Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR JAWABAN

Nomor 1a
Pemberhentian Badu sebagai PNS adalah Pemberhentian atas
permintaan sendiri. Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan
permintaan berhenti, dapat diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil dan pemberhentian tersebut dapat ditunda untuk paling lama
satu tahun apabila secara kedinasan pengabdiannya masih diperlukan, hal
ini disebutkan dalam ketentuan Pasal 238 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Maka Pemberhentian atas permintaan sendiri yang dilakukan oleh Badu
bersifat permanen karena Badu terpilih sebagai bupati.

Nomor 1b
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003
tentang wewenang pengangkatan, pemindahan, dan Pemberhentian
pegawai negeri sipil.
“Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan
sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di
lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten/Kota dalam dan dari
jabatan struktural eselon IV ke bawah dan jabatan fungsional yang
jenjangnya setingkat dengan itu.”
“Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan
sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di
lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai
Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri
Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan
ruang II/d ke bawah.”
Maka yang pejabat yang berwewenang memberhentikan Badu adalah
pejabat lain dilingkungannya untuk memberhentikan dengan hormat.
Nomor 2a
Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum
Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada
tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan.
Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan
kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap
pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali
beberapa informasi tertentu.
Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan
dan rahasia negara.
Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan
adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan
anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.
Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara secara objektif dan independen.
Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, mewajibkan adanya
keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran
serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.

Nomor 2b
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat
utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat
pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat
pemerintah, APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun
juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak
legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih
berperan dalam mengawal APBN sehingga APBN benar-benar dapat secara
efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola
perekonomian negara dengan baik.
Menurut saya pengelolaan keuangan negara termasuk informasi yang
wajib disediakan dan diumumkan kepada masyarakat, di mana dalam
pengelolaan keuangan negara terdapat asas keterbukaan. Asas
keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

Nomor 3a
Dalam pelayanan publik, hal yang paling mendasar adalah masyarakat
berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan azas dan
tujuan pelayanan, mengetahui kebenaran isi standar pelayanan, mengawasi
pelaksanaan standar pelayanan, mendapat tanggapan terhadap pengaduan
yang disampaikan, mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau
pemenuhan pelayanan.
Apabila Gareng tidak memperoleh pelayanan yang baik dari
pelaksana dan penyelenggara pelayanan, maka Gareng berhak
memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara dan pelaksana pelayanan
publik untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan
tidak sesuai dengan standar pelayanan, mengadukan pelaksana yang
melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada penyelenggara dan Ombudsman, mengadukan
penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau
tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan
Ombudsman.

Nomor 3b
Langkah gareng untuk mengajukan pengaduan pelayanan, dalam hal
Pengaduan diajukan secara lisan;
a. Gareng datang menghadap sendiri ke meja Pengaduan, dengan
menunjukkan indentitas diri ke meja pengaduan.
b. petugas meja pengaduan memasukkan laporan pengaduan ke dalam
aplikasi SIWAS MA-RI.
c. petugas meja Pengaduan memberikan nomor register pengaduan
pelapor  guna  memonitor tindak lanjut penanganan pengaduan.

Dalam hal Pengaduan dilakukan secara tertulis, memuat:


a. Identitas Pelapor
b. Identitas Terlapor jelas
c. Perbuatan yang diduga dilanggar harus dilengkapi dengan waktu dan
tempat kejadian, alasan penyampaian Pengaduan, bagaimana
pelanggaran itu terjadi misalnya, apabila perbuatan yang diadukan
berkaita dengan pemeriksaan suatu perkara, pengaduan harus
dilengkapi dengan nomor perkara
d. Menyertakan bukti atau keterangan yang dapat mendukung
pengaduan yang disampaikan misalnya, bukti atau keterangan ini
termasuk nama, alamat dan nomor kontak pihak lain yang dapat
dimintai keterangan  lebih  lanjut  untuk  memperkuat pengaduan
pelapor.
e. Petugas  Meja  Pengaduan  memasukkan  laporan pengaduan tertulis
ke dalam aplikasi SIWAS MA-RI dengan melampirkan dokumen
pengaduan. Dokumen asli Pengaduan diarsipkan pada Pengadilan
yang bersangkutan dan dapat dikirim ke Badan Pengawasan apabila
diperlukan.

Nomor 4
Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, maka pemerintah Indonesia
telah membuat suatu kebijakan pemberian bantuan sosial (bansos) bagi
penduduk Indonesia. Pengertian Bantuan sosial adalah pemberian bantuan
berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus
dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya risiko sosial (sumber: Wikipedia). Sedangkan pengertian bantuan
sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015
tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga adalah
pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh
Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi
masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan
kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Menurut J.G Jabbra (Haryatmoko, 2013:107) akuntabilitas dalam
konteks pelayanan publik, mengandung tiga unsur yaitu (1) tanggung jawab
(2) akuntabilitas (3) liabilitas. Akuntabilitas adalah hal yang mutlak dalam
mewujudkan Good Governance, di mana pemerintah dalam
penyelenggaraan pelayanan harus mempertanggungjawabkannya kepada
publik dan kepada organisasi tempat kerjanya. Sebagai organisasi yang
mengelola dana masyarakat, pemerintah sebagai organisasi sektor publik
harus mampu memberikan pertanggungjawaban kepada publik.
Bantuan sosial menjadi sesuatu hal yang “menarik” banyak pihak
karena banyak yang berkepentingan terhadap keberadaan bantuan sosial
itu sendiri. Pemerintah membutuhkannya sebagai wujud program kebijakan
yang harus dilakukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. DPR
atau Wakil Rakyat melihatnya sebagai pelaksanaan kewajiban pemerintah
dan perhatian mereka terhadap rakyat yang sudah memilihnya. Sedangkan
masyarakat/kelompok masyarakat membutuhkannya untuk kepentingan
sosial dan kesejahteraan.
Bantuan sosial tersebut menjadi salah satu jenis belanja yang
menyedot perhatian banyak pihak. Oleh karena itu, sangat penting bagi
pemerintah agar lebih terbuka dan bertanggungjawab didalam proses
pengelolaan belanja bantuan sosial ini, mulai dari proses penganggaran
sampai evaluasi dan monitoringnya harus dilakukan secara akuntabel, agar
masyarakat mengetahui seperti apa bentuk penggunaan belanja bantuan
sosial yang dikelola oleh pemerintah terkait. Sebagai pedoman pengelolaan
dan pertanggungjawaban bantuan sosial, pada tahun 2015 Pemerintah
menyempurnakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012
tentang Belanja Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015
tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga dan
nomor 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas PMK No.
254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian
Negara/Lembaga.
Akuntabilitas penyaluran bantuan sosial di era digital ini secara
prakteknya memang belum sepenuhnya akuntabel. Kualitas pelayanan
yang masih belum maksimal, kurangnya sosialisasi peraturan terkait
penyaluran bantuan sosial yang di lakukan melalui Lembaga Keuangan
Digital, keterbukaan informasi yang belum maksimal, serta sarana dan
prasarana yang belum memadai mengakibatkan tingkat keamanan dan
kenyamanan menjadi rendah. Namun, jika dibandingkan dengan
sebelumnya kualitas pelayanannya sudah lebih baik dan lebih akuntabel.
Yang perlu ditingkatkan lagi adalah aspek profesionalisme dan integritas
dari aparaturnya, Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kinerja penyaluran
bantuan sosial yang harus ditingkatkan serta penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai di seluruh pelosok Indonesia sehingga
masyarakat Indonesia dapat menikmati bantuan sosial dengan cepat tanpa
kesulitan dan memberi manfaat untuk peningkatan kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai