Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup

kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan dan mempengaruhi

kejadian-kejadian serta lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan,

pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya

dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka Sunarti (2014: 91)


berpendapat
Pemberdayaan keluarga merupakan upaya yang dilakukan berbagai
pihak untuk membuat keluarga lebih berdaya dan berkualitas melalui
kemampuan yang dimilikinya. Pemberdayaan keluarga diharapkan dapat
melahirkan keluarga yang mandiri, mampu mengelola masalah dan
mencari solusi pemecahan dari suatu masalah. Keluarga yang berdaya
memiliki kreativitas dalam meningkatkan kesejahteraan anggota
keluarganya.

Hakikat pembangunan daerah dilakukan untuk meningkatkan harkat dan

martabat masyarakat didaerah tersebut sehingga kehidupan mereka lebih

berkualitas. Maka pembangunan daerahh berarti juga sebagai bagian dari

upaya untuk melakukan pembangunan manusia melalui pendayagunaandan

pengoptimalan sumber daya yang dimiliki. Namun demikian, aspek terpenting

dalam pembangunan manusia seutuhnya harus berawal dari diri manusia itu

sendiri. Sebagai subjek, manusia menjadi pelaku atas pembangunan, dan

sebagai objek manusialah yang harus melakukan perubahan-perubahan ke

arah yang lebih baik. Perubahan itu akan terus berlanjut di masyarakat

sehingga akan menghasilkan keadaan masyarakat yang adil dan makmur.

1
2

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan

penting sebagai aset bangsa. Keluarga bukan hanya dianggap sebagai sasaran

pembangunan, tetapi merupakan pelaku (subjek) pembangunan. Untuk itu

perlu diatur tentang pembangunan keluarga sejahtera, terutama dalam

mempersiapkan sumber daya anggota keluarga yang potensial. Dalam bidang

ketahanan keluarga, diupayakan untuk meningkatkan kemampuan keluarga

dalam mengasuh dan menumbuhkembangkan anak, disamping menurunnya

ketidak harmonisan dan tindak kekerasan dalam keluarga.

Pembangunan berwawasan keluarga merupakan pembangunan keluarga

yang dilakukan secara seksama mempertimbangkan dimensi keluarga sebagai

sasaran dan pelaku. Dengan demikian, pengembangan sumber daya keluarga

adalah rangkaian upaya pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh

pemerintah swasta dan masyarakat untuk mewujudkan keluarga yang

berkualitas, yaitu terwujudnya keluarga yang maju, mandiri, sejahtera, hidup

selaras, serasi serta seimbang dengan daya dukung dan daya tampung

lingkungan.

Upaya pembangunan keluarga yang berkualitas dilakukan melalui

pemberdayaan keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia.

Pembangunan ketahanan keluarga di Provinsi Jawa Barat sangat penting. Jawa

Barat memiliki jumlah penduduk dan keluarga terbanyak dibandingkan

provinsi lainnya di Indonesia. Kondisi dan kualitas keluarga di Jawa Barat

akan berkontribusi secara nyata terhadap kondisi keluarga di Indonesia.

Sementara kondisi yang ada menunjukan masih besarnya keluarga terkategori


3

pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 dan berbagai masalah keluarga di Jawa

Barat (perceraian, trafficking, kekerasan kepada perempuan dan anak).

Berdasarkan kondisi tersebut, maka sangat tepat ketika pemerintah

Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2014

mengenai pembangunan Ketahanan Keluarga yang salah satunya

mengamanatkan program Motivator Ketahanan Keluarga (MOTEKAR) di

tingkat desa atau kelurahan sebagai ujung tombak pembangunan ketahanan

keluarga yang tertuang pada pasal 31 ayat 1. Program MOTEKAR ini

direncanakan akan berlangsung selama 5 tahun (2014-2018) yang

diimplementasikan dalam kegiatan tahunan.

Keluarga sebagai struktur terkecil dalam masyarakat memegang peranan

penting bagi lahirnya masyarakat berkualitas. Dari keluargalah lahirnya

kebiasaan-kebiasaan dan prilaku positif dari anggotanya. Keluarga dapat

dikatakan sebagai “terminal” untuk melakukan konsolidasi dan komunikasi

bagi anggotanya yang telah melakukan perjalanan dan bertemu dengan

berbagai karakter manusia yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan cara

berprilaku.

Kondisi kerapuhan dan perceraian keluarga di Indonesia khususnya di

Jawa Barat cenderung selalu meningkat. Berdasarkan data dari Kantor

Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2017 terjadi

perceraian sebanyak 63.881 kasus. Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan

Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi

Jawa Barat, Poppy Shopia Bakur, ada beragam faktor yang menyebabkan
4

tingginya angka perceraian, beberapa diantaraanya dikarenakan faktor

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pernikahan anak dibawah umur dan

faktor ekonomi. Sekitar 33 ribu kasus disebabkan oleh faktor ekonomi, maka

solusinya adalah perempuan harus lebih berdaya dalam ekonomi sehingga

dapat ikut meningkatkan taraf ekonomi keluarga. (Tribun Jabar, 2018)

Begitu pula terjadi peningkatan angka human trafficking, baik

perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah-tangga, kekerasan terhadap

anak, tingkat pengangguran yang cenderung naik, jumlah drop out anak

sekolah yang cukup tinggi, pekerja seks dikalangan remaja, juga tingginya

kriminalitas dikalangan remaja dan anak merupakan tanda dari

ketidakmampuan dalam membangun ketahan keluarga. Bahkan menurut

penelitian, bahwa salah satu penyebab tingginya angka kematian balita di

Jawa Barat disebabkan karena lemahnya ketahanan keluarga.

Ketahanan keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 merupakan kondisi

dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta

mengandung ketahanan fisik-material dan psikis mental spiritual guna hidup

mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan

meningkatkan kesejahteran lahir dan batin. (BKKBN, 1992:2)

Ketahanan keluarga yang lemah selalu berkaitan dengan kurang

optimalnya dari pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga, sehingga melahirkan

keluarga bermasalah, diantaranya : Pertama, keluarga prasejahtera, yaitu

kelarga yang tidak dapat memenuhi salah satu dari 6 indikator penentu, yaitu

pangan, sandang, papan, penghasilan, kesehatan dan pendidikan. Kedua,


5

keluarga rentan yaitu keluarga yang dalam berbagai aspeknya tidak atau

kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya sebagai

akibat dari keadaan fisik dan atau nonfisiknya.

Ketahanan keluarga sejatinya adalah merupakan kondisi dinamik suatu

keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung

kemampua fisik material dan psikis mental spiritual, guna hidup mandiri dan

mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam

meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Oleh karena itu

diperlukan sebuah upaya untuk membangun ketahanan keluarga.

Program MOTEKAR ini berlandaskan pada Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomer 9 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pembangunan

Ketahanan Keluarga. Mengacu pada Perda tersebut, bahwa pembangunan

ketahanan keluarga adalah upaya pembangunan keluarga yang komprehensif,

berkesinambungan, gradual, koordinatif, optimal dan berkelanjutan, sehingga

dapat menciptakan, mengoptimalisasikan keuletan dan ketangguhan keluarga

untuk berkembang, guna hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan

dan kebahagiaan lahir dan batin. Pembanguan ketahanan keluarga ini sangat

efektif untuk menciptakan keluarga yang berkualitas.

Keluarga yang berkualitas merupakan keluarga yang mampu

menjalankan fungsi-fungsi keluarga (keagamaan, sosial, budaya, cinta-kasih,

perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan

lingkungan). Keberadaan keluarga yang berkualitas ini sangat bergantung

pada keberdayaan unsur-unsur anggota keluarga sebagai suatu sistem


6

organisasi terkecil dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan baik dan

benar mengacu pada nilai-nilai agama dan budayanya.

Dalam keluarga sebagai suatu organisasi terkecil, maka terdapat seorang

pemimpin yang biasanya diletakan pada seorang suami sebagai kepala

keluarga, dan seorang istri sebagai manajer rumah-tangga serta anak-anak

yang sejak dilahirkan tumbuh berkembang yang harus mendapatkan

pendidikan dan pengasuhan, baik dalam pembentukan karakter, keagamaan

dan sosial budaya. Dalam pengasuhan inilah terjadi proses pemberdayaan

dalam internal anggota keluarga yang dilandari nilai kasih-sayang, sehingga

terjadi transformasi nilai pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber

daya manusia menjadikan keluarga yang berkualitas.

Orientasi proses pemberdayaan yang terjadi dalam internal anggota

keluarga bertujuan untuk meningkatkan keluarga yang berkualitas, tetapi

biasanya membutuhkan stimulasi dan transformasi nilai keberdayaan dari

pihak luar yang memiliki keberdayaan diri. Difasilitasi dari pihak luar dalam

bentuk stimulasi dan transformasi nilai keberdayaan ini berfungsi sebagai

motivator, agar keluarga tersebut memiliki keberdayaan diri melaksanakan

fungsi-fungsi keluarga sebagai sistem organisasi keluarga dalam mewujudkan

keluarga bahagia lahir dan batin.

Keberadaan motivator dalam keluarga-keluarga yang mengalami

kekurangberdayaan tersebut sangatlah dibutuhkan, sehingga Pemerintah

Provinsi Jawa Barat melalui Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan

Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) sejak tahun 2014 telah


7

menjalankan Program Motivator Ketahanan Keluarga (MOTEKAR) di

lingkungan masyarakat Desa/ kelurahan di Jawa Barat.

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah membentuk Tim Pembina

Ketahanan Keluarga Daerah dalam menyelenggarakan pembangunan

ketahanan keluarga yang memiliki tugas merencanakan, mengkoordinasikan,

mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan kegiatan pembinaan pembangunan

ketahanan keluarga, serta memfasilitasi pembentukan tenaga motivator

ketahanan keluarga.Tugas tenaga motivator ketahanan keluarga (MOTEKAR)

antara lain : (a) mengidentifikasi, (b) memotivasi, (c) memediasi, (d)

mendidik, (e) merencanakan dan (f) mengadvokasi yang berkaitan dengan

pembangunan ketahanan keluarga dalam kehidupan masyarakat desa/

kelurahan di Jawa Barat.

