disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Kritis
Dosen pengampu :
Disusun oleh :
BANDUNG
2021
Judul Artikel Neuroscience And The Construction of a New Child in Early
Childhood Education in Indonesia: A Neoliberal Legacy
Penulis Vina Adriany dan Jan Newberry
Tahun Terbit 2021
DOI 10.1177 / 0011392120985875
Pendahuluan
Ilmu saraf dianggap sebagai sistem kebenaran, dan karena itu dapat memengaruhi
cara berpikir guru dan orang tua. Kaitannya dengan modal capital, ini mungkin investasi
di masa yang akan datang, misalnya keberhasilan masa kanak-kanak akan berdampak
pada masa dewasa, seperti yang dijelaskan oleh teori ilmu saraf, pada usia 0-4 tahun
kapasitas perkembangan otak anak adalah 50%. usia 4-8, otaknya telah berkembang
menjadi 80%; pada usia 8-18, otaknya telah berkembang menjadi 100%, meskipun
teorinya belum tentu 100% benar. Warisan ilmu saraf dan neoliberalisme membentuk
kebenaran baru di masa kecil Indonesia. Kerangka konseptual ilmu otak yang didasarkan
pada kepastian biologis menunjukkan bahwa otak tidak hanya akan berpengaruh besar
pada perkembangan anak saat ini tetapi dapat mempengaruhi di masa yang akan datang.
Bank Dunia dan lembaga donor lainnya sering menggunakan ilmu saraf sebagai
dasar yang masuk akal untuk intervensi dalam keluarga dengan latar belakang sosial
ekonomi yang lebih lemah (Mahon, 2010). Misalnya, kebijakan program PAUD untuk
masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia saat ini tidak hanya memperhatikan
kesehatan otak di dalam kandungan, tetapi juga kegiatan untuk perkembangan otak yang
optimal pada bayi dan balita (Newberry, 2017).
Selain secara langsung mengikat perkembangan otak dan perkembangan ekonomi nasional,
pendekatan Neuroscience cenderung menganggap orang tua sebagai tanggung
jawabperkembangan otak anak-anak mereka. Allen (2011), misalnya, menegaskan bahwa
kelalaian. Praktik pengasuhan anak dapat merusak perkembangan otak anak. Wacana ilmu
saraf dipromosikan sebagai obat yang paling ampuh untuk gaya pengasuhan yang lalai dari
anak-anak yang memiliki latar belakang kurang beruntung.
Teoritical framework
Wacana kebenaran ini dapat dipahami sebagai bentuk modifikasi dari latihan dan
pemikiran. Di mata Foucaul, kekuasaan tidak terpusat, tetapi disalurkan. (Fenech &
Sumsion, 2007). Neuroscience telah menjadi kebenaran baru dalam PAUD melalui
reproduksinya sebagai wujud otoritas dalam kebijakan dan praktik pendidik anak usia dini
serta tumbuhnya program PAUD swasta dan publik, khususnya di Indonesia.
Kekuatan wacana global tentang perkembangan anak ini adalah kekuatan kemiskinan dan
ketidaksetaraan untuk dimasukkan ke dalam cerita-cerita lokal tentang perkembangan anak.
Tapi jangan fokus pada tingkat kemiskinan masyarakat. Sebagai sebuah negara, Indonesia
merupakan negara yang sangat kompleks. Sebagai contoh, studi Pangastuti (2020) pada
masyarakat miskin di Indonesia menemukan bahwa guru tidak menyadari dampaknya. Ini
adalah efek kemiskinan pada perkembangan anak, tetapi sangat terkait erat dengan konsep
ilmu saraf dalam merangsang otak anak-anak.Sejarah ilmu saraf Indonesia yang meragukan
wacana ilmu saraf di ECE dimulai pada tahun 2001 ketika Bank Dunia terlibat dalam
pengembangan PAUD Indonesia (Adriany dan Saefullah, 2015).
Terkait wacana ilmu saraf menurut Pen, 2011, bahwa merangsang perkembangan otak
merupakan intervensi penting bagi anak usia dini untuk belajar dan menyatakan bahwa
anak yang berhasil akan mencapai tujuan pendidikannya sebagai investasi dalam
perekonomian nasional. Tujuan pengembangan khusus yang menekankan pentingnya
pendidikan dini dan fokus yang jelas pada perkembangan otak telah muncul dalam SDGs
berikutnya (Dreyer, 2016; Sachs, 2012). Ini mencakup tidak hanya kesehatan otak
endometrium, tetapi juga aktivitas untuk perkembangan otak yang optimal pada bayi dan
balita (Newberry, 2017).
Neuroscience sering digunakan oleh Bank Dunia dan lembaga donor lainnya
sebagai basis untuk membenarkan intervensi bagi keluarga dari latar belakang sosial
ekonomi rendah (Mahon, 2010). Misalnya, kebijakan program ECE untuk masyarakat
berpenghasilan rendah di Indonesia sekarang memperhitungkan tidak hanya kesehatan otak
dalam rahim tetapi juga mencakup kegiatan untukperkembangan optimal otak untuk bayi
dan anak kecil (Newberry, 2017).
Selain secara langsung mengikat perkembangan otak dan perkembangan ekonomi
nasional, pendekatan Neuroscience cenderung menganggap orang tua sebagai tanggung
jawabperkembangan otak anak-anak mereka. Allen (2011), misalnya, menegaskan bahwa
kelalaian. Praktik pengasuhan anak dapat merusak perkembangan otak anak. Wacana ilmu
saraf dipromosikan sebagai obat yang paling ampuh untuk gaya pengasuhan yang lalai dari
anak-anak yang memiliki latar belakang kurang beruntung.
Tidak hanya anak dan orang tua yang diatur, tetapi guru juga tunduk bentuk disiplin
ini. Di Indonesia, Wacana Neuroscience dipromosikan tidak hanya dalam dokumen
pemerintah,tetapi juga disebarluaskan di berbagai program PAUD formal dan informal,
taman kanak-kanak juga seperti dalam inisiatif POSYANDU. Kami dibuat untuk percaya
itu masalah di masyarakat bisa dihilangkan dengan memperbaiki otak anak, yang bisa kita
lihat dan ukur secara transparan, dan kondisi anak bisa diperbaiki dengan stimulasi otak
mereka. Neuroscience telah membuat pendidik dan pembuat kebijakan mengabaikan lebih
signifikan masalah seperti kemiskinan dan ketidaksetaraan global.
Dalam wacana yang disajikan di sini, kita melihat bagaimana anak itu dianggap
pasif dan rapuh,bahkan orang tua dan guru harus melindungi kerapuhan itu. Ide-ide ini
langsung kontradiksi wacana hak anak yang menekankan pada anak kecil sebagai memiliki
agensi (Tesar et al., 2016), dan mereka bahkan tidak konsisten dengan wacana yang
berpusat pada anak tentang ECE yang diklaim oleh Indonesia untuk dipromosikan
(Adriany, 2015).
Namun di semua taman kanak-kanak dalam penelitian ini tidak ada alat teknologi
yang bisa mengukur aktivitas otak anak-anak. Sebaliknya, pengukurannya dialih kan ke
perilaku. Sekolah lain yang kami kunjungi mengadopsi konsep disiplin positif, sebuah
istilah yang berakar pada sekolah behaviourisme yang percaya bahwa perilaku anak dapat
dilatih. Di sini, sudah lama sekali pendekatan behaviourisme terkait dengan 'kebenaran'
ilmu saraf tanpa dukungan bukti hubungan antara keduanya. Sebagai Weisberg et al. (2008:
470) menyatakan, 'ilmu saraf bahkan tidak relevan informasi dalam penjelasan tentang
fenomena psikologis dapat mengganggu manusia kemampuan untuk secara kritis
mempertimbangkan logika yang mendasari penjelasan ini. Peran guru hanya sekedar
merayakan tanpa di dukung oleh ilmu pengetahuan yang lengkap.
Anak di tuntut untuk berkontribusi untuk negara di masa depan. Perkembagan anak
dapat diukur di Indonesia sendiri ada yang namnya rezim STPPA ( dasar transparansi).
Perkembangan anak dapat terlihat oleh orang dewasa. Sosial emosional anak mudah
dideteksi. Ilmu otak ini dihubungkan dengan prilaku intrapersonal/ interpersonal anak, dan
ditransparansikan dalam bentuk kerusakan atau perkembangan. Dengan kata lain, hubungan
anak kepada dunia dalam konteks lokal dan historisnya tidak boleh diabaikan.
Anak transparan yang dicitrakan dan dibayangkan melalui ilmu saraf memperkuat
jangka panjang standarisasi tujuan pembangunan yang memiliki hubungan paradoks
terhadap wacana yang menekankan perlunya pendekatan yang berpusat pada anak dan
fleksibilitas dalam mendidik seluruh anak sebagai pelajar yang aktif dan terlibat.
Ketergantungan pada standar global pembangunan menyembunyikan efek neo-kolonial dari
demokratisasi neoliberal di tempat-tempat seperti Indonesia dengan penekanan pada
investasi pada sumber daya manusia. Mungkin sebagian besar penting, fokus sempit pada
pengoptimalan otak mengabaikan rangkaian hubungan yang lebih luas di mana anak itu
hidup, belajar dan tumbuh serta bukti yang semakin banyak tentang caranya otak hanyalah
bagian dari sistem ekologi kompleks yang meluas ke seluruh dunia dan seterusnya tubuh
(Slaby dan Gallagher, 2015). Kekuatan gambar transparan otak sebenarnya bisa
menyembunyikan peran kemiskinan, gender dan bentuk perbedaan sosial lainnya itu
memengaruhi perkembangan anak dengan mengabaikan sistem hubungan yang lebih besar
ini.
Ilmu saraf telah menjadi "kebenaran" baru dalam pendidikan dasar di seluruh dunia,
bahkan di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan caranya keselarasan wacana
ilmu saraf dan warisan neoliberalisme membangun bentuk baru masa kanak-kanak di
Indonesia. Kerangka Konseptual Ilmu Otak Berdasarkan determinisme biologis
menunjukkan bahwa perkembangan otak tidak hanya akan mempengaruhi secara signifikan
dalam perkembangan anak-anak saat ini, tetapi juga itu akan berdampak pada
perkembangan masa depan Anda. Ilmu saraf juga didasarkan pada gagasan itu transparansi.
Kerangka konseptual itu mencakup gagasan bahwa pikiran seorang anak itu dapat dibuat
terlihat dengan sarana teknologi dan langkah-langkah pembangunan standar. Wacana
neoliberal global memperkuat pendekatan tekno-ilmiah ini dengan gagasan itu merangsang
perkembangan anak memfasilitasi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penggunaan ini
instrumental perkembangan anak kontras dengan wacana yang difokuskan pada otonomi
dari anak itu. Dokumen ini didasarkan pada hasil pekerjaan lapangan yang telah
diselesaikan dan berkelanjutan. Mulai dari konsep Foucauldian tentang kekuatan disiplin,
saya akan membantah bahwa ilmu saraf telah menjadi bentuk pengawasan yang
membangun anak sebagai subjek yang terbuka untuk tatapan dan kewaspadaan orang
dewasa. Hasil yang diekspos mereka juga menggambarkan ketegangan dan negosiasi antara
nilai-nilai lokal dan nilai-nilai global di konstruksi sebagai bentuk baru masa kanak-kanak
di Indonesia.
Conclusion
Artikel ini menggambarkaan mengenai konstruksi anak pada anak usia dini melalui
penyebaran wacana ilmu saraf dalam program PAUD di Indonesia. Transparansi otak anak
dan perkembangannya melalui ilmu saraf telah menjadi sistem kebenaran dan sistem
pemerintahan yang mengontrol cara berpikir guru. Keterbatasan penggunaan sederhana dari
wacana ilmu saraf lebih diakui. Misalnya, penyesuaian sederhana ilmu saraf. Pendidikan
prasekolah, baik secara implisit maupun eksplisit, mengasumsikan bahwa perdebatan
ekonomi pendidikan prasekolah merupakan suatu integrasi, bukan tahap prasekolah. Ini
sangat penting untuk diperhatikan, karena sebagai aspek tumbuh kembang anak yang sering
terabaikan, terutama di Indonesia dan di tempat lain. Dengan kata lain, jiwa yang
berkembang melalui otak, tubuh dan lingkunganlah yang patut kita perhatikan, perhatian
untuk mewujudkan, mengatur dan mengembangkan ini. Dengan kata lain, bukan hanya
otak yang perlu kita perhatikan, tetapi juga sekolah dan siswa. Fleksibilitas perkembangan
sosial global dalam ketegangan dengan akuntansi transparan berdasarkan penyalahgunaan
penelitian ilmu saraf untuk membuat kebijakan monopolistik jenis transparansi tertentu dan
kebangkitan ilmu otak, mengejar standar dan kemudahan. menyerukan kepada negara dan
donor untuk berusaha menunjukkan bahwa tujuan pembangunan dapat dicapai di bidang
anak usia dini, termasuk investasi dalam pendekatan sumber daya manusia, ilmu saraf anak
usia dini Tindakan pengembangan yang bertanggung jawab yang diambil untuk
memasukkan intervensi anak usia dini iptek adalah keadaan kemiskinan anak dan situasi
yang bisa mencegahnya.