Anda di halaman 1dari 7

Pejabat Daerah yang Tak Laksanakan Perpres Kemudahan Berusaha Terancam Sanksi

29/01/2018, 19:48 WIB


Penulis: Andri Donnal Putera
JAKARTA, KOMPAS.com - Pejabat daerah yang tidak menjalankan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha dipastikan diberi
sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan. Salah satu pelanggarannya yaitu bila tidak
membentuk satuan tugas (satgas) serta pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sesuai amanat
Perpres itu sendiri. "Kalau (satgas dan PTSP) tidak selesai juga, ada sanksi, mulai dari
pengambilan resiko fiskal. Itu sekarang lagi kami benerin Perpresnya di Kementerian
Keuangan," kata Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi saat
menghadiri Member's Gathering Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di gedung Permata
Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018). Dari revisi Perpres tersebut nantinya juga akan
diatur pemberian reward bagi jajaran pemerintah daerah yang patuh melaksanakan amanat
Perpres. Reward yang dimaksud di antaranya berupa penambahan kecepatan, kelancaran, serta
bantuan dalam arti memeroleh tambahan fiskal. Sementara itu yang tidak mematuhi Perpres
91/2017 tidak akan menerima insentif seperti yang sudah patuh.
Ditambah lagi, dari undang-undang lain yang mengatur soal kemudahan berusaha, terdapat
sanksi administratif bagi pejabat yang tidak menjalankan Perpres tersebut. "Pejabat yang tidak
melaksanakan akan mendapat teguran, bisa teguran tertulis, pemberhentian sementara, sampai
pemberhentian tetap," tutur Edy. Target maksimal pembentukan satgas dan PTSP di masing-
masing daerah adalah akhir Januari 2018. Berdasarkan update data per 22 Januari 2018, baru ada
10 dari total 34 satgas tingkat provinsi. Sedangkan untuk PTSP sudah ada semua sebanyak 34
PTSP di masing-masing provinsi. Adapun untuk tingkat kabupaten/kota, baru terbentuk 75 dari
total target 514 satgas. Sementara PTSP di tingkat kabupaten/kota baru ada 494 dari total 514
wilayah kabupaten/kota. Di 11 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta 5 Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Free Trade Zone (FTZ), sudah semuanya tersedia
PTSP sesuai amanat dalam Perpres 91/2017.

Sumber Berita: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/29/194828026/pejabat-daerah-yang-


tak-laksanakan-perpres-kemudahan-berusaha-terancam (diakses pada 17 Maret 2018 pada 15:11)
Perppu Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Resmi Jadi Undang-
Undang

30 Agustus 2017, 10:49

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah resmi mengubah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis Rabu (30/8/2017) pengundangkan Perppu menjadi
undang-undang tersebut dilakukan pada 23 Agustus 2017 lalu dengan nomor lembar negara 190.

Adapun pengundangan tersebut dilakukan setelah DPR menyetujui meteri Perppu itu diterapkan
untuk mendongkrak penerimaan pajak pemerintah.

Undang-undang itu merupakan regulasi primer sebagai persiapan assessment Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) terkait implementasi automatic exchange of
information atau AEoI.

Substansi UU No.9 Tahun 2017 tersebut mencakup keterbukaan akses informasi ke lembaga jasa
keuangan. Sejumlah regulasi kerahasiaan di lembaga jasa keuangan yang menjadi penghalang
Direktorat Jenderal Pajak dianggap tidak berlaku selama terkait dengan perpajakan.

Selain Undang-Undang, pemerintah juga tengah mengebut persiapan IT System tang rencananya
akan dinilai oleh OECD dalam waktu dekat ini. Persiapan sistem teknologi dan informasi sudah
mencapai 90%.

Sumber Berita: http://jakarta.bisnis.com/read/20170830/9/685505/perppu-akses-informasi-


keuangan-untuk-kepentingan-perpajakan-resmi-jadi-undang-undang (diakses pada 17 Maret
2018 pada 15:23)
UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan Jamin Ekspresi Kebebasan Budaya

21/10/2017

Penulis: Heru Guntoro

INFONAWACITA.COM – Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Hilmar Farid menyebut keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan menjamin ekspresi kebebasan budaya bisa berkembang di masyarakat.

“Awalnya banyak pertanyaan untuk apa kebudayaan harus diatur, mengingat kebudayaan justru
butuh kebebasan bergerak. Sehingga undang-undang ini justru dikhawatirkan membuat budaya
menjadi kaku,” kata Hilmar dalam konvensi UU 5 Tahun 2017 oleh Koalisi Seni di Jakarta,
Jumat (20/10).

Sejak awal, ia menegaskan bahwa UU ini tidak membatasi tetapi sebaliknya justru menjamin
agar ekspresi budaya dapat berkembang semakin baik secara artistik hingga sosial.

Sedangkan serangkaian pemajuan kebudayaan yang dimaksud dalam UU, menurut Hilmar, akan
dimulai dengan memberikan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan serta pembinaan untuk
sumber daya manusia kebudayaan.

“Sehingga jelas mandat pertama dalam undang-undang ini melindungi terlebih dulu sebelum
mengembangkannya. Setelah dikembangkan tentu dimanfaatkan, di sini industri bisa masuk
untuk memanfaatkannya namun undang-undang akan memastikan tidak ada komersialisasi tanpa
batas,” ujar dia.

Sedangkan pembinaan yang dimaksud dalam UU, Hilmar mengatakan harus menjadi orientasi
untuk bisa memajukan kebudayaan.

Caranya tentu dengan melengkapi sarana dan prasarananya, infrastrukturnya, akses hingga
sekolah-sekolah kesenian dan kebudayaan.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa secara konkrit pelaksanaan UU tersebut akan mengacu pada
turunan-turunannya.

Strategi Pemajuan Kebudayaan

Secara sistematis dengan strategi pemajuan kebudayaan dijalankan melalui Peraturan Presiden
(Perpres).

“Pasti akan banyak perdebatan tapi tetap akan dijalankan. Lalu ada Rencana Induk Pemajuan
Kebudayaan yang juga disiapkan, dilanjutkan dengan memasukkannya dalam RPJMN, lalu RKP
tahunan,” katanya.

Namun di atas semuanya ia menegaskan bahwa Undang-undang Pemajuan Kebudayaan ini akan
menjadi kosong jika tidak ada keterlibatan masyarakat dalam menjalankannya.

“Karena kita percaya kebudayaan itu adanya di masyarakat, bukan di Pemerintah. Saya, hanya
memastikan agenda bagus di masyarakat bisa berkembang”. (ANT/HG)

Sumber Berita: https://infonawacita.com/uu-no-5-tahun-2017-tentang-pemajuan-kebudayaan-


jamin-ekspresi-kebebasan-budaya/ (diakses pada 17 Maret 2018 pada 15:54)
Ini Dampak Pemberlakuan Perppu Akses Informasi Keuangan
17/05/2017, 15:57 WIB
Penulis : Nabilla Tashandra
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah dampak berpotensi muncul akibat kebijakan dari
pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu) Nomor 1 Tahun 2017
tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Melalui aturan ini, Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memiliki keleluasaan untuk mengakses informasi
keuangan nasabah yang merupakan wajib pajak. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan
menuturkan, dampak pertama adalah konsekuensi bagi persaingan bisnis perbankan. Dengan
kondisi mudahnya akses informasi perbankan ke dunia internasional secara global, maka situasi
tersebut dapat digunakan untuk sistem kompetitif terbuka. "Konsekuensinya bagi perbankan
yang santai-santai saja, bank-bank pelat merah yang tidak ada save di pasar tentunya
mengakibatkan potensi untuk kalah bersaingnya besar," kata Taufik di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Rabu (17/5/2017). Kedua, perppu tersebut berkaitan dengan manajemen
perbankan secara siber. Karena itu harus dibekali dengan batasan yang kuat agar tidak berujung
penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu. Pemberlakukan perppu juga diharapkan didukung
aspek kemajuan teknologi. "Jadi sungguh pun ini transparan, terbuka, mengikuti ketentuan
internasional, tapi tidak mudah untuk di-hack sehingga tidak disalahgunakan," ucap politisi
Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Ketiga, prinsip manajemen terbuka tersebut membuat
aktivitas perbankan terbuka dan transparan. Sehingga siapa pun tidak bisa menyembunyikannya.
"Sampai berapa rupiah pun tahu semua. Jadi kita sudah enggak bisa lagi menyembunyikan.
Masyarakat tidak bisa menghindari ketentuan yang ada di era transformasi kultural itu,
khususnya perbankan," ujarnya. Taufik berharap kebijakan ini tak lantas membuat masyarakat
jadi malas untuk menyimpan uang di bank. Oleh karena itu, merupakan tugas pemerintah untuk
memperkuat kebijakan ini dengan sistem yang mampu mencegah peretasan atau hacking.

"Mungkin masyarakat ada sebagian yang dampak negatifnya, malas ke bank. Sehingga
menyimpan uang di bawah bantal. Ini tantangan, artinya itu menjadi konsekuensi manakala itu
bisa dihindari, diperkuat," kata politisi dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII itu. Menteri
Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada Selasa (16/5/2017) malam mengungkapkan,
sebenarnya, jauh sebelum perppu ini ada, Ditjen Pajak sudah memiliki kewenangan untuk
mengakses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Hanya saja, Ditjen Pajak harus
meminta izin kepada Bank Indonesia. Bukan perkara gampang mendapatkan izin dari BI.
Prosesnya kerap membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akibatnya, pemeriksaan pajak bisa
menjadi molor. (Baca: Perppu Rampung, Ditjen Pajak Bisa Intip Rekening Tanpa Izin Menkeu
dan BI) Namun setelah adanya Perppu Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan
Perpajakan, Ditjen Pajak tidak perlu lagi susah payah. Ditjen Pajak bisa langsung meminta data
kepada bank. Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan, Presiden Joko Widodo sudah
meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. "Perppu itu, tertanggal 8 Mei 2016, sudah
diundangkan," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Sumber Berita:

https://nasional.kompas.com/read/2017/05/17/15571911/
ini.dampak.pemberlakuan.perppu.akses.informasi.keuangan (diakses pada 17 Maret 2018 pada
16:03)
Jokowi Teken UU Pemilu

19 Agu 2017, 16:29 WIB

Penulis: Ahmad Romadoni

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowii sudah menandatangani Undang-
Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu. Undang-undang ini sempat menghadapi pasang surut
karena perdebatan alot di DPR.

"UU Pemilu sudah diundangkan pada 16 Agustus," kata Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi,
Sabtu (19/8/2017).

Dengan ditandatanganinya undang-undang itu, semua instansi terkait sudah bisa menjalankan
aturan yang tertuang pada undang-undang itu.

"Nomornya, UU Nomor 7 Tahun 2017," imbuh Johan.

UU Pemiluu akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 21 Juli 2017. Saat proses
pengesahannya, empat fraksi di DPR yakni Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN melakukan walk
out. Undang-undang itu kemudian tetap disahkan oleh sidang paripurna.

Keempat partai itu menolak klausal ambang batas pencalonan Presiden atau presidential
threshold. Mereka menolak draft yang diajukan pemerintah, yakni 20 persen kursi DPR dan 25
persen suara sah nasional.

Desakan untuk menandatangani UU Pemilu muncul atas alasan keperluan gugatan di Mahkamah
Konstitusi (MK). Ada beberapa pihak yang melakukan judicial review terhadap undang-undang
itu, namun MK tidak bisa memproses kalau undang-undang belum ditandatangani dan diberi
nomor.

Sumber Berita: http://news.liputan6.com/read/3063622/jokowi-teken-uu-pemilu (diakses pada


21 Maret 2018 pada 05:45)

Anda mungkin juga menyukai