Anda di halaman 1dari 6

Laporan Deskripsi

XCVI/NDH 12/ drg. Dwi Putra Saifullah

Pembimbing Siswo Herutoto,SH,MHUM,MM

Pembelajaran Agenda 2 Hari ke 4

5 Isu Kontemporer di Instansi

1. Tingginya Angka kerusakan Gigi pada px anak

Dari data kunjungan px di pkm Blooto masih sangat banyak pasien yang
mengalami kondisi kerusakan pada gigi dewasanya berupa kondidi berlubang, mulai
dari pasien anak-anak dan dewasa, serta pasien ibu hamil, hal ini dikarenakan
kesedaran dan pengetahuan pasien terhadap Kesehatan gigi masih sangat rendah,
perlu juga suatu inovasi atau metode yang membuat px anak suka dan mau menjaga
kebersihan dan Kesehatan gigi sehingga bisa tercapai target yang telah dicanangkan
pemerintah. Terutama pemerintah Indonesia mencanangkan 2030 indonesia Bebas
dari Karie, untuk mendukung program tersebut perlu adanya Kerjasama antar
berbagai pihak supaya program tersebut bisa terlaksana dan tercapai target yang telah
dicanangkan oleh pemerintah.

2. Tingginya kasus kerusakan gigi pada px ibu hamil

Dari data px yang melakukan kunjungan terpadu ANC dipuskesmas, banyak


pasien ibu hamil yang memiliki keluahan terhadap gingi, mulai dari peradangan gusi,
kegoyangan gigi, dan gigi berlubang. Kasus gigi berluabang masih sangat
mendominasi di Puskesma Blooto dokter gigi memberikan edukasi dan perwatan
terhadap gigi pada pasien ibu hamil karena terjaganya kebersihan dan kesehatan gigi
juga mempengaruhi proses kehamilan dan perkembangan janin, serta tidak lupa untuk
selelu menjaga kesehatan gigi sendiri di rumah degan cara sikat gigi 2 kali sehari,
pagi setalah sarapan pagi dan malam sebelum ber istirahat, serata mengkonsusmsi
buah-buahan dan sayur yang banyak mengandung serat. Dan tidak lupa berkumur saat
sehabis makan juga memriksakan gigi rutin ke dokter gigi setiap 6 buan sekali.
3. Stunting terhadap status kesehatan gigi

Telah diketahui secara luas bahwa 1000 hari pertama kehidupan merupakan
periode emas dalam mengoptimalkan pertumbuhan guna mencegah stunting.
Memastikan nutrisi yang adekuat sejak masa pra-konsepsi juga merupakan hal yang
tidak kalah penting. Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan usia. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Stunting memiliki efek jangka pendek hingga jangka
panjang salah satunya peningkatan angka kematian dan kesakitan. Selain itu, stunting
juga dapat berefek pada perkembangan anak yang buruk dan gangguan kapasitas
belajar, peningkatan risiko infeksi serta penyakit tidak menular. Efek risiko tersebut
berpengaruh pada tumbuh kembang anak di masa depan, maka dari itu penting untuk
dilakukan pencegahan stunting sejak awal masa kehidupan. Stunting dapat
meningkatkan resiko terjadinya karies karena berkurangnya fungsi saliva sebaga
isebagai buffer,pembersih,anti pelarut,da nantibakteri rongga mulut. Di puskesmas
blooto dari pemeriksaan yang dilukan terhadap kasus stunting dikuti juga dengan
kasus kerusakan gigi.

Stunting saat ini menjadi fokus pemerintah dan target kesehatan Indonesia untuk
menekan dan menurunkan angka stunting, perlu kerjasama seluruh pihak untuk
menangan masalah ini seperti dokter, ibu hamil, bian serta tenaga kesehatan laen untuk
memantau selama 1000 hari pertama kehidupan.

4. Sumber Daya Manusia

Permasalahan yang Muncul di UPTD Puskesmas Blooto terkait pelayanan dalam


bidang Kesehatan adalah terbatasnya sumber daya manusia baik yang ASN maupun
non ASN, salah contoh dibagian RM/Loket Pendaftran sering terjadi penumpukan
pasien dan pendistribusian rekam medik yang sering terlambat akibtanya banyak
pasien yang sudah mengantri di depan ruang pelayanan belum bisa terlayani karena
harus menunggu rekam medik pasiennya dating, selanjutnya poli pelayanan vaksin
karena kebutuhan petugas yang banyak terkait peng iputan dta , screening Riwayat
kesehata, petugas pemeriksa vital sign dan petugas vaksinator menyebabakan bebrapa
pelayanan terganggu karena harus membantu di pelayanan vaksin hal ini membuat
pelayanan rawat jalan juga terganggu.perlua solusi lebih lanjuta antara puskesmas,
dinkas Kesehatan dan pemerintah kota Mojokerto dalam menangani permasalahan
ini.

5. Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular (PTM) Penyakit tidak menular atau PTM merupakan
suatu kondisi kesehatan yang bisa terjadi pada siapa saja dan berlangsung dalam
jangka waktu lama sehingga dikenal sebagai penyakit kronis. Kombinasi faktor
genetik, fisiologis, gaya hidup, dan lingkungan bisa menjadi penyebab utama.
Penyakit tidak menular merupakan layanan yang ada pada fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat 1 yang ada di puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan laenya
yang meliputi pengobatan pasien hipertensi, pasien diabetes.

