Anda di halaman 1dari 2

Media dan Iklan Politik penulis, PDIP yang membelanjakan biaya

Oleh : Anang Anas Azhar. Tahapan kampanye iklannya Rp 39,25 miliar memperoleh 109 kursi
resmi sesuai ketetapan penyelenggara pemilu DPR (21.026.629 suara) dan Partai Golkar yang
baru dimulai 16 Maret 2014. Tetapi, partai politik mengeluarkan dana Rp 21,75 miliar memperoleh
dan bakal capres sudah sibuk mengiklankan diri. 128 kursi DPR (24.480.757 suara).
Harapannya tak lain untuk menaikkan popularitas Suasana Pemilu 2014 ini, sedikit berbeda dari
dan elektabilitas partai politik dan bakal capres. Pemilu 2009. Raja media bermunculan
Kesibukan partai politik dan bakal capres ini mengiklankan diri sebagai bakal capres.
sangat menarik untuk disimak, khususnya Setidaknya menurut cacatan penulis ada tiga
menjelang Pemilu 9 April 2014 ini. pemilik media yang setiap hari iklannya
Disadari atau tidak, media memiliki kekuatan bertaburan untuk meraih simpati kepada rakyat.
untuk mempengaruhi publik dalam menyampaikan Mereka adalah Abu Rizal Bakrie yang memiliki
pesannya. Terlepas apakah pesannya berbau media TV One, ANTV, Surya Paloh melalui Metro
kepentingan politik, yang pasti media tergolong TV, Hari Tanoe Sudibyo melalui MNCTV Group.
sukses untuk menempatkan partai politik, bakal Ketiga pemilik media terbesar di Indonesia ini,
capres menjadi pemenang pada sebuah terlihat secara kasat mata mencapreskan diri.
pertarungan. Mereka bertarung karena ingin mengambil simpati
Dalam kampanye politik menurut Deacon dan rakyat pada Pemilu 2014 ini.
Monk (2002), media dianggap sebagai satu- Sayangnya, meski pemilik media terus menerus
satunya saluran yang efektif dalam upaya mengiklankan diri namun tidak berjalan seimbang
mengkomunikasikan program kerja di hadapan dengan elektabilitas yang diperoleh. Ternyata,
publik. Tak hanya itu, media juga dianggap masih ada juga pemilik media yang mengiklan
memiliki peran penting dalam mentransmisi dan diri, elektabilitasnnya tidak naik-naik. Rakyat
menstimulus pesan-pesan politik kepada publik. sudah cerdas dalam menentukan siapa yang akan
(Negrine, 1996).   dipilih. Rakyat malah bersimpati kepada calon
Dalam kontek media, ada dua hal yang selama ini yang bukan pemilik media. Sebut saja Jokowi.
menjadi perhatian publik ketika pengiklan politik Hampir seluruh media online, maupun surat kabar
menampilkan program partai politik atau bakal memberitakan Jokowi. Dan ini pasti bagian iklan
capres. Pertama, pengiklan menampilkan dua hal tersembunyi dan menguntungkan PDI Perjuangan
sekaligus, yakni menampilkan program partai secara khusus.
politik dan karena ketepatan ketua umumnya dari Jika kita merujuk aturan KPU, maka partai politik
partai politik, maka iklannya ditampilkan sekaligus atau bakal capres dapat beriklan di media massa
keduanya. mulai 16 Maret 2014. Aturan lain yang juga
Iklan seperti ini satu sisi sangat merugikan partai membatasi partai politik untuk beriklan di media
politik, sebab belum tentu partai politiknya disukai massa cetak dan lembaga penyiaran adalah
publik. Tetapi publik hanya menyukai figur ketua larangan untuk menjual blocking segmen dan/atau
umumnya yang ingin mencapreskan diri. Kedua, blocking time kampanye pemilu kepada partai
figur yang mengiklankan diri hanya seorang diri politik (Pasal 96, ayat 1 UU Pemilu No 8/2012).
tanpa menggunakan partai politik. Iklan seperti ini Tetapi, aturan ini justru diabaikan begitu saja,
biasanya bukan berasal dari partai politik. bahkan pemilik medialah sebagai pelopor
Kerugiannya sangat terlihat, ketika dirinya tidak pelanggar aturan itu. Ini dapat kita lihat, bahwa
menampilkan latar belakang partai politik. pemilik media sangat berpengaruh dalam
Melihat kenyataan ini media sering dihadapkan menampilkan dirinya sebagai bintang iklan politik.
oleh dua hal ini. Seiring dengan itu pula, sebagai Melalui tulisan ini, ada baiknya kita menyinggung
sebutan tahun politik, tahun 2014 ini merupakan kontroversi pemilik media yang menggunakan
tahun media yang sibuk mengiklankan figur partai media yang dimilikinya sebagai instrumen
politik maupun visi dan misi partai politik kampanye politik. Meski media milik publik, tetapi
menghadapi perhelatan Pemilu 2014. Lantas jangan semena-menang pula untuk mengiklan
pertanyaanya, siapakah yang diuntungkan dalam diri, apalagi durasinya sangat terlalu lama. Jika ini
mengiklankan diri seperti itu? Tentu yang dilakukan, tentu perilaku tidak adil terhadap
diuntungkan dalam iklan politik ini adalah pemilik pemasang iklan yang satu dibandingkan dengan
media. yang lain akan terjadi. Ada upaya memperlakukan
Pemilik Media media semata-mata hanya untuk kepentingan
Terkadang publik tidak terlalu memandang siapa pribadi, dengan menafikan UU Pers dan UU
pemilik media. Bahkan tak semua publik Penyiaran yang tegas menyatakan media
mempermasalahkan iklan yang ditampilkan para pertama-tama harus diperlakukan sebagai
pengiklan politik. Sejak reformasi berjalan tahun institusi publik.
1998 media tumbuh subur. Kecenderungan yang Dalam menentukan pilihan politiknya, rakyat kita
ada, pemilik media itu pada akhirnya terjun ke tak hanya melihat berapa sering seorang tokoh
dunia politik. Setelah memiliki media yang cukup muncul di televisi. Andai saja kita merujuk kepada
lumayan jumlahnya, syahwat berpolitik untuk hal itu, tentulah para pemilik media yang tampil
menguasai kekuasaan pun muncul. Ini akibat sebagai pemenang pemilu nanti.
pemilik media itu sudah menguasai informasi, Mari kita berikan ruang publik seluas-luarnya,
apakah media visual (televisi), radio, surat kabar agar rakyat kita memilih secara fair tanpa ada
atau media online lainnya. tekanan dari media manapun. Baik partai politik
Dari data Survei Nielsen Media Research seperti atau pun bakal capres harus ikut dan merujuk
dikutip dari buku Iklan dan Politik (2008), kepada aturan yang ada. Pun tak terkeculi,
menunjukkan partai politik, merupakan pengiklan pemilik media sejatinya tak semena-mena
paling banyak beriklan di media massa pada mengiklan diri dalam medianya.
Pemilu Legislatif 2004. Mereka mengiklankan diri Kebebasan mengiklankan diri merupakan hak
kemudian hasilnya cukup memuarkan dan tampil seseorang, tetapi aturan yang sudah ada
sebagai pemenang pemilu. Dalam catatan setidaknya memberikan persamaan dan keadilan
antara pemasang iklan dengan pemilik media,
agar tidak sembarangan mengiklankan diri
sendiri. ***

Anda mungkin juga menyukai