Sebagian pelaksanaan tugas motivator ketahanan keluarga (MOTEKAR)

dalam kehidupan masyarakat desa/ kelurahan di Jawa Barat tersebut, ada yang

telah dilakukan oleh berbagai aktivis dalam kelompok masyarakat di

lingkungan majelis taklim, PKK, Posyandu dan berbagai jenis kelompok

masyarakat lainnya termasuk aktivis individual sebagai kader pemberdayaan

masyarakat (KPM) dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, tenaga

MOTEKAR merupakan tenaga-tenaga aktivis pemberdayaan keluarga yang

berpengalaman berasal dari daerah setempat untuk dapat melaksanakan tugas

sebagai motivator ketahanan keluarga.

Program ini dimulai pada tahun 2014 dengan merekrut sekitar 1000

orang sebagai tenaga motivator ketahanan keluarga yang tersebar di 200 desa/
8

kelurahan di 27 Kabupaten/ Kota di Jawa Barat, terutama daerah-daerah yang

memiliki tingkat ketahanan keluarga yang relatif rendah, baik rentan dari

aspek fisik, ekonomi, sosio-psikologi dan sosial budayanya.

B. Identifikasi Masalah

1. Banyak terjadi kasus perceraian mencapai angka sebanyak 63.881 kasus.

Hal tersebut disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT), pernikahan anak di bawah umur dan faktor ekonomi.

2. Terjadi peningkatan angka kasus perdagangan manusia (Human

Trafficking) khususnya terhadap perempuan dan anak.

3. Terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan

terhadap anak.

4. Jumlah angka pengangguran yang cenderung naik disebabkan karena masih

kurangnya kemampuan keterampilan masyarakat sehingga menyebabkan

ketidakberdayaan dalam perekonomian keluarga.

5. Tingginya jumlah drop out anak sekolah baik karena prilaku kenakalan

maupun faktor ketidakmampuan ekonomi, tingginya jumlah pekerja seks

remaja dan tingginya angka kriminalitas.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan oleh

motivator ketahanan keluarga ?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan oleh

motivator ketahanan keluarga


9

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman

dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah atau variabel didalam skripsi.

Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Pemberdayaan Keluarga melalui

Motivator Ketahanan Keluarga (MOTEKAR) di Kelurahan Sukahurip

Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya” (Studi tentang Pemberdayaan

Keluarga pada Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak

dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat), maka definisi operasional

yang perlu dijelaskan adalah:

1. Pemberdayaan Keluarga

Winarni (2004) dalam Suryana (2010: 18) mengungkapkan bahwa

inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal “pengembangan

(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya

kemandirian”. Sedangkan menurut Mas’oed (1990), beliau berpendapat

bahwa “pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya

(empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat”.

Keluarga adalah kelompok kecil yang memiliki pemimpin dan

anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban

bagi masing-masing anggotanya. Keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari ayah (suami), ibu (istri) dan anak. Dari

keluarga mereka mempelajari sifat-keyakinan, sifat-sifat mulia,


10

komunikasi dan interaksi sosial, serta keterampilan hidup. (Helmawati,

2014:42)

Pemberdayaan keluarga adalah proses pemberdayaan dalam internal

anggota keluarga yang dilandasi nilai kasih-sayang, pendidikan dan

pengasuhan baik pendidikan karakter, sosial maupun budayanya sehingga

dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan untuk

menjadikan keluarga yang berkualitas.

Pemberdayaan ini difasilitasi dari pihak luar dalam bentuk stimulasi dan

transformasi nilai keberdayaan yang berfungsi sebagai motivator, agar

keluarga tersebut memiliki keberdayaan diri melaksanakan fungsi-fungsi

keluarga sebagai sistem organisasi keluarga.

2. Motivator Ketahanan Keluarga (MOTEKAR)

MOTEKAR adalah kependekan dari motivator ketahanan keluarga,

yakni tenaga motivator ketahanan keluarga yang berasal dari masyarakat

yang memiliki pengetahuan, kemauan, kemampuan dan keterampilan serta

telah melalui proses seleksi di tingkat Provinsi Jawa Barat, untuk

memfasilitasi kegiatan pemberdayaan keluarga yang mengalami

kerentanan aspek fisik, ekonomi, psiko-sosial, dan sosial budaya untuk

meningkatkan kualitas keluarga menuju keluarga yang sejahtera.

F. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis
11

Hasil Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

mengenai proses pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan oleh motivator

ketahanan keluarga (MOTEKAR).

2. Kegunaan Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan

mengenai peran motivator ketahanan keluarga (MOTEKAR) dalam

melaksanakan pemberdayaan keluarga.

b. Merupakan konstribusi pemikiran bagi penulis dalam proses penerapan

ilmu pengetahuan yang telah diperoleh khususnya tentang

pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan keluarga .

c. Sebagai bahan masukan dalam melakukan proses pemberdayaan

keluarga serta merasang penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan pemberdayaan.

d. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan masukan dalam

pengembangan peran dan fungsi motivator ketahanan keluarga

(MOTEKAR) dalam memberdayakan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai