Anda di halaman 1dari 5

Nama : Randi Irmayanto

NPM : 1506801984
Pembahasan : Sejarah Kesehatan Lingkungan serta Ekologi dan Konsep Ekosistem

1. Sejarah Kesehatan Lingkungan

Kesadaran manusia tentang kesehatan lingkungan dimulai sejak 400 tahun sebelum
masehi, pada saat itu manusia telah menduga hubungan antara pengaruh lingkungan
terhadap suatu penyakit. Hal ini dibuktikan dengan pendapat ilmuan pada saat itu yang
berpendapat bahwa malaria berhubungan dengan udara atau cuaca yang buruk. Pendapat
lain menyebutkan bahwa air kotor berdampak buruk terhadap kesehatan perut, dan
berbagai dugaan lain yang pada intinya mengaitkan antara gangguan kesehatan dengan
keadaan suatu lingkungan. Berbagai pendapat yang diungkapkan pada saat itu sebagian
merupakan dugaan pendapat yang benar.
Berbagai macam artefak menunjukan bahwa penduduk kota-kota di Yunani, Mesir,
dan Romawi meninggal akibat penyakit menular. Penyakit tersebut secara periodik
menjadi wabah yang melanda masyarakat pada saat itu. Wabah tersebut diantaranya
adalah cacar, malaria, pes, dan tifus.
Sejak manusia mengenal peradaban, keracunan timah merupakan penyakit pertama
yang tercatat berhubungan dengan lingkungan pekerjaan. Saat itu selain dikenal sebagai
Bapak Ilmu Kedokteran Hipokrates juga sebagai orang yang pertama mencatat efek buruk
yang terjadi pada pekerja tambang timah hitam.
Upaya-upaya kesehatan masyarakat yang berfokus pada perbaikan lingkungan fisik
juga telah dimulai pada zaman Kreta, Yunani, dan Romawi. Upaya itulah yang nantinya
merupakan cikal bakal dari kesehatan lingkungan. Sebagai contoh kota-kota di Romawi
kuno telah membangun leprosaria yaitu tempat yang digunakan untuk merawat
masyarakat yang mengalami penyakit kusta.
Berdasarkan berbagai bukti empiris yang ada dapat disimpulkan bahwa sejak zaman
Hippocrates upaya-upaya kesehatan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan sudah
ada. Hal ini juga mengungkapkan bahwa upaya-upaya kesehatan lingkungan sudah setua
Ilmu Kedokteran. Namun, sejarah juga mencatat bahwa ilmu-ilmu kesehatan khususnya
ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja mengalami perlambatan hingga abad ke-
15 dan 16. Pada abad itu Ellenbig, Paracelsus, dan Agricola mengemukakan teori-teori
mereka tentang hubungan penyakit dan lingkungan kerja.
Sejarah kesehatan lingkungan di Indonesia sendiri cukup menarik untuk diperhatikan.
Dimulai pada zaman penjajahan Belanda tahun 1924 yang ditandai dengan dibentuknya
Dinas Higiene oleh pemerintah Belanda. Kegiatan yang dilakukan saat itu diantaranya
adalah pemberantasan cancing tambang di daerah Banten dengan cara mendorong rakyat
untuk membuat kakus sederhana. Pendirian Rival Higiene Work di Banyuwangi dan
Kebumen yang diprakarsai oleh Rochefeller Foundation.
Sekitar tahun 1950 didirikan institusi pendidikan dibawah Departemen Kesehatan RI
yang bernama Pendidikan Kontrolir Kesehatan di Jakarta dan Surabaya. Institusi ini
mengajarkan materi tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan dan lulusannya langsung
