Anda di halaman 1dari 12

KRITISI JURNAL

“FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE BALITA DI SEKITAR

TPS BANARAN KAMPUS UNNES”

AZKIYA RAHMA NUR AZIZAH


201802054
KEPERAWATAN 3B

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun


Program Studi S1 Keperawatan
2019 
BAB I
ANALISIS JURNAL

A.  Judul Penelitian

“Faktor Risiko Kejadian Diare Balita Di Sekitar Tps Banaran Kampus Unnes”

B.  Peneliti

Yulianto Wijaya

C.  Latar belakang (introduction) Jurnal

Di Indonesia, diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, hal ini
dikarenakan masih tingginya angka morbiditas diare yang menimbulkan banyak mortalitas
terutama pada balita. Angka morbiditas diare di Indonesia sekitar 200 - 400 kejadian per 1000
penduduk setiap tahunnya.Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita
diare sekitar 60 juta kejadian diare per tahun, sebagian besar (70% - 80%) dari penderita ini
adalah balita (Sudaryat, 2007).
Bila dilihat dari data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2010,
penyakit diare merupakan 10 besar penyakit tahunan di Kota Semarang dengan jumlah kasus
sebanyak 34.593 penderita dan 10.251 penderita diantaranya berusia balita. Salah satu
Puskesmas yang cukup tinggi angka kejadian diarenya adalah Puskesmas Sekaran dengan
jumlah penderita diare tahun 2010 sebesar 462 penderita per 6.345 orang, 146 penderita
diantaranya adalah balita dan 75 balita penderita bertempat tinggal di daerah Banaran.Jumlah
standar adalah 25/ 1000 penduduk tanpa diare pada balita (DKK Semarang, 2011).
Faktor yang berkaitan dengan kejadian diare pada balita yaitu faktor agent, penjamu
(host), lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku.Faktor penjamu yang menyebabkan
meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak diberikannya ASI (Air Susu Ibu)
eksklusif, kurang gizi, munculnya penyakit infeksius, keturunan, dan imunodefisiensi.Faktor
lingkungan yang paling dominan yaitu sarana air bersih, adanya vektor, penanganan sampah,
dan pembuangan tinja. Faktor-faktor tersebut akan berinteraksidengan perilaku manusia dan
kualitas pelayanan kesehatan sehingga berpotensi menyebabkan diare (Sudaryat, 2007;
Kumala, 2011).
Hasil survei dan wawancara awal pada tanggal 25 Oktober 2011 terhadap 10 rumah
warga secara acak yang berlokasi di dekat TPS Banaran (lokasi pembuangan akhir sampah di
UNNES) di daerah Banaran, didapatkan hasil bahwa 8 dari 10 responden mengatakan bahwa
balita mereka pernah mengalami diare selama enam bulan terakhir. Selain itu, di sekitar TPS
Banaran banyak terlihat lalat beterbangan dengan angka kepadatan lalat pada bagian terluar
TPS berjumlah 18 (kategori tinggi). Berdasarkan data hasilsurvei Tim Konservasi UNNES
pada tanggal 28 Desember 2010 tentang volume sampah per hari yang dihasilkan oleh
UNNES di dapatkan hasil bahwa mayoritas sampah yang dihasilkan adalah sampah organik.
Volume sampah ini dalam satu hari dapat menghasilkan sampah lebih dari 20 m³, yang mana
95% komposisi sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik dan sisanya 5% sampah
an-organik. Sebagian besar sampah tersebut dibuang ke TPS Banaran.

D.  Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran-UNNES.

E.  Kelebihan dan kekurangan

1. Kelebihan
a. Pembahasan mengenai faktor risiko diare pada balita dijelaskan secara lengkap
b. Bahasa yang digunakan peneliti mudah dipahami oleh pembaca
c. Pembahasan pada jurnal dijelaskan secara terperinci
2. Kekurangan
a. Ada beberapa kata yang sulit untuk dipahami
b. Tidak di jelaskan pengobatan apa yang seharusnya dilakukan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Problem

Penelitian ini menggunakan pendekatancase control.Populasi penelitian meliputi


seluruh balita di wilayah sasaran berjumlah 51 anak.Sampel penelitian terdiri atas sampel
kasus dan sampel kontrol dengan perbandingan 1:1.Instrumen penelitian yang digunakan
berupa kuesioner, fly grill, dan roll meter. Hasil analisis hubungan tiap variabel bebas
dengan kejadian diare sebagai berikut: (1) Tingkat pengetahuan ibu (p=0,001, OR=16);
(2) Jenis pekerjaan ibu (p=0,451); (3) Umur ibu (p=0,091); (4) Riwayat pemberian ASI
(p= 0,001, OR=28,5); (5) Kebiasaan ibu mencuci tangan (p=0,001, OR=16); (6) Jenis
SAB (p=1); (7) Jarak SAB ke TPS (p=1); (8) Jenis jamban (p<0,001, OR=9,33); (9) Jenis
lantai rumah (p=0,340); (10) Kepadatan lalat (p=0,004, OR=9,33)

B. Intervention dan instrument pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode survei analitik. Pendekatan yang dipakai


dalam penelitian ini adalah case control yang bersifat retrospektif (Notoatmodjo, 2005).
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel utama yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu, jenis pekerjaan ibu,
umur ibu, riwayat pemberian ASI, kebiasaan cuci tangan, sumber SAB, jarak SAB ke
TPS, jenis jamban, jenis lantai rumah, dan kepadatan lalat. Sedangkan variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita (< 5 tahun).
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner, fly grill, dan
meteran gulung. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara
menggunakan kuesioner sebagai panduannya. Teknik analisa yang digunakan adalah
analisa univariat untuk mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum
responden. Sedangkan untuk analisa bivariat dengan menggunakan uji chi square.
C. Comparation

1. Jurnal “Faktor Kejadian Diare Pada Balita Dengan Pendekatan Teori Nola J.
Pender Di Igd Rsud Ruteng”
Masalah :
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian adalah orang tua balita yang
menderita diare yang berkunjung ke IGD RSUD Ruteng dengan sampel 40 orang.
Tekhnik sampling menggunakan purposive sampling. Variabel bebas adalah,
pengetahuan, manfaat tindakan, hambatan yang dirasakan, kemampuan diri, sikap
yang berhubungan dengan aktifitas, kebersihan lingkungan, komitmen, dan variabel
terikat adalah kejadian dire. Pengumpulan data dengan pengisian kuesioner dan
rekam medis. Analisis yang digunakan adalah regresi linier.

Intervensi :

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analisis deskriptif dengan


pendekatan cross-sectional, yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali
pada satu saat (Nursalam, 2013).

Instrument pengumpulan data :

Pengambilan data awal selama bulan Juli-September diperoleh informasi


bahwa rata-rata dalam setiap bulan jumlah pasien balita yang diare sebanyak 40
orang. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari balita yang pernah
menderita diare. Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor yang
mempengaruhi kejadian diare dengan pendekatan teori Nola J. Pender yaitu:
pengetahuan ibu, manfaat tindakan, hambatan yang dirasakan, sikap yang
berhubungan dengan aktivitas, kebersihan lingkungan, kebutuhan untuk
berkompetisi, komitmen. Variabel dependennya dalam penelitian ini adalah diare.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner. Analisis data yang
digunakan regresi linier untuk mengukur hubungan setiap variabel independen
terhadap variabel dependen, banyaknya kemaknaan ditentukan oleh nilai p jika hasil
perhitungan p ≤ 0,05.
Hasil :

Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan seseorang sangat


mempengaruhi segala hal yang dia tahu dan bisa dia terima secara intelektual.
Dengan adanya pengetahuan yang baik maka dapat mempengaruhi perilaku individu
menjadi lebih baik, dimana dengan pengetahuan akan membuat individu dapat
membedakan antara hal yang baik dan tidak baik, begitupun sebaliknya. Faktor
pengetahuan tidak akan berdiri sendiri tanpa didukung oleh
 

2.     Jurnal “Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah


Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru”
Masalah :
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan uji Chi
square. Tempat penelitian di Puskesmas Rejosari Pekanbaru pada tanggal 01 hingga
13 Mei tahun 2017. Teknik sampling consecutive sampling, populasi dalam
penelitian ini berjumlah 379 orang dan sampel berjumlah 195 orang. Pengumpulan
data primer dengan lembar kuesioner. Pengolahan data SPSS meliputi editing,
coding, sorting, entry, skoring dan tabulating. Analisa data adalah univariat dan
bivariat. Hasil penelitian terdapat hubungan faktor antara variabel independen dan
variabel dependen yang artinya Ha diterima dan Ho ditolak dengan nilai p-
value<α=0,05. pendidikan p-value= 0,000, pengetahuan pvalue= 0,000, perilaku
mencuci tangan p-value= 0,000.

Intervensi :

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan analisis korelasi dengan


desain penelitian ini merupakan studi cross sectional (Hidayat, 2014).

Instrument pengumpulan data :

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru


Pada bulan Maret-Mei Tahun 2017. Populasi dalam penelitian seluruh balita di
wilayah kerja Puskesmas Rejosasi dari bulan Januari-September 2016 sebanyak 379
orang dan jumlah sampel berjumlah 195 orang dengan teknik pengambilan sampel
Consecutive Sampling. Menggunakan lembar checklist dan koesioner. Data di analisa
menggunakan uji Chi Square.

Hasil :

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa hasil uji Chi-square hubungan antara
pendidikan dengan kejadian diare diperoleh hasil dengan P-value = 0,000. Maka Ho
ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan pendidikan dengan kejadian diare pada
balita. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare diperoleh hasil dengan
P-Value = 0,000, maka Ho ditolak dan Ha dierima artinya ada hubungan
pengetahuan dengan kejadian diare pada balita. Hubungan antara perilaku cuci
tangan dengan kejadian diare diperoleh hasil dengan P-Value= 0,000, maka Ho
ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan
kejadian diare pada bailta.

3.    Jurnal “Faktor Risiko Diare Shigellosis pada Anak Balita”


Masalah :
Data mengenai jenis kelamin dan status gizi anak balita, pemberian air susu
ibu (ASI) eksklusif, status ekonomi, pendidikan ibu, kebiasaan ibu mencuci tangan
memakai sabun, kepadatan hunian rumah, sarana air bersih, dan jamban keluarga
dikumpulkan dengan wawancara dan observasi serta dikategorikan dan disaring
(screening) dengan uji chi square.Enam variabel dengan nilai p < 0,25 dimasukkan
dalam uji regresi logistik yang menghasilkan 3 variabel dengan nilai p < 0,05 (gizi
rendah, ASI tidak eksklusif, dan status ekonomi rendah). Uji regresi logistik tahap
kedua dengan 3 variabel ini menghasilkan model shigellosis= 1,47 gizi rendah +
1,471 ASI tidak eksklusif + 1,022 status ekonomi rendah – 2,546” dengan nilai odds
ratio(OR) = 4,352 (gizi rendah), 4,353 (ASI tidak eksklusif), dan 2,779 (status
ekonomi rendah).

Intervensi :

Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus kontrol. Sampel ditarik


secara purposif di 5 rumah sakit di Kota Makassar (RSUP Wahidin Sudirohusodo,
RS Labuang Baji, RS Ibnu Sina, Rumah Sakit Islam (RSI) Faisal, dan RSU Daya).
Instrument pengumpulan data :

Data dikumpulkan dari tanggal 16 Februari 2011 hingga 30 April 2011. Data
yang terkumpul dianalisis untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang diduga
sebagai faktor risiko shigellosiskemudian dihitung nilai OR masing-masing.
Selanjutnya, variabel dengan nilai p < 0,25 dimasukkan dalam pemodelan regresi
logistik berganda. Model akhir ditetapkan dengan menyertakan variabel dengan nilai
p < 0,05.

Hasil :

Hasil penelitian ini menegaskan kembali pernyataan tersebut bahwa sebagian


besar penderita shigellosisberstatus gizi kurang yaitu 57,3% pada kasus sedangkan
pada kontrol hanya 32,4%. Penurunan status gizi pada kelompok kasus diduga kuat
karena episode diare yang berulang. Hal ini yang membedakan antara diare
shigellosisdengan diare biasa. Bila anak yang menderita diare shigellosistidak diobati
dengan tuntas, episode diare cenderung akan berulang akibat resistensi kuman
terhadap berbagai antibiotik. Status gizi buruk dan gizi kurang pada kasus diduga
karena diare berlangsung lama (kronis dan persisten). Sementara itu, orangtua tidak
mengerti tentang penatalaksanaan diare, bahkan sebagian mereka menganggap
bahwa shigellosisyang diderita anaknya adalah diare biasa sehingga anak tidak
segera dibawa ke rumah sakit. Tidak sedikit orangtua baru membawa anaknya ke
rumah sakit ketika si anak sudah kejang-kejang, bahkan waktu kesadarannya sudah
menurun. Menurut model regresi logistik yang didapat, gizi kurang merupakan faktor
risiko shigellosisyang kontribusinya sama besar dengan ASI noneksklusif (α= 0,000).

4.    Pembahasan jurnal

Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna


antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di
sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Dengan nilai OR sebesar 16 maka diketahui
bahwa risiko terkena diare pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu kategori
cukup 16 kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat pengetahuan ibu kategori
baik. Hasil ini selaras dengan penelitian Sintamurniwaty (2006), tingkat pendidikan
sejalan dengan tingkat pengetahuan ibu, dimana ibu yang memiliki pendidikan masih
rendah berisiko 2,03 kali lebih besar dapat mempengaruhi terjadinya diare pada
balita dibandingkan yang memiliki pendidikan kategori tinggi, p value = 0,023 pada
95% CI = 1,10 – 3,77.
Pengetahuan yang cukup seorang ibu dapat menerapkan perilaku hidup sehat,
mengetahui pencegahan dan dapat menangani setiap risiko yang dapat menimbulkan
diare begitu pula sebaliknya. Dari temuan di lapangan diketahui bahwa mayoritas
responden yang memiliki latar belakang pendidikan SMA. Melihat keadaan tersebut
maka tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu balita dalam
berperilaku dan berupaya secara aktif guna mencegah terjadinya diare pada
balitanya.

D. Outcome (hasil penelitian)

Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran
Kampus UNNES, dengan nilai p value = 0,34. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara
dan observasi dilapangan bahwa jarang (92,5%) balita dibiarkan bermain di lantai tanpa
alas. Hal ini dapat dimengerti karena kebiasaan kemungkinan kontaminasi karena
aktivitas di lantai telah terputus, sehingga risiko dapat ditiadakan.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara AKL dengan kejadian
diare pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Hasil penelitian
ini selaras dengan penelitian Azizah, (2005), yang menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat kepadatan lalat dengan kejadian diare. Semakin tinggi tingkat
kepadatan lalat maka semakin tinggi angka kejadian diare, AKL sendiri dapat
dikelompokkan dalam ketegori rendah hingga sangat tinggi (p value < 0,005). Hasil
penelitian senada juga disampaikan oleh Wijayanti, (2009), bahwa proporsi angka
kepadatan lalat yang lebih tinggi banyak menimbulkan balita sakit diare dibandingkan
angka kepadatan lalat yang rendah. Berdasarkan observasi dilapangan jenis lalat yang
berada di rumah reponden adalah jenis lalat rumah, lalat hijau, dan lalat buah. Semakin
dekat ke lokasi TPS maka jumlah lalat yang hinggap di fly grill semakin banyak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar TPS Banaran
kampus UNNES, dapat diambil simpulan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu, riwayat pemberian ASI, kebiasaan ibu mencuci tangan, jenis jamban
keluarga, dan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar
TPS Banaran Kampus UNNES. Selain itu diketahui juga bahwa tidak ada hubungan
antara jenis pekerjaan ibu umur ibu, jenis SAB keluarga, jarak SAB keluarga ke TPS
Banaran, dan jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita yang tinggal di sekitar
TPS Banaran Kampus UNNES.
B. Saran
Kepada kampus UNNES diharapkan lebih mengoptimalkan lagi program-program
promotif seperti penyuluhan rutin tentang kesehatan balita, khususnya tentang penyakit
diare, agar orang tua balita dapat mengetahui faktor risiko diare pada balita, dan juga
dapat berpartisipasi aktif dalam mencegah dan menangani masalah kesehatan yang
dialaminya. Dan diharapkan pihak UNNES agar berpartisipasi aktif dalam upaya
menurunkan kejadian diare balita di wilayah Kelurahan Sekaran Kota Semarang.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu sebagian besar hasil dalam jurnal
digambarkan dengan tabel, sehingga pembaca kurang mampu memahami isi jurnal.
Keterbatasan penelitian memaparkan hal-hal atau variabel yang sebenarnya tercakup di
dalam keluasan lingkup penelitian tapi karena kesulitan-kesulitan metodologis atau
prosedural tertentu sehingga tidak dapat dicakup di dalam penelitian dan di luar
kendalikan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, R dan Heru R. 2005. Studi Tentang Perbedaan Jarak Perumahan Ke TPA Sampah
Open Dumping dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare (studi
Di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan., (online), Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol:1. No. 2, 2005. (www.unair. ac.id/lppm), diakses tanggal 12 Juni
2011.

Azwar, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta

Aziz. (2006). Diare Pembunuh Utama Balita. Jakarta: Graha Pustaka.

Berhe, H., Mihret, A., & Yitayih, G. (2016). Prevalence of Diarrhea and Associated Factors
Among Children Under-Five Years of Age in Enderta Woreda, Tigray, Northern
Ethiopia, 2014. International Journal of Therapeutic

Depkes RI. 2005. Pengobatan Dan Pencegahan Diare. Jakarta: Depkes RI.

Kusumaningrum, Arie dkk, 2011. Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap
Diare Balita Di Kelurahan Gandus Palembang. Jurnal: Prosiding ISSN: 978-602-
199166-0-5 dalam Seminar Nasional Keperawatan 1 Universitas Riau.

Depkes RI, 2010, Hasil evaluasi program pemberantasan penyakit diare, Direktorat
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Departemen Kesehatan, Jakarta

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Profil kesehatan dinas kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan tahun 2008. Makassar: Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan; 2009.

Faure, C. (2013). Role of Antidiarrhoeal Drugs as Adjunctive Therapies for Acute Diarrhoea
in Children. International Journal of Pediatrics, 2013, 1–14.
https://doi.org/10.1155/2013/612403

.Guntur. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare rotavirus akut. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2008.

Kumala, dan Arif M. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Magdarina, M. (2010). Faktor Kejadian Diare pada Balita.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, 2010, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo, 2011, Kesehatan Masyarakat, Ilmu & Seni, Rineke Cipta, Jakarta

Pratiwi, Ameliana. 2011. Hubungan Antara Kondisi Fisik Sumur Gali dengan Keberadaan
Bakteri Coliform pada Air di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.

Setiawan, Dwi Hadi. 2009. Hubungan Antara Pemberian ASI, Perilaku Ibu, dan Kondisi
Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 6-24 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Ngampel Kabupaten Kendal Tahun 2009. Skripsi: Universitas
Negeri Semarang.

Sinthamurniwaty. 2006. Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus
Di Kabupaten Semarang). Tesis: Universitas Diponegoro.

Suraatmaja, S. (2007). Kapita Selekta Gastroenterologi. Jakarta: Sagung Seto.

Tarwoto, Wartonah, 2012, Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta

Tambuwun, F., Ismanto, A. Y., & Silolonga, W. (2015). Hubungan sanitasi lingkungan
dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di wilayah kerja puskesmas bahu
manado. E-Journal Keperawatan (EKp), 3(2), 1–8.

Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada
Balita yang Bermukim Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar
Gebang. Skripsi: Universitas Indonesia.

Wulandari, Anjar P. W. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor


Sosiodemografi dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan
Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi: Universitas Muhamadiyah
Surakarta.

World Health Organization. Guidelines for the control of shigellosis. Geneva: World Health
Organization; 2005.

Anda mungkin juga menyukai