Permasalahan yang terjadi pada kasus ini tingkat kepatuhan dan kesedaran pasien
terhadap obat yang diberikan agar di minum untuk menjaga kondisi pasien agar tetap
stabil dan sehat, serta kunjungan kembali pasien untuk melakukan medikal cek up
ulang masih sangat kurang. Perlu adanya kerjasama anatara pasein dokter dan tenaga
kesehatan laen untuk menyelesaikan permsalahan ini. Serta dengan mengecek
kesehatan secara rutin dan mengubah gaya hidup sehat serta memahami konsep,
penyebab dan cara pencegahannya, kita dapat mengenali sekaligus menghindari jenis
penyakit tidak menular.

Daftar Pustaka
Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko PTM,
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id .

Efrida. Nida Nabilah Nur. Faktor Risiko Perilaku PTM.


https://juke.kedokteran.unila.ac.id .

6. TBC

TBC atau tuberculosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan SITB (Software System Informasi TB)
kasus TBC di Indonesia per April 2021 tercatat sebanyak 357.199. Salah satu faktor
masalah pengobatan TB adalah kepatuhan pengobatan, berdasarkan data dari Kemenkes
angka keberhasilan pengobatan TB semakin menurun sejak 2016. Keberhasilan
pengobatan pasien TB selama 10 tahun data tertinggi pada tahun 2010 sebesar 89,2%
sedangkan pada tahun 2020 keberhasilan pengobatan mengalami penurunan terendah
sebesar 82,7% dan di tahun 2021 sebesar 83%. Pemerintah memiliki strategi dalam
menanggulangi TBC di Indonesia yaitu Penguatan kepimpinan program TB di Kabupaten
atau Kota, peningkatan akses layanan TB yang bermutu, pengendalian faktor resiko,
peningkatan kemitraan TB melalui forum koordinasi TB, peningkatan kemandirian
masyarakat dan penguatan managemen program. Strategi tersebut tidak akan efektif
dalam menanggulangi TB jika penderita tidak patuh dalam pengobatannya.

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan TB yang dilaukan di puskesmas dalam


hal ini puskesmas blooto khususnya dan di kota mojokerto terdapat beberapa faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan penderita diantaranya: pengobatan TBC
dalam jangka waktu yang lama, banyak dari penderita sudah merasa sembuh sehingga
berhenti meminum obat, adanya penyakit lain, kurangnya pengetahuan pasien, penderita
malas berobat, faktor dukungan dari keluarga, tidak adanya upaya dari diri sendiri atau
motivasi dan dukungan untuk minum obat dan pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita TB yaitu dengan menjaga
komitmen pengobatan, adanya dukungan keluarga dalam bentuk dukungan emosional;
waktu; dan uang, penggunaan alat bantu demi peningkatan kepatuhan berobat dan
pendekatan ‘peer educator’ atau pendidikan sebaya (memberikan motivasi dan edukasi
dari pasien ke pasien). Faktor kepatuhan minum obat dalam penyembuhan pasien TB
yang paling utama adalah diri sendiri. Jika kita sadar akan kesehatan itu sangat berharga,
maka kepatuhan dalam pengobatan TB akan tercapai dan kesembuhan penyakit TB akan
dengan mudah kita dapatkan.

7. Stunting

Telah diketahui secara luas bahwa 1000 hari pertama kehidupan merupakan
periode emas dalam mengoptimalkan pertumbuhan guna mencegah stunting.
Memastikan nutrisi yang adekuat sejak masa pra-konsepsi juga merupakan hal yang
tidak kalah penting. Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan usia. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Stunting memiliki efek jangka pendek hingga jangka
panjang salah satunya peningkatan angka kematian dan kesakitan. Selain itu, stunting
juga dapat berefek pada perkembangan anak yang buruk dan gangguan kapasitas
belajar, peningkatan risiko infeksi serta penyakit tidak menular. Efek risiko tersebut
berpengaruh pada tumbuh kembang anak di masa depan, maka dari itu penting untuk
dilakukan pencegahan stunting sejak awal masa kehidupan.

    Edukasi dan intervensi pada ibu hamil mengenai pencegahan stunting sejak
awal masa kehamilan dinilai dapat mengurangi angka stunting di Indonesia. Tingginya
pemahaman ibu selama masa kehamilan tentang nutrisi yang baik dikonsumsi selama
masa kehamilan dapat mengurangi pertumbuhan janin yang terhambat. Selain itu, ibu
juga perlu melakukan pola hidup bersih dan sehat serta melakukan sanitasi yang baik
sehingga mengurangi pajanan terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Infeksi
pada ibu hamil ini berisiko menyebabkan adanya persalinan preterm yang pada
akhirnya juga dapat meningkatkan risiko stunting kelak. Untuk mencegah stunting
tersebut maka ibu hamil perlu memastikan kecukupan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhannya selama masa kehamilan dan perlu rutin melakukan pemeriksaan di
tenaga kesehatan agar dapat mendeteksi kemungkinan infeksi yang dialami sehingga
dapat mencegah infeksi berlanjut hingga akhirnya menyebabkan stunting.
Stunting saat ini menjadi fokus pemerintah dan target kesehatan Indonesia untuk
menekan dan menurunkan angka stunting, perlu kerjasama seluruh pihak untuk
menangan masalah ini seperti dokter, ibu hamil, bian serta tenaga kesehatan laen untuk
memantau selama 1000 hari pertama kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai