com
Lihat diskusi, statistik, dan profil penulis untuk publikasi ini di:https://www.researchgate.net/publication/332421629
KUTIPAN BACA
8 1,234
8 penulis, termasuk:
12PUBLIKASI38KUTIPAN 26PUBLIKASI146KUTIPAN
16PUBLIKASI26KUTIPAN 35PUBLIKASI106KUTIPAN
Semua konten yang mengikuti halaman ini diunggah olehRobbi Rahimpada 27 Mei 2019.
Sigit Sujatmika1, Muhammad Irfan2, Tias Ernawati3, Astuti Wijayanti4, Sri Adi Widodo5,
Ayu Fitri Amalia6, Heri Nurdiyanto7, Robbi Rahim8
{ sujatmika@ustjogja.ac.id1, muhammad.irfan@ustjogja.ac.id2 , tias.ernawati@ustjogja.ac.id3,
astuti.wijayanti@ustjogja .ac.id4, sriadi@ustjogja.ac.id5 ,
ayufitriamalia@gmail.com6, herinurdiyanto@gmail.com7, robbirahim@ieee.org8}
1. Perkenalan
Berpikir kritis merupakan topik yang populer di kalangan peneliti [1]–[4], dengan berpikir kritis seseorang dapat
meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah[5]. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis merupakan
aspek penting dalam pendidikan [6], karena diperlukan untuk mencapai keberhasilan ketika siswa berada di luar sekolah
[7]–[9], siswa mampu mengklarifikasi, berpikir secara mendalam, dan menjadi pemecah masalah dalam kehidupan sosial.
hidup [10].
Berdasarkan observasi selama pembelajaran, masih ditemukan permasalahan terkait kemampuan
berpikir kritis siswa. Selama perkuliahan, masih terdapat mahasiswa yang kurang aktif dalam kegiatan
diskusi, sulit mengemukakan pendapat, enggan menjawab pertanyaan yang diberikan dosen dan
kemampuan menjawab pertanyaan analisis tingkat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa perlu ditingkatkan.
Kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui pembelajaran. Dalam suatu pembelajaran,
diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Salah satu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah Problem Based Learning
(PBL). Pengertian PBL adalah model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat belajar dari masalah
yang diberikan, dan dipecahkan [11]. Fungsi yang dimiliki oleh PBL antara lain pertanyaan atau masalah
sebagai stimulus, fokus interdisipliner, penyelidikan otentik, memproduksi dan menyajikan karya, dan
Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan E-Worksheet berbasis PBL agar kemampuan berpikir kritis
siswa dapat meningkat. Harapannya ketika kemampuan berpikir kritis siswa meningkat, mereka mampu
mengembangkan pengetahuannya dan menjadi pemecah masalah dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk mempersiapkan sebelum penelitian dan finalisasi konsep dan desain penelitian yang akan
dilakukan.
2 Metode
Artikel ini merupakan bentuk studi pra-penelitian. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Dari langkah ini akan dihasilkan desain penelitian pengembangan. Hasil desain yang dihasilkan akan digunakan
dalam kegiatan penelitian selanjutnya. Studi literasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan teoritis untuk
rencana pembelajaran dan desain E-Worksheet. Literasi yang digunakan berkaitan dengan bagaimana
mengembangkan suatu produk, bagaimana merancang media pembelajaran, memahami prinsip-prinsip PBL,
memahami berpikir kritis dan bagaimana menumbuhkan dalam diri siswa, dan bagaimana mengembangkan
berpikir kritis melalui metode PBL yang dikemas dalam bentuk E-Worksheet.
3 Diskusi
Langkah keempat uji coba dalam kelompok kecil melibatkan siswa melalui diskusi kelompok terfokus.
Pada tahap ini draft E-Worksheet kembali diuji dengan melibatkan pengguna dalam skala kecil. Siswa
mencoba menggunakan E-Worksheet dan diminta untuk memberikan masukan atau saran. Masukan ini
dapat berupa kemudahan bahasa, desain atau tampilan, kemudahan penggunaan, dan kesan setelah
digunakan. Peneliti juga mengamati selama siswa menggunakan draft E-Worksheet dan mengumpulkan
data tentang peningkatan atau perubahan berpikir kritis siswa. Hasil dari tahapan ini adalah draft E-
Worksheet yang telah direvisi berdasarkan masukan dari pengguna. Secara keseluruhan, ada dua uji coba
dan ringkasan seperti pada Tabel 1. di bawah ini.
Berdasarkan Tabel 1. uji coba tahap pertama melibatkan beberapa ahli yaitu ahli desain atau
pengembangan media, ahli topik kajian, dan ahli evaluasi termasuk bahasa. Peneliti berencana untuk
melibatkan minimal 3 orang ahli dalam penelitian ini. Untuk fase uji coba skala kecil
melibatkan siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 10 siswa. Mereka yang terpilih adalah mahasiswa yang
telah mengikuti mata kuliah Ilmu Kesehatan sehingga sudah memiliki pengalaman. Melalui pengalaman ini mahasiswa
dapat memberikan masukan yang mendukung pengembangan produk.
Dalam kurikulum perguruan tinggi Indonesia disebutkan bahwa gambaran umum 6 jenjang mampu
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya serta mampu menyesuaikan diri
dengan situasi yang dihadapi dalam memecahkan masalah. Dari uraian tersebut, kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran berbasis masalah sangat mendukung pencapaian kurikulum. Pengembangan
E-Worksheet memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran siswa lebih menarik, praktis, dan
efisien. Melalui pengembangan E-Worksheet juga diharapkan dapat mendukung pencapaian pembelajaran
dengan model PBL.
PBL efektif dalam menyediakan lingkungan untuk mempelajari suatu pengetahuan tertentu [26]. PBL ini mampu
mengembangkan keterampilan pada siswa terkait dengan keterampilan pemecahan masalah dalam kehidupan mereka,
melatih untuk bekerja sama dalam tim dan melatih keterampilan siswa untuk berkomunikasi. PBL akan membentuk
keterampilan siswa untuk mengarahkan diri, berpikir metakognitif, cerdas dalam menggali pengetahuan atau informasi,
kolaboratif, dan semua ini diperlukan oleh mereka di dunia kerja. Dari kedua pendpat di atas dapat disimpulkan bahwa PBL
mampu mengoptimalkan berbagai kemampuan yang ada pada diri siswa yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi siswa
dalam keberhasilan hidupnya.
Hal-hal yang menjadi perhatian penting dalam PBL adalah bagaimana masalah diberikan dan
legitimasinya. Jika terlalu banyak kerangka masalah yang diberikan, ruang masalah menjadi kurang realistis
[29]. Siswa menghadapi risiko menemukan solusi secara langsung daripada mengembangkan solusi
mereka sendiri. Sebaliknya jika terlalu sedikit justru akan membanjiri siswa dengan kompleksitas masalah
dan menghalangi mereka untuk mengembangkan solusi dari masalah yang diberikan.
Dalam merumuskan masalah pembelajaran, seorang guru perlu menyajikannya dalam bentuk kinerja yang tidak
sesuai, kondisi yang memerlukan perhatian atau perbaikan, kegiatan untuk menemukan cara yang lebih baik atau hal baru,
fenomena yang belum dijelaskan atau tetap menjadi misteri, berbagai bentuk ketimpangan dalam pembelajaran. informasi
dan pengetahuan, hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mengambil keputusan [28]. Sebagai contoh materi yang
berkaitan dengan kesehatan sistem pernapasan dapat dimulai dengan masalah seperti "Berdasarkan"
pada hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang aktif berolahraga secara teratur dan merokok memiliki
tingkat kesehatan yang lebih baik daripada orang yang tidak merokok tetapi jarang berolahraga. Fakta ini bisa
memicu keengganan masyarakat untuk berhenti merokok. Apa solusinya?.
C. Berpikir Kritis
PBL mampu mengoptimalkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah kehidupan nyata [31],
[32]. Ada bagian dalam sintaks PBL yang mampu melatih siswa untuk berpikir kritis [3], [6], [8]. Peneliti juga
berasumsi bahwa melalui penerapan PBL yang berkelanjutan akan meningkatkan kemampuan berpikir
kritis.
Berpikir kritis adalah cara berpikir yang beralasan dan reflektif dengan menekankan pengambilan
keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau dilakukan [4], [6]. Dilatarbelakangi masalah tersebut,
penulis mengaitkan pola berpikir kritis dengan maraknya berita hoax saat ini [33]. Berpikir kritis bisa
menjadi solusi. Pembelajaran berpikir kritis bukanlah pekerjaan yang mudah [1], [4], [8], [9]. Kepribadian
dan latar belakang budaya dapat mempengaruhi upaya berpikir kritis terhadap suatu masalah kehidupan
[33]. Selain itu, kondisi emosional berpengaruh dalam berpikir kritis [34].
Menurut pendapat R. Ennis [35], lebih baik untuk memahami kecenderungan dan kemampuan
seseorang untuk menjadi pemikir kritis melalui 1) mencari pernyataan yang jelas berdasarkan setiap
pertanyaan, 2) mencoba menemukan alasan, 3) mencoba untuk menggali informasi dengan baik, 4)
menggunakan sumber yang kredibel dan menyebutkannya, 5) mengamati situasi dan kondisi secara
seksama, 6) berusaha tetap relevan dengan gagasan utama, 7) mengingatkan kepentingan asli dan
mendasar, 8) mencari alternatif, 9 ) berpikir dan berpikiran terbuka, 10) mengambil posisi untuk bukti yang
meyakinkan untuk mengambil tindakan, 11) mencari penjelasan sebanyak mungkin, 12) sistematis dengan
bagian-bagian dari keseluruhan masalah dan 13) peka terhadap tingkat pengetahuan atau keahlian dari
yang lain. Dari tren yang dijelaskan, penulis berasumsi bahwa ada hubungan yang sangat dekan antara PBL
dan upaya berpikir kritis. Berawal dari adanya suatu masalah yang ingin dipecahkan.
Beyer [35] merangkum keterampilan berpikir kritis melalui tindakan berikut 1) menentukan kredibilitas
sumber, 2) membedakan antara hal-hal yang relevan dan tidak relevan, 3) membedakan fakta dari penilaian 4)
menggambarkan dan mengevaluasi pendapat yang tidak terucapkan, 5) mencari bias, 6) Mengidentifikasi sudut
pandang suatu masalah dan 7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan. Dari kriteria
tersebut, keterampilan berpikir kritis dapat ditumbuhkan melalui PBL. Jelas bahwa berpikir kritis mendukung
keberhasilan pembelajaran PBL.
Upaya peningkatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan beberapa cara (1) pembaca juga harus
membaca kritis karena berpikir kritis, (2) peningkatan kemampuan analisis yang dilakukan melalui diskusi
kelompok, solusi terbaik untuk pemecahan masalah, positif dan diskusi dampak negatif, (3) peningkatan
kemampuan observasi yang dilakukan dengan kegiatan observasi mendalam (4) peningkatan rasa ingin
tahu, keterampilan bertanya, dan kemampuan refleksi, (5) metakognisi kemampuan memahami cara
berpikir sendiri, (6) mengamati “model” dalam berpikir kritis memiliki kriteria antara lain mampu
memberikan alasan tindakan secara jelas, bertanggung jawab, mengenali kebingungan atau
ketidakpastian, dan tidak mengubah respon terhadap situasi yang tidak beralasan, (7) diskusi yang
maksimal antar anggota kelompok [35].
4. Kesimpulan
Pengembangan E-Worksheet berbasis PBL ini menerapkan empat langkah dari Thiagarajan, Semmel, &
Semmel. Yaitu define, design, develop, dan deseminate. E-Worksheet ini memiliki keunggulan berupa
multimedia dan interaktif, yang tidak dapat dilakukan oleh LKS berbasis kertas. PBL digunakan dengan
menggunakan 7 langkah dan setiap langkah diberikan stimulus atau kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan berpikir kritis.
Referensi
[1] A. Martyanti dan Suhartini, “Etnomatematika: Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui
Budaya,”Indomath Indonesia. Matematika. pendidikan, vol. 1, tidak. 1, hlm. 35–41, 2018.
[2] NM Fuad, S. Zubaidah, S. Mahanal, dan E. Suarsini, “Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan Tes Tiga Model Pembelajaran yang Berbeda,” Int. J.Instr.
, vol. 10, tidak. 01, hlm. 101–116, 2017.
[3] LR Novick dan KM Catley, “Menumbuhkan penalaran evolusioner abad ke-21: Mengajarkan
pemikiran pohon kepada siswa pengantar biologi,”Ilmu Kehidupan CBE. pendidikan, vol. 15, tidak.
4, hlm. 1–12, 2016.
[4] H. Nold, “Menggunakan Metode Pengajaran Berpikir Kritis untuk Meningkatkan Keberhasilan Siswa: Sebuah
Proyek Penelitian Tindakan,”Int. J. Ajarkan. Mempelajari. Tinggi. pendidikan, vol. 29, tidak. 1, hlm. 17–32, 2017.
[5] SA Widodo, Turmudi, JA Dahlan, Istiqomah, dan H. Saputro, “Media Komik Matematika untuk
Keterampilan Pemecahan Masalah,” dalamKonferensi Internasional tentang Kemajuan &
Inovasi Ilmiah, 2018, hlm. 101–108.
[10] P. Birjandi dan M. Bagherkazemi, “Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis Guru EFL Iran
dan Keberhasilan Profesional Mereka,”Bahasa Inggris Lang. Mengajar., vol. 3, tidak. 2, hlm.
135–145, 2010.
[11] R. Arends dan A. Kilcher,Mengajar untuk Pembelajaran Siswa: Menjadi Guru yang
Berprestasi. New York: Grup Taylor&Francis, 2010.
[12] R. Arends dan S. Castle,Belajar Mengajar. New York: McGraw-Hill, 2012.
[13] PD Eggen dan DP Kauchak,Strategi untuk guru mengajar konten dan keterampilan
berpikir. Boston: Allyn dan Bacon. Boston: Allyn & Bacon, 1996.
[14] Syahrir dan Susilawati, “Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika SMP,”J.
il. Pendidikan Mandala., vol. 1, tidak. 2, hlm. 162-171, 2015.
[15] J. Good, K. Howland, dan L. Thackray, “Pembelajaran berbasis masalah yang mencakup kata-kata
nyata dan virtual: studi kasus di Second Life,”Alt-J, vol. 16, tidak. 3, hlm. 163-172, 2008.
[16] D. Jonassen, “Jurnal Interdisipliner Pembelajaran Berbasis Masalah Mendukung Pemecahan Masalah
dalam PBL Mendukung Pemecahan Masalah dalam PBL,”antardisiplin. J. Masalah. Mempelajari.,
vol. 5, tidak. 2, hlm. 95–119, 2011.
[17] SA Widodo, RCI Prahmana, AS Purnami, dan Turmudi, “Bahan Ajar Persamaan
Aljabar,” diJurnal Fisika: Seri Konferensi, 2018, vol. 943, tidak. 1.
[18] SA Widodo, “Pemilihan Media Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP,”Turki
Online J. Education. teknologi., vol. 17, tidak. 1, hlm. 154–160, 2018.
[19] SA Widodo, RCI Prahmana, AS Purnami, dan Turmudi, “Bahan Ajar Persamaan
Aljabar,”J. Fisik. Kon. Ser., vol. 943, tidak. 01, 2017.
[20] M. Irfan, “Pemanfaatan Gadget Dalam Pembelajaran Matematika serta Pengaruhnya Pada
Mahasiswa yang Mengalami Math-Anxiety Di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa pada
Mata Kuliah Persamaan Differensial,”Sci. TEKNOLOGI J.Ilm. Ilmu Pengetah. dan Teknol.,
vol. 1, tidak. 1, 2015.
[23] S. Sujatmika, D. Hasanah, dan LL Hakim, “Pengaruh model pembelajaran kuantum dalam
meningkatkan kreativitas dan daya ingat,”J. Fisik. Kon. Ser., vol. 1006, tidak. 1, 2018.
[24] JP Mestre, RJ Dufresne, WJ Gerace, dan PT Hardninan, “Mempromosikan Perilaku Pemecahan
Masalah yang Terampil di Kalangan Siswa Fisika Pemula,”Jurnal Res. Sci. Mengajar., vol.
30, tidak. 3, hlm. 303–317, 1993.
[25] WJ Leonard, RJ Dufresne, dan JP Mestre, "Menggunakan Strategi Pemecahan Masalah Kualitatif
untuk Menyoroti Peran Pengetahuan Konseptual dalam Memecahkan Masalah,"Saya. J.
Fisik., vol. 64, tidak. 12, hlm. 1495–1503, 1996.
[26] EFW Puadi and Muhammad Irfan Habibie, “Implementasi PBL Berbantuan GSP Software
Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa,” Indomath
Indonesia. Matematika. pendidikan, vol. 1, tidak. 1, hlm. 19–26, 2018.
[27] M. Irfan, T. Nusantara, S. Subanji, dan Sisworo, “Mengapa Siswa Melakukan Kesalahan dalam
Menyelesaikan Masalah Perbandingan Langsung dan Invers ?,”Int. J. Wawasan Matematika.
Mengajar., vol. 01, tidak. 1, hlm. 25–34, 2018.
[29] M. Irfan, S. Sudirman, dan R. Rahardi, “Karakteristik Siswa dalam Pemecahan Masalah
Komparatif”,J. Fisik. Kon. Ser., vol. 948, hlm. 1–11, 2018.
[30] DO Neville dan DW Britt, "Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengintegrasikan
Bahasa Asing Ke Dalam Teknik,"Lang asing. Ann., vol. 40, tidak. 2001, hlm. 226– 246, 2007.
[31] NB Zeliha, “Proses pembelajaran berbasis masalah: Refleksi guru sekolah dasar
prajabatan,”pendidikan Res. Putaran., vol. 12, tidak. 4, hlm. 177–188, 2017.
[32] S. Winarno, KS Muthu, dan LS Ling, “Pembelajaran Berbasis Masalah Langsung (DPBL): Kerangka Kerja
Pengintegrasian Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran Berbasis Masalah
Mendekati,"Int. pendidikan pejantan, vol. 11, tidak. 1, hal. 119, 2017.
[33] M. Irfan, “Peranan Pembelajaran Matematika dalam Pembentukan Karakter,” hlm. 599–604, 2016.
[34] M. Irfan, “Analisis Kesalahan Siswa dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan Kecemasan
Belajar Matematika,”Kreano, J.Mat. Kreat., vol. 8, tidak. 2, hlm. 143–149, 2017.
[36] M. Graven dan S. Lerman, "TINJAUAN BUKU Wenger, E. (1998),"J. Matematika. Mengajar. pendidikan,
tidak. 1998, hlm. 185–194, 2003.