Anda di halaman 1dari 12

Dasar-Dasar Ilmu Tanah

Perencanaan Penggunaan Lahan Di Wilayah Pedesaan, Pesisir,


Dan Pulau Kecil

Oleh:

ADEL WEIS
NIM. D1B121048

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Perencanaan
Penggunaan Lahan Di Wilayah Pedesaan, Pesisir, Dan Pulau Kecil” ini tepat
waktu pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang perencanaan penggunaan lahan di wilayah pedesaan,
pesisir, dan pulau kecil bagi para pembaca dan juga penulis.

Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan Penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kendari, 25 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Penggunaan Lahan Di Pedesaan..................................................... 2
2.2. Penggunaan Lahan Di Pesisir ......................................................... 3
2.3. Penggunaan Lahan Di Pulau-Pulau Kecil ...................................... 5
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan..................................................................................... 8
3.2. Saran ............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 9
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui,
sedangkan jumlah manusia yang membutuhkan lahan untuk aktivitasnya terus
meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya penggunaan lahan yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian dalam
penggunaan lahan dapat menyebabkan kerusakan lahan bahkan dapat
menimbulkan korban. Kesesuaian lahan land suitability merupakan kecocokan
adaptability suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai
(kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi
wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah
berikut usaha pemeliharaan kelestariannya.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan salah satu alat yang dapat
membantu, karena berfokus pada pengalokasian lahan di masa depan dan
penggunaan sumberdaya oleh semua pemangku kepentingan. Semua aktivitas
manusia membutuhkan tempat untuk direalisasikan. Sementara permintaan
terhadap lahan meningkat namun ketersediaannya tetap. Oleh karena itu, lahan
menjadi semakin langka. Hasilnya adalah meningkatnya jumlah konflik lahan dan
tingkat kekerasan dari konflik ini. Jika pada tahap awal konsensus tentang
penggunaan lahan dapat disepakati oleh semua pihak yang bertikai dan dìsetujui
oleh lembaga resmi yang bertanggung jawab dan mengikat secara hukum, maka
konflik dapat dihindari atau diselesaikan.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
suatu masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penggunaan lahan di pedesaan?
2. Bagaimana bentuk penggunaan lahan di pesisir?
3. Bagaimana bentuk penggunaan lahan di pulau kecil?
II. PEMBAHASAN

2.1. Penggunaan Lahan Di Pedesaan

Menurut UU Nomer 5 tahun 1979, Desa adalah suatu wilayah yang


ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia. Sedangkan menurut C.S Kansil, Desa adalah suatu wilayah
yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan
terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Desa merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat
heterogen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah
tergantung pada topografi yang ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan
ruang atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang
tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup penduduknya.
Berikut adalah beberapa ciri lahan di pedesaan:
a. Perbandingan tanah dan manusia (mand land ratio) biasanya besar
b. Lapangan kerja agraris
c. Hubungan penduduk yang akrab
d. Sifat yang cenderung mengikuti tradisi
Pemanfaatan lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa.
2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti,
sawah, perkebunan, pertanian dan peternakan.
Perencanaan Tata Guna Lahan Pedesaan
Pemanfaatan lahan pedesaan tidak terlepas dari tujuan dan ruang lingkup
pembangunan pedesaan itu sendiri. Adisasmita (2006) menguraikan bahwa tujuan
pembangunan pedesaan dapat dibedakan menjadi pembangunan jangka panjang.
pembangunan jangka pendek dan pembangunan secara spasial. Dalam uraian
tujuan pembangunan ini sudah mencakup ruang lingkup pembangunan pedesaan
yang apabila dicermati terdapat beberapa bagian penting yang membutuhkan
keterlibatan masyarakat setempat. Bagian penting keterlibatan masyarakat ini
antara lain berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, kebutuhan akan sarana dan prasarana pedesaan serta unsur-unsur
kelembagaan masyarakat.
Masyarakat memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai wilayahnya
sendiri sehingga keterlibatan masyarakat sangat diperlukan. Salah satu kegiatan
dalam perencanaan TGL adalah tracking dan mapping. Dalam hal ini masyarakat
memiliki kemampuan untuk membuat peta yang lengap dan akurat mengenai
sejarah desa, aturan penggunaan lahan, analisa kecenderungan, kalender musim,
masalah kesehatan lingkungan dan sudah tentu harapan-harapan masyarakat yang
bersangkutan di masa yang akan datang.
Secara umum permasalahan dalam pengembangan sumber daya lahan di
kawasan perdesaan adalah:
1. Rendahnya produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap
kekeringan di kawasan perdesaan.
2. Tingginya pengaruh negatif penurunan produktifitas lahan di kawasan
perdesaan.
3. Semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan
terutama di daerah lahan kering
2.2. Penggunaan Lahan Di Pesisir
Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan yang
memiliki potensi hayati dan non hayati yang sangat besar. Aktivitas perikanan
seperti penangkapan dan budidaya banyak terpusat di wilayah pesisir. Selain itu,
sebagai kawasan dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi, kegiatan jasa-jasa
lingkungan seperti transportasi, industri dan pariwisata juga berkembang pesat.
Hal ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi pusat perekonomian di
Indonesia.
Sebagai kawasan dengan tingkat pemanfaatan yang tinggi, kawasan
pesisir menghadapi berbagai dampak negatif akibat aktivitas manusia maupun
akibat bencana alam. Sementara itu selain faktor antropogenik, wilayah pesisir
juga rentan terhadap bencana. Beberapa bencana alam yang mengancam kawasan
pesisir antara lain adalah gempa bumi, tsunami, abrasi dan kenaikan muka air
laut.
Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah atau kawasan terkait dengan
pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah
penduduk dan semakin intensifnya aktivitas di suatu tempat menjadi pemicu
meningkatnya laju perubahan penggunaan lahan.
Pesisir merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan, baik
perubahan yang terjadi karena proses alami dan perubahan karena campur tangan
manusia. Kegiatan-kegiatan di kawasan pesisir seperti perikanan tangkap,
perikanan budidaya (tambak), pelabuhan, pariwisata, permukiman dan suaka alam
dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan geomorfologi kawasan pesisir.
Konversi lahan dan pemanfaatan lahan di kawasan pesisir menjadi salah satu
penyebab utama terjadinya permasalahan pada kawasan pesisir yang
mempengaruhi penyimpangan tata guna lahan di kawasan tersebut.
SIG dapat berfungsi untuk mengolah data spasial dan visualisasi hasil
analisis kesesuaian lahan. Dalam perencanaan penggunaan lahan seringkali harus
mengambil keputusan yang kompleks dalam waktu singkat, dan ketika harus
memperhitungkan konsep pembangunan berkelanjutan dan pengembangan
ekonomi maka satu set peta kesesuaian penggunaan lahan akan sangat berguna
dalam pengambilan keputusan.
Pertumbuhan dan aktivitas penduduk khususnya di negara maju dan
berkembang terutama terjadi di daerah pesisir, sehingga daerah pesisir pada
umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Sebanyak 43%
penduduk dunia tinggal di wilayah pesisir. Sementara hingga tahun 2010
diperkirakan dari 24 juta hektar lahan hijau di pesisir (pertanian, kehutanan,
perkebunan, dan lain-lain) telah berubah peruntukannya menjadi lahan
terbangun dan pemukiman. Adanya perubahan penggunaan lahan tersebut
dilihat dari aspek ekonomi memang dapat mendatangkan keuntungan, namun
tanpa pengelolaan yang baik, maka apabila ditinjau dari aspek lingkungan
merupakan ancaman terhadap daya dukung dan kelestarian sumberdaya pesisir.
Makin tingginya aktivitas manusia di wilayah pesisir dan pertumbuhan
populasi penduduk akibat pertumbuhan alami maupun migrasi berimplikasi pada
makin besarnya tekanan atas lahan. Ketersediaan peta-peta aktual sebagai basis
data bagi perencanaan dan pengelolaan wilayah merupakan suatu hal yang sangat
penting. Peta penggunaan lahan merupakan salah satu jenis peta yang digunakan
untuk keperluan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan
(land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala
jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis
kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu.
Kedua istilah ini seringkali digunakan secara rancu. Suatu unit penggunaan
lahan mewakili tidak lebih dari suatu mental construct yang didisain untuk
memudahkan inventarisasi dan aktivitas
Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik terhadap
lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Informasi tentang pola
penggunaan lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan suatu wilayah.
Disamping sebagai faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya
perencanaan kota adalah perencanaan penggunaan lahan. Selanjutnya, analisa
kecenderungan perubahan lahan dapat ditunjukkan dengan pemanfaatan peta
multi waktu (time series). Fenomena perubahan lahan yang ada dapat
dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga pola perubahan penggunaan lahan
dapat diketahui.

2.3. Penggunaan Lahan Di Pulau-Pulau Kecil


Pulau kecil memiliki karakteristik yang spesifik jika dibandingkan dengan
wilayah daratan pada umumnya. Selain luas wilayahnya yang terbatas, pulau kecil
juga memiliki kerentanan yang disebabkan oleh kondisi geografisnya, baik dari
segi biofisik maupun sosial-ekonomi. Pada umumnya, pulau kecil memiliki
ketergantungan yang tinggi dengan wilayah daratan induknya baik dari segi
ekonomi, sosial, dan pelayanan kemasyarakatan seperti fasilitas kesehatan,
pendidikan, administrasi pemerintahan, dan lain sebagainya. Selain itu, pulau
kecil juga memiliki kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim, baik
yang bersifat lokal maupun global, yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan
kehidupan ekosistem pada aras lokal. Perubahan iklim akan berakibat pada
naiknya air laut, intrusi air laut ke dalam air tanah yang akan mengganggu
stabilitas sumber air bersih bagi ekosistem, termasuk pula berpengaruh pada
ekosistem laut dan hasil tangkapan ikan yang merupakan sumber mata
pencaharian bagi sebagian besar penduduk pulau kecil. Selain itu, pulau kecil juga
memiliki kerentanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam, baik daratan maupun
lautan, yang akan berpengaruh terhadap stabilitas ekosistem yang merupakan
kunci dari keberlangsungan sebuah pulau kecil. Sebagai sebuah negara kepulauan,
Indonesia, yang merupakan wilayah negara kepulauan, memiliki 111 pulau kecil
terluar yang menjadi penanda batas wilayah NKRI1, memiliki tugas yang berat
dalam mengelola pulau-pulau kecil yang ada di wilayah NKRI untuk menjamin
keberlangsungannya.
Dari data rencana pengembangan dan pembangunan pemanfaatan ruang
setiap pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu disusun skenario pembangunan
pemanfaatan ruang yang memiliki legitimasi dan legalitas serta mewujud dalam
perangkat legal-formal guna mem-backup penerapan rencana pengembangan dan
pembangunan pemanfaatan ruang tersebut. Mengingat perangkat tersebut kelak
akan mengikat semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pemanfaatan ruang
di pulau-pulau kecil, penyusunannyapun harus aspiratif dengan memperhatikan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat tersebut.
Pada dasarnya pembangunan pemanfaatan ruang merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, dalam bentuk tugas dan peran
masing-masing secara seimbang. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran yang
lebih dominan dalam memfasilitasi dan memberikan mediasi, sedangkan
masyarakat diharapkan dapat lebih bertanggung jawab secara penuh dalam
memenuhi kebutuhan akan usaha budidaya dan pariwisata, terutama secara fisik.
Pemanfaatan ruang sebagai lahan budidaya dan pariwisata merupakan
unsur terpenting dalam pemanfaatan pulau-pulau yang memiliki nilai eksotisme
tinggi. Banyaknya program-program yang dikembangkan selama bertahun-tahun
jarang menghasilkan suatu rencana menyeluruh untuk memenuhi semua tingkat
kebutuhan masyarakat, justru asing yang mampu memanfaatkan peluang tersebut
Bagian yang paling sulit dicapai dalam rencana komprehensif adalah unsur usaha
budidaya dan pariwisata. Unsur ini memerlukan peran serta yang maksimal dari
sektor swasta untuk mencapai sasaran dan mengatasi masalah-masalah ekonomi
yang berkaitan dengan unsur-unsur yang menyangkut kebutuhan akan usaha
budidaya dan pariwisata bagi masyarakat golongan ekonomi menengah dan
rendah.
III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Perencanaan penggunaan lahan merupakan penilaian yang sistematik


terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif penggunaan lahan dan memperoleh
opsi yang terbaik dalam memanfaatkan lahan agar terpenuhi kebutuhan manusia
dengan tetap menjaga agar lahan tetap dapat digunakan pada masa yang akan
datang.
Perencanaan penggunaan lahan dapat memberikan informasi tentang lahan
yang berpotensi dikembangkan untuk berbagai penggunaan berdasarkan telaahan
ilmiah dengan mempertimbangkan pengalokasian ruang pada Rencana
Pengggunaan Lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah dapat digunakan sebagai
pedoman dalam optimasi penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang wilayah
secara berkelanjutan.
3.2. Saran

Diharapkan agar segala aktifitas penggunaan lahan yang ada di Indonesia


harus melalui tahap perencanaan yang matang dan sesui terlebih dahulu agar
manfaat serta potensi lahan tersebut dapat dirasakan sehingga memberikan
kemajuan kesejahteraan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja A. 2006. Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian di


Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(3): 99–105.
Krishnamoorthy, 2015 . Perencanaan Tata ruang Kabupaten tanggamur 2014. :
Universitas Lampung.
Kustiwan I. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Jawa. Majalah
Kajian Ekonomi dan Sosial Prisma 26 (1) : 15–31.
Nurul Shranghei. 2015. Proses Perencanaan Penggunaan Lahan [Online]
http://nurulshranghei.blogspot.co.id/2015/05/proses-perencanaan-tata-
guna-lahan.html (Diakses Pada 27 Juni 2022).
Pakpahan A, Anwar A. 1989. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan
Sawah. Jurnal Agro Ekonomi 8(1): 62–74.

Anda mungkin juga menyukai