Anda di halaman 1dari 9

Nama : Aufa Muhammad Rafi

NIM :2003016065
Kelas : PAI 4B
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum Pembelajaran PAI
Dosen : Dr. H. Abdul Rohman, M.Ag.

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2021/2022


1. Tentu kurikulum harus berubah, kurikulum harus fleksibel dan mengikuti zaman, jika
kurikulum serasa tidak bisa memberikan dampak baik pada pendidikan maka bisa
diganti,sebaliknya jika kurikulum masih sangat efektif dalam memecahkan masalah
pendidikan maka bisa dipertahankan.
Hal-hal yang menjadi landasan terjadinya perubahan atau pergantian kurikulum diantaranya
adalah:
a. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat,
seperti: perenialisme, esensialisme, eksisteralisme, progesivisme, dan rekonstruktivisme.
Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi pada kurikulum
yang dikembangkan.
b. Landasan Sosiologis
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu
agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi,
dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau
pembudayaan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia
yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu,
mengerti, dan mampu membangun masyarakat.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami tiga sumber kurikulum
yaitu siswa (student), masyarakat (society), dan konten (content). Sumber siswa lebih
menekankan pada kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa pada tingkat pendidikan
tertentu yang sesuai dengan perkembangan jiwa atau usianya. Sumber masyarakat lebih
melihat kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, sedangkan sumber konten adalah berhubungan dengan konten kurikulum
yang akan dikembangkan pada tingkat pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan
sosiologi digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan
pembelajaran dengan memperhatikan sumber masyarakat (society source) agar kurikulum
yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
c. Landasan Psikologis
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari
psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik,
serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang
sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
d. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Beberapa hal yang melatarbelakangi dijadikannya IPTEK sebagai Landasan
Kurikulum:
1) Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya.
2) Pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan
3) Perubahan masyarakat & IPTEK yang semakin pesat.
Tujuan dijadikannya IPTEK sebagai landasan pengembangan kurikulum:
1) Membuat pelajar-pelajar di negeri kita dapat bersaing dan mengejar
ketertinggalandari pelajar di negeri maju tanpa perlu kehilangan nilai-nilai
kemanusiaan dan budaya yang kita miliki.
2) Membekali dan mengarahkan peserta didik di jenjang pendidikan dasar guna menuju
masyarakat yang “melek teknologi” yaitu bercirikan mampu mengenal,
mengerti,memilih, menggunakan, memelihara, memperbaiki, menilai, menghasilkan
produk teknologi sederhana, dan peduli terhadap masalah yang berkaitan dengan
teknologi.
3) Memperkuat kurikulum yang dihasilkan.
4) Mengembangkan dan melahirkan IPTEK untuk lebih memajukan peradaban manusia.
e. Landasan Organisatoris
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan kurikulum adalah
aspek yang berkaitan dengan organisasi kurikulum. Pelandasan kurikulum dengan
organisasi merupakan pola dan desain bahan kurikulumyang tujuannya untuk
memudahkan siswa dalam mempelajari bahan pelajaran dan melakukan kegiatan belajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Tujuan pendidikan yang
dirumuskan dapat mempengaruhi pola atau desain kurikulum, karen tujuan tersebut dapat
menentukan pola atau kerangka untuk memilih, merencanakan, dan melaksanakan segala
pengalaman dan kegiatan belajar di sekolah.
Landasan Organisatoris ialah sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip
yang berkenaan dengan organisasi organisasi bahan pelajaran yang disajikan atau
ringkasan singkatnya ialah landasan organisatoris mengenai bentuk penyajian bahan
pelajaran yakni organisasi kurikulum.1

1
Dr. Baderiah, M. Ag., 2018. Buku Ajar Pengembangan Kurikulum. Palopo : Lembaga Penerbit Kampus
IAIN Palopo. Hlm. 15-27.
1. Kurikulum sebagai arah dan corak pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi
pendidikan. Dimana peranan-peranan tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing.
Kurikulum sebagai komponen pendidikan setidaknya memuat tiga peranan, yaitu:
1) Peranan Konservatif
Peranan ini lebih menekankan bahwa kurikulum menjadi sarana untuk
mentransmisikan dan menafsirkan nilai-nilai budaya kepada peserta didik. Nilai-nilai
budaya dapat menjadi gambaran bagi peserta didik untuk mengetahui tindakan-tindakan
yang diterima atau diperbolehkan dan tindakan-tindakan yang ditolak atau dilarang di
masyarakat. Transmisi nilai-nilai budaya tersebut dapat dilakukan dengan cara menginput
nilai-nilai budaya ke dalam kurikulum pendidikan.
2) Peranan Kreatif
Peranan kreatif lebih menekankan bahwa kurikulum dapat mengembangkan
sesuatu yang terkini sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat untuk saat
ini maupun di masa depan. Pendidikan yang hakikatnya tidak hanya digunakan untuk saat
ini tetapi juga untuk masa depan. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa
kurikulum dalam pendidikan harus senantiasa kreatif dan inovatif agar peserta didik
mampu menghadapi perkembangan zaman baik untuk saat ini maupun di masa depan.
3) Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh perubahaan dalam nilai-nilai budaya dalam
kehidupan bermasyarakat. Sehingga dalam transmisi nilai-nilai budaya perlu
memperhatikan perubahan-perubahan yang ada. Pewarisan nilai-nilai budaya mengalami
perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini yang juga kian berkembang.
Kondisi saat ini dan yang akan datang tentunya memiliki kondisi yang berbeda sesuai
kebutuhan pada masanya. Dengan demikian peran kurikulum bukan hanya mentransmisi
segala jenis nilai-nilai budaya yang ada
tetapi juga memilah dan memilih yang akan diwariskan sesuai kondisi yang sedang
terjadi.2
Dalam proses pelaksanaannya, ketiga peranan kurikulum tersebut harus berjalan
secara seimbang, atau dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara ketiganya. Kurikulum
yang terlalu menonjolkan peran konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan
ketinggalan oleh kemajuan zaman. Sebaliknya, kurikulum yang terlalu menonjolkan peran
kreatifnya dapat membuat hilangnya nilai-nilai budaya masyarakat. Akan tetapi jika peran
kurikulum tersebut berjalan secara seimbang atau tidak terlalu condong pada salah satu
perannya, maka kurikulum akan dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam
membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.3
2. Sebagai rencana atau sebagai dokumen (written curriculum), kurikulum akan sangat
ditentukan oleh implementasinya. Guru bisa berperan dalam pengembangan kurikulum

2
Irma Agustiana & Gilang Hasbi Asshidiqi. 2021. Peranan Kurikulum Dan Hubungannya Dengan
Pengembangan Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam : Prodi Pendidikan Agama
Islam Universitas Islam Lamongan Volume 05 Nomor 01. Hlm. 26-28.
3
Heri Indra Gunawan, dkk, Modul Pengembangan Kurikulum Pembelajaran dan Pendidikan Ekonomi,
Tangerang Selatan: Universitas Pamulang, 2017. Hlm. 13.
baik pada tahap desain, implementasu, maupun evaluasi. Peranan guru dalam
pengembangan kurikulum diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut :
1) Merumuskan tujuan khusus pengajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya
dan karakteristik pebelajar, mata pelajaran/bidang studi, dan karakteristik situasi kondisi
sekolah/kelas.
2) Merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu pebelajaran
mencapai tujuan yang ditetapkan.
3) Menerapkan rencana/program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran
yang nyata.
4) Mengevalusi hasil dan proses belajar pada pebelajar.
5) Mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang
diimplementasikan.4
Menurut Murray Printr sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya, peran guru dalam
pengembangan kurikulum di dalam tatanan kelas adalah sebagai berikut:

1. Peran guru sebagai pelaksana (implementer) kurikulum Sebagai implementer, guru


berperan untuk menjalankan kurikulum yang sudah ada. Guru tidak mempunyai
ruang untuk menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri.
Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus
kurikulum yang dirancang secara terpusat oleh Garis-garis Besar Program
Pengajaran. Dalam GBPP yang berbentuk matriks telah ditentukan mulai dari tujuan
yang harus dicapai, materi yang harus disampaikan, metode dan media yang harus
digunakan, dan sumber belajar serta bentuk evaluasi sampai kepada penentuan
waktu kapan materi pelajaran harus disampaikan semuanya telah ditentukan oleh
pemerintah pusat sebagai pemegang kebijakan.5
Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan berbagai ketentuan yang sudah ada. Oleh
karena itu tingkat kreativitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran
sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaharuan dalam
pengembangan kurikulum. Mengajar bukan dianggapnya sebagai pekerjaan profesional,
tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.

4
Rikha Rahmiyati Dhani, M. Pd., 2020. Peran Guru Dalam Pengembangan Kurikulum. Jurnal Serunai
Administrasi PendidikaN Volume 9 Nomor 1. Hlm. 48.
5
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, h. 24.
2. Peran guru sebagai penyelaras (adapter) kurikulum. Sebagai adapter, guru berperan
sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa dan kebutuhan
daerah. Dalam pengembangan ini guru diberikan kewenangan untuk menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Dalam
kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) misalnya para perancang
kurikulum hanya menetukan standar isi sebagai standar minimal yang harus
dicapai, seperti apa implementasinya, kapan waktunya, dan hal-hal teknis lainnya
ditentukan seluruhnya oleh guru. oleh karena itu, peran guru sebagai adapter lebih luas
cakupannya dibandingkan dengan peran guru sebagai implementer.
3. Peran guru sebagai pengembang (developer) kurikulum Sebagai developer, guru
sebagai pengembang kurikulum mempunyai wewenang dalam mendesain sebuah
kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan
diberikan kepada siswa, tetapi juga dapat menentukan metode dan strategi apa yang
akan dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai
pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan
karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang
dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat di lihat dalam pengembangan
kurikulum muatan lokal dalam sebagai bagian dari struktur KTSP. Pengembangan
kurikulum muatan lokal sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing tiap satuan
pendidikan karena kurikulum muatan lokal antar sekolah berbeda-beda. Kurikulum
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah.
4. Peran guru sebagai peneliti (researcher) kurikulum Sebagai researcher, sebagai fase
terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum. Peran ini dilaksanakan
sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran sebagai peneliti, guru
memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya
menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi dan
model pembelajaran, dan termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa
mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang disarankan dalam penelitian
ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu metode penelitian yang
berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Dengan
penelitian ini, guru dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian,
dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan keilmuwan guru, tetapi guru juga
dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.6

Peran guru sebagai pelaksana kurikulum (implementer) seperti yang dikemukakan oleh
Murray Printr itu sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi sebagaimana pendapat Nana Syaodih Sukmadinata, di mana peran guru
dalam pengembangan kurikulum hanya sebagai pelakasana dari kurikulum yang telah
disusun oleh tim khusus di tingkat pusat. Guru tidak mempunyai ruang untuk menentukan isi
kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Begitu juga dengan peran guru sebagai
penyelaras (adapter) itu juga sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum
yang bersifat desentralisasi, di mana dalam pengembangan ini guru diberikan
wewenang untuk menyusun dan menyesuaikan kurikulum yang sudah ada sesuai
dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah serta kemampuan sekolah
tersebut.

Sedangkan peran guru sebagai pengembang (developer) dan peran guru sebagai
peneliti (researcher) secara substansi itu juga sama dengan peran guru dalam
pengembangan kurikulum yang bersifat sentral-desentral, di mana peran guru dalam
pengembangan kurikulum ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola
secara sentralisasi maupun desentralisasi, guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran dari siswa, tetapi juga dapat menentukan metode, dan strategi apa yang akan
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.

Dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam, merupakan


tuntutan peran yang harus diperankan oleh guru adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai
ilahiyah yang selaras dengan nilai-nilai Islam terhadap mental peserta didik, nilai
ilahiyah tersebut berkaitan dengan konsep tentang ke-Tuhan dan segala sesuatu
bersumber dari Tuhan. Nilai ilahiyah berkaitan dengan nilai Imaniyah, Ubudiyah dan
Muamalah, dalam hal ini guru harus berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan diri
peserta didik terhadap nilai-nilai tersebut.

6
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, h. 28-30
Peran guru dalam menumbuhkan nilai-nilai ilahiyah akan lebih meningkat apabila disertai
dengan berbagai perubahan, penghayatan, dan penerapan strategi dengan
perkembangan jiwa peserta didik yang disesuaikan dengan jiwa peserta didik.
3. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum terbagi menjadi 5 diantaranya :
1) Prinsip Relevansi
Relevansi memiliki makna sesuai atau serasi. Jika mengacu pada prinsip
relevansi, setidaknya kurikulum harus memperhatikan aspek internal dan eksternal.
Secara internal, kurikulum memiliki relevansi antara komponen kurikulum (tujuan,
bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal komponen itu
memiliki relevansi dengan tuntutan sains dan teknologi (relevansi epistemologis),
tuntutan dan potensi siswa (relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan
pengembangan masyarakat (relevansi sosiologis).
2) Prinsip Fleksibilitas
Pengembangan kurikulum berupaya agar hasilnya fleksibel, fleksibel, dan
fleksibel dalam implementasinya, memungkinkan penyesuaian berdasarkan situasi dan
kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang
siswa, peran kurikulum disini sangat penting terhadap perkembangan siswa untuk itu
prinsip fleksibel ini harus benar- benar diperhatikan sebagai penunjang untuk
peningkatan mutu pendidikan. Dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan bahwa,
kurikulum harus memiliki fleksibilitas. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam implementasinya dimungkinkan untuk
menyesuaikan penyesuaian berdasarkan kondisi regional. Waktu dan kemampuan serta
latar belakang anak. Kurikulum ini mempersiapkan anak-anak untuk saat ini dan masa
depan.
3) Prinsip Kontinuitas
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun
secara horizontal. Pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun
antara jenjang pendidikan dan jenis pekerjaan.Makna kontinuitas disini adalah
berhubungan, yaitu adanya nilai keterkaitan antara kurikulum dari berbagai tingkat
pendidikan. Sehingga tidak
terjadi pengulangan atau disharmonisasi bahan pembelajaran yang berakibat jenuh atau
membosankan baik yang mengajarkan (guru) maupun yang belajar (peserta didik). Selain
berhubungan dengan tingkat pendidikan, kurikulum juga diharuskan berhubungan dengan
berbagai studi, agar antara satu studi dapat melengkapi studi lainnya.7
4) Prinsip Praktis atau Efisiensi
Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana
dan biayanya murah. Dalam hal ini, kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam
keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia.
karena pada dasarnya waktu, tenaga dan biaya tersebut digunakan untuk menyelesaikan
program pengajaran yang merealisasikan hasil yang optimal.
7
Arif Rahman Prasetyo & Tasman Hamami. 2020. Prinsip-Prinsip Dalam Pengembangan Kurikulum.
PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan Volume 8 Nomor 1. Hlm. 49-51.
5) Prinsip Efektivitas
Efektifitas berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan kurikulum baik secara
kuantitas maupun kualitasnya. Kurikulum merupakan penjabaran dari perencanaan
pendidikan dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam pengembangannya, harus
diperhatikan kaitan antara aspek utama kurikulum yaitu tujuan, isi, pengalaman belajar,
serta penilaian dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Hal ini terkait dengan efektifitas mengajar guru dan efektifitas belajar murid.
Efektifitas mengajar guru dapat dicapai dengan menguasai keahlian dan keterampilan
dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar-mengajar yang dapat ditingkatkan
dengan kegiatan pembinaan baik melalui penataran maupun penyediaan buku-buku.
Efektifitas belajar murid terkait dengan sejauhmana tujuan pelajaran yang diinginkan
telah dicapai melalui kegiatan belajar-mengajar. Hal ini sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam menyediakan suasana pembelajaran yang kondusif, yang dapat
dicapai dengan menyesuaikan bahan pengajaran dengan minat, kemampuan dan
kebutuhan peserta didik serta lingkungan, dan adanya dukungan sarana prasarana yang
memadai serta metode yang tepat.8

4. Langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum :


a. Model Tyler
1) Menentukan tujuan pendidikan
2) Menentukan proses belajar mengajar
3) Menentukan organisasi kurikulum
4) Menentukan cara menilai hasil belajar
b. Model David Warwick
1) Seleksi tujuan-tujuan kurikulum
2) Seleksi bahan pelajaran serta organisasinya
3) Seleksi kegiatan-kegiatan atau pengalaman
4) Penilaian
c. Model Hilda Taba
1) Menentukan tujuan pendidikan
2) Menyeleksi pengalaman belajar
3) Organisasi bahan kurikulum dan kegiatan belajar
4) Evaluasi hasi; kurikulum
d. Model Alberty
1) Falsafah dan tujuan
2) Scope
3) Kegiatan belajar
4) Bibliografi dan alat belajar
5) Evaluasi
6) Saran-saran tentang cara menggunakan unit belajar.

8
Dr. Baderiah, M. Ag., 2018. Buku Ajar Pengembangan Kurikulum. Palopo : Lembaga Penerbit Kampus
IAIN Palopo. Hlm. 45-47.
Dari beberapa macam model pengembangan kurikulum diatas, secara umum dapat
dikatakan bahwa model pengembangannya sama, walaupun dalam rumusan langkah-langkah
tertentu ada perbedaan. Sukmadinata (1997:165), langkah-langkah pengembangan kurikulum
secara umum sebagai berikut :
a. Identifikasi kebutuhan
b. Analisis dan pengukuran kebutuhan
c. Penyususnan desain kurikulum
d. Validasi kurikulum (uji coba dan penyempurnaan)
e. Implementasi kurikulum
f. Evaluasi kurikulum
Ketika saya ditakdirkan menjadi kepala sekolah, saya akan melakukan langkah-langkah
seperti prefensi yang valid yang saya baca mengenai langkah dalam pengembangan
kurikulum supaya kurikulum tersebut terealisasi dengan baik. Saya mengambil contoh di
SMP Negeri 3 Patebon Kendal. Dalam pengembangan kurikulum peran kepala sekolah
antara-lain:
a. Menyelidiki kebutuhan sekolah, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan
kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
b. Mengidentifikasi masalah dan merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang
berbagai kebutuhan yang tersebut di atas, lalu memilih salah satu yang dianggap paling
mendesak diatasi.
c. Mengajukan saran perbaikan, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan
tuntutan kurikulum yang berlaku, menilai maknanya bagi pengembangan sekolah, dan
menjelaskan makna serta implikasinya.
d. Menyiapkan desain perencanaan yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi, menentukan
bahan pelajaran, metode penyampaian, percobaan, penilaian, balikan, perbaikan,
pelaksanaan, dan seterusnya.
e. Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing.
f. Kepala sekolah mengawasi kerja panitia.
g. Melaksanakan hasil kerja panitia oleh guru dalam kelas.
h. Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan,
karena apa yang indah di atas kertas belum tentu dapat diwujudkan.
i. Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman
selanjutnya.9

9
Lise Chamisijatin, dkk. 2008. Bahan Ajar Cetak Pengembangan Kurikulum SD. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia. Hlm. 20.

Anda mungkin juga menyukai