Anda di halaman 1dari 6

TEKNOLOGI DAN ISLAM

Armahedi Mahzar © 2010

Sumber :  http://www.facebook.com/profile.php?id=650963047&v=app_2347471856

Teknologi dalam perkembangannya yang mutakhir merupakan penerapan sains untuk


kepentingan manusia. Pada umumnya penerapan itu adalah untuk menyejahterakan manusia
seluruhnya, namun tak dapat dibantah bahwa pengembangan teknologi juga diarahkan pada
pembuatan senjata pemusnah masal seperti misalnya senjata nuklir, kimia dan biologis. Di
samping tujuan negatif dari pengembangan teknologi, teknologi yang dikembangkan untuk
tujuan positif sekali pun bisa mempunyai dampak-dampak negatif pada lingkungan hidup,
kehidupan sosial dan perilaku personal. 

Bagi banyak kritisi, dampak-dampak negatif ini timbul karena adanya dikhotomi antara sains dan
etika dalam paradigma sains modern. Dikhotomi sains etika ini yang banyak dianut di kalangan
saintis yang menganggap bahwa penggunaan sains untuk pengembangan senjata pemusnah
massal sebagai sesuatu yang berada di luar tanggung jawab sains yang netral secara etis. Begitu
juga ketika terjadi dampak-dampak negatif sebagai akibat pengembangan teknologi sebagai
sesuatu yang di luar tanggung jawab sains.

 Namun belakangan muncullah kesadaran bahwa baik sains dan teknologi tak bisa dipisahkan
satu sama lain karena keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban manusia yang
juga mencakup cabang-cabang lain seperti misalnya budaya, ekonomi dan politik Itulah
sebabnya teknologi harus dikembangkan di atas sebuah landasan filosofis atau paradigma suatu
peradaban dan semua peradaban yang besar berkembang di atas landasan agama. Itulah sebabnya
berikut ini akan diajukan sebuah filsafat dasar teknologi yang islami.

 Hakekat Teknologi menurut Al-Qur’an

Mengenai hakekat teknologi dapat dibaca pada anak kalimat pertama ayat di atas di mana
disebutkan bahwa

 ‫م‬ْ ‫ك‬ ُ َ‫خ َر ل‬َّ ‫س‬َ ‫ه‬ َ َّ‫م تَ َر ْوا َأنَّ الل‬ ْ َ‫َأل‬
‫ض‬
ِ ‫ما فِي األ ْر‬ َ ‫و‬
َ ِ‫وات‬ َ ‫ما‬ َ ‫الس‬
َّ ‫ما فِي‬ َ
ً ‫ط َن‬
‫ة‬ ِ ‫وبَا‬ َ ‫ه َر ًة‬
ِ ‫ه ظَا‬ ُ ‫م‬ َ ِ‫م ن‬
َ ‫ع‬ ْ ‫ك‬ ُ ‫غ عَ لَ ْي‬ ْ ‫وَأ‬
َ َ ‫سب‬ َ
….
Tiadakah kamu perhatikan, bahwa Allah menundukkan untukmu
apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-nikmat-Nya yang dzahir dan yang batin
…..
(QS Surat Luqman, 31:20)
Jadi sakh-khara pada kalimat ini menunjukan bahwa alam ditundukkan Allah pada manusia,
bukan manusia yang menundukkannya melalui teknologi seperti dalam kepercayaan Barat
sekuler mengenai teknologi. Teknologi, pada hakekatnya, adalah bagian dari peyempurnaan
nikmat-nikmat Allah pada manusia baik yaitu yang eksternal. Sedangkan nikmat yang internal
berupa kepuasan batiniah karena manusia telah menyempurnakan tugasnya sebagai khalifah
yang memakmurkan bumi dan beribadah kepada Allah sebagai abdiNya.. ’Abid dan khalif adalah
dua peran mendasar manusia sebagai makhluk pilihanNya.

Tujuan Teknologi dalam Al-Qur’an

Dalam pandangan Islam, ilmu yang diterapkan atau teknologi adalah untuk mensyukuri
nikmatNya yang berupa ilmu yang diajarkan pada orang yang mau membaca tanda-tandaNya.
Tasykir adalah konsekuensi dari ta’lim. Sedangkan tujuan akhir dari tasykir, yang juga
merupakan fondasi dari ta’lim itu, adalah tawhid atau mengesakan Allah.

