Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

PENJELASAN

Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Agama

Dalam bukunya yang berjudul Metodologi Studi Islam, Prof. Dr. H. Abuddin Nata,
M.A, mengklasifikasikan pendekatan dalam memahami agama menjadi tujuh poin penting
sebagai berikut :

1. Pendekatan Normatif

Pendekatan teologis dalam memahami agama bisa dimaknai dengan menggunakan


teologi atau Ilmu Ketuhanan sebagai paradigma dalam memahami suatu agama. Pendekatan
teologis, menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari
keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran berasal dari Tuhan, sudah
pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.

Dengan keyakinan kebenaran mutlak dan berangkat dari keyakinan tersebut sehingga
pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain bersifat eksklusif,
dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain dan sebagainya. Kekurangan ini dapat
diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan sosiologis. Sedangkan kelebihannya,
melalui pendekatan teologis ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama,
yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa
memandang dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian seseorang
akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.1

Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari
Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama
tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Islam misalnya, secara normatif
pasti benar serta menjunjung nilai-nilai yang luhur. Dalam bidang sosial kemasyarakatan,
Islam menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, saling menghormati, tolong-menolong,
kebersamaan, toleransi umat beragama. Dalam bidang ekonomi, Islam menawarkan keadilan,
kejujuran, kebersamaan dan saling menguntungkan. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, Islam mendorong agar manusia memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 34
tingginya. Demikian pula dalam bidang-bidang lainnya, bahkan Islam hadir dengan sangat
ideal dan mantap dalam segala aspek dan bidang kehidupan manusia.2

2. Pendekatan Antropologis

Antropologi berasal dari kata antropos (manusia) dan logos (ilmu), secara harfiah
antropologi berarti ilmu tentang manusia. Secara istilah, antropologi atau “ilmu tentang
manusia” pada awalnya mempunyai makna lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia.
Dalam fase ketiga perkembangan antropologi, istilah ini terutama mulai dipakai di Inggris
dan Amerika dengan arti yang sama seperti ethnology pada awalnya. Di Inggris, istilah
antropologi kemudian malahan mendesak istilah ethnology, sementara di Amerika
antropologi mendapat pengertian yang sangat luas karena meliputi bagian-bagian fisik
maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Di Eropa Barat dan Eropa Timur istilah
antropologi hanya diartikan sebagai “ilmu tentang rasras manusia dipandang dari ciri-ciri
fisiknya”.3

Pendekatan antropologis dalam memahami agama menurut Abuddin Nata, dapat


diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian, pendekatan
antropologis dalam memahami agama juga berarti menggunakan cara-cara yang digunakan
disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah dalam memahami agama.4

Melalui pendekatan antropologis sebagaimana telah dipaparkan, kita dapat melihat


hubungan agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian (social
organization). Klasifikasi sosial dalam masyarakat Muslim di Jawa oleh Clifford Geertz,
adalah salah satu contoh yang menarik dalam bidang ini, sebagaimana telah tertuang
karyanya “The Religion of Java”. Geertz dalam penelitiannya memandang masyarakat Jawa
di Mojokuto sebagai suatu sistem sosial, dengan kebudayaan Jawanya yang akulturatif dan
agama yang sinkretik, yang terdiri atas sub

Jawa yang masing-masing merupakan struktur sosial yang berlaianan, yakni :


Abangan (yang intinya berpusat di pedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat
perdagangan atau pasar) dan priyayi (yang intinya berpusat di kota, kantor pemerintahan).

2
Muhammad Dirman Rasyid, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Makasar, 2011) hal.6
3
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 8.
4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 35
Pada Masyarakat Mujokuto yang penduduknya sembilan puluh persen beragama Islam,
sesungguhnya memiliki variasi dalam kepercayaan, nilai dan upacara yang berkaitan dengan
struktur sosial tersebut.20 Dalam ritual keagamaan abangan menunjukkan pentingnya aspek-
aspek animistik, santri menekankan pentingnya ajaran Islam dan priyayi yang menekankan
aspek-aspek Hindu.5

Selain itu, melalui pendekatan antropologis kita juga dapat melihat adanya korelasi
agama dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Demikian juga
hubungan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang
mampu dan golongan miskin pada umumnya tertarik dengan gerakan-gerakan keagamaan
yang bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan.
Sedangkan golongan orang kaya (para pemilik modal) lebih untuk mempertahankan tatanan
masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.

Karl Marx (1818-1883), sebagai contoh, melihat agama sebagai candu masyarakat
tertentu sehingga mendorongnya memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut teori
pertentangan kelas. menurutnya, agama disalah fungsikan oleh kalangan tertentu untuk
mendukung sistem kapitalisme di Eropa yang beragama Kristen. Sementara Max Webber,
melihat adanyanya korelasi positif antara ajaran Protestan dengan munculnya semagat
kapitalisme modern.6

Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut di atas terlihat jelas hubungan


agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat
akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.7

3. Pendekatan Sosiologis

Secara sederhana, sosiologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
tentang masyarakat, keadaannya, strukturnya, lapisannya dan segala dinamika serta gejala
sosial yang terjadi di dalamnya.

Yang dimaksud dengan pendekaran sosiologis adalah peneliti menggunakan logika-


logika dan teori sosiologi baik klasik maupun modern untuk mengambarkan fenomena sosial
keagamaan serta pengaruh suatu fenomena dengan fenomena yang lainnya. Pendekatan

5
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 173
6
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 36
7
Muhammad Dirman Rasyid, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Makasar, 2011) hal.10
10. Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 159
sosiologis dalam suatu penelitian tidak hanya melihat perilaku manusia dari yang tampak
saja, tetapi secara eksplisit dan implisit.8

Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami lantaran


banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum beragama memahami ilmu – ilmu
sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Melalui pendekatan sosiologis, agama akan
mudah dipahami karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial.9

4. Pendekatan Filosofis

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo (pecinta, pencari) dan sophia
(hikmah, kebijaksanaan atau pengetahuan). Selain itu, filsafat dapat juga diartikan mencari
hakikat seseatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah
pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara
mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah
atau hakikat mengenai segala seseatu yang ada.10

Pada umumnya pendekatan filosofis ini memiliki empat cabang aktivitas filosopis.
Pertama adalah logika, yang merupakan seni argumen rasional dan koheren. Kedua
metafisika, terkait hal-hal yang paling dasar, pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang
kehidupan, eksistensi dan watak ada (being). Ketiga yang tergabung dengan logika dan
metafisika adalah epistomologi. Epistomologi menitiberatkan paa apa yang dapat kita ketahui
dan bagaiman kita mengetahui. Keempat adalah etika, yang secara harfiah berarti studi tentag
“perilaku”. Etika menitiberatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban,
keadilan, cinta dan kebaikan.11

Cara berpikir secara filososfis ini kemudian dapat digunakan dalam memahami
agama. Sehingga diketahui hikmah, inti atau hakikat dari suatu ajaran agama itu. Pada
dasarnya pendekatan ini sudah banyak dilakukan para ahli, khususnya kaum sufi. Para kaum
sufi selalu berusaha mencari tahu apa arti dan hikmah dari ajaran-ajaran agama. Karena

9
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 41
10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 42
11
Lihat, Peter Connolly, ed. Aneka Pendekatan Studi Agama, h. 170-176
pentignya pendekatan folosofis ini, maka kita menjumpai bahwa filsafat telah digunakan
untuk memahami berbagai bidang ilmu pengetahuan.12

5. Pendekatan Historis

Sejarah atau histori secara leksikal merupakan pengetahuan atau uraian tentang
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Sedangkan secara terminologi, sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat
manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala
alam. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa
masa lalu, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada
masa lampau. Dengan demikian, unsur penting sejarah merupakan adanya peristiwa, tempat,
waktu, objek, latar belakang dan pelaku (manusia) dari peristiwa tersebut, serta daya kritis
dari peniliti sejarah.13

Pendekatan historis dalam memahami agama merupakan upaya dalam memahami


agama dari perspektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu sejarah, dalam hal ini sebuah sejarah
dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah dipengaruhi oleh masa dan cara berpikir pada masa
itu, dan sebagainya. Pendekatan historis ini tentu sangat dibutuhkan dalam memahami agama,
sebab agama turun pada suatu situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan.14

Melalui pendekatan sejarah, seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat lebih empiris dan mendunia. Pendekatan kesejaran ini amat dibutuhkan dalam
meahami agama. Hal ini disebabkan agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret
bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.15

Dalam Al - Qur’an, ada beberapa ayat atau surat yang turun sebagai respon terhadap
problematika masyarakat pada waktu itu. Agar dapat memahami ayat tersebut secara tepat
dan komprehensif, diperlukan pengetahuan tentang kondisi sosio-historis masyarakat ketika
ayat tersebut turun. Pengetahuan itulah kemudian merupakan bagian dari ilmu asbabun nuzul,
yang intinya berisi sejarah yang melatar belakangi turunnya suatu ayat.16

12
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 45

13
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 133.
14
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 134
15
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 45

16
Muhammad Dirman Rasyid, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Makasar, 2011) hal.16
6. Pendekatan Kebudayaan
Seorang antropolog, E.B. Tylor (1871) memberikan defenisi bahwa kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, definisi ini menyatakan bahwa
kebudayaan segala seseatu yang didapatkan dan dipelajari manusia sebagai anggota
masyarakat. Sementara itu, Sutan Takdir Alisyahbana lebih luas lagi mendefenisikan
kebudayaan. Ia menyatakan “kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir”, dari defenisi
ini budaya mencakup semua laku dan perbuatan, dan dapat diungkapkan pada basis dan cara
berpikir, perasaan serta maksud pikiran.17

Dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus
dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan
tersebut. Kebudayaan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama dapat dipahami
sebagai cara memahami agama dengan melihat wujud agama pada tataran empiris atau wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat.

Praktek agama yang terdapat dalam masyarakat tersebut diproses penganutnya dari
sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqih, yang
merupakan manifestasi dari teks al- Qur’an maupun hadis sudah melibatkan unsur penalaran
dan kemapuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi membudaya di tengah-tengah
masyarakat. Melalui ajaran agama yang telah membudaya serta pemahaman terhadap
kebudyaan tersebut seseorang dapat mengamalkan ajaran agama.18

Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai budaya-budaya yang berintegrasi


dengan unsur-unsur agama, seperti budaya berpaiakan, bergaul dan sebagainya. Sebaliknya
pun demikian, tanpa unsur budaya maka sulit melihat sosok agama secara jelas. Sebagai
contoh, masjid, sajadah, peci, sarung adalah produk budaya.19

7. Pendekatan Psikologis
Psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa45 atau biasa disebut dengan
ilmu jiwa. Para pengkaji psikologi tidak terlalu berbeda dalam mendefenisikan ilmu
psikologi. Lahey, seorang psikolog memberikan defenisi “psychology is the scientific study
17
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 49

18
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 50

19
Muhammad Dirman Rasyid, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Makasar, 2011) hal.19
of behavior and mental processes” (psikologi merupakan kajian ilmiah tentang tingkah laku
dan proses mental). Tingkah laku merupakan segala seseatu/kegiatan yang dapat diamati,
sedangkan proses mental di dalamnya mencakup pikiran, perasaan juga motivasi.20

Selanjutnya, ilmu psikologi juga dapat digunakan sebagai salah satu metode
pendekatan dalam memahami agama. Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang
menggunakan cara pandang ilmu psikologi. Karena ilmu psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari jiwa manusia, maka pendekatan psikologi membatasi diri pada kajian tentang
jiwa manusia. Jika agama didekati oleh pendekatan psikologis, maka objek kajiannya adalah
jiwa manusia yang dilihat dalam hubungannya dengan agama.21

Melalui pendekatan psikologis, kita dapat mengetahui tingkat keagamaan yang


dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai alat
untuk memasukkan nilai-nilai dan ajaran agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan
tingkat usinya. Dengan menggunakan ilmu ini, agama akan menemukan cara yang tepat dan
cocok menanankan nilai dan ajarannya. Misalnya, kita dapat mengetahui pengaruh dari salat,
puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya melalui ilmu psikologi. Dengan pengetahuan tersebut,
maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efesien lagi dalam menanamkan ajaran
agama.22

20
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 177.
21
Muhammad Dirman Rasyid, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Makasar, 2011) hal.21

22
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, Rajawali Press) h. 51

Anda mungkin juga menyukai