Pendahuluan
Kutu adalah serangga yang sangat mengganggu aktivitas manusia karena menghisap darah
dan juga bisa menjadi vektor penyakit. Di Indonesia, sampai akhir tahun 1970-an, permasalahan kutu
banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan, hotel atau tempat lainnya dimana manusia biasa
tidur atau duduk (Kusumawati, 2011).
Kutu kepala (Pediculus humanus capitis) adalah parasit obligat yaitu parasit yang seluruh
siklus hidupnya mulai dari pradewasa sampai dewasa, hidup bergantung pada inangnya. Kutu ini
ditemukan pada rambut dan kulit kepala dan ditularkan terutama melalui kontak fisik. Perilaku dari
kutu kepala ini dapat menyebabkan anemia sedangkan ciri awal dari adanya kutu ini adalah iritasi yang
dapat menyebabkan masalah fisiologis dan sosial. Pediculosis capitis yaitu serangan kutu kepala yang
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, dimana kutu kepala adalah masalah umum pada
anak-anak usia sekolah (Yousefi dkk., 2012).
Kutu kepala (Pediculus Humanus Capitis) merupakan ektoparasit yang hidup pada kulit kepala
manusia. Parasit ini mudah ditularkan melalui kontak langsung dengan penderita seperti melakukan
aktivitas berpelukan, duduk berdekatan, penggunaan bersama barang-barang seperti sisir, topi,
bantal dan sebagainya (Center for Disease and Control, 2007).
Kutu kepala (Pediculus humanus capitis) dapat diketahui dengan mempelajari siklus hidup
Pediculus humanus capitis yang dimulai dengan adanya peletakan telur yang ditempelkan pada rambut
kepala kemudian setelah 3-4 hari, telur menetas menjadi nimfa, nimfa mengalami tiga kali pengupasan
kulit, dan menjadi kutu dewasa, dan setelah dua puluh empat jam sesudah terjadi perkawinan kutu
jantan dan betina, serangga betina akan meletakkan telur sebanyak 7–10 telur (nits) setiap hari (James,
2003).
Teknologi Laboratorium Medis (TLM) atau analis kesehatan adalah profesi yang bekerja pada
sarana kesehatan melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan, dan pengujian
terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahkan bukan dari manusia untuk penentuan jenis
penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada
kesehatan perorangan dan masyarakat harus memberikan pengobatan yang maksimal dan insentif pada
penderita pedikulosis kapitis harus diberikan, namun pemberian pengobatan tanpa memberikan
pendidikan kesehatan mengenai pedikulosis kapitis tidak akan mencegah infestasi ulang kutu kepala
pada manusia (Atlas et al., 2013).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia yang bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga,
insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,
kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya sehingga berujung pada
kematian serangga pengganggu kesehatan (Sudarmo, 2005).
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik ingin melakukan pemeriksaan Pediculus
humanus capitis secara mikroskopis sebelum dan sesudah pemberian insektisida di desa Gebang Baru.
MetodePenelitian
Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan terhadap 32 orang responden yang terinfeksi Pediculus humanus
capitis pada rambut responden. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan insektisida pada
rambut kepala responden dan dihitung jumlah kutu rambut. Insektisida sebagai bahan dan sisir kutu
(serit) sebagai alat untuk pengambilan kutu rambut pada kepala dan kain putih sebagai wadah
penampung kutu. Sebelumnya responden telah menyetujui untuk dilakukan pengambilan kutu
rambut.
Stadium Pediculus humanus capitis yang digunakan pada penelitian adalah berupa stadium
telur, nimfa dan kutu dewasa. Pediculus humanus capitis pada rambut diambil menggunakan sisir
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
khusus kutu atau sisir serit sebelum pemberian insektisida kemudian jumlahnya dihitung. Setelah
itu, rambut diberikan insektisida dan dibiarkan selama 10 menitkemudiandibilasdengan shampoo
kemudian disisir kembali dan dihitung jumlah kutu yang ada pada wadah penampung.
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan didapatkan perbandingan jumlah Pediculus humanus
capitis sebelum dan setelah pemberian insektisida. Data hasil penelitian disajikan dalam table 4.1.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, dari 32 responden nilai rata-rata sebelum diberikan
insektisida untuk Pediculus humanus capitis yaitu 27. Sedangkan nilai rata-rata sesudah diberikan
insektisida Pediculus humanus capitis yaitu 4. Dari hasil tersebut diketahui bahwa adanya
pengurangan jumlah Pediculus humanus capitis setelah diberikan insektisida.
Tabel 4.1 Jumlah Pediculus humanus capitis sebelum dan sesudah diberikan insektisida
1 P1 57 7
2 P2 71 10
3 P3 40 5
4. P4 24 3
5. P5 49 5
6. P6 57 10
7. P7 10 2
8. P8 15 3
9. P9 12 2
10. P10 14 3
11. P11 17 5
Korespodensi: nama, alamat email, nomor hp, Jurnal AnalisMedika Bio Sains, Volume X No. X,
FebruariX |
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
12. P12 20 5
13. P13 10 2
14. P14 12 2
15. P15 10 2
16. P16 5 0
17. P17 25 7
18 P18 22 3
19 P19 15 2
20 P20 40 9
21 P21 16 3
22 P22 11 2
23 P23 42 8
24 P24 25 3
25 P25 43 5
26 P26 20 4
27 P27 16 3
28 P28 15 4
29 P29 30 7
30 P30 33 5
31 P31 42 5
32 P32 52 10
Rerat 4
27
a
Pembahasan
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
Pedikulosis kapitis adalah investasi pediculus humanus capitis (kutu kepala) dikulit kepala manusia.
sedangkan menurut Bugayong et al.(2011) Pedikulosis Kapitis adalah penyakit ektoparasit yang disebabkan
oleh kutu kepala. Diagnosis Pedikulosis Kapitis ditegakkan dengan menemukan Pediculus humanus capitis
dewasa, nimfa atau telurnya pada rambut kepala (Nathadisastra dan Agoes, 2009).
Penelitian yang telah dilaksanakan terhadap 32 orang responden, diketahui bahwa kondisi atau keadaan
lingkungan yang kurang bersih, kebersihan diri yang kurang. Selain itu, kutu rambut juga dapat menginfeksi
seseorang dengan kelembabab rambut yang tinggi. Responden pada penelitian ini memiliki rambut yang
panjang serta responden juga tertular dengan penderita lain dan tidak pernah sama sekali menggunakan
insektisida untuk mengurangi kutu yang ada pada rambut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap penderita Pedikulosis, diketahui bahwa dari
32 responden sebelum diberikan insektisida, rata-rata jumlah Pediculus humanus capitis yang ditemukan
yaitu 27, sedangkan rata-rata jumlah Pediculus humanus capitis setelah diberikan insektisida yaitu 4. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa jumlah kutu rambut sebelum dan sesudah diberikan insektisida Pediculus
humanus capitis berkurang.
Pada penelitian yang telah dilakukan, jenis insektisida yang digunakan yaitu obat anti parasite merk
Peditox. Obat ini biasa dijualan di pasaran yang biasa digunakan untuk membasmi kutu. Biasa digunakan
pada anak-anak dan orang dewasa. Obat kutu diaplikasikan pada rambut kepala responden dengan cara
dibalurkan pada kulit rambut dan diratakan. Didiamkan selama kurang lebih 1 jam. Obat akan bereaksi pada
kutu rambut dengan kandungan permethrin yang ada pada obat kutu.
Peditox atau insektisida untuk Pediculus humanus capitis memiliki kandungan senyawa yang berupa
permethrin. Senyawa permethrin merupakan insektisida jenis piretroid yang dapat membasmi beberapa jenis
antropoda seperti kutu rambut, caplak dan tungau. Permethrin bekerja dengan cara menghambat influk ion
natrium pada membrane sel saraf parasite yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian parasite.
Dari hasil penelitian setelah diberikan insektisida Pediculus humanus capitis, jumlah kutu rambut
berkurang. Dibandingkan dengan sebelum diberikan insektisida, jumlah Pediculus humanus capitis yang
tersisa pada rambut ≥ 10 kutu. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian insektisida Pediculus humanus
capitis, jumlah kutu rambut berkurang.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagaiberikut :
1. Rata-rata jumlah Pediculus humanus capitis sebelum diberikan insektisida yaitu 27.
2. Rata-rata jumlah Pediculus humanus capitis setelah diberikan insektisida yaitu 4.
3. Jumlah Pediculus humanus capitis sebelum dan sesudah pemberian insektisida
mengalami pengurangan jumlah atau berkurang sehingga jenis insektisida tersebut
efektif digunakan untuk mematikan kutu rambut.
Daftar Pustaka
Ansari. et al. (2016). Risk factors assessment for nasal colonization of Staphylococcus aureus and its
methicillin resistant strains among pre-clinical medical students of Nepal. BioMedCentral
Research Notes, 9:214-221.
Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M. 2007. Jawetz, Melnick and Adelbergs. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi 23. Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mentaniasih, N.M.,
Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp. 163, 170,
225-31, 253.
Gillespie, S. & Bamford, K. 2008. Mikrobiologi Medis dan Infeksi, edisi 3, Jakarta, Erlangga.
Korespodensi: nama, alamat email, nomor hp, Jurnal AnalisMedika Bio Sains, Volume X No. X,
FebruariX |
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
Jawetz, E, JL. Melnick, E.A. Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC. Jakarta.
Lowy, F. 2003. Antimicrobial resistence: the example of Staphylococcus aureus. J Clinic Invest. 111(9):
1265-1273
Machado G.C.M., Daher A. and Costa L.R., 2014. Factors Associated with No Dental Treatment in
Preschoolers with Tootache : A Cross – Sectional Study in Outpatient Public Emergency
Services, International Journal of Environmental Research and Public Health, 8058 – 8068.
Radji, M. 2009. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Singh S., M. Khare, R.K. Patidar, S. Bagde, K.N. Sahare, D. Dwevedi and V. Singh. 2013. Antibacterial
Activities Against Pyogenic Phatogens. Int. Jour. Of Pharmaceutical Sciences and Research.
4(8):2974-2979