Teknologi adalah bagian dari amal manusia. Secara ringkas hal ini dapat dilukiskan sebagai
berikut Hal ini sesuai dengan konsep amal sebagai syukur akan nikmat ilmu seperti yang
difirmankanNya sebagai berikut :

‫م‬ْ ‫ك‬ ُ ُّ‫وِإ ْذ تََأذَّنَ َرب‬ َ


‫م‬ ْ ‫ك‬ ُ َّ‫م أل ِزي َدن‬ْ ‫ك ْر ُت‬ َ ‫ش‬َ ‫ن‬ ْ ‫لَِئ‬
‫م‬ ْ ‫ف ْر ُت‬ َ ‫ك‬َ ‫ن‬ ْ ‫ولَِئ‬
َ
‫د‬
ٌ ‫دي‬ ِ ‫ش‬ َ َ‫ع َذابِي ل‬ َ َّ‫ِإن‬
Dan ingatkah juga tatkala Tuhanmu memaklumkan :
“ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu,
dan jika kamu mengingkari nikmatku ,
maka sesungguhnya azabku sangat pedih “ .
(QS, Surat Ibrahim,14: 7)

Ketika ta’lim dikaitkan dengan tawhid. maka hal ini tak lain dari manifestasi manusia sebagai
abdi Allah subhana wata’ala seperti yang ditegaskanNya dalam firmanNya

 ‫ن‬
ِ ‫س ِإال لِيَع ُْب ُدو‬
َ ‫واإل ْن‬
َ ‫ن‬
َّ ‫ج‬ ُ ‫خلَق‬
ِ ‫ْت ا ْل‬ َ ‫ما‬
َ ‫و‬
َ
Tidaklah kujadikan jin dan manusia kecuali mengabdi Aku
(QS, Surat al-Dzariyat, 51:56)

 Sedangkan kaitan ta’lim dan tasykir merupakan konsekuensi posisi manusia sebagai
khalifatullah fil ‘ardh seperti Firman Allah subhana wa ta’ala
‫ض‬
ِ ‫ف األ ْر‬ َ ‫خالِئ‬ َ ‫م‬ ْ ‫ك‬ ُ َ‫عل‬
َ ‫ج‬ ِ َّ‫و ال‬
َ ‫ذي‬ َ ُ‫وه‬ َ
‫م‬ ْ ‫ك‬ُ ‫و‬ َ ‫ت لِيَ ْب ُل‬ٍ ‫جا‬ َ ‫د َر‬ َ ‫ْض‬ ٍ ‫ف ْوقَ بَع‬ َ ‫م‬ْ ‫ك‬ ُ ‫ض‬
َ ‫ع بَ ْع‬ َ ‫و َر‬
َ ‫ف‬ َ
‫م‬ ْ ‫ك‬ُ ‫ما آتَا‬ َ ‫فِي‬
‫ب‬
ِ ‫عقَا‬ ِ ‫يع ا ْل‬ُ ‫ر‬ ِ ‫س‬ َ ‫ك‬ َ َّ‫ِإنَّ َرب‬
‫م‬ٌ ‫حي‬ ِ ‫غ ُفو ٌر َر‬ َ َ‫ه ل‬ ُ َّ‫وِإن‬َ
Dan Dia yang membuatmu menjadi khalifah di muka bumi
dan telah mengangkat sebagian dari kamu di atas yang lain dengan mengujimu dengan sesuatu
yang telah diberikan kepadamu sekalian.
Sesungguhnya Tuhanmu apat cepat siksaanNya
dan sesungguhnya Dia Maha Maha Pengampun dan Maha Penyayang
(QS, Surat al-An’am 6:165)

Kekhalifahan manusia di muka bumi itu adalah konsekuensi eksistensi ruh yang ditiupkan Allah
subhana wa ta’ala sebagai bagian dari kesempurnaannya sesuai dengan firman Allah

‫ه‬ ِ ‫ح‬ِ ‫ن ُرو‬ ْ ‫م‬ِ ‫ه‬ِ ‫خ فِي‬ َ ‫ف‬ َ َ‫ون‬َ ‫وا ُه‬ َّ ‫س‬
َ ‫م‬َّ ‫ُث‬
‫واأل ْفِئ َد َة‬َ ‫صا َر‬َ ‫واأل ْب‬ َ ‫ع‬ َ ‫م‬ْ ‫الس‬
َّ ‫م‬
ُ ‫ك‬ ُ َ‫ل ل‬ َ ‫ج‬
َ ‫ع‬ َ ‫و‬
َ
َ‫ك ُرون‬ ُ ‫َش‬
ْ ‫ما ت‬ َ ‫ق ِليال‬َ
Kemudian Dia sempurnakan dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya,
dan Dia adakan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati
dan hanya sedikit orang yang bersyukur.
(QS Surat al-Sajdah, 32:9)

 sebagai kelanjutan penciptaannya dari tanah dan air yang mengindikasikan sifatnya sebagai
’abid Allah dalam ayat-ayat sebelumnya yaitu ayat

 ‫ه‬ َ َ‫خل‬
ُ ‫ق‬ َ ‫ي ٍء‬ْ ‫ش‬ َ ‫ل‬ َّ ‫ك‬
ُ ‫ن‬َ ‫س‬ َ ‫ح‬ ْ ‫ذي َأ‬ ِ َّ‫ال‬
‫ين‬
ٍ ‫ط‬ ِ ‫ن‬ ْ ‫م‬ِ ‫ان‬
ِ ‫س‬ َ ‫ق اإل ْن‬ َ ‫وبَ َدَأ‬
َ ‫خ ْل‬ َ
 Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
(QS Surat al-Sajdah, 32:7)

 dan ayat berikutnya

‫ين‬
ٍ ‫ه‬ِ ‫م‬
َ ‫ما ٍء‬
َ ‫ن‬
ْ ‫م‬ ٍ َ‫سالل‬
ِ ‫ة‬ ُ ‫ن‬
ْ ‫م‬ ُ َ‫َسل‬
ِ ‫ه‬ ْ ‫لن‬ َ ‫ج‬
َ ‫ع‬ َ ‫م‬
َّ ‫ُث‬
 Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
(QS Surat al-Sajdah, 32:8)

Konteks Teknologi menurut Al-Qur’an

Oleh sebab itu, teknologi harus dijalankan sesuai dengn etika atau petunjuk Allah yang
belandaskan pada kitabNya seperti yang dapat kita pahami dari potongan ayat berikut ini

……
‫ه‬ِ َّ‫ل فِي الل‬ ُ ‫جا ِد‬
َ ‫ن ُي‬
ْ ‫م‬
َ ‫اس‬
ِ ‫ن ال َّن‬َ ‫م‬ ِ ‫و‬ َ
‫ر‬
ٍ ‫م ِني‬ُ ‫ب‬
ٍ ‫ك َتا‬
ِ ‫وال‬ َ ‫وال هُ ًدى‬ ٍ ‫ع ْل‬
َ ‫م‬ ِ ‫ر‬ ِ ‫بِغ َْي‬
………
Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah
tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab yang terang
(Quran Suci, Surat Luqman, 31:20)

Urutan penyebutan al-’Ilm, al-Huda dan al-Kitab menyarankan adanya hirarki ilmu – etika –
religi. Dalam konteks ini ilmu yang dimaksudkan adalah teknologi, sehingga pada hakekatnya
terdapat perjenjangan teknologi – etika – agama.

Etika teknologi dalam Al-Qur’an

Teknologi memang sarana manusia untuk menyampaikan rasa syukurnya pada Sang Pencipta.
Dasar terdasar dari wawasan Islam tentang teknologi adalah pengakuan bahwa semua makhluk
diciptakan Ilahi untuk mengagungkannya seperti Firman Ilahi

 ‫ه‬ ُ َ‫ح ل‬ ُ ِّ‫سب‬ َ ‫ه ُي‬ َ َّ‫م تَ َر َأنَّ الل‬ ْ َ‫َأل‬


‫ض‬
ِ ‫واأل ْر‬ َ ِ‫وات‬ َ ‫ما‬ َ ‫الس‬
َّ ‫ن فِي‬ ْ ‫م‬ َ
‫ت‬
ٍ ‫فا‬ َّ ‫صا‬ َ ‫والطَّ ْي ُر‬ َ
‫ه‬ُ ‫ح‬ َ ‫َسبِي‬ ْ ‫وت‬ َ ‫ه‬ ُ َ‫صالت‬ َ ‫م‬ َ ِ‫ق ْد عَ ل‬َ ‫ل‬ٌّ ‫ك‬ ُ
َ‫علُون‬ َ ‫ما يَ ْف‬ َ ِ‫م ب‬ ٌ ‫علِي‬ َ ‫ه‬ُ َّ‫والل‬َ
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih
apa yang di langit dan di bumi
dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya.
Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya
dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(QS Surat An-Nur, 24:41)
Di atas dasar terdasa ini, etika teknologi dalam Islam bukanlah etika humanistik yang
menganggap manusia sebagai penakluk alam, tetapi sebagai imam dari salat dan tasbih semesta
dari semua ciptaanNya yang menurut Sang Maha Pencipta telah diberi hak

َ‫ض‬ َ ‫واأل ْر‬ َ ِ‫وات‬


َ ‫ما‬
َ ‫الس‬
َّ ‫خلَ ْق َنا‬
َ ‫ما‬
َ
‫ما‬َ ‫ما بَ ْي َن ُه‬
َ ‫و‬َ
‫ق‬
ِّ ‫ح‬ َ ‫ِإال بِا ْل‬
…….
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya,
melainkan dengan Haqq

……..
(QS Surat Al-Hijr, 15:85) .

Jadi di dalam Islam bukan hanya manusia yang memiliki hak di antara makhluk Allah, tetapi
semua isi semesta termasuk lingkungan hidupnya.

 Disamping itu teknologi dalam pandangan Islam bukanlah merupakan sarana penakluk alam,
akan tetapi merupakan sarana untuk menjaga keseimbangan. Prinsip keseimbangan yang
disimbolkan melalui mizan atau neraca ini adalah juga merupakan prinsip dasar etika dan hukum
Islam, seperti yang difirmankanNya

ِ ‫ع ا ْل‬
 (7) َ‫مي َزان‬ َ ‫ض‬
َ ‫و‬
َ ‫و‬
َ ‫ها‬
َ ‫ع‬ َ ‫ما َء َر‬
َ ‫ف‬ َ ‫الس‬
َّ ‫و‬َ
 (8) ‫ن‬ ِ ‫غ ْوا فِي ا ْل‬
ِ ‫مي َزا‬ ْ َ‫َأال ت‬
َ ‫ط‬

ِ ‫س ُروا ا ْل‬
 (9) َ‫مي َزان‬ ِ ْ‫وال ُتخ‬
َ ‫ط‬ ْ ‫و ْزنَ بِا ْل ِق‬
ِ ‫س‬ ُ ‫وَأقِي‬
َ ‫موا ا ْل‬ َ
(7) Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca
(8) Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
(9) Dan jagalah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
(QS Surat Ar-Rahman 55:7-9)

Kesimpulan

Demikianlah filsafat dasar reknologi dalam Islam jika dilandaskan pada ayat-ayatNya. Tentu saja
dia akan dapat menjadi lebih kokoh dan komprehensif jika diintegrasikan dengan filsafat dasar
sains yang juga dilandaskan pada ayat-ayat relevan yang tercantum dalam Al-Quran al-Karim
seperti yang ditampilkan pada artikel sebelum ini.
Satu hal yang patut dipikirkan, jika sains dan teknologi harus dilandaskan pada Bacaan Mulia,
maka berarti sebuah peradaban akan menjagi utuh menyeluruh, kalau saja semua cabang
peradaban dilandasakan pada Bacaan yang sama.

Itulah sebabnya, saya berharap ada di antara para pembaca artikel ini yang bisa
menyempurnakannya, sehingga wawasan Islam rahmatan li al-’alamin juga mempunyai makna
aktual pada segala dimensi peradaban termasuk sains dan teknologi dalam memecahkan
problematika global di abad ke-21 ini. Insya Allah. Amin ya Rabb al-’ alamin

Anda mungkin juga menyukai