Anda di halaman 1dari 5

NAMA : DIAN RHAMADHAN

NIM : 02011281621167
KELAS :B

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

A. Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional


Pada masa kekaisaran Romawi, pola hubungan Internasional sudah mulai tampak
dalam wujud yang sederhana dengan adanya hubungan-hubungan antara;
a. Warga Romawi dengan orang-orang asing
b. Orang-orang asing atau orang-orang yang berhubungan dengan lebih dari satu daerah di
dalam wilayah Romawi, sehingga ia dapat dianggap sebagai subjek dari beberapa
yurisdiksi yang berbeda.
Sejalan dengan timbul pula masalah tentang hukum apa yang harus diberlakukan untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul dari hubungan-hubungan hukum itu.
Untuk menyelesaikan sengketa-sengketa semacam itu dibentuklah lembaga peradilan
khusus yang disebut Praetor Peregrinis.
Hukum yang diberlakukan oleh para hakim, pada dasarnya adalah hukum yang
diberlakukan untuk Civil Romawi, yaitu IUS CIVILE, tetapi yang di sana-sini disesuaikan
untuk kebutuhan pergaulan Internasional. Ius Civile yang diadaptasikan untuk pergaulan yang
bersifat Internasional itu disebut IUS GENTIUM.

B. Masa Pertumbuhan Asas Personalia (Abad 6-10 Sesudah Masehi)


Pada akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi ditaklukkan bangsa “Barbar” dari Eropa
bekas wilayah Romawi diduduki oleh berbagai suku bangsa yang satu sama lain berbeda
secara genealogis. Kedudukan Ius Civile menjadi kurang penting, karena masing-masing dari
mereka memberlakukan hukum personal, hukum keluarga serta hukum agama nya masing-
masing di daerah yang didudukinya.
Dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut dua suku berbeda, biasanya
ditentukan terlebih dahulu kaidah-kaidah hukum adat masing-masing suku untuk kemudian
ditetapkan hukum mana yang akan diberlakukan
C. Pertumbuhan Prinsip Teritorial (Abad 11-12)
1. Di Eropa Utara
Di kawasan ini peralihan dari struktur masyarakat genealogis ke masyarakat territorial
tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat Feodalistis, khususnya di wilayah Inggris,
Perancis dan Jerman sekarang. Semakin banyak pengusaha tanah yang berkuasa dan
memberlakukan hukum mereka sendiri terhadap semua orang dan semua hubungan hukum
yang berada di dalam wilayahnya.
Dengan perkataan lain, tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing dan hak-hak yang
dimiliki seseorang asing dapat dicabu begitu saja oleh pengusaha. Dalam situasi seperti ini
tidak ada perkembangan Hukum Perdata Internasional yang berarti di kawasan ini sampai
dengan abad ke 16.

2. Di Eropa Bagian Selatan


Transformasi dari asas personal-genealogis ke asas teritorial di kawasan ini
berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan pusat-pusat perdagangan. Dasar ikatan antar
manusia di sini adalah tempat tinggal yang sama.
Keanekaragaman sistem-sistem hukum lokal ditambah tingginya intensitas
perdagangan antar kota seringkali menimbulkan problem pengakuan terhadap hukum dan
hak-hak asing di dalam wilayah suatu kota.
Secara langsung atau tidak langsung, situasi ini mendorong tumbuhnya pemikiran
orang tentang kaidah-kaidah hukum perselisihan yang dapat dianggap sebagai cikal bakal
dari kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional.

D. Masa Perkembangan Teori Statuta Di Italia (Abad ke 13-15)


Bartolus De Sassaferroto berusaha mengembangkan asas-asas untuk menentukan
wilayah berlaku dari setiap aturan hukum yang berlaku, dengan mengajukan pertanyaan
utama yaitu: Hubungan-hubungan hukum apa sajakah yang dapat dimasukkan ke dalam
lingkup pengaturan suatu aturan hukum. Ini adalah awal dari perkembangan Teori Statuta.
Yang dimaksud Statuta adalah: “Semua kaidah hukum lokal yang berlaku dan menjadi
ciri khas suatu kota (di Italia) yang berbeda dari kaidah-kaidah hukum umum yang
berlaku di seluruh Italia”.
Berdasarkan lingkup suatu Statuta, terbagi menjadi tiga kelompok/jenis Statuta, yaitu:

a. Statuta Realia
b. Statuta Personalia
c. Statuta Mixta

Penjelasan:
- Statuta Realia adalah yang berkenaan dengan Benda. Ditinjau dari lingkup
berlakunya, suatu aturan hukum yang dikategorikan dalam statuta realia pada
dasarnya berasas territorial dan hanya berlaku di dalam wilayah penguasa yang
memberlakukannya.
- Statuta Personalia adalah statute yang berkenaan dengan orang dalam peristiwa-
peristiwa hukum yang menyangkut pribadi dan keluarga. Ditinjau dari lingkup
berlakunya, kaidah hukum statute ini hanya berlaku terhadap orang yang berkediaman
tetap di wilayah pengusaha yang memberlakukan statuta itu dan tetap berlaku
meskipun ia sedang berada di wilayah pengusaha lain.
- Statuta Mixta adalah kaidah-kaidah hukum yang lebih banyak perbuatan-perbuatan
hukum daripada suatu subjek hukum atau suatu benda.

E. Teori Statuta Di Perancis (Abad ke 16)


Struktur kenegaraan di Perancis pada abad ke 16 mendorong orang untuk mempelajari
hukum perselisihan secara intensif. Propinsi-propinsi di Perancis secara politis memiliki
sistem hukumnya masing-masing yang disebut coutume (customs) yang dalam konteks ini
pengertiannya kurang lebih sama dengan Statuta.
Konflik hukum antar propinsi pun sering terjadi akibat adanya keragaman customs
dan juga meningkatnya intensitas perdagangan antar propinsi. Sehingga situasi ini para ahli
hukum Perancis berusaha mendalami teori-teori statuta dan menerapkannya di Perancis
dengan beberapa modifikasi.
Dumoulin beranggapan bahwa pengertian Statuta Personalia harus diperluas ruang
lingkupnya sehingga pengertian bahwa: Hukum yang seharusnya mengatur suatu perjanjian
adalah Hukum yang dikehendaki oleh para pihak. Jadi, kebebasan untuk memilih hukum
adalah semacam status perorangan.
D’ Argentre di lain pihak beranggapan bahwa yang harus diperluas ruang lingkupnya
adalah Statuta Realia. Ia beranggapan bahwa bukan otonomi para pihak yang harus
diutamakan melainkan Otonomi Propinsi.

F. Teori Statuta Di Negeri Belanda (Abad ke 17-18)


Prinsip dasar yang digunakan oleh penganut teori statuta di Belanda adalah;
“Kedaulatan Eksklusif Negara”.
Ulrik Huber mengajukan tiga prinsip dasar yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah Hukum Perdata Internasional. Prinsip-prinsip itu adalah
sebagai berikut:
1. Hukum dari suatu negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam batas-
batas wilayah kedaulatannya saja
2. Semua orang baik yang tetap atau sementara berada di dalam wilayah suatu negara yang
berdaulat harus sebagai subjek hukum dari negara itu dan terikat pada hukum negara itu
3. Berdasarkan alas an sopan santun antar negara, diakui pula bahwa setiap pemerintah
negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di negara asalnya,
akan tetap memiliki kekuatan berlaku di mana-mana, sejauh tidak bertentangan dengan
kepentingan subjek hukum dari negara yang memberikan pengakuan itu.

G. Teori Hukum Perdata Internasional Universal (Abad 19)


Van Savigny lebih bersikap universalistik dan melihat bahwa seandainya dari suatu
hubungan hukum timbul suatu perkara hukum, maka orang harus mencari aturan hukum yang
berlaku terhadapnya untuk digunakan dalam memutuskan perkara yang bersangkutan.
Terlepas dari banyaknya kritik yang dilontarkan terhadap dirinya, ajaran Van Savigny
ini sebenarnya menjadi dasar dari seluruh sistem Hukum Perdata Internasional Eropa
Kontinental. Fokus Hukum Perdata Internasional Eropa Kontinental menjadi “Hubungan
Hukum Tertentu” yang dengan bantuan titik-titik taut dapat dilokalisasikan tempat
kedudukan hukumnya.
H. Perkembangan Hukum Perdata Internasional Di Indonesia
Berbagai negara keajaan yang terdapat di nusantara di zaman bahari, memiliki
hubungan antar warga negara yang satu dengan yang lainnya merupakan kebiasaan.
Di wilayah Nusantara yang penghuninya berbahasa Jawa maka kepada orang asing
yang dating (dari negara kerajaan lain di Nusantara) untuk berdagang di berikan sebutan
khusus yaitu Wong Dagang Nusantara sebagai sebutan orang asing.
Demikian pula halnya ketika orang Eropa berdagang di seantero wilayah Nusantara,
maka hubungan antara orang pribumi dan orang asing Eropa merupakan hubungan Hukum
Perdata Internasional.

Anda mungkin juga menyukai