Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Upaya Pencegahan Skabies

2.1.1. Definisi Skabies

Scabies adalah salah satu kondisi dermatologis yang paling umum, yang menyebabkan

sebagian besar penyakit kulit di Negara berkembang. Secara global, di perkirakan memengaruhi

lebih dari 200 juta orang setiap saat, meskipun di perlukan upaya lebih lanjut untuk menilai

beban penyakit ini. Estimasi prevalensi dalam literatur terkait scabies baru baru ini berkisar dari

0,2% hingga 71% (WHO 2017).

Scabies adalah penyakit kulit yang sangat menular pada manusia dan mamalia lain yang

disebabkan oleh tungau parasit Sarcoptes scabiei (Griana, 2013). Wabah kudis scabietic secara

berkala terjadi pada berbagai macam spesies hewan domestik dan liar dan dapat menyebabkan

morbiditas dan mortalitas pada banyak spesies. Sarcoptes scabies terus menyebabkan masalah

kesehatan pada sebagian besar hewan dan manusia (chandler & Fuller, 2019)

2.1.2. Pencegahan skabies

Pencegahan penyakit scabies, harus menggunakan manajemen yang tepat dari

pengaturan panti jompo, pondok pesentren bahkan semua bentuk pendidikan boarding

school termasuk pembersihan yang memadai dari pakaian, tempat tidur dan peralatan yang

terkontaminas. Pada kombinasi dengan merawat semua pasien yang diduga scabies serta

isolasi kontak adalah penting jika telah terjadi penularan penyakit tersebut (Marotta, Toni,

Dallolio, Toni, & Leoni, 2018).


Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari

kontak langsung dengan penderita dan menghundari penggunaan barang-barang secara

bersama-sama dengan penderita. Pakaian dan barang-barang berbahan kain dianjurkan

disetrika terlebih dahulu sebelum digunakan, seprei penderita harus sering diganti dengan

yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti

bantal, guling, dan selimut disarankan dimasukkan kedalam kantung plastik selama tujuh

hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur dibawah sinar matahari sambil di bolak-balik

minimal dua puluh menit sekali (Mading & Bule Sopi, 2019).

2.1.3. faktor pencegahan skabies

Perilaku pencegahan sakbies dapat dipengaruhi oleh umur seseorang. Karena umur

mencerminkan kedewasaan seseorang. Semakin bertambah umur maka semakin matang pola

pikirnya (Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan dan sikap anak di umur remaja mempengaruhi

perilaku hidup bersih dan sehatnya (Suryani et al., 2020). Jika dikaitkan dengan pencegahan

skabies, dimana umur lebih dewasa lebih tahu dan paham mengenai cara pencegahan skabies.

2.2. Tentang penyakit skabies

2.2.1. Definisi penyakit skabies

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang dapat menyerang manusia dan

binatang. Etiologi skabies pada manusia adalah Sarcoptes scabiei varian hominis.

Penyakit ini ditemukan pertama kali pada tahun 1687 oleh Benomo dan sejak itu dikenal

sebagai penyakit “seven-year itch”. Sarcoptes scabiei betina akanmenggali terowongan di

bawah kulit mengeluarkan sekreta maupun ekskreta sehingga memicu respons imun host
dan menyebabkan gatal serta ruam. Skabies seringkali diabaikan karena dianggap tidak

mengancam jiwa, namun kondisi yang menahun dan berat dapat menyebabkan infeksi

sekunder.

2.3. Konsep Pondok Pesantren

2.3.1. Definisi Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan asli indonesai. Dalam sejarah pertumbuhannya, ia

memiliki akar tradisi sangat kuat di lingkungan masyarakat. Pengakuan dan perhatian

pemerintah terhadap lembaga ini telah di mulai sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia.

Ki hajar dewantara, bapak pendidikan nasional, adalah tokoh yang meyokong dan

pernah melaksanakan pendidikan dengan sistem pondok. Menurut beliau, sistem ini adalah

sistem nasional. Sisitem ini hidup di masyarakat semenjak zaman hindu-budha sampai

sekarang. Dalam sistem pengajaran dan pendidikan selalu berhubungan, sebab hubungan dan

murid berlangsung terus menerus, siang dan malam. Lagi pula, dalam sistem ini dapat berpadu

pada satu perguruan, kepemudaan, dan kekeluargaan sekaligus. Selain itu KH. A, Wahid

Hasyim, sewaktu menduduki jabatan mentri agama, telah meletakkan dasar-dasar kementrian

agama pemerintah terhadap agama.

2.3.2. Fungsi Pesantren

Pesantren bukan merupakan institusi pendidikan ke agamaan yang statis, agar ia bisa

bertahan dengan berbagai tantangan zamannya maka ia mengubah diri tanpa kehilangan

identitas khasnya. Awalnya pesantren didirikan sebagai lembaga dakwah atau penyiaran agama

islam. Dari misi dakwah islamiyah inilah kemudian muncul atau terbangun sistem pendidikan.

Di masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan di banding unsur pendidikan. Dalam catatan
saridjo fungsi pesantren pada kurun wali songoadalah sebagai pencetak calon ulama dan

muballigh yang militan dalam menyiarkan agama islam.

Jika sejarah pesantren di amati secara cermat, kita akan menemukan bahwa fungsi

pesantren itu ada tiga, yakni fungsi ke agamaan, fungsi kemasyarakatan, dan fungsi pendidikan.

Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang, ada juga yang menilai fungsi utama

pesantren adalah fungsi pendidikan untuk mencetak ahli-ahli agama, namun ternyata fungsi itu

di pandang belum sempurna karena tuntutan masyarakat menginginkan lebih dari itu, karena itu

sejak tahun 1970-an pesantren juga di dorong untuk memperluas fungsinya dari fungsi

pendidikan ke fungsi pengembangan masyarakat.

2.3.3. Prinsip-prinsip pesantren

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang multidimensional niscaya tidak akan

bertahan di terpa berbagai badan perubahan zaman. Di muka telah di uraikan bagaimana

fungsinya yang demikian komprehensif dalam sejarah Indonesia, yang bukan hanya

memfungsikan diri sebagai pencetak masyarakat yang melek huruf dan budaya, akan tetapi ia

juga berfungsi sebagai mesin pertahanan spiritual dan moral serta juga memperjuangkan

kemerdekaan Indonesia dan berperan serta membangun dan memajukan bangsa Indonesia.

Realitas sejarah memperlihatkan kepada kita bagaimana pesantren tetap eksis dalam perubahan

zaman. Kesemuanya terjadi, di sebabkan pesantren memiliki prinsip-prinsip nilai yang

melandasinya.

Menurut mastuhu, pesantren mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Teosentesis
Teosentesis artinya sistem pendidikan pesantren mendasarkan falsafah pendidikannya

pada falsafah teosentris

b. Sukarela dan mengabdi

Karena mendasarkan kegiatan pendidikan sebagai suatu ibadah, penyelenggaraan

pesantren di laksanakan secara sukarela (ikhlas) dan mengabdi semata-mata dalam

rangka beribadah kepada Allah SWT.

c. Kearifan

Kearifan yakni bersikap perilaku sabar, rendah hati, patuh kepada ketentuan hukum

agama, tidak merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan

bersama menjadi titik tekan dalam kehidupan pesantren dalam rangka mewujudkan

sikap arif.

d. Kesederhanaan

Salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku warganya adalah

penampilan sederhana, dalam artian tetap berkemampuan, bersikap dan berpikir wajar,

profesional dan tidak merugikan orang lain.

e. Kolektivitas

Pesantren menekankan pentingnya kolektivitas dari pada individualisme. Implikasi dari

prinsip ini, di pesantren berlaku pendapat bahwa dalam masalah hak seseorang harus

mendahulukan kepentingan orang lain, sedangkan dalam masalah kewajiban, dia harus

mendahulukan kewajibannya sendiri sebelum orang lain.

f. Mengatur kegiatan bersama

Merujuk kepada nilai-nilai pesantren yang bersifat relatif, santri, dengan bimbingan

ustad dan kiai, mengatur hampir semua kegiatan proses belajarnya sendiri.
g. Kebebasan terpimpin

Prinsip ini di gunakan pesantren dalam menjalankan kebijakan kependidikannya.

h. Mandiri

Dalam kehidupan pesantren, sifat mandiri tampak jelas. Sikap ini dapat di lihat dari

aktivitas keseharian santri dalam mengatur dan bertanggung jawab atas keperluannya

sendiri.

i. Mengamalkan ajaran-ajaran islam

Pesantren sangat mementingkan pengamalan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga kehidupannya selalu dalam rambu-rambu hukum islam.

j. Tempat mencari ilmu dan mengabdi

Ilmu bersifat suci dan tidak berpisah dari bagian agama, sehingga modern berpikir pun

berangkat dari keyakinan dan berakhir pada kepastian. Ilmu tidak di pandang sebagai

kemampuan berpikir metodilogis, tetapi sebagai berkah.

k. Tanpa ijazah

Seiring dengan prinsip-prinsip sebelumnya, pesantren tidak memberikan ijazah atau

sertifikat sebagai tanda keberhasilan belajar. Alasannya, keberhasilan tidak di ukur

dengan ijazah yang di tandai dengan angka-angka, tetapi di ukur dengan prestasi kerja

yang di akui oleh masyarakat.

l. Restu kiai

Dalam kehidupan pesantren, semua aktivitas warga pesantren sangat tergantung pada

restu kiai, baik ustad, pengurus, maupun santri.


LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Silvia

NIM : 14401.19.20017

Judul Proposal : Upaya pencegahan penyakit skabies di kalangan pondok

pesantren

Pembimbing : Titik suhartini, S.Kep,Ns.,M.Kes

Hari/tg BAB/Halaman Isi Konsultasi TTD

Anda mungkin juga menyukai