Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan Persepsi Sensori merupakan keadaan dalam diri seseorang mengalami


sebuah perubahan bentuk dan jumlah dari rangsangan yang datang dari luar maupun dari
dalam dengan respon yang menurun atau dilebih-lebihkan terhadap rangsangan ini yang
menimbulkan Halusinasi (Shalahuddin, dkk 2021). Beberapa kondisi yang
memprihatinkan yaitu meningkatnya kejadian gangguan jiwa dengan halusinasi dalam
masalah kesehatan. Klien halusinasi yang tidak segera dilakukan penanganan yang baik
akan mengakibatkan masalah yang serius bagi klien, lingkungan maupun masyarakat
sekitar. Kita akan menemukan klien yang melakukan tindakan kekerasan dikarenakan
mengalami halusinasi.

Gangguan mental yang kronis maupun parah diseluruh dunia sekitar lebih dari 21
juta dan 23 juta orang jiwa secara umum, namun diketahui 50% jiwa dengan skinzofrenia
atau halusinasi yang tidak mendapat penanganan berada di Negara berpenghasilan
menengah dan rendah. Pada tahun 2013 sebanyak 1,7 per mil dan mengalami peningkatan
pada tahun 2018 menjadi 7 per mil gangguan jiwa yang terjadi di Indonesia (Shalahuddin,
dkk 2021).

Halusinasi dipengaruhi oleh faktor presipitasi dan faktor predisposisi. Faktor


presipitasi merupakan sebuah rangsangan yang terjadi pada seseorang sehingga
mempersepsikan atau menilai sesuatu yang memerlukan tenaga karena adanya tekanan
dari luar maupun dari dalam. Sedangkan faktor predisposisi mempengaruhi tingkat stress
maupun kecemasan seseorang terhadap suatu masalah yang dialami sehingga tidak dapat
mengendalikan halusinasi (Aldam & Wardani, 2019)

Proses yang menimbulkan terjadinya gangguan persepsi sensori atau halusinasi


yaitu terdapat 4 tahapan, pada tahap yang pertama halusinasi bersifat menenangkan,
untuk tahap kedua maka halusinasi berada pada sifat menyalahkan, tahap ketiga
halusinasi akan bersifat menegndalikan dan pada tahap terakhir akan bersifat
menakutkan. Ada beberapa jenis halusinasi diantaranya yaitu halusinasi penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan yang memiliki tanda-tanda seperti
bebricara sendiri, tertawa tanpa penyebab, menunjuk ke arah tertentu, muntah atau
bahkan menggaruk-garuk kulit (Nugrahani, 2020).

Dampak dari halusinasi pada klien yaitu perilaku yang tidak dapat mengendalikan
diri-sendiri, beresiko dalam melakukan bunuh diri, serta dapat merusak lingkungan
sekitarnya apabila tidak segera dilakukan penanganan. Peran keluarga sangat penting
untuk proses penyembuhan klien tetapi juga dapat merasakan dampak saat melakukan
perawatan seperti merasa putus asa, takutataupun kecewa dengan perilaku klien sehigga
keluarga cemas dalam situasi sosial, oleh sebab itu keluarga akan merasa bahwa klien
menjadi beban dalam keluarga maupun lingkungannya (Susilawati; Fredrika, 2019).

Peran perawat dalam mengatasi masalah halusinasi adalah dengan pendekatan


nonfarmakologi seperti terapi kelompok aktivitas, interaksi sosial, mengajarkan cara
menghardik halusinasi, mengajarkan cara berfokus saat bercakap-cakap untuk
mengendalikan halusinasi serta membuat sebuah jadwal untuk memonitor kegiatan
sehari-hari klien dan untuk terapi farmakologi bisa menggunakan obat anti depresan
(Zaini, 2019).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui defenisi ganguan persepsi sensori
2. Mengetahui etiologi ganguan persepsi sensori
3. Mengetahui faktor-faktor ganguan persepsi sensori
4. Mengetahui masalah ganguan persepsi sensori
5. Mengetahui pohon/rumusan masalah
1.3 Manfaat Penulisan
1. Dapat memahami apa itu ganguan persepsi sensori
2. Dapat mengetahui etiologi dari ganguan persepsi sensori
3. Dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi ganguan persepsi sensori
4. Dapat mengetahui masalah yang timbul akubat ganguan persepsi sensori
5. Dapat mengetahui pohon masalah dari ganguan persepsi sensori
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Ganguan Persepsi Sensori


Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut
disadari dan dimengerti pengindraannya atau sensasi. Gangguan persepsi adalah
ketidak mampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul dari sumber
internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal sensori stimulus atau rangsangan
yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh
melalui organ sensori. Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk
belajar berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal (Dermawan & Rusidi,
2013).
Gangguan persepsi sensori diantaranya penurunan pendengaran terutama
berupa sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang berkaitan
dengan presbikusis. Penurunan pendengran sensorineural terjadi saat telinga bagian
dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang
otak atau jalur kontrakal pendengaran). Penyebab dari perubahan konduksi tidak
diketahui, tetapi masih berkaitan dengan perubahan pada tulang di dalam bagian
koklear atau didalam tulang mastoid.

2.2 Etiologi Gangguan Persepsi Sensori


Salah satu penyebab dari gangguan persepsi sensori adalah gangguan
presbiakusis merupakan salah satu gangguan kesehatan yang berisiko terjadi pada usia
lanjut. Hal ini disebabkan oleh proses penuaan atau degenerasi pada usia lanjut.
Presbiakusis merupakan gangguan sensori yang terjadi pada telinga dan ditandai
dengan penurunan kualitas dan kuantitas suara yang diterima pemilik telinga.
Penyebab dari presbiakusis itu sendiri adalah perubahan pada telinga luar dan
telinga tengah yang berkurang elastisitasnya serta bertambah besar ukuran daun
telinga, bertambah kakunya daun telinga, penumpukan serumen, membran timpani
yang bertambah tebal dan kaku, juga kekakuan pada persendian tulang pendengaran
di mulai terjadinya atrofi di bagaian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun
secara progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke
daerah apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat
dengan manifestasi gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbikusis diduga
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter metabolisme, aterosklerois,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor (Ali, 2006).

2.3 Faktor-faktor Gangguan Persepsi Sensori


Faktor- faktor yang mempengaruhi gangguan presepsi sensori :
1. Perubahan mental
Perubahan mental lansia menuerut Nugroho (2008) dari berupa perubahan
sikap yang semakan egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau tampak
jika memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan dalam
masyarakat. Sikap umum yang ditemukan hampir setiap lansia yaitu keinginan
untuk berumur panjang jika meninggal mereka inggin meninggal scara terhormat
dan masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan fisik, kesehatan umum,
tingkat pendidikan, keturunan dan lingkuangaan. Nilai seserorang sering diukur
melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila
menggalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan
finansial, kehilangan stautus, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan
(Nugroho, 2008).
2. Perubahan fisik Hutapea (2005) menyatakan berubahan fisik yang mempengaruhi
Perubahan pada sistem sensori seperti penururunan pendengaran. Perubahan
karena penuaan di telinga dalam diantaranya yaitu karena hilangnya rambut sel,
penurunan suplai darah, penurunan produksi endolymph, menurunnya fleksibilitas
dari membran basilar, degenerasi spiral sel ganglion, dan hilangnya neuron di
nekleus koklear (Miller, 2012)

2.4 Masalah Gangguan Persepsi Sensori


Perubahan yang terjadi pada lansia sering bertambahnya usia gangguan
presepsi sensori pendengaran degeneratif yang disebut presbikusis. Presbikusis
merupakan gangguan sensoris yang terjadi pada telinga dan ditandai dengan
penurunan kualitas dan kuantitas suara yang diterima pemilik telinga. Penyebab dari
presbiakusis itu sendiri adalah perubahan pada telinga luar dan telinga tengah yang
berkurang elastisitasnya serta bertambah besar ukuran daun telinga, bertambah
kakunya daun telinga, penumpukan serumen, membran timpani yang bertambah tebal
dan kaku, juga kekakuan pada persendian tulang pendengaran (Ali, 2006).
Miller (2012) menyatakan sensori presbikusis berhubungan dengan perubahan
degeneratif dari sel rambut dan organ Corti serta dikarakteristikkan oleh penurunan
pendengaran yang meningkat tajam pada frekuensi tinggi penurunan pendengaran
sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
dengan baik (saraf pendengaran batang otak atau jalur korikal pendengaran) penyebab
dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin bekaitan dengan
perubahn pada tulang telinga tengah dalam bagian koklea atau di dalam tulang
mastoid. Perubahan sensori pendengaran pada ansia menyebabkan berespon tidak
sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari
interaksi sosial. Perilaku ini sering disalah pahamkan sebagai kebingunggan atau
senil.

2.5 WOC
Lansia

Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan


biologis/fisik Spiritual psikologis sosiologi

Tidak mampu
Penurunan Distorsisensori Hambatan
menerima
massa atau lingkungan
respon
kekuatan
pendengaran Respon tidak
sesuai Linglung

Gangguan
Perubahan
Persepsi
sistem Prebiskusis Sensori
pendengaran pada lansia

Anda mungkin juga menyukai