Anda di halaman 1dari 13

AKTIVITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN TOLERANSI

GLUKOSA TERGANGGU PADA REMAJA SMA

Physical Activity Affects The Incidence Of Impaired Glucose Tolerance In


High School Student

Yuan Hasnaa Anisah, Tri Agustina, Yuni Prastyo Kurniati, Mohammad Shoim
Dasuki
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Korespondensi: Mohammad Shoim Dasuki. Alamat email: ms225@ums.ac.id

ABSTRAK

Pre-diabetes merupakan kondisi seseorang dengan kadar glukosa darah yang lebih dari
normal (toleransi glukosa terganggu) namum belum memasuki kategori diabetes melitus. Proporsi
TGT sebanyak 30,8%. Perubahan gaya hidup dan era modern mengakibatkan terjadinya
perubahan pola makan yang merujuk pada pola makan tinggi lemak, kolesterol tetapi rendah serat
dan teknologi sarana transportasi membuat seseorang lebih cenderung untuk memiliki aktivitas
yang rendah dan remaja memiliki risiko tinggi untuk terjadinya gangguan gizi. Proporsi konsumsi
makanan tinggi lemak 60,3% dan proporsi aktivitas fisik kurang 25,2%. Tujuan penelitian
menganalisis hubungan aktivitas fisik dan asupan lemak dengan toleransi glukosa terganggu pada
remaja SMA. Desain penelitian observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional. Jumlah
sampel sebanyak 58 sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan systematic random
sampling. Hasil penelitian menunjukan nilai p=0,846 yang menyatakan tidak terdapat hubungan
antara asupan lemak dengan toleransi glukosa terganggu, namun terdapat hubungan antara
aktivitas fisik p=0,000 OR (49,08) 95% CI (8,974-268,45) dengan toleransi glukosa terganggu
pada remaja. Kesimpulan penelitian ini terdapat hubungan aktivitas fisik dengan toleransi glukosa
terganggu dan tidak terdapat hubungan asupan lemak dengan toleransi glukosa terganggu pada
remaja SMA.
Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Asupan Lemak, Toleransi Glukosa Terganggu, Prediabetes
ABSTRACT
Pre-diabetes is a condition of a person with blood glucose levels more than normal
(impaired glucose tolerance) but has not entered the category of diabetes mellitus. The proportion
of TGT is 30.8%. Changes in lifestyle and the modern era lead to changes in eating patterns that
refer to diets high in fat, cholesterol but low in fiber and means of transportation technology make
a person more likely to have low activity and adolescents have a high risk for nutritional
disorders. The proportion of high-fat food consumption is 60.3% and the proportion of lack of
physical activity is 25.2%. The purpose of the study was to analyze the relationship between
physical activity and fat intake and impaired glucose tolerance in adolescents at High School.
Analytic observational research design, with cross sectional approach. The number of samples
was 58 samples. The sampling technique used was systematic random sampling. The results
showed the value of p = 0.846 which states there is no relationship between fat intake and
impaired glucose tolerance, but there is a relationship between physical activity p = 0,000 OR
(49.08) 95% CI (8,974-268,45) with impaired glucose tolerance in a teenager. The conclusion of
this study there is a relationship between physical activity and impaired glucose tolerance and
there is no relationship between fat intake and impaired glucose tolerance in adolescents at high
school.

Keywords: Physical Activity, Fat Intake, Impaired Glucose Tolerance, Pre-diabetes

1010
1. PENDAHULUAN Remaja memiliki risiko tinggi

Pre-diabetes atau toleransi glukosa untuk terjadinya gangguan gizi

terganggu merupakan kondisi karena pada usia remaja terjadi

seseorang dengan kadar glukosa peningkatan kebutuhan zat gizi,

darah yang lebih dari normal namun sering membatasi konsumsi makan,

belum memasuki kategori diabetes dan pola konsumsinya sering

melitus. Seseorang dengan menyimpang dari kaidah-kaidah ilmu

prediabetes dapat berkembang gizi (Agustina et al., 2018)

menjadi diabetes melitus tipe 2 Perubahan gaya hidup yang menjurus

(50%), tetap dalam kondisi pre ke westernisasi dan pola hidup

diabetes (25%), atau kembali dalam kurang gerak (sedentary) sering

gula darah normal seperti semula ditemukan di kota-kota besar di

(25%) (Liberty, 2016). Indonesia. Perubahan gaya hidup ini

Proporsi TGT (Toleransi Glukosa mengakibatkan terjadinya perubahan

Terganggu) pada penduduk dengan pola makan yang merujuk pada pola

umur ≥ 15 tahun adalah 30,8 %, makan tinggi kalori, lemak, dan

proporsi toleransi glukosa terganggu kolesterol tetapi rendah serat

pada laki-laki ditemukan sebanyak (Permanasari & Aditianti, 2017).

26,8 % dan perempuan 34,7 %. Dari fenomena tersebut dapat

Prevalensi toleransi glukosa menyebabkan berbagai macam

terganggu pada tahun 2017 akan penyakit seperti kardiovaskuler,

meningkat dari 7,6 % menjadi 8,8 % osteoartritis, kanker, hipertensi dan

pada tahun 2045 (Riskesdas, 2018). diabetes melitus tipe 2 (WHO, 2019).

1011
Di Indonesia, proporsi penduduk dengan perempuan sebanyak

berumur ≥ 10 tahun memiliki (23,1%).

perilaku konsumsi makanan Era modern dimana kehidupan

berlemak, berkolesterol dan makanan dipermudah dengan adanya teknologi

gorengan sebesar 40,7%, konsumsi dan sarana transportasi membuat

makanan asin sebesar 26,2% dan seseorang lebih cenderung untuk

konsumsi makanan manis sebesar memiliki aktivitas yang rendah

53,1%. Provinsi Jawa Tengah (Syahitdah & Nissa, 2018), selain itu

Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun aktivitas fisik juga dapat untuk

dengan konsumsi makanan berlemak mencegah laju progresivitas

sebesar 60,3 % (Riskesdas, 2013). gangguan toleransi glukosa menjadi

Menurut (Siswanto, 2014) asupan DM (Khoiriyah et al., 2017).

lemak total lebih dari 67 gram per Proporsi penduduk Indonesia

hari dapat berisiko untuk terjadnya berumur ≥ 10 tahun pada tahun 2013

penyakit hipertensi, stroke dan yang melakukan aktivitas fisik

diabetes. Berdasarkan kelompok kurang aktif sebesar 26,1 %, dan

umur, sepertiga dari anak usia 13-18 pada tahun 2018 penduduk Indonesia

tahun sudah mengkonsumsi lemak yang melakukan aktivitas fisik

yang melebihi batas rekomendasi kurang aktif mengalami peningkatan

asupan lemak, sedangkan menurut sebesar 33,5 %.

jenis kelamin, laki-laki dengan Sementara di Provinsi Jawa

asupan lemak total > 67 gram/hari Tengah pada tahun 2013 proporsi

sebanyak (30,8%) dibandingkan penduduk Indonesia berumur ≥ 10

1012
tahun yang melakukan aktivitas fisik dan serat dengan kadar glukosa

kurang aktif sebanyak 20%, dan pada darah. Adapun tujuan penelitian yang

tahun 2018 proporsi aktivitas fisik ingin dicapai: pertama, menganalisis

kurang aktif di Jawa tengah hubungan asupan lemak dengan

mengalami peningkatan menjadi toleransi glukosa terganggu pada

25,2% (Riskesdas, 2018). Menurut remaja SMA. Kedua, menganalisis

(Dolongseda, 2017) bahwa hubungan aktivitas fisik dengan

terdapatnya hubungan antara toleransi glukosa terganggu pada

aktivitas fisik dan pola makan remaja SMA. Ketiga, menganalisis

dengan kadar gula darah pada pasien hubungan asupan lemak dan aktivitas

diabetes melitus yang mengatakan fisik dengan kadar gula darah pada

bila seseorang dengan pola aktivitas remaja SMA.

yang ringan dapat mengakibatkan 2. METODE

meningkatnya kadar gula darah Penelitian ini menggunakan

dalam tubuh. metode kuantitatif observasional

Penelitian (Suniyadewi & Pinatih, analitik jenis cross sectional.

2019) mengatakan terdapatnya Penelitian ini dilaksanakan di Sma It

hubungan antara karbohidrat dan Nur Hidayah Sukoharjo. Penelitian

lemak dengan kadar gula darah pada dilaksanakan pada Bulan Desember

wanita menopause. 2019. Dalam penelitian ini

Sedangkan menurut (Kurniasari, didapatkan 58 responden yang sudah

2014) tidak terdapat adanya memenuhi kriteria restriksi. Teknik

hubungan asupan karbohidrat, lemak pengambilan sampel yang dilakukan

1013
dalam penelitian ini systematic cukup (90%-110%) dan lebih ( >

random sampling. Kriteria inklusi 110%) (Loliana & Nadhiroh, 2015).

bersedia menjadi responden, berusia Pengambilan data aktivitas fisik

minimal 15-18 tahun yang dilakukan dengan wawancara IPAQ

menempuh pendidikan di SMA It (International Physical Activity

Nur Hidayah Sukoharjo, adanya Questionare). Kuesioner berisi

riwayat keluarga yang menderita tentang 7 pertanyaan pola aktivitas

DM, memiliki berat badan (kurang = fisik dan diukur berdasarkan MET

< 18,5, normal = 18,5-22,9, (Metabolic Equivalent Task) yang

overweight = 23,0-24,9, obesitas = > digunakan untuk menilai setiap

25). Sedangkan kriteria eksklusi gerakan tubuh selama seminggu

sakit. Pengambilan data asupan terakhir, kemudian diukur

lemak dilakukan dengan melakukan menggunakan rumus:

wawancara SQ FFQ (Semi Hasil penelitian aktivitas fisik

Quantitative Food Frequency diklasifikasikan menjadi aktivitas

Questionare) untuk mengetahui fisik kurang (< 600 MET) dan cukup

jumlah makananan yang dikonsumsi (> 600 MET) (IPAQ, 2012).

dalam satu hari yang dinyatakan Pengukuran tes toleransi glukosa oral

sebagai total lemak terhadap dilakukan dengan memeriksa kadar

konsumsi energi. Hasil penilaian gula darah puasa, pemberian 75 gram

asupan lemak dihitung menggunakan glukosa, 2 jam kemudian diperiksa

Nutrisurvey dengan satuan gram. kembali untuk memeriksa kadar gula

Nilai tersebut dikategorikan menjadi darah post prandial dengan

1014
menggunakan glukometer, yang fisik dengan toleransi glukosa

kemudian diklasifikasikan menjadi terganggu pada remaja SMA dengan

TTGO normal (< 140 mg/dl) dan menggunakan uji regresi logistik.

TTGO tidak normal (140-199 Penelitian ini sudah mendapat ijin

mg/dl). dari Fakultas Kedokteran Universitas

Analisis data dilakukan secara Muhammadiyah Surakarta dan telah

bertahap, yaitu diawali dengan terdaftar di Komisi Etik Penelitian

analisis univariat, analisis bivariat Kesehatan FK UMS dengan nomor

menggunakan uji chi-square, dengan Ethical Clearance: 2573/B.1/KEPK-

ketentuan nilai (p) < 0,05 maka FKUMS/XI/2019.

terdapat hubungan yang signifikan, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

apabila nilai (p) ≥ 0,05 maka tidak Tabel 1 menunjukkan sampel

memiliki hubungan yang signifikan. dengan 58 responden, didapatkan

Jika tidak memenuhi syarat remaja denga aktivitas fisik yang

menggunakan uji Chi Square maka paling banyak yaitu aktivitas fisik

dapat dilakukan dengan cukup yaitu sebanyak 33 responden

menggunakan uji Fisher, keduanya (56,9%), asupan lemak yang paling

digunakan untuk data yang tidak banyak yaitu didapatkan asupan

berpasangan (Dahlan, M. Sopiyudin, lemak lebih sebanyak 40 responden

2017). (69%), remaja dengan TGT sebanyak

Analisis data multivariat 21 responden sebanyak (36,2%) dan

dilakukan untuk mengetahui responden yang paling tinggi adalah

hubungan asupan lemak dan aktivitas

1015
remaja putri yaitu sebanyak 36 kurang dan asupan lemak lebih.

responden (62,1%). Aktivitas fisik kurang sebanyak 19

Tabel 2 menunjukkan remaja yang responden (76%) dan asupan lemak

mengalami TGT lebih tinggi pada lebih sebanyak 18 responden (45%).

responden dengan aktivitas fisik

Tabel 1. Karateristik Responden


Variabel Frekuensi Persentasi
1. Aktivitas Fisik
Kurang 25 43,1
Cukup 33 56,9
2. Asupan Lemak
Cukup 18 31
Lebih 40 69
3. Toleransi Glukosa Terganggu
Ya 21 36,2
Tidak 37 63,8
4. Jenis Kelamin
Putri 36 62,1
Putra 22 37,9

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat


TGT Normal Nilai p OR IK 95%
n % n % Min Mak
Aktivitas Fisik
Kurang 19 76 6 24 <0,001 49,08 8,97 268,44
Cukup 2 6,1 31 93,9
Asupan Lemak
Lebih 18 45 22 55 0,075 4,09 1,02 16,38
Cukup 3 16,7 15 83,3

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat.


Koefisien df Nilai p OR CI 95%
Lower Upper
Aktivitas Fisik -3,894 1 0,000 49,08 8,974 268,45

1016
Tabel 3 menunjukkan hasil uji regresi berirama dan teratur untuk memperbaiki

logistik bahwa variabel aktivitas fisik dan meningkatkan kebugaran. Olahraga

memiliki nilai p = < 0,001 dengan (odds meliputi segala macam pelatihan.

ratio) OR sebesar 49,08 yang Aktivitas fisik mencakup semua

menunjukkan bahwa pada remaja dengan olahraga, semua gerakan tubuh, semua

aktivitas fisik yang kurang memiliki pekerjaan, rekreasi, kegiatan sehari-hari,

peluang memiliki toleransi glukosa sampai pada kegiatan pada waktu

terganggu yang tidak normal sebanyak senggang (Widodo et al., 2016).

49,08 kali daripada remaja dengan Saat tubuh bergerak, akan terjadi

aktivitas fisik cukup. Sedangkan pada peningkatan kebutuhan bahan bakar

variabel asupan lemak memiliki nilai p = tubuh oleh otot yang aktif, juga terjadi

0,846 dengan (odds ratio) OR sebesar reaksi tubuh yang kompleks meliputi

1,218 yang menunjukkan bahwa pada fungsi sirkulasi metabolisme,

remaja dengan asupan lemak yang tinggi penglepasan dan pengaturan hormonal

memiliki peluang untuk menjadi toleransi dan susunan saraf otonom. Pada keadaan

glukosa terganggu yang tidak normal istirahat, metabolisme otot hanya sedikit

sebesar 1,218 kali daripada anak dengan sekali memakai glukosa sebagai sumber

asupan lemak yang cukup. bahan bakar, sedangkan saat berolahraga,

Aktivitas fisik berbeda dengan glukosa dan lemak akan dijadikan

olahraga atau latihan jasmani. Aktivitas sebagai bahan bakar utama. Dengan

fisik adalah semua gerakan otot bergaris dijadikannya glukosa sebagai bahan

yang membakar energi tubuh. Sedangkan bakar utama, maka kadar glukosa darah

olahraga ialah gerakan tubuh yang akan menurun (Azitha , Aprilia, &

1017
Ilhami, 2018). Pada jaringan perifer insulin-dependent. Sedang pada saat otot

seperti jaringan otot, insulin berikatan aktif, walau terjadi peningkatan

dengan sejenis reseptor (insulin receptor kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin

substrate = IRS) yang terdapat pada tidak meningkat. Sel-sel otot rangka tidak

membran sel. bergantung pada insulin untuk menyerap

Ikatan antara insulin dan reseptor akan glukosa, meskipun saat istirahat mereka

menghasilkan semacam signal yang memerlukannya, namun dengan

berguna bagi proses regulasi atau mengontraksikan otot dapat memicu

metabolisme glukosa di dalam sel otot. penyisipan GLUT-4 ke membran plasma

Setelah berikatan, transduksi sinyal sel otot yang aktif meskipun tidak

berperan dalam meningkatkan kuantitas terdapat insulin. Pada latihan jasmani

GLUT-4 dan selanjutnya juga mendorong juga akan terjadi peningkatan aliran

penempatannya pada membran sel. darah, menyebabkan lebih banyak jala-

Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 jala kapiler terbuka hingga lebih banyak

inilah yang bekerja memasukkan glukosa tersedia reseptor insulin dan reseptor

dari ekstra ke intrasel dan merupakan menjadi lebih aktif (Lisiswanti &

pengangkut glukosa yang bertanggung Cordita, 2016). Selama latihan fisik,

jawab atas sebagian besar penyerapan peningkatan terkoordinasi di aliran darah

glukosa oleh mayoritas sel (Setiati et al., otot rangka, perekrutan kapiler,

2015). translokasi GLUT-4 ke sarkolema dan

Pengambilan glukosa oleh jaringan tubulus-T, dan metabolisme semuanya

otot pada keadaan istirahat membutuhkan penting untuk penyerapan glukosa dan

insulin, hingga disebut sebagai jaringan oksidasi. Translokasi GLUT-4 ke

1018
sarkolema dan tubulus-T merupakan Kekuatan ini menyebabkan kepala

dasar untuk penyerapan glukosa otot menekuk ke arah lengan dan menarik

rangka dan termasuk pengambilan filamen aktin bersama dengannya.

GLUT-4 dari situs penyimpanan Penekukan kepala ini disebut power

intraseluler. Maka dari itu latihan fisik stroke. Begitu kepala jembatan saling

memiliki peranan yang sangat penting menekuk, keadaan ini menyebabkan

dalam mengendalikan kadar gula dalam pelepasan ADP dan ion fosfat yang

darah (Lisiswanti & Cordita, 2016). sebelumnya melekat pada kepala.

Sebelum kontraksi mulai terjadi, Kemudian segera sesudah menekuk,

kepala jembatan silang berikatan dengan kepala secara otomatis terlepas dari

ATP. Aktivitas ATPase dari kepala bagian aktif (E. Hall, 2011).

miosin segera memecah ATP tetapi Hasil uji regresi logistik terhadap

meninggalkan hasil pecahannya, ADP variabel aktivitas fisik dengan toleransi

dan ion fosfat. Dengan adanya ion glukosa terganggu menunjukkan nilai p =

kalsium filamen aktin akan teraktivasi, < 0,001 dengan odds ratio (OR) sebesar

kepala jembatan silang dari filamen 49,08 menunjukkan adanya hubungan

miosin menjadi tertarik ke bagian aktif yang bermakna aktivitas fisik dengan

filamen. Bila sebuah kepala melekat pada toleransi glukosa terganggu pada remaja

bagian aktif, perlekatan ini secara SMA. Hal ini berarti responden dengan

serentak menyebabkan perubahan besar aktivitas fisik ringan memiliki peluang

pada kekuatan intramolekular antara 49,08 kali lipat untuk memiliki toleransi

kepala dan lengan jembatan silangnya. glukosa terganggu. Hasil penelitian ini

sejalan dengan (Dolongseda, 2017) yang

1019
mengatakan bila seseorang dengan pola glukosa ke dalam sel. Pada penelitian ini

aktivitas yang ringan dapat didapatkan nilai p = < 0,001 yang

mengakibatkan meningkatnya kadar gula menunjukkan terdapat hubungan

darah dalam tubuh. Penelitian ini bermakna aktivitas fisik dengan kadar

didapatkan hasil p = < 0,001 yang gula darah.

menunjukkan terdapat hubungan Dari hasil uji regresi logistik terhadap

bermakna aktivitas fisik dengan kadar variabel asupan lemak dengan toleransi

gula darah. glukosa terganggu menunjukkan nilai p =

Penelitian dengan hasil serupa 0,846 yang menunjukkan tidak adanya

dilakukan oleh (Nurayati & Adriani, hubungan yang bermakna asupan lemak

2017) mengenai hubungan aktivitas fisik dengan toleransi glukosa terganggu pada

dengan kadar gula darah puasa penderita remaja SMA.

diabetes melitus tipe 2. Yang Hubungan yang tidak bermakna

memberikan hasil p = < 0,001 yang variabel asupan lemak dengan toleransi

menunjukkan bahwa terdapat hubungan glukosa terganggu juga dapat

yang bermakna antara aktivitas fisik dikarenakan adanya kemungkinan-

dengan kadar gula darah puasa penderita kemungkinan dalam penelitian, yaitu:

diabetes melitus tipe 2. responden kurang sesuai dengan hasil

Penelitian ini sejalan dengan (Maskiki, yang sesungguhnya ketika dilakukan

2018) yang mengatakan, tujuan aktivitas wawancara, banyaknya variabel yang

fisik adalah untuk meningkatkan diteliti penulis hanya dua yaitu (asupan

kebugaran dan meningkatkan kepekaan lemak dan aktivitas fisik) sedangkan

sel sehingga insulin mudah memasukkan masih banyak variabel yang berpengaruh

1020
terhadap terjadinya toleransi glukosa DAFTAR PUSTAKA
Agustina , T., Indarto , D. & Sugiarto,
terganggu seperti (merokok,obesitas, 2018. Hubungan Asupan Protein dan
Kadar Interleukin-6 dengan Kadar
usia, dan gender) , dalam pengukuran Hemoglobin pada Remaja Putri Status
Gizi Lebih. Biomedika, pp.107-14.
kadar gula darah peneliti melakukan Azitha , M., Aprilia, D. & Ilhami, R.,
2018. Hubungan Aktivitas Fisik
pengecekan melalui kapiler darah tidak dengan Kadar Glukosa Darah Puasa
pada Pasien Diabetes Melitus yang
darah vena yang dikarenakan Datang ke Poli Klinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit M. Djamil Padang.
keterbatasan waktu dan dana. Jurnal Kesehatan Adalas, pp.400-04.
Dolongseda, F.V., 2017. Hubungan Pola
Aktivitas Fisik dan Pola Makan
dengan Kadar Gula Darah pada Pasien
4. SIMPULAN DAN SARAN Diabetes Melitus Tipe II di Poli
Penyakit Dalam Rumah Sakit
Aktivitas fisik memiliki pengaruh Pancaran Kasih GMIM Manado. J
Gipas, pp.55-60.
signifikan terhadap gangguan toleransi E. Hall, J., 2011. Guyton dan Hall Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th ed.
glukosa pada remaja SMA. Asupan Elsevier.
IPAQ, 2012. [Online] Available at:
lemak tidak memiliki pengaruh yang https://sites.google.com/site/theipaq/q
uestionnaire_links [Accessed Jumat
signifikan terhadap gangguan toleransi Oktober 2019].
Khoiriyah, D., Murbawani, E.A. &
glukosa pada remaja SMA. Dan bagi Panunggal, B., 2017. Asupan
Karbohidrat dan Aktivitas Fisik
peneliti selanjutnya diharapkan dapat dengan Prediabetes pada Wanita
Dewasa. Jurnal Kesehatan
menggunakan plasma vena, dapat Masyarakat, pp.59-65.
Kurniasari, R., 2014. Hubungan Asupan
memfokuskan subjek penelitian kepada Karbohidrat, Lemak, dan Serat dengan
Kadar Glukosa dan Trigliserida Darah
perempuan atau laki-laki dan pada pasien DM tipe II Rawat Inap di
RSUP H. Adam Malik Medan.
menggunakan parameter yang lebih Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan, pp.164-66.
sensitif dalam melakukan pengecekan Liberty, I.A., 2016. Hubungan Obesitas
dengan Kejadian Prediabtetes pada
kadar gula darah Wanita Usia Produktif. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, 3, pp.108-
13.

1021
Lisiswanti , R. & Cordita, R.N., 2016. Syahitdah, R. & Nissa, C., 2018.
Aktivitas Fisik dalam Menurunkan Aktivitas Fisik, Stress, dan Asupan
Kadar Glukosa Darah pada Diabetes Makan terhadap Tekanan Darah pada
Melitus Tipe 2. Majority, pp.140-44. wanita Prediabetes. Jurnal Gizi
Maskiki, M.F.D., 2018. Pola Makan dan Indonesia, 7, pp.54-62.
Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula WHO, 2019. Obesity and Overweight.
Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe [Online] Available at:
II di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD https://www.who.int/en/news-
Madani Provinsi Sulawesi Tengah. room/fact-sheets/detail/obesity-and-
Infokes : Info K esehatan, pp.18-23. overweight [Accessed Selasa Oktober
Nurayati , L. & Adriani, M., 2017. 2019].
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Widodo, C., Tamtomo, D. & Prabandari,
Kadar Gula Darah Puasa Penderita A.N., 2016. Hubungan Aktifitas Fisik,
Diabetes Melitus Tipe 2. Amerta Nutr, Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Anti
pp.80-87. Diabetik dengan Kadar Gula Darah
Permanasari, Y. & Aditianti, 2017. Pasien Diabetes Mellitus di Fasyankes
Konsumsi Makanan Tinggi Kalori dan Primer Klaten. JSK, pp.63-69.
Lemak tetapi Rendah Serat dan
Aktivitas Fisik Kaitannnya dengan
Kegemukan pada Anak Usia 5 – 18
Tahun di Indonesia. Penelitian Gizi
dan Makanan, pp.95-104.
Riskesdas, 2013. [Online] Available at:
http://labmandat.litbang.depkes.go.id/i
mages/download/laporan/RKD/2013/
RKD_dalam_angka_final.pdf
[Accessed Senin Oktober 2019].
Riskesdas, 2018. [Online] Available at:
https://www.depkes.go.id/resources/do
wnload/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf [Accessed Kamis Oktober
2019].
Setiati , S., Alwi, I. & Sudoyo, A.W.,
2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 6. InternaPublishing.
Siswanto, 2014. Survei Konsumsi
Makanan Individu Indonesia. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Suniyadewi, N.W. & Pinatih, G.N.I.,
2019. Correlation between intakes of
carbohydrates, protein, and fat with
random blood sugar levels in
menopausal women. Frontiers of
Nursing, pp.77-80.

1022

Anda mungkin juga menyukai