ADPU4335
Desentralisasi merupakan isu strategis lainnya yang menjadikan perhatian dalam reformasi
birokrasi. Desentralisasi adalah sebuah bentuk pemindahan tanggung jawab, wewenang,
dan sumber-sumber daya (dana, personel,dan lain-lain) dari pemerintah pusat ketingkat
pemerintahan dibawahnya.Dasar dari inisiatif ini adalah bahwa proses desentralisasi dapat
memindahkan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintah yang lebih dekat
dengan masyarakat. Karena merekalah yang akan merasakan langsung pengaruh program
pelayanan yang dirancang dan klemudian dilaksanakan oleh pemerintah.
1. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang
mengfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah
dibangun bersama.
3. Menerapkan system kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan public tertentu
sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
4. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil
(outcome) sesuai dengan masukan yang digunakan.
5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
6. Pada hal tertuntu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari
masyarakat dari pelayanan yang dilaksanakan.
7. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan
8. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
9. Menerapkan system pasar dalam memberikan pelayanan.
Selain itu, pelayana public juga harus (1) memiliki dasar hokum yang jelas dalam
penyelenggaraannya, (2) memiliki stakeholder yang luas, (3) memiliki tujuan social, (4)
dituntut untuk akuntabel kepada public, dan (5) memiliki indicator performance
(Mohamad, 2003 dalam Bapenas, 2004).
2. Budi mendapatkan tanah hak pakai dari salah satu Lembaga kementerian Negara. Di atas
nya budi telah mendirikan rumah tinggal yang telah mendapatkan izin bangun sejak tahun
1970 dengan biaya pribadi, Budi melakukan banyak upaya untuk mengurusi persoalan tanah
ini, beberapa kali Budi mendatangi pihak biro umum Lembaga terkait untuk pengurusan
tanah tersebut menjadi hak milik tapi tidak berjalan dengan baik dengan alasan peraturan
yang selalu berubah - ubah dan bahkan harus sampai tingkatan Menteri atau Presiden yang
mana menurut budi akan sulit dicapai oleh rakyat biasa sepertinya
Soal
Dari uraian diatas silahkan saudara analisis berdasarkan peraturan perundang – undangan,
yang mendasari Budi mendapatkan Hak pakai tanah tersebut, proses pengalihan hak guna
pakai dan solusi terbaik bagi budi untuk menjadikan tanah tersebut Hak Milik. Pastikan
setiap jawaban berbasiskan ketentuan hukum yang berlaku
Jawab :
Pastikan terlebih dahulu apakah tanah tersebut adalah Tanah Negara atau bukan. Jika bukan
Tanah Negara dimungkinkan tanah tersebut adalah tanah Hak Pakai atau tanah Hak
Pengelolaan atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tanah Negara didefinisikan oleh banyak peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Kemudian, di bawah ini akan kami singgung mengenai sejarah singkat peraturan
perundang–undangan di bidang pertanahan yang berkaitan dengan permasalah Anda.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan
Tanah-Tanah Negara (“PP 8/1953”), diatur kewenangan penguasaan Tanah Negara pada
Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri berhak:
Selain itu, di dalam hal penguasaan atas tanah Negara sebelum tanggal 27 Januari 1953 telah
diserahkan kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka Menteri
Dalam Negeri pun berhak mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan
bertindak sesuai kewenangannya.
Mulai dari terbitnya peraturan ini, Tanah Negara dapat diserahkan penguasannya pada
Departeman (Kementerian). Seiring perkembangan hukum tanah nasional dan
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (“UUPA”), PP 8/1953 diberikan penegasan terkait status Tanah Negara dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan
Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang
Kebijaksanaan Selanjutnya (“Permen Agraria 9/1965”). Dalam peraturan ini memberikan
suatu penegasan yang mana Tanah Negara yang digunakan oleh pihak–pihak yang diatur
dalam PP 8/1953, diklasifikasikan dalam suatu hak atas tanah yaitu Hak Pakai atau Hak
Pengelolaan sebagai berikut:[7]
Pasal 4 Permen Agraria 9/1965
Dengan menyimpang seperlunya dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1953, maka tanah-tanah Negara yang oleh sesuatu Departemen,
Direktorat atau daerah Swatantra dimaksudkan untuk dipergunakan sendiri, oleh Menteri
Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya akan diberikan kepada instansi tersebut
dengan “hak pakai” yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Pasal 5 Permen Agraria 9/1965
Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain dipergunakan
oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak
kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan
kepada instansi tersebut dengan “hak pengelolaan”.
Dasar penggunaan Hak Pakai dapat diketahui pula pada Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP
40/1996”). Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah:
Jika tanah yang Anda maksud adalah Hak Pakai atau tanah Hak Pengelolaan atas nama
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka ketentuan terkait Barang Milik
Negara[9] harus dipatuhi pada objek tanah ini.
Pelepasan, penghibahan, penjualan dan perbuatan lain yang pada intinya pemindahtanganan
tanah yang merupakan Barang Milik Negara yang dikuasai oleh Kementerian, maka Menteri
atas kewenangannya harus mengetahui dan mengizinkan perbuatan tersebut sebagai
pengguna Barang Milik Negara. Tidak hanya Menteri sebagai pengguna Barang Milik
Negara ini saja yang melaksanakan hal tersebut, tetapi peraturan perundang–undangan juga
mengatur bahwa Menteri tersebut harus mengajukan permohonan usulan pemindahtanganan
Barang Milik Negara melalui Menteri Keuangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal
4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (“PP 27/2014”) sebagai berikut:
1. Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik
Negara.
2. Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:
a. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang
Milik Negara;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;
c. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara;
d. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
e. …
Perlu diketahui bahwa tanah/bangunan termasuk pemindahtanganan Barang Milik
Negara yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.
Maka pemindahtangan ini memang rumit karena tanah tersebut merupakan aset Kementerian
yang merupakan Barang Milik Negara. Dapat memiliki tanah ini salah satunya dengan cara
pemindahtanganan atau tanah tersebut telah dicabut hak atas tanahnya karena hal–hal
tertentu yang diatur oleh peraturan perundang–undangan yang salah satu alasanya adalah
penelantaran.[11] Jika Hak Pakai atas nama Kementerian tersebut tidak memiliki jangka
waktu berdasar Pasal 45 ayat (1) PP 40/1996, maka hak ini tidak dapat dialihkan kecuali
dicabut haknya karena tidak lagi memenuhi syarat atau Kementerian melepaskan hak atas
tanah tersebut. Apabila kedua hal ini terjadi maka konsekuensinya tanah tersebut kembali
menjadi Tanah Negara.
Sebelum tahun 1975 terdapat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah (“Permendagri 6/1972”) di mana
dalam Pasal 2 huruf C dijelaskan sebagai berikut:
Gubernur Kepala Daerah memberi keputusan mengenai permohonan pemberian hak milik
atas tanah Negara:
Dari peraturan tersebut dapat dipahami alasan pemberian Hak Milik atas Tanah Negara
kepada seorang warga negaranya dan tidak lain dari 3 (tiga) sebab ini. Maka dapat
dipastikan surat izin bangun yang diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
merupakan izin untuk menggunakan tanah tersebut dan bukan untuk memilikinya dengan
hak atas tanah, kecuali instansi ini telah mengatur cara peralihannya tersendiri yang telah
dipahami berdasarkan peraturan perundang–undangan.
Sehingga dapat disimpulkan, mencari status hukum hak atas tanah merupakan hal terpenting
dalam permasalahan ini, agar Anda dapat menindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah
untuk dirinya atau menguasai tanah tersebut dengan hak milik, dengan catatan tanah tersebut
adalah tanah negara yang bebas dan telah dihuni dengan jangka waktu yang lama
berdasarkan peraturan perundang–undangan.
3. Uraian
Niat pemerintah kabupaten Gunungkidul untuk melakukan revitalisasi pantai selatan
mengalami sedikit kendala lantaran ada penolakan dari warga Desa Kemadang,
Tanjungsari. Padahal apabila tidak cepat dilakukan revitalisasi akan berdampak buruk bagi
daerah sekitar, akibat sudah semakin rusaknya lingkungan didaerah tersebut. Terdapat
setidaknya ada 3 warga yang menolak ganti rugi bahkan setelah melewati beberapa kali
musyawarah. Kepala Bidang Pertanahan, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Gunungkidul,
Agus N Wihariyadi menjelaskan bahwa pembebasan lahan untuk penataan pantai selatan
akan dimulai pada 2019, namun meleset karena adanya penolakan dari warga.
Soal :
Dari uraian diatas diketahui bahwa pemerintah sedang melakukan kegiatan revitalisasi,
dengan tujuan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah dan
menyebabkan bencana alam, tapi setelah beberapa kali musyawarah masih ada beberapa
warga yang menolaknya, untuk itu coba saudara analisis usaha seperti apa yang dapat
dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan tanah tersebut dengan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku ? berikan alasannya.
Jawab :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1960
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
4.Uraian
Pak Andi sedang mencari tanah dan bangunan daerah Depok, setelah mencari beberapa lama
pak Andi menemukan dua tanah dan bangunan yang cocok. Harga tanah pertama
Rp.500.000.000, dengan NJOP dalam SPPT Bernilai Rp.480.000.000. dan Harga tanah
kedua Rp.300.000.000 dengan NJOP dalam SPPT Bernilai Rp.280.000.000
Soal.
Berdasarkan data di atas silahkan saudara hitung, Berapa besar biaya BPHTB terhutang yang
harus dibayar pak Andi untuk membeli kedua tanah, jika di wilayah Kota tersebut NPOPTKP
diluar waris/hibah wasiat Rp.200.000.000.
Jawab :
Tanah 1
5% X (480.000.000-200.000.000)
5% X (280.000.000)
= Rp 14.000.000
Tanah 2
5% X (280.000.000-200.000.000)
5% X (80.000.000)
= Rp 4.000.000
Jadi total besar biaya BPHTB terhutang yang harus dibayar Pak Andi untuk kedua tanah
tersebut adalah Rp 14.000.000,- + Rp 4.000.000,- = Rp 18.000.000,-