Kontestasi elektoral (pemilu maupun pilkada) sudah usai, tapi isu oligarki masih mengemuka.
Persekongkolan antara oligarki ekonomi dan politik menyebabkan terjadinya pemusatan
kekuasaan dan monopoli ekonomi. Modus oligarki masuk melalui fase pre hingga post
electoral, dari fasilitasi rekrutmen politik, koalisi, pemberian suara, pembentukan
pemerintahan hingga pembuatan kebijakan publik. Proses demokratisasi tidak serta merta
menghilangkan perilaku predator para oligarki dan elite politik dalam struktur kekuasaan
melalui pola-pola transaksional.
Amartya Sen dalam buku yang berjudul Demokrasi (Tidak) Bisa Memberantas Kemiskinan,
mengemukakan pemikiran reflektif untuk terus mendengar suara kaum papa yang sering
diabaikan. Kemiskinan akibat ketidakadilan ekonomi telah mencegah orang mengambil
tempat dalam keputusan dalam kebijakan publik. Keadilan ekonomi menjadi hal penting yang
merefleksikan kebebasan yang memungkinkan orang menjalankan pelbagai fungsi dalam
hidupnya (functionings). Dalam konteks yang luas, functioning dapat mewujud dalam berapa
bentuk, seperti mengakses layanan pendidikan, fasilitas kesehatan, sumber pendapatan, atau
kebebasan berpendapat. Sebaliknya, ketidakmerdekaan atau nir-demokrasi bisa berupa
kemiskinan, tirani, kesempatan ekonomi yang terbatas, fasilitas publik yang buruk,
intoleransi, negara yang represif, ketakutan massal dalam menyuarakan kebenaran, ketiadaan
kanal untuk menyalurkan aspirasi.
Kata Sen, “Development as freedom, pembangunan adalah kebebasan.” Termasuk bebas dari
kemiskinan. Maka, demokrasi harus melampaui prosedural, fokus pada pemerataan ekonomi,
kesejahteraan, serta pengentasan kemiskinan. Di mana salah satu pengungkit yang kuat
adalah pelayanan publik. Rakyat sadar sebagai warga negara, sehingga memperjuangkan
aspirasinya agar tercipta restrukturisasi sumber daya yang adil. Antara lain dengan membela
dan mendorong demokratisasi layanan publik, melakukan “commonifing” atau
menjadikannya sumber daya bersama, daripada “commodifying” atau komodifikasi. Di Paris
Pada tahun 2010, terjadi remunisipalisasi, atau pengambilalihan kembali layanan dari tangan
swasta, terhadap layanan air Paris. “Remunisipalisasi” bisa memberikan lebih banyak kontrol
dan pengawasan pada otoritas yang dipilih masyarakat dan perwakilan dari pengguna air,
yang mendorong peningkatan kualitas air dan tarif yang lebih rendah. Di Italia pada tahun
2011, 96 % dari warganya memberikan suara dalam referendum untuk mempertahankan
layanan air tetap di tangan publik. Restrukturisasi pelayanan publik merupakan respon
terhadap privatisasi dan bentuk lain komodifikasi. Hal ini juga menjadi kontrol demokratis,
termasuk aksesibilitas dan kualitas layanan itu sendiri. Dengan cara ini, kemakmuran bangsa
dicapai berbasiskan kekuatan rakyat yang berdaya dan menghidupinya. Penyebab dari
langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan salah satunya adalah
Penulis adalah Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah
persoalan aksesibilitas. Demokrasi memberi kesempatan bagi masyarakat untuk saling
mempelajari dan membangun nilai-nilai serta prioritas bersama.