Anda di halaman 1dari 7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketidakadilan gender sering kali termanifestasi dalam berbagai


bentuk, diantaranya adalah peminggiran (marginalisasi), penomorduaan
(subordinasi), pelabelan negatif (stereotype), kekerasan (violence) serta
beban kerja lebih banyak dan panjang (double burden) terhadap perempuan.
Manifestasi ketidakadilan gender ini telah mengakar mulai dari keyakinan
masing-masing orang, keluarga, bahkan pada tingkat Negara yang bersifat
global. Semua manifestasi ketidakadilan gender tersebut secara dialektika
saling mempengaruhi dan saling terkait. Manifestasi ketidakadilan itu
tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang
akhirnya lambat laun baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa
dan pada akhirnya diyakini bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan
suatu kodrat. Struktur dan ketidakadilan gender yang diterima lambat laun
mulai tercipta dan sudah tidak lagi dirasakan ada sesuatu yang salah.
(Nugroho,2008:48-49)
Banyak anggapan bahwa kaum perempuan sebagai kaum yang tidak
rasional, emosional dan lemah lembut sedangkan laki-laki yang memiliki
sifat rasional, kuat dan perkasa menunjukkan bahwa perbedaan jenis
kelamin dapat menimbulkan perbedaan gender. Perbedaan gender
sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan
ketidakadilan gender. Namun yang menjadi masalah adalah perbedaan
gender tersebut telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum
laki-laki dan utamanya kaum perempuan. Ketidakadilan gender baik
disadari maupun tidak disadari banyak terjadi di lingkungan rumah tangga.
Ketidakadilan gender di lingkungan rumah tangga terjadi mulai dari proses
pengambilan keputusan, pembagian kerja, hingga interaksi antar anggota
keluarga, di dalam banyak rumah tangga sehari-hari asumsi bias gender
tersebut masih digunakan. Dengan demikian rumah tangga menjadi salah

commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

satu tempat yang kritis dalam sosialisasi ketidakadilan gender.


(Nugroho,2008:49)
Dalam keluarga pada mayarakat kalangan tertentu masih banyak kita
jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaan yang tidak
mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam
pendidikan formal. Di Kota Surakarta sendiri masih banyak perempuan
yang putus sekolah, bahkan buta huruf. Dapat dilihat dari data BPS Kota
Surakarta Tahun 2010, menurut banyaknya penduduk partisipasi sekolah
pada usia 7-18 tahun, tercatat bahwa angka perempuan yang tidak
melanjutkan sekolah (putus sekolah) terbilang masih tinggi. Jumlah
perempuan yang tidak melanjutkan sekolah mencapai 2.715 orang. Hal ini
dapat disebabkan masih adanya nilai yang mengemukakan bahwa
perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan
kedapur juga, ada juga yang mengatakan bahwa perempuan harus
menempuh pendidikan yang oleh orang tuanya dianggap sesuai dengan
kodrat perempuan, ada yang berpandangan seorang perempuan harus
menikah di usia muda agar tidak menjadi perawan tua. Atas dasar nilai dan
aturan demikian, ada masyarakat yang mengizinkan perempuan bersekolah
tapi hanya sampai jenjang pendidikan tertentu saja atau dalam jenis atau
jalur tertentu saja, ada juga masyarakat yang sama sekali tidak
membenarkan anak gadisnya untuk bersekolah (Sunarto,2000:116).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh sekelompok guru di
Yogyakarta dan survei oleh mahasiswa di Jepang banyak perempuan yang
menginginkan perubahan jenis kelamin, hal tersebut mengisyaratkan bahwa
menjadi laki-laki lebih enak daripada menjadi perempuan. Keinginan
berganti jenis kelamin dilandasi pengalaman-pengalaman perempuan
selama kehidupannya yang dirasakan bersifat tidak adil, misalnya perbedaan
perlakuan yang dilakukan oleh orang tuanya karena dia seorang perempuan.
Menjadi perempuan berarti akan mengalami diskriminasi dan berada dalam
posisi subordinasi. Seorang perempuan belum tentu dapat menyalurkan
aspirasinya karena keterbatasan akses yang diberikan oleh masyarakat, yang
commit to user

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melegitimasi perbedaan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.


(Astuti dalam Sindhunata, 2000). Menurut data BPS dan Kementerian
Negara, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, sesuai indikator
GDI (Gender development Indeks) yang terdiri dari 3 elemen yaitu angka
harapan hidup (kesehatan), pendidikan dan pendapatan (ekonomi) di
Propinsi Jawa Tengah tahun 2008, pada sektor pendapatan (ekonomi)
menunjukkan akses perempuan pada pekerja professional, kepemimpinan,
teknis dan ketatalaksanaan hanya 47,91 % dibandingkan dengan laki-laki
yaitu 52,09 %, keterlibatan perempuan di parlemen hanya 10,41 %
sedangkan laki-laki 89,59 %, perempuan dalam angkatan kerja 36,11 %
sedangkan laki-laki 61,89 %. Dari indikator tersebut menunjukkan bahwa
peranan perempuan pada sektor pendapatan (ekonomi) terbilang rendah.
Hal ini terjadi karena masih banyak praktek diskriminasi antara perempuan
dan laki-laki yang mengakibatkan rendahnya akses pendidikan yang
diperoleh perempuan, baik pendidikan formal maupun informal.
(pencapaian perempuan masih rendah - Bisnis.com.htm, diakses pada 25-3-
2013, pukul 19:47)
Pada dasarnya pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang sangat penting. Dengan pendidikan, manusia mendapatkan
ilmu pengetahuan, mendapatkan tata cara bersosialisasi, sehingga dapat
mempelajari apa yang terjadi di alam dan meningkatkan kualitas hidupnya
sejajar dengan manusia lain didunia. Tujuan pendidikan nasional Indonesia
yaitu membangun “manusia Indonesia yang utuh” sebagai komponen utama
dalam pembangunan bangsa, tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki
atau perempuan. Meskipun ada jaminan hukum tentang persamaan
pendidikan seperti yang tercakup dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 yang menetapkan bahwa Sistem Pendidikan Indonesia harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan Pendidikan, Peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan serta Pasal 4 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
commit to user

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, namun


pada kenyataannya jumlah penduduk perempuan yang melek huruf di
Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan penduduk laki-laki.
Data tersebut bukan berarti bahwa perempuan terlahir lebih bodoh daripada
laki-laki, melainkan bahwa kesempatan yang diberikan dan dimanfaatkan
perempuan untuk mengikuti pendidikan masih rendah. (Nurhaeni, 2008:1)
Apabila kita ketahui tingkat pendidikan kaum perempuan di
Indonesia hingga saat ini masih sangat memprihatinkan. Angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah pada laki-laki masih lebih tinggi dibanding
perempuan. Menurut data BPS pusat tahun 2010, usia harapan hidup
perempuan Indonesia adalah 71,74 tahun, sedangkan laki-laki 67,51 tahun.
Namun, angka melek huruf laki-laki adalah 95,65. Sedangkan pada
perempuan hanya 90,52. Selain itu, rata-rata lama sekolah laki-laki berada
pada angka 8,34 tahun dan perempuan berada pada 7,5 tahun. Meski usia
harapan hidup perempuan kini meningkat, tetapi angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah pada laki-laki masih lebih tinggi dibanding
perempuan. Menurut Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
hingga tahun 2010 jumlah perempuan Indonesia yang belum melek huruf
mencapai 5 juta lebih. Menurut data BPS Kota Surakarta tahun 2010 pada
penduduk usia 5 tahun ke atas menurut kemampuan baca tulis, jumlah
perempuan yang tidak dapat membaca (melek huruf) masih jauh lebih tinggi
daripada laki-laki. Jumlah perempuan yang tidak dapat membaca (buta
huruf) mencapai 15.288 sedangkan laki-laki yang tidak dapat membaca
(buta huruf) hanya 5.432. Dapat dikatakan bahwa angka melek huruf
perempuan di Surakarta masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-
laki, walaupun angka partisipasi penduduk usia sekolah pada usia 13-18
tahun di Surakarta, jumlah perempuan lebih banyak mengakses daripada
jumlah laki-laki (BPS Kota Surakarta). Benar dikatakan bahwa kini kaum
perempuan sudah mengalami kemajuan untuk mendapat akses dalam
pembangunan, Namun budaya patriarki masih menyebabkan pencapaian

commit to user

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perempuan salah satunya dalam bidang pendidikan masih rendah dibanding


laki-laki. (postkotanews.com, diakses pada 12-2-2013, pukul 11:27)
Tidak hanya faktor budaya atau kebiasaan yang secara turun-
temurun berlaku di masyarakat dapat mengakibatkan pembedaan peran dan
kedudukan, aktivitas, serta partisipasi perempuan maupun laki-laki. Sistem
yang dikembangkan dan ditegakkan dalam keluarga yang didalamnya
terkandung unsur pendidikan dapat pula menimbulkan ketidakadilan
gender. Bagi keluarga yang masih memegang teguh pranata-pranata
konservatif, kurang memperhatikan demokrasi, hak asasi, serta
membedakan nilai anak perempuan maupun laki-laki, akan menimbulkan
peluang terjadinya ketidakadilan gender khususnya pada anak perempuan.
Berbeda dengan keluarga yang berwawasan modern dan demokratis, orang
tua memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak perempuan untuk
maju, untuk mendapat pengalaman dari dunia publik yang akan
memberikan bekal kepada anak perempuan untuk berkompetisi secara sehat
di dunia publik. Pendidikan bebas gender perlu diberikan didalam suatu
keluarga. Anak perempuan juga dididik dan dibiasakan untuk mengerjakan
pekerjaan anak laki-laki. Begitu juga sebaliknya, anak laki-laki juga dididik
dan dibiasakan dengan pekerjaan yang bersifat domestik. (Astuti dalam
Sindhunata, 2000:58)
Dapat dikatakan bahwa setiap orang tua memiliki peranan yang
sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya, salah
satunya dalam memberikan pendidikan adil gender. Pendidikan adil gender
perlu diberikan dalam keluarga, karena apabila dalam satu keluarga tersebut
terjadi bias gender maka hal ini akan sangat berpengaruh pada pola pikir
anak-anaknya dimasa yang akan datang. Dengan demikian untuk
keberhasilan pendidikan dalam keluarga harus didukung oleh suasana yang
kondusif dari keluarga atau orang tua itu sendiri, serta lingkungan dan
teman pergaulan anak.

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pada fenomena diatas, maka penulis akan mencoba


membahas secara detail bagaimana “Tindakan Orang Tua Dalam Mendidik
Anak yang Adil Gender (Studi Kasus di Dusun Ngemplak, Kelurahan
Mojosongo, Surakarta)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan


diatas, maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut :

· Bagaimanakah tindakan orang tua dalam mendidik anak yang adil


gender didalam keluarga?
· Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi orang tua dalam
memberikan pendidikan adil gender?

C. Tujuan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian agar mempunyai sasaran yang jelas


dan sesuai dengan yang dikehendaki, maka perlu ditetapkan suatu tujuan
diadakannya penelitian. Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut

1. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan


bagaimana sikap dan tindakan orang tua dalam mendidik anak yang
adil gender
2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan dan bahan
masukan dalam khasanah penelitian sosial dalam rangka
pengembangan pengetahuan sosial pada umumnya dan sosiologi
pada khususnya
3. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat peneliti kemukakan sebagai


berikut :

1. Manfaat Teoritis
· Secara teoritis diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris
· Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat
memberikan kegunaan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan sosial khususnya dalam bidang ilmu sosiologi
2. Manfaat praktis
· Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberi jawaban atas
permasalahan yang sedang diteliti
· Mengembangkan penalaran serta membentuk pola pikir yang
dinamis sekaligus untuk menerapkan ilmu yang diperoleh
melalui bangku kuliah maupun pengetahuan lain

commit to user

Anda mungkin juga menyukai