diangkat menjadi PNS dengan tugas mengurusi masalah kesehatan lingkungan,
pemberantasan penyakit menular, dan melakukan penyuluhan. Selanjutnya pada 5
September 1955 berdiri Ikatan Kontroiler Kesehatan Indonesia (IKKI). Sampai saat ini di
Indonesia kesehatan lingkungan telah menjadi disiplin ilmu dan menjadi jurusan di
berbagai perguruan tinggi.
Kesehatan lingkungan merupakan salah satu disiplin ilmu dalam kesehatan
masyarakat yang merupakan perluasan dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. WHO
mendefinisikan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan ekologi
yang harus ada antara manusia dan lingkungannya. Dikatakan bahwa keadaan sehat
mencakup manusia seutuhnya yang meliputi sehat fisik, sehat mental, dan hubungan sosial
dengan lingkungannya.
Ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu multidisipliner yang mempelajari
hubungan antara kelompok masyarakat dengan berbagai komponen lingkungan hidup
masyarakat yang diduga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Ilmu ini juga
mempelajari upaya penanggulangan masalah tersebut.
Ilmu kesehatan lingkungan diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi
kelompok masyarakat dengan segala macam komponen lingkungan hidup seperti berbagai
spesies kehidupan, bahan, zat, atau kekuatan disekitar manusia yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan serta mencapai upaya-upaya pencegahannya.
Kesehatan lingkungan memiliki ruang lingkup yang hampir meliputi seluruh aspek
kehiduan manusia, ruang lingkup tersebut meliputi :
a. Penyediaan air minum, dengan penekanan pada air minum yang tidak dapat dikonsumsi
masyarakat. Kegiatan ini juga meliputi perencanaan, desain, pengelolaan, dan
pengawasan air minum serta sanitasi.
b. Pengendalian pencemaran air dan pengelolaan air buangan. Hal ini mencakup
pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan dari air buangan rumah tangga dan
sampah-sampah cair lain yang berpotensi menyebabkan penyakit. Selain itu,
pengendalian air permukaan juga menjadi konsentrasi kesehatan lingkungan.
c. Pengelolaan sampah padat meliputi penanganan dan pembuangan dengan
memperhatikan aspek sanitasi.
d. Pengendalian vektor yang meliputi pengendalian arthropoda, mollusca, rodents, dan
binatang pengerat lainnya dari penyakit-penyakit pada manusia.
e. Pencegahan dan pengendalian pencemaran tanah dari ekskreta manusia serta substansi
lain yang dapat merugikan kehidupan mahluk hidup.
f. Higiene makanan.
g. Pengendalian pencemaran udara.
h. Pengendalian radiasi.
i. Pengendalian kebisingan.
j. Pengelolaan aspek kesehatan masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan umum,
dan instansi.
k. Perencanaan daerah perkotaan.
l. Aspek kesehatan lingkungan pada transportasi.
m. Pencegahan kecelakaan.
n. Pengelolaan kesehatan lingkungan dari tempat rekreasi umum dan pariwisata.
o. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi, bencana alam,
perpidahan penduduk, dan keadaan darurat.
p. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin supaya lingkungan bebas dari
resiko gangguan kesehatan.

1. Ekologi dan Konsep Ekosistem

A. Ekologi
Ekologi sangat erat kaitannya dengan kesehatan lingkungan karena ekologi
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara mahluk hidup dan lingkungan
hidupnya. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh seorang ahli ilmu hayat bernama
Haeckel sekitar tahun 1860. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti
rumah dan logos yang berarti ilmu. Oleh sebab itu secara harfiah ekologi dapat diartikan
sebagai ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya.
Dalam pengelolaan lingkungan kita berpadangan berpandangan bahwa
permasalahan hubungan mahluk hidup dilihat dari kepentingan manusia atau biasa disebut
entroposentris. Dalam hal ini tumbuhan, hewan, dan unsur tak hidup tetap diperhatikan
yang tetap dihubungkan dengan kepentingan manusia. Oleh karena itu di dalam
pengelolaan lingkungan ekologi yang diterapkan adalah ekologi manusia.
Menurut Sutton dan Anderson (2010) ekologi manusia merupakan studi mengenai
hubungan dan interaksi antara manusia, biologinya, budayanya, serta lingkungan fisiknya.
Lopes dan Begossi pada tahun 2009 mengatakan bahwa budaya dan prilaku manusia tidak
hanya dipandang sebagai produk masyarakat, tetapi juga sebagai hasil dari pengaruh dan
interaksi dengan variabel fisik dan biologi.
Wolanski dan Siniarska (2009) juga mendefinisikan ekologi sebagai sains tentang
Homo sebagai genus biologi dan budayanya sebagai komponen dinamis dalam ekosistem.
Homo sapiens dianggap sebagai spesies istimewa dibandingkan dengan spesies lain karena
budayanya yang unik. Berdasarkan definisi tersebut, perlu digaris bawahi adanya kesatuan
antara biologi dan budaya manusia.
Subjek penelitian ekologi manusia adalah manusia sebagai organisme dan manusia
sebagai populasi serta interaksinya dengan lingkungan yang telah ada, khususnya
hubungan antara aspek biologi, sosial budaya, serta kondisi kehidupannya. Dalam hal ini
Wolanski dan Henneberg (2001) mengungkapkan bahwa ekologi manusia modern
dipahami sebagai sains transdisipliner mengenai populasi manusia dan budanyanya,
dimana manusia diperlukan sebagai elemen kreatif dari ekosistem dan budayanya.
Persamaan dari berbagai definisi diatas ialah bahwa ekologi manusia mempelajari
interaksi lingkungan dengan manusia sebagai perluasan dari konsep ekologi pada
umumnya. Dalam beberapa hal, manusia memiliki dorongan dalam menggunakan budaya
dan menciptakan kondisi baru untuk keberlangsungan hidupnya. Pengaruh aktivitas
manusia pada lingkungan, manusia pada manuisa lainnya, dan lingkungan terhadap
manusia merupakan efek dari interaksi.

B. Konsep Ekosistem
Suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem. Ekosistem merupakan suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan
lingkungannya. Suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang bekerja secara teratur
sebagai suatu kesatuan. Ekosistem dibentuk oleh komponen hidup dan komponen tak
hidup seperti air, udara, dan tanah di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang utuh. Keteraturan itu tejadi akibat adanya arus materi dan energi yang
terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem tersebut. Masing-
masing komponen tersebut mempunyai fungsi tersendiri. Selama setiap komponen
tersebut menjalankan fungsinya dengan baik maka keteraturan ekosistem akan terjaga.
Keteraturan ekosistem menunjukan bahwa ekosistem tersebut ada dalam suatu
keseimbangan tertentu yang bersifat dinamis. Keseimbangan tersebut selalu berubah-ubah
dengan skala yang besar atau kecil. Perubahan tersebut dapat terjadi secara alamiah atau
disebabkan oleh ulah manusia.
Ciri dari suatu ekosistem adalah memiliki suatu energi yang konstan, populasi
mahluk hidup dapat menyimpan energi dalam bentuk materi organik, terdapat daur materi
yang berkesinambungan antara populasi dan lingkupnya, dan terdapat aliran energi dari
satu tingkat ke tingkat lainnya.
1. Komponen Ekosistem
a. Komponen biotik
Komponen biotik merupakan bagian yang hidup pada suatu lingkungan, termasuk
seluruh populasi yang berinteraksi dengannya. Komponen biotik dapat dibagi
berdasarkan fungsinya, yaitu :
 Produsen, merupakan semua mahluk hidup yang dapat membuat makanannya
sendiri seperti tumbuhan beklorofil.
 Konsumen, yaitu semua mahluk hidup yang bergantung kepada produsen
sebagai sumber energinya. Bedasarkan jenisnya konsumen dibagi menjadi tiga,
yaitu :
o Herbivor, konsumen yang memakan tumbuhan.
o Karnivor, konsumen yang memakan konsumen lain.
o Herbivor, konsumen yang memakan tumbuhan dan konsumen lain.
 Dekomposer, semua mahluk hidup yang mendapat energi dengan cara
menguraikan senyawa-senyawa organik dari mahluk hidup yang telah mati
seperti bakteri.
b. Komponen abiotik
Komponen abiotik merupakan semua bagian yang tidak hidup dari ekosistem yang
berperan tempat organisme untuk hidup dan berkembang biak, dan sebagai faktor
pembatas yang membatasi kehidupan organisme seperti jumlah kadar air yang
membatasi kehidupan organisme di suatu padang pasir.
2. Hubungan antar komponen ekosistem
a. Hubungan makanan
Hubungan makanan merupakan suatu interaksi dalam ekosistem yang menyediakan
makanan atau nutrisi yang berguna untuk pemeliharaan diri, tumbuh kembang, dan
berkembang biak.
 Nurtisi autotrof, yaitu mahluk hidup yang dapat mensintesis makanannya sendiri.
 Nurisi heterotrof, yaitu hubungan makan antar mahluk hidup yang bergantung
pada mahluk hidup lain sebagai sumber energinya.
o Saprofit, mahluk hidup yang menggunakan bahan organik dari organisme yang
telah mati sebagai sumber energinya.
o Herbivor, mahluk hidup pemakan tumbuhan.
o Karnivor, mahluk hidup pemakan hewan lain.
o Omnivor, mahluk hidup pemakan segala.
b. Hubungan timbal balik atau simbiosis
 Simbiosis mutualisme, yaitu hubungan antara dua organisme yang saling
menguntungkan.
 Simbiosis komensalisme, yaitu hubungan antara dua organisme dimana salah satu
organisme diuntungkan sementara organisme lainnya tidak mendapat efek apa-
apa.
 Simbiosis parasitisme, yaitu hubungan antara dua organisme dimana salah satu
organisme diuntungkan sementara organisme lainnya dirugikan.
c. Hubungan kompetisi
Kompetisi merupakan persaingan antar mahluk hidup untuk mempertahankan
hidupnya. Dalam ekosistem dikenal habitat dan relung. Habitat merupakan tempat
yang menyediakan segala hal untuk hidup suatu organisme, sedangkan relung
merupakan cara hidup suatu organisme. Kompetisi tidak akan terjadi pada
organisme yang mempunyai relung yang berbeda.
Suatu ekosistem dalam pejalananya pasli mengalami kerusakan, kerusakan tersebut
dapat terjadi secara alamiah dan atas campur tangan manusia. Kerusakan ekosistem yang
terjadi secara alamiah dapat pulih dengan sendirinya melalui proses alam. Kerusakan
akibat campur tangan manusia adalah faktor terbesar yang menyebabkan rusaknya suatu
ekosistem. Berbagai macam peraturan tentang lingkungan hidup telah dibuat guna
mengatasi hal tersebut, disini kesadaran manusia terhadap lingkungan sangat perlu
ditimbulkan karena di dalam suatu lingkungan terdapat berbagai macam organisme yang
dibutuhkan manusia, jika lingkungan tersebut rusak makan manusia akan mendapat
dampak buruk dari kerusakan tersebut. Hal lain yang dilakukan untuk mengatasi
kerusakan ekosistem yang dilakukan oleh manusia yaitu dengan peremajaan lingkungan
dan daur ulang limbah hasil buangan manusia.

Pustaka

Kusnoputranto, et all. 1986. Kesehatan Lingkungan. Jakarta. Badan Penerbit FKM UI.
Lopes, P. Dan A. Begossi. 2009. Current Trends in Human Ecology. Cambrige Scholars
Publishing: xxi + 361 hlm.
Soemarwoto, Otto. 1926. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. –Ed.rev, cet. 7-.
Jakarta: Djambatan, 1997.
Sutton, M. Q dan E. M. Anderson. 2010. Introduction to Cultural Ecology: Second Edition.
Altamira Press, Maryland: xvii + 399 hlm.
Sumantri, A. 2010. Kesehatan Lingkungan: Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Perdana Media.
Wolanski, N. dan Siniarska. 2009. A Model for Human Elocogy. Dalam: Rudan, P. (ed).
2009. Physical (Biological) Anthropology. Encylopedia of Life Suport System: 111-
119.
Wolanski, N. dan M. Henneberg. 2001. Perspective of Human Ecology. Human Ecology
Special Issua. 10: 3-7.

Anda mungkin juga menyukai