Makalah Fiqh
Makalah Fiqh
(MAKALAH)
Disusun Oleh:
Kelompok 6
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
..............................................................Dengan teknologi yang semakin mutakhir, fasilitas transp
darat, laut dan udara yang ada mempermudah dan mempercepat mobilitas
pergerakan manusia. Salah satu bukti nyata majunya transportasi terlihat nyata
pada perjalanan haji dari masa ke masa. Perjalanan haji pada tahun 1960,
waktu yang di habiskan jamaah haji dengan jalur darat dan laut untuk
perjalanan pergi dan pulang adalah 9 bulan. Sedangkan saat ini, waktu
perjalanan lebih efisien hanya sekitar 8 jam perjalanan.
Walau masa telah berubah, tapi keringanan (rukhsoh) yang Allah berikan
untuk orang-orang yang dalam perjalanan (musafir) tetaplah ada. Baik itu
dalam hal puasa maupun shalat. Berbeda dengan puasa yang banyak muslim
mengetahui rukhsoh-nya, yakni diperbolehkan tidak berpuasa di bulan
Ramadhan saat dalam perjalanan dan diwajibkan mengganti di lain hari di luar
Ramadhan. Rukhsoh pelaksanaan shalat bagi musafir banyak yang tidak
mengetahui, bahkan ada saja yang meninggalkan shalat 5 waktu saat dalam
perjalanan. Oleh karena itu makalah ini akan membahas:
“Shalat Qashar dan Jama’”
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dalil pelaksanaan shalat qashar jama’?
2. Bagaimana syarat dan ketentuan pelaksanaan shalat qashar jama’?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan shalat qashar jama’?
4. Bagaimana pandangan shalat qashar jama’ dalam 4 madzhab?
5. Bagaimana shalat qashar jama’ di masa kontemporer?
3
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian shalat qashar jama’ dan mengetahui dalil
pelaksanaan shalat qashar jama’.
2. Untuk mengetahui syarat dan ketentuan pelaksanaan shalat qashar jama’.
3. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan shalat qashar jama’.
4. Untuk mengetahui pandangan shalat qashar jama’ dalam 4 madzhab.
5. Untuk mengetahui shalat qashar jama’ di masa kontemporer.
4
BAB II
PEMBAHASAN
“Dan apabila kamu berpergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu
men-qashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
1
Ahmad Sarwat, Shalat Qashar Jama’, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm. 7-8.
5
agama yang mudah, Allah SWT juga menginginkan kemudahan bagi setiap
manusia dan tidak menginginkan kesulitan.2
Selain dalil Al-Qur’an, terdapat pula dalil hadits yang membolehkan shalat
qashar sebagai berikut:
“Isma’il menceritakan kepada kami, (diterima) dari Ali ibn Zaid, (diterima)
dari Abi Nadhrah, (diterima) dari ‘Imran ibn Hushain, ia berkata: aku
mengikuti penaklukan Mekah bersama Nabi SAW, lalu beliau tinggal di
Mekah selama delapan belas hari, beliau tidak pernah shalat kecuali dua
rakaat, kemudian beliau bersabda: ‘Hai penduduk Mekah, shalatlah empat
rakaat, karena kami adalah musafir’.” (HR. Ahmad)
2
Beni Firdaus, “Kemacetan dan Kesibukan Sebagai Alasan Qashar dan Jama’ Shalat”,
Jurnal Hukum Islam Al-Hurriyah, Vol. 2 No. 2 (Juli-Desember, 2017), hlm. 171.
6
Dari penjelasan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang telah disebutkan
diatas, dapat disimpulkan bahwa meringkas shalat merupakan rukhsah yang
diberikan oleh Allah kepada orang yang dalam perjalanan musafir.
Shalat zuhur tidak bisa dijama’ kecuali hanya dengan shalