Anda di halaman 1dari 7

Nama : Tania Paramita Utami

NIM : L1A021021
Jurusan/Kelas : Hubungan Internasional/A
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Dan Logika
Dosen : Zulkarnain, MA.

A. Pengertian Filsafat

1. Pengertian Filsafat Secara Etimologi

Kata filsafat berasal dari kata falsafah (bahasa Arab) dan piloshsophy (bahasa Inggris)
berasal dari bahasa Yunani philoshophia terdiri dari dari dua kata “Philos” yang berarti cinta dan
“Shopia” berarti kebijaksanaan. Berarti jika kedua kata tersebut disambungkan maka akan
bermakna mencintai kebijaksanaan. Arti kebijaksanaan itu sendiri berarti pula kebenaran di
dalam perbuatan. Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai segala sesuatu dengan
memandang sebab-sebab yang terdalam, tercapai dengan budi murni.

2. Pengertian Filsafat Secara Terminologi

Adapun definisi filsafat menurut para filosof, yaitu :

a. Plato (427-348 SM)

Mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mencapai kebenaran yang
asli., karena kebenaran mutlak ditangan tuhan atau disingkat dengan pengetahuan tentang segala
yang ada.

b. Aristoteles (384-322 SM)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, sosial budaya dan estetika atau
menyelidiki sebab dan asas segala benda.

c. Cicerio (106—43 SM)

Filsafat ialah induk dari segala ilmu pengetahuan, sesuatu yang diciptakan Tuhan.
d. Al- Farrabi (950 SM)

Filsafat adalah pengetahuan tentang yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya
yang sebenarnya.

e. Imannuel Kant (1724-1804)

Filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup didalamnya
empat persoalan yaitu :

 Apakah yang dapat kita ketahui ? (dijawab oleh metafisika),


 Apakah yang boleh kita kerjakan ? (dijawab oleh agama),
 Sampai dimanakah pengharapan kita ? (dijawab oleh etika).

B. Kajian Utama Filsafat

Secara garis besar, kajian utama filsafat itu dapat dikelompokkan kepada tiga bidang,
yaitu: Ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Ontologi.

Secara kebahasaan, ontologi berasal dari kata Yunani on (ada), dan ontos berarti
keberadaan. Sedangkan logos diartikan dengan pemikiran atau penyelidian tentang sesuatu. Jadi,
ontologi membicarakan asas-asas rasional dari “yang ada”, berusaha untuk mengetahuai atau
menyelidiki tentang esensi yang terdalam dari “yang ada”. Langeveld menamai ontologi ini
dengan teori tentang keadaan. Ontologi seringkali disebut sebagai teori hakikat yang
membicarakan pengetahuan itu sendiri. Ontologi adalah ilmu yang mengkaji tentang hakikat
ilmu. Hakikat apa yang dikaji (Jujun, 2010: 61).

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi adalah
yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada
secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala
realitas dalam semua bentuknya. Bidang kajian filsafat ontologi ini terbagi menjadi beberapa
aliran, yaitu: materialisme, idealisme, dualisme, skeptisisme, dan agnotisme.
2. Epistemologi.

Epistemologi sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge) membahas secara


mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Sebab,
pengetahuan didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuwan (Jujun, 2010:
9). Secara lebih rinci cakupan epistemologi dikemukakan Jujun S.Suriasumantri: Bagaimana
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar?
Apakah yang disebut kebenaran itu, dan apa kriterianya? Cara, teknik, dan sarana apa yang
membantu kita mendapatkan pengetahuan berupa ilmu? (Jujun, 2010: 33). Sebagai sebuah
prosedur epistemologi memiliki berbagai perangkat dalam upaya membantu kita memperoleh
ilmu pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan proedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu (Jujun, 2010: 119).

Ringkasnya, epistemologi merupakan cabang utama filsafat yang menyelidiki asal mula,
susunan, metodemetode, keabsahan pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana
cara memperoleh pengetahuan tersebut. Melalui epistemologi diharapkan terjawab pertanyaan
tentang “bagaimana”. Misalnya: Bagiamana cara kita memperoleh pengetahuan? Bagaimana
proses yang memungkinkan digalinya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?
Bagaimana cara kita mengetahui bila kita mempunyai pengetahuan? Bagaiamna kita
membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Bidang filsafat epistemologi ini terbagi
menjadi beberapa aliran, yaitu: Empirisme, rasionalisme, dan intuisionisme.

3. Aksiologi.

Secara kebahasaan, aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios dan logos. Axios berarti
nilai dan logos berarti teori. Dengan demikian, aksiologi berarti teori nilai (theory of value).
Secara filsafat, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yng menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Nama lain dari bidang kajian aksiologi ini adalah
disebut teori nilai. Teori nilai ini membahas mengenai kegunaan atau manfaat pengetahuan.
Untuk menggunakan kegunaan filsafat, kita dapat melihatnya dari tiga hal:

 filsafat sebagai kumpulan teori


 fisalafat sebagai pandangan hidup,
 filsafat sebagai metode pemecahan masalah.

Sebagai teori nilai, aksiologi ini dalam konteks kaitannya dengan kegunaan atau manfaat
dari pengetahuan yang diperoleh. Sekaitan dengan kegunaan atau manfaat ilmu pengetahuan ini,
terjadi perbedaan pendapat para ilmuwan. Golongan pertama ingin melanjutkan tradisi
kenetralan ilmu secara total seperti pada waktu era Galileo. Golongan kedua mencoba
menyesuaikan kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan
masyarakat. Golongan ini berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditunjukkan kepada
kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan (Jujun S.
Suriasumantri, 2000: 235.)

Secara historis, berbeda dari ontologi dan epistemologi, aksiologi ini muncul belakangan,
sebagai akibat dari terjadinya perang dunia kedua di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada kenyataannya digunakan dengan mengabaikan etika dan moral.

C. Objek Filsafat

Objek filsafat di bagi menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek materi
fisafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. “Ada” disini mempunyai tiga
pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, ada dalam pikiran, dan ada dalam kemungkinan. Adapun
objek formal filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada secara
kontemplatif (merenung atau memandang) pada permasalahan yang tidak dapat dijangkau oleh
pendekatan empiris (pengalaman) dan observatif (pengamatan) yang biasa berada dalam sains.

Pengertian objek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :

1. Hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan;


2. Benda, hal, dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan,
3. dan sebagainya;
4. Pelengkap dalam kalimat;
5. Hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan;
6. Bayangan dari suatu system lensa

D. Mengkontekstualkan 3 Pendekatan Dalam Objek Ketuhanan


1. Ontologi

Yang dibicarakan pada ontologi berkisar asas-asas rasional yang ada, berusaha
mengetahui, dan menyelidiki tentang esensi yang terdalam dari yang ada. Dari ontologi diketahui
tentang hakekat dari segala yang ada dan keberadaaanya di alam raya, sebagai sumber dari
pengetahuan dan ilmu. Teori hakikat membicarakan pengetahuan itu sendiri. Hakikat adalah
kenyataan yang sebenarnya, kebenaran sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau
keadaan yang menipu dan bukan keadaan yang berubah. Dengan ontologi diharapkan terjawab
pertanyaan tentang “apa”. Misalnya: apakah hakikat dari ketuhanan?.

Mungkin sebagian orang sudah selesai dengan pertanyaan tersebut, apa hakikat dari
ketuhanan? Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, dan sampai disitu tidak ada yang perlu di
pertanyakan lagi, tetapi dalam ontologi kita harus mendalami lebih jauh apa itu tuhan, dan
banyak pertanyaan demi pertanyaan yang akan muncul, dan keganjilan keganjilan lain juga akan
muncul jika kita menelaahnya. Contohnya, apakah tuhan itu di ciptakan atau menciptakan
dirinya sendiri?, apakah tidak ada kehidupan jika tidak ada tuhan?, jika tuhan bisa menciptakan
sesuatu bukankah manusia juga dapat membuat atau menciptakan sesuatu? Dan jika seperti itu
apakah manusia dapat di katakan sebagai tuhan karena mempunyai sifat ketuhanan yaitu
pencipta?

Terkait dengan objek ketuhanan dan pertanyaan pertanyaan yang muncul, akan di bahas
dalam ontologi dengan cara berusaha mencari inti yang dimuat di setiap kenyataan yang meliputi
segala realitas dalam semua bentuknya.

2. Epistemologi

Ketika kita mengkaji objek ketuhanan dalam kajian epistemologi, berarti kita akan
mempersoalkan tentang:

 Apakah sumber-sumber pengetahuan? Dari mana kita mengetahui kebenaran tentang


adanya tuhan? Ini semua adalah problem “asal “ (origins)
 Apakah ada dunia yang riil di luar akal, dan kalau ada dapatkah manusia
mengetahuinya ? Ini semua merupakan problem penampilan (apperience) terhadap
realitas.
 Apakah konsep pengetahuan kita tentang ketuhanan itu benar (valid). Bagaimana
membedakan antara kebenaran dan kekeliruan?Ini adalah problema mencoba menguji
pengetahuan (verification)

Jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut dapat dikelompokkan dalam salah satu


dari dua aliran, yaitu rasionalisme dan empirisisme. Kelompok rasionalisme (cara mengetahui
dunia di luar kita dengan rasio) berpendapat bahwa, akal manusia sendirian tanpa bantuan lain,
dapat mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dari alam. Artinya kita dapat merasionalkan
keberadaan tuhan, contohnya kita menggunakan logika semut, bagi semut yang tinggal hanya di
dua dimensi, ketiga ada makhluk tiga dimensi yang meletakkan permen dari sumbu Z, maka tiba-
tiba akan muncul permen entah dari mana dari sudut pandang semut. Semut tidak bisa menoleh
ke atas atau bawah, sehingga tidak bisa melihat tangan yang meletakkan permen dari sumbu Z
(atas / bawah).

Demikian juga kita dalam memahami tuhan. Adanya dimensi yang jauh lebih tinggi dari
kita membuat kita tidak bisa memahami secara utuh pekerjaan tuhan dan dimensinya. Kita hanya
perlu percaya dengan apa yang tuhan nyatakan di hidup kita.

Sedangkan, Kelompok empiris berpendirian bahwa semua pengetahuan tentang


ketuhanan itu terbatas pada hal-hal yang hanya dapat dialami. Memang jelas, terdapat hubungan
yang lazim antara metafisik dan epistemologi. Konsepsi manusia tentang realitas tergantung pada
faham tentang apa yang dapat diketahui. Sebaliknya teori pengetahuan manusia tergantung
kepada pemahaman manusia terhadap diri dalam hubungannya dengan keseluruhan realitas.
Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan.

3. Aksiologi

Aksiologi merupakan bidang filsafat yang mengkaji masalah nilai terutama dalam etika
dan estetika. Filsafat ini memberitahu kita tentang yang baik dan yang jahat. Aksiologi
menetapkan standar baik dan buruk, dan kehidupan kita sebagian besar bertumpu pada cabang
filsafat ini. Lalu berkaitan dengan objek ketuhanan, di dalam aksiologi akan muncul pertanyaan
seperti, mengapa ketika kita meyakini keberadaan tuhan, maka kita juga harus meyakini
ajarannya? Karena di dalam ajarannya terdapat nilai yang di sebut dengan nilai etika yang
Membahas masalah-masalah moral, perilaku, norma, dan adat istiadat yang berlaku Pada
komunitas tertentu.

Dan nilai estetika yang mempersoalkan tentang nilai Keindahan. Keindahan mengandung
arti bahwa di dalam diri ajaran tuhan terdapat Unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam suatu hubungan yang utuh Menyeluruh. Maksudnya adalah suatu ajaran yang
indah bukan semata-mata bersifat Selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian khusus.

Anda mungkin juga menyukai