Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI

Anatomi Fisiologi Pencernaan


(Syaifuddin, 2016)

Menurut Syaifudin (2016) secara umum susunan saluran pencernaan terdiri


dari mulut, faring, esophagus (kerongkongan), lambung, usus halus dan usus
besar. Fungsi utama system pencernaan adalah menyediakan zat nutrien yang
sudah dicerna secara berkesinambungan, untuk didistribusikan ke dalam sel
melalui sirkulasi dengan unsur-unsur (air, elektrolit, dan zat gizi). Sebelum
zat ini diperoleh tubuh makanan harus berjalan/bergerak sepanjang saluran
pencernaan.
a. Mulut
Mulut merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan yang meluas
dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan
faring, terdiri dari :
1. Vestibulum oris
Bagian diantara bibir dan pipi di luar, gusi dan gigi bagian dalam. Bagian
atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan membran mukosa bibir,
pipi dan gusi. Pipi membentuk lateral vestibulum, disusun oleh M.
buksinator ditutupi oleh fasia bukofaringealis, berhadapan dengan gigi
molar kedua. Bagian atas terdapat papilla kecil tempat bermuaranya
duktus glandula parotis.
Bagian diantara arkus alveolaris, gusi, dan gigi, memiliki atap yang
dibentuk oleh palatum durum (palatum keras) bagian depan, palatum
mole (palatum lunak) bagian belakang. Dasar mulut sebagian besar
dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan balik membrane mukosa. Sisa
lidah pada gusi diatas mandibula. Garis tengah lipatan membrane mukosa
terdapat frenulum lingua yang menghubungkan permukaan bawah lidah
dengan dasar mulut. Di kiri dan kanan frenulum lingua terdapat papila
kecil bagian puncaknya bermuara duktus duktus glandula
submandibularis.
2. Gigi
Gigi memliki fungsi untuk mengunyah makanan, pemecahan partikel
besar menjadi partikel kecil yang dapat ditelan tanpa menimbulkan
tersedak. Proses ini merupakan proses mekanik pertama yang dialami
makanan pada waktu melalui saluran pencernaan dengan tujuan
menghancurkan makanan, melicinkan, dan membasahi makanan yang
kering dengan saliva serta mengaduk makan sampai rata.
3. Lidah
Lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang
yang kasar dilengkapi dengan mukosa. Lidah berperan dalam proses
mekanisme pencernaan di mulut dengan menggerakkan makanan ke
segala arah. Bagian-bagian lidah adalah pangkal lidah dan ujung lidah.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan panjangnya kira kira 12 cm, terbentang tegak lurus antara basis
kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah setinggi tulang rawan
krikodea. Faring dibentuk oleh jaringan yang kuat (jaringan otot melingkar),
organ terpenting didalamnya adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe
yang banyak mengandung limfosit. Untuk mempertahankan tubuh terhadap
infeksi, menyaring dan mematikan bakteri/mikrorganisme yang masuk
melalui jalan pencernaan dan pernapasan. Faring melanjutkan diri ke
esophagus untuk pencernaan makan.
c. Esofagus
Merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring. Panjangnya kira kira
25 cm. posisi vertical dimulai dari bagian tengah leher bawah faring sampai
ujung bawah rongga dada dibelakang trakea. Pada bagian dalam di belakang
jantung menembus diafragma sampai rongga dada. Fundus lambung melewati
persimpangan sebelah kiri diafragma. Lapisan dinding esophagus dari dalam
ke luar meliputi : lapisan selaput selaput lendir, lapisan mukosa, lapisan otot
melingkar, dan lapisan otot memanjang.
d. Lambung
Merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esophagus dan
usus halus, sebelah kiri abdomen, dibawah diafragma bagian depan pankreas
dan limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena
adanya gerakan peristaltik terutama di daerah epigaster. Variasi dari bentuk
lambung sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, adanya gelombang
peristaltic tekanan organ lain dan postur tubuh. Bagian-bagian dari lambung
terdi dari Fundus ventrikuli, Korpus ventrikuli, Antrum pylorus, Kurvatura
minor, Kurvatura mayor dan Ostium kardia.
Fungsi lambung :
1. Secara mekanis : menyimpan, mencampur dengan secret lambung, dan
mengeluarkan kimus kedalam usus. Pendorogan makanan terjadi secara
gerakan peristaltic setiap 20 detik.
2. Secara kimiawi : bolus dalam lambung akan dicampur dengan asam
lambung dan enzim-enzim bergantung jenis makanan enzim yang
dihasilkan antara lain pepsin, HCL, renin, dan lapisan lambung.
3. Lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor
ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang disebut anti-anemik yang
berguna untuk pertukaran trotrosit yang disimpan dalam hati.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan
saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan dan
absorbs pencernaan. Bentuk dan susunannya berupa lipatan-lipatan
melingkar. Makanan dalam intestinum minor dapat masuk karena adanya
gerakan dan memberikan permukaan yang lebih halus. Banyak jonjot-jonjot
tempat absorsi dan memperluas permukaannya. Pada ujung dan pangkalnya
terdapat katup. Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, ileum.
Fungsi usus halus yaitu menyekresi cairan usus, menerima cairan empedu dan
pangkreas melalui duktus kholedukus dan duktus pankreatikus, mencerna
makanan, mengabsorsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam
amino, karbohidrat dalam monoksida, dan menggerakan kandungan usus.
f. Usus besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas
atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5- 1,7 meter dan
penampang 5-5cm. Lanjutan dari usus harus yang tersusun seperti huruf U
terbalik mengelilingi usus halus terbentang dari valvula iliosekalis sampai
anus.
Lapisan usus besar dari dalam keluar terdiri dari lapisan selaput lendir atau
(mukosa), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan lapisan
jaringan ikat. Bagian dari usus besar terdiri dari sekum, kolon asendens,
kolon transversum, kolon desendens dan kolon sigmoid.
Fungsi usus besar adalah sebagi berikut :
1. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa
yang lembek yang disebut feses.
2. Menyimpan bahan feses.
3. Tempat tinggal bakteri koli.\

B. PENGERTIAN PENYAKIT
I. Definisi
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja
dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam
kurun waktu satu hari (Prawati & Haqi, 2019).
Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011).

Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi


buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah atau lendir (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
fese. Seseorang dikatakan menderita bila feses berair dari biasanya, dan bila
buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama kuran lebih 14 hari.
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan diare adalah suatu
keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan
atau tanpa darah dan tanpa lendir.

II. Klasifikasi Diare


Pedoman dari laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling
lama 3-5 hari.
b. Diare yang berkepanjangan bial diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
penyebab dan patogenisisnya multikompleks. Mengingat banyaknya
kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan banyak
pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk
dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah

Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai


berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefinisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi
yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare
akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan
akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronis
Didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi atau
kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14
hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti
sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan,
alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis,
atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak
memadai.
c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrompada bayi
dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa
ditemukannya dari mikroorganisme pathogen sebagai penyebabnya dan
bersifat resisten atau membandel terhadap terapi Penyebabnya yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara
memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare
toddler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada
anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek
dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak dicerna, dan
lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak- anak yang menderita diare
kronis nonspesifikini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat
gejala malnutrisi, tidak ada daearh dalam fesesnya serta tidak tampak
infeksi enteric

III. Etiologi
Etiologi pada diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) ialah :
a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan
dimana merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi
bakteri, virus, parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat
pencernaan seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta
encephalitis dan biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2
tahun.
c. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap
karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa),
malabsorpsi protein dan lemak.
d. Faktor Risiko
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku yang meliputi :
a) Tidak memberikan air susu ibu/ASI (ASI eksklusif),
memberikan makanan pendamping/MP, ASI terlalu dini akan
mempercepat bayi kontak terhadap kuman.
b) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu.
c) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah buang air besar (BAB), dan
setelah membersihkan BAB anak.
d) Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
2. Faktor lingkungan antara lain : Ketersediaan air bersih yang tidak
memadai, kurangnya ketersediaan mandi cuci kakus (MCK).

IV. Patofisiologi
Sejumlah besar virus, bakteri/organisme protosoa dapat
menyebabkan gastroenteritis. Pada diare bayi yang paling sering
patogen adalah virus dan entero patogenik, Ecoli. Pada orang dewasa
terdapat perbedaan yang berkaitan dengan umur, apakah infeksi di
daerah tropik dan faktor presipitasi seperti pengorbanan antibiotik yang
terdahulu atau imun. Enterokolitis menyebabkan kram dan diare.
Sedangkan gastro entero kolitis menimbulkan mual, muntah dan kram.
Hal ini menyebabkan diare berdarah dengan pasasi mucus dan
nanah (sering disebut disentri). Sekresi entero toksin bakterial
menyebabkan sekresi air dan elektrolit dengan diare berair yang
banyak. Enterotoksin dapat dihasilkan sesudah kolonisasi bakteri
(tanpa invasi) pada usus halus (masa inkubasi 6-24 jam). Enterotoksin
ini mungkin masuk ke dalam karena makanan yang terkontaminasi
kurang dimasak terutama oleh pencemaran makanan stafilokoki
(Carpenito, 2000: 188).

PATWAY
V. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan tinja
1. Markoskopik dan mikroskopik
2. Ph dan kadar gula tinja
3. Biakan dan resistensi feces (color )
2. Analisa gas dada apabila didapatkan tanda - tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan kusmaoul)
3. Pemeriksaan kadar ureum kreatif untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaa elektrolitterutama kadar Na,K,Kalsium dan fosfat

VIII. Penatalaksanaan
1. Pembenaan cairan
Pembenaan cairan pada pasien diare dangan memperhatikan darajat
dehidrasinya dengan keadaan umum.
2. Diatetik
Pembenaan makanan dan minum khusus pada klien dangan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan.Adapun hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Memberikan ASI
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori
protein,vitamin,mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan : obat antisekresi, obat antisparmolitik, antibiotik

Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan.
1) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100ml/kgBB/hari sebanyak 1
kali setiap 2 jam, jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan
ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.
2) Sesuaikan dengan umur anak:
a) < 2 tahun diberikan ½ gelas,
b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas,
c) > 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas).
3) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan
cairan 25- 100ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
4) Oralit diberikan sebanyak ±100ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus
dehidrasi ringan sampai berat.
d. Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RT): 1)
Larutan gula garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok teh
garam dapur halus + 1 gelas air hangat atau air the hangat, 2) Air tajin
(2 liter + 5g garam).
e. Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya
tahan tubuh anak
IX. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam (Nursalamm, 2008), komplikasi yang dapat
terjadi dari diare akut maupun kronis yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa
(Asidosis metabolic) karena:
a. Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pencernaan
dalam waktu yang terlalu lama.
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi
dengan baik adanya hiperperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan natau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berta sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
darin hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasi,
koreksi Na dilakukan berasama dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu:
memakai Ringer Laktat atau Normal (Juffrie, 2010)
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Kehilangan Kekurangan cairan tubuh
Biasanya mengatakan
cairan berlebihan
jumlah BAB, konsistensi
feses.
DO:
pasien tampak lemas,
konjungtiva anemis
mata cekung
mukosa bibir kering
perut kembung,
bising usus meningkat
2. DS: Proses penyakit Hipertermi
Biasanya mengatakan badan
terasa panas atau demam
DO:
Akral teraba panas
TTV

II. Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan
2. hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

III. Nursing Care Plan

NIC
N Diagnosa NOC
(Nursing Intervention
O Keperawatan (Nursing Outcome)
Clasification)
1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang popok/
cairan tubuh keperawatan selama 2 x 24 pembalut (jika
berhubungan jam, keseimbangan cairan klien diperlukan)
dengan terpenuhi. 2. Pertahankan catatan
kehilangan cairan Kriteria hasil: intake dan output
Indikator IR ER yang akurat
 Tekanan darah 4 5 3. Monitor status
dalam batas hidrasi (kelembaban
yang membran, nadi,
diharapkan adekuat, tekanan
 Rata-rata 4 5 darah ortosstatik)
tekanan arteri Monitor hasil
dalam batas laboratorium yang
yang sesuai dengan
diharapkan 4 5 retensi cairan (BUN,
 Tekanan vena HMT, Osmolaritas
sentral dalam urin)
batas yang 4. Monitor vital sign
diharapkan 4 5 5. Monitor masukan
 Nadi perifer makanan atau cairan
teraba jelas 4 5 dan hitung intake
 Tidak ada kalori harian
hipotensi 6. Kolaborasi
ortostatik 4 5 pemberian cairan
 Intake dan atau makanan
output 24 jam 7. Monitor status nutrisi
seimbang 4 5 8. Dorong masukan
 Tidak ada oral
suara nafas 9. Dorong keluarga
tambahan 4 5 untuk membantu
 Berat badan pasien makan
stabil
 Tidak ada asites 4 5
 JVP tidak 4 5
tampak 4 5
 Tidak terdapat 4 5
edema perifer 4 5
 Tidak ada
sunken-eyes 4 5
 Pusing tidak
ada 4 5
 Tidak
terdapat haus
abnormal 4 5
 Hidrasi kulit
 Membrane
mukosa lembab 4 5
 Elektrolit
serum
dalam batas
normal 4 5
 Hematokrit
dalam
batas normal 4 5
 Tidak terdapat
endapan urin
endapan urin
Keterangan :
1. Keluhan ektrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
2. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Mengkaji saat
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam timbulnya demam
dengan proses hipertermi dapat teratasi dapat 2. Mengobservasi tanda-
infeksi virus teratasi. tanda vital
dengue Kriteria Hasil: 3. Menganjurkan pasien
Indikator IR ER untuk banyak minum
 Suhu tubuh 4 5  2,5 liter / 24 jam
menurun dan jelaskan
 Suhu tubuh 4 5 manfaatnya bagi
dalam batas pasien.
normal 4. Memberikan kompres
 Pasien bebas 4 5 (pada daerah axilla
dari demam dan lipat paha).
Keterangan : 5. Menganjurkan untuk
1. Keluhan ektrim tidak memakai
2. Keluhan berat selimut dan pakaian
3. Keluhan sedang yang tebal.
4. Keluhan ringan 6. Anjurkan memakai
5. Tidak ada keluhan pakaian tipis
7. Memberikan terapi
cairan intravena dan
obat-obatan sesuai
dengan program
(masalah kolaborasi).

Anda mungkin juga menyukai