat dengan detail yang
makin rumit. Brush yang kompleks akan membuat kita malas dan menghambat kita
untuk mencapai sebuah hasil dari proses yang kita ciptakan dari penguasaan kita terhadap
brush tersebut.
Saat memulai digital painting, wajar sekali kita ingin belajar secepat mungkin, kita ingin
hasil, sekarang! Custom Brush adalah jawaban untuk keinginan itu. Kita ingin painting
bulu, tersedia brush bulu, banyak sekali brush custom tersedia untuk didownload.
Custom Brush tidaklah buruk dan memang sangat berguna. Masalah terjadi ketika
kita menjadikan custom brush sebagai “dasar kemampuan” kita. Sebenarnya, apa
yang harus kita lakukan adalah mencoba memahami bahwa untuk menggambar bulu –
misalnya kita tidak harus menggambar satu persatu helai. Kita belajar bahwa apa yang
kita lihat tidak sesuai dengan realita.Kita juga belajar apa yang nampak dan ingin kita
buat tidak seperti yang kita pikirkan.
Tapi kita seringkali tidak melakukan itu, malahan kita menyerah setelah berusaha
menyelesaikan 1 helai bulu dan segera mencari sustom brush bulu yang sesuai. Senang
sekali akhirnya menemukan brush yang sesuai di internet, dan kita lanjutkan painting
kita. Hal ini sangat mudah membuat ketagihan, dan ini membuat kita berhenti belajar
sama sekali dan lebih memilih mengunduh semua trik selama memungkinkan.
Kita bisa lihat contoh di bawah pada awalnya proses gambar relatif cepat dan akan
melambat di pertengahan dan beberapa gambar terakhir dengan perbedaan yang halus
dikerjakan dalam waktu yang lebih lama.
titik mana kita harus berhenti ya?
Ini dia masalahnya, ketika gambar kita mendekati selesai, kita akan merasa dorongan
untuk segera menyelesaikan dan melihat hasil akhirnya. Justru, di sinilah kita sebenarnya
memulai. Mungkin ada yang bilang “Saya akan berhenti di gambar ke-4 di atas”. Di
sinilah apa yang dirasakan oleh artist profesional yang akan mencapai titik ke-12, bahwa
mereka menilai bahwa proses yang lambat dan dengan detail yang terlihat beda tipis
itulah yang memiliki kontribusi 80% pada hasil akhir.
Warna tidak bisa berdiri. Warna berdiri karena aspek-aspek lain. Sebagai contoh, jika kita
menginginkan warna terang, atau menurunkan kecerahan warna dasar. Merah disebut
warna hangat, menjadi dingin tergantung dari nuansa di sekitarnya. Bahkan saturasi
warna juga bisa berubah karena aspek lain yang berhubungan.
Ba
hkan derajat warna bisa berubah karena nuansa warna di sekitarnya. Hal ini sangat
penting di dalam painting seperti halnya dalam dunia desain.
Seorang pemula yang tidak memahami teori warna ini akan mengisi sketsnya dengan
warna yang acak. Mereka memilih biru, kemudian menambahkan hijau, tanpa menyadari
bahwa ada banyak warna kehijauan dan kebiruan yang sebenarnya bisa mereka pilih.
1. Blues
2. Muddy blues
3. Grays
4. Blacks
1. Desaturated blues
2. Saturated blues
3. Bright blues
4. Dark blues
Rumit? Mungkin, tapi itu bukan alasan untuk mengabaikannya. Apabila terlalu
membingungkan, cobalah painting grayscale. Grayscale membantu kita memahami
tentang lighting, shading dan blending. Sill ini akan sangat berguna sekali di masa depan.
Lebih jauh lagi, warna adalah “pemanis” bagi artwork kita. Artwork kita bisa jadi
“manis” namun kita tidak bisa membangun artwork dari warna itu sendiri. Tidak
ada berapapapun jumlah warna yang bisa membuat gambar kita bagus?
6. Picking warna langsung dari referensi.
Sangat sulit untuk menahan godaan ini. Hal ini sangat dimengerti. Namun untuk
mempelajari digital painting, kita harus mengerti dengan baik tool eyedropper yang
digunakan untuk “meminjam” warna dari referensi. Mengapa sangat penting?
Pemula bisanya menggunakan warna orange pucat atau pink untuk kulit. Sepertinya jelas,
tetapi hasilnya jauh dari kesan alami. Walaupun kita menggunakan referensi, ceritanya
akan berbeda, hampir setiap pixel memiliki gradasi yang berbeda, tidak hanya pink-kita
bisa menemukan merah, kuning, oranye, keunguan, kehijauan dan biru. Saturasi dan
kecerahan berubah tapi hasilnya sama sekali tidak seperti yang diinginkan.
Ketika kita mengambil sampel warna, gambar kita seperti mendapatkan nyawa
baru. Jangan sampai kita tidak belajar apapun dari proses ini. Pelajaran kita
dapatkan adalah seperti halnya tracing, kita tidak bisa mengulang hal yang sama
saat tracing, demikian juga saat kita picking warna yang keren dan kita tidak akan
bisa mengulang prosesnya lagi. Prosesnya memang mengesankan, tapi kita tidak
mendapatkan kredit dari hal itu.
Ada satu hal penting lagi, picking warna bisa menghambat kemajuan kita. Seperti halnya
kita “membeli” 1 set warna tanpa kita tahu bagaimana membuatnya. Sebenarnya kita
telah memiliki color wheel dengan slider yang bisa kita gunakan dengan bebas untuk
menciptakan warna kita sendiri. Agar kita bisa memiliki skill yang memadai untuk
menciptakan sebuah warna yang sesuai, kita harus belajar melihat warna dengan baik.
Lihatlah obyek di sekitar kita dengan cermat, bagaimana obyek itu memiliki hue,
saturasi, kecerahan. Terus menerus menggunakan eyedropper akan menghambat proses
belajar kita.
Gambar di atas adalah studi dengan referensi tanpa menggunakan eyedropper. Bagi
artist pemula disarankan memilih obyek sederhana pada awal-awal studi.
Satu hal adalah warna memiliki tingkat kecerahan yang tidak tergantung pada adanya
lighting. Saat kita mengabaikannya, mengakibatkan warna yang kita hasilkan menjadi
kusam. Warna yang kita tambahkan pada gambar grayscale kita bukanlah bagian penting
dari artwork itu sendiri. Kita lihat bahwa value lebih penting dari warna dari contoh di
bawah ini:
Ke
dua gambar kepala mendapatkan warna yang sama dengan mode “colors”. Perhatikan
bahwa value lebih penting dari pada warna itu sendiri.
Permasalahan bukan pada tool tapi pada kesalahan dalam memahami shading itu
sendiri. Sebagai pemula, obyek sering dianggap memiliki warna sama yang akan
berubah makin gelap di bawah bayangan dan makin terang ketika terkena cahaya.
Mungkin hal itu masih berlaku untuk gambar cell shading atau gambar kartun, walaupun
begitu itu hanyalah jalan pintas mempercepat proses produksi artwork.
Mengapa kita tidak bisa menggunakan 2 tool tadi?
Teknik tersebut akan menghambat kemajuan kita. Shading adalah sebuah hal
kompleks. Tidak terbatas oleh “membuat lebih terang dan membuat lebih gelap”
Photoshop diciptakan untuk bekerja buat kita, bukan sebaliknya kita bekerja untuk
photoshop.
Teknik yang akan membuat obyek shading menjadi flat. Seberapapun banyaknya
tekstur yang kita tambahkan akan sia-sia. Seperti cara kerja brush yang besar, kita
tidak akan bisa menggunakannya untuk menyelesaikan artwork kita.
Teknik ini akan mengacaukan warna itu sendiri. Warna seharusnya tergantung pada
lingkungan sekitar (cahaya langsung dan cahaya ambient), kedua tool tesebut akan
memperlakukan semua obyek dengan sama.
Co
ntoh gambar di kiri menggunakan shading dengan dodge dan burn tool sementara di
sebelah kanan menggunakan teknik pemahaman warna yang benar.
Shading dengan hitam dan putih
Teknik ini menggunakan hitam sebagai bayangan dan putih sebagai terang dalam
shading. Hal ini berawal dari anggapan bahwa setiap warna berawal dari hitam sebagai
warna tergelap dan putih sebagai warna paling terang. Anggapan ini mungkin benar,
namun hanya berlaku pada foto yang mengalami over dan under exposure.
Kita selalu mencari tips paling sederhana dan mudah diingat tentang gelap terang ini,
yang paling mudah diingat. Warna lebih kompleks dari hal ini dan hanya akan berlaku
pada gambar grayscale.
Pilihan brush seperti ini membuat kita bisa mengontrol jumlah warna yang kita inginkan.
Dengan atribut ini, kita bisa mencampur 2 warna menggunakan tekanan yang berbeda
saat menggoreskan kuas.
Jika kita ingin tekstur lebih smooth, gunakan pick color untuk meratakan warna di area
perbatasan warna.
Untuk tekstur yang lebih kuat, gunakan textured brush jika perlu.
Blending di awal fase ini jangan terlalu menyita waktu kita, masih banyak waktu yang
akan kita pakai pada proses berikutnya.
Nanti ktia bisa menggunakan brush yang lebih kecil dan bertekstur untuk blending. Tidak
perlu menggunakan smudge tool, soft brush, hanya menggunakan eyedropper dan hard
brush dengan variable flow. Ingat, blending tergantung dari tekstur permukaan, sehingga
kita tidak bisa menggunakan cara yang sama untuk semua material.
10. Menggunakan tekstur 2D untuk
mendapatkan bentuk 3D
Photo textures adalah cara paling ampuh membuat gambar terkesan keren yang sering
digunakan saat mulai belajar painting. Ketika warna dan shading justru membuat obyek
terlihat halus seperti plastik, photo textures mungkin bisa menolong, atau malah bisa
membuatnya lebih buruk?
Tekstur bisa kita dapatkan dari internet atau dari photoshop. Di bawah ini adalah contoh
tekstur dari photoshop “inverted Screen Door”.
Jika kita mengganti mode blend dengan overlay, kita akan melihat beberapa bagian
menjadi lebih terang. Mungkin bisa membuat gambar lebih bagus ketika beberapa
shading ikut berubah karena mode ini, tapi ini tidak sepenuhnya bisa kita
kontrol. Walaupun overlay bukan mode blending terbaik, namun bisa menjadi panduan
untuk melihat sejauh mana tekstur sesuai dengan keinginan kita.
Pola tekstur harus sesuai dengan kontur obyek, karena itu kita perlu menyesuaikan
konturnya dengan cara berikut:
Se
belum menggunakan Puppet Warp
Set
elah menggunakan Puppet Warp
Mode Overlay menaikkan kecerahan pada bagian yang tercover area putih. Kita bisa
menggunakan multiply yang akan menghilangkan area putih pada tekstur namun akan
membuat area grey lebih gelap dari yang kita inginkan. Untuk kita kita bisa mengatur
transparansi dari blending yang kita butuhkan.
Klik 2 kali pada layer dan muncul jendela sebagai berikut untuk mengatur transparansi.
Ta
han Alt untuk “memecah” slider dan mendapatkan opsi gradual effect tambahan.
Di sini kita harus memahami apa tekstur itu sebenarnya. Tekstur adalah sebuah “pola
kasar” pada permukaan obyek. Tekstur adalah kasar lembutnya sebuah permukaan.
Apabila sinar mengenai permukaan, sinar itu akan memantul dengan beragam. Jika
permukaan kasar, pantulan cahaya akan membentuk pola-pola tertentu, itulah tekstur
yang kita lihat.
Karena sinar menghasilkan tekstur, karena itu tidak akan tercipta tekstur tanpa lighting.
Bagaimana dengan area bayangan yang tidak terkena sinar? Untuk itulah kita perlu
mengurangi tekstur di area gelap (apabila masih ada ambient light) atau menghilangkan
sama sekali pada area tanpa cahaya. Ingat, celah-celah tekstur sebenarnya bayangan, jadi
jangan membuatnya lebih gelap dari area normal yang paling gelap.
Memberikan tekstur dengan cepat dan mudah bisa kita lakukan jika kita mengerti apa
yang perlu kita lakukan setelah memilihnya. Setiap tekstur tentunya berbeda, beberapa
langsung terlihat bagus, dan beberapa harus dirapikan lagi.
Seperti halnya dalam prinsip membuat painting yang dibahas di atas, menambahkan
tekstur adalah hal yang mudah, namun untuk membuatnya keliatan keren memerlukan
cukup waktu. Mungkin akan memakan banyak waktu, tapi akan memberikan hasil yang
cukup berbeda.
Bo
la pertama memiliki tekstur yang flat dengan mode Overlay dan opacity yang rendah,
gambar kedua sama namun ditambahkan distorsi. Bandingkan dengan gambar ke-3 yang
telah mendapatkan penyesuaian value dan blending.
Kesimpulan
Pada awal-awal mempelajari painting, masalah timbul dari dorongan untuk mendapatkan
hasil bagus dengan sedikit usaha dan dalam waktu yang singkat. Hal ini bukan karena
kurangnya skill, namun lebih karena pengetahuan tentang photoshop sebagai media
pembuat artwork. Hal tersebut akan membuat artist mencari tools dan trik dan bukannya
fokus pada pemecahan masalah yang dihadapi.
Kita tidak bisa jadi digital artist suatu hari nanti, hanya bermodal sebuah software
grafis. Photoshop hanyalah sebuah alat dengan brush dan warna, dan sangat luar biasa
fungsinya. Photoshop hanya akan menghasilkan sesuatu yang kita kuasai. Jika kita ingin
membuat sesuatu yang keren dengan photoshop, perlakukan seperti kita menggunakan
kanvas digital dengan warna digital. Lupakan tentang tool-tool menggoda seperti filter,
brush atau blend mode. Paintinglah seperti kita melakukannya di atas kanvas tradisional.
Pelajari teori warna, perspektif, anatomi – semua yang wajib dipelajari oleh “artist
normal”. Dengan berjalannya waktu kita akan memahami bagaimana menggunakan tool
dalam photoshop untuk mengerjakan semua tugas itu dengan lebih mudah dan cepat –
tapi jangan sampai salah jalan dengan mengejar efek yang luar biasa tanpa disertai
pemahaman yang baik. Apa yang telah ditulis di sini menitikberatkan pada
perkembangan skill tanpa perlu ketergantungan pada solusi yang ditawarkan oleh tool
digital. Kesabaran dalam proses adalah kunci utama.