Anda di halaman 1dari 4

Kisah Tsa’labah dan Pelajaran bagi Umat Islam

Jumat , 14 Sep 2018, 21:41 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga istiqamah bukanlah hal mudah. Banyak tokoh yang
gagal dikisahkan dalam al-Qur’an.

Tsa’labah Ibn Hathib al-Anshari adalah contoh orang yang gagal menjaga sikap istiqamahnya.
Dia membuat Allah geram atas sifat kikirnya. Empat ayat diturunkan Allah untuk
mengingatkannya dan mengingatkan umat Muslim lainnya di seluruh penjuru dunia.

Suatu hari Tsa’labah dikisahkan datang menghadap Rasulullah. Tanpa basa-basi dia minta
Rasulullah untuk memohon kepada Allah supaya dia dianugerahi rezeki. Namun, Rasulullah
menolak permintaan tersebut.

Meskipun demikian, Tsa’labah tidak bosan-bosannya mendesak Rasulullah untuk memenuhi


maunya. “Do’akanlah kepada Allah agar Dia memberiku harta kekayaan,” pinta Tsa’labah.

Meski kerap ditolak, Tsa’labah memohon sekali lagi. Namun, kali ini pun Rasulullah menolak
kembali. “Apakah kamu tidak senang menjadi manusia seperti Nabi Allah? Demi Zat yang
menguasai diriku, andaikan aku ingin agar gunung itu berjalan di sampingku sebagai emas dan
perak, niscaya ia melakukannya,” tutur Rasulullah.

Untuk meluruhkan hati Rasulullah, Tsa’labah kemudian mengucapkan sumpahnya. “Demi Zat
yang telah mengutusmu dengan hak. Jika engkau memohon kepada Allah, lalu Dia memberiku
harta kekayaan, niscaya aku akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak
menerimanya,” ujarnya.
Rasullulah memegang janji Tsa’labah. Dia akhirnya mengamini keinginan Tsa'labah dan berdo’a
untuk Tsa’labah agar Allah memberikannya rezeki dan memberkahinya. “Ya Allah,
anugerahkanlah harta kekayaan kepada Tsa’labah,” ujar Nabi.

Allah memenuhi do’a Rasulullah, sehingga akhirnya Tsa’labah mendapatkan seekor unta dan
domba. Tsa’labah sangat senang. Setiap hari dia berusaha menggemukkan ternaknya, membuat
ternaknya bisa menghasilkan susu yang banyak untuk bisa dijual. Tsa’labah masih teguh
bersikap istiqamah saat memenuhi panggilan jihad pada Perang Badar.

Seusai perang, dia kembali pada ternaknya. Dia menggembalakannya, menggemukkan yang
kurus, dan membesarkan yang kecil. Harinya semakin sibuk seiring bertambahnya jumlah
ternak yang dimilikinya. Mereka beranak pinak bak belatung hingga Madinah menjadi penuh
sesak.

Akibatnya, dia dan ternaknya menyingkir dan tinggal di sebuah lembah dekat Madinah sehingga
dia masih bisa shalat Dzuhur dan Ashar dengan berjamaah. Sedangkan, shalat lainnya
dilakukannya sendirian.

Ternaknya terus bertambah dan dia menjadi sangat sibuk. Akhirnya, Tsa’labah mulai
meninggalkan shalat Jum’at. Dia hanya menemui orang-orang yang lewat padang
gembalaannya untuk menuju shalat Jum’at di Masjid Madinah dan hanya untuk menanyakan
kabar.

Saat itu, Rasulullah menangkap ada hal yang aneh dari Tsa’labah. Dia pun bertanya kepada dua
pengendara unta yang ditemuinya. Apa yang dilakukan oleh Tsa'labah? Mereka menceritakan
soal ternak Tsa’labah kepada Nabi. Rasul terkejut dan bersabda.

“Aduh celaka Tsa'labah, aduh celaka Tsa'labah, celaka Tsa’labah,” tuturnya.


Tsa’labah juga bersikap kikir. Dia menghindari kewajiban berzakat. “Ini hanyalah pajak, ini
adalah semacam pajak. Aku tidak tahu, apa ini? Pergilah sehingga selesai tugasmu, nanti
kembali lagi kepadaku,” elak Tsa’labah kepada utusan Rasulullah.

Kabar ini sampai ke telinga Nabi dan membuatnya gusar. Maka, Allah kembali menurunkan
firman-Nya dalam Surah at-Taubah ayat 75-77 yang berisi sindiran kepada orang-orang yang
sebelumnya berikrar akan menyedekahkan sebagian hartanya jika dikaruniai oleh Allah berupa
kekayaan, tetapi setelah diberi kekayaan mereka justru menjadi kikir dan berpaling. Karena
sikap seperti itu, Allah kemudian menanamkan kemunafikan pada hati mereka sampai tiba ajal
sebab mereka telah memungkiri ikrar dan berdusta.

Ketika ayat itu disampaikan Rasulullah kepada para sahabatnya, ada salah seorang kerabat
Tsa’labah yang ikut mendengar dan kemudian menyampaikan hal itu kepada Tsa’labah yang
menjadi kalang kabut. Dia pun pergi menemui Nabi dan memohon agar beliau mau menerima
zakat darinya.

Namun, Nabi tak mau menerimanya. Sesungguhnya Allah melarangku untuk menerima
zakatmu. Kemudian, Tsa’labah yang sangat menyesal melaburi kepalanya dengan tanah. Lalu,
Rasulullah berkata kepadanya, Inilah amalanmu. Aku telah memerintahkan sesuatu kepadamu,
tetapi engkau tidak mau mematuhiku. Hingga Rasulullah dan para khalifah tidak menerima
sedikit pun zakatnya.

Demikianlah kisah-kisah keistiqamahan dalam al-Qur’an. Sikap istiqamah membawa para


pelakunya menjadi penghuni surga. Mereka kekal didalamnya dan menikmati ganjaran atas
semua amal perbuatannya. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah
Allah. Kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak (pula) berdukacita.

Mereka itulah penghuni-penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa
yang mereka kerjakan. (QS al-Ahqaf: 13-14)
Bersikaplah istiqamah, namun kalian tidak akan dapat menghitung nilai istiqamah. Ketahuilah,
bahwa amalan kalian yang terbaik adalah shalat. Yang dapat memelihara wudhu hanyalah
orang beriman. (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Sumber: https://m.republika.co.id/amp/pf1vhh313

Anda mungkin juga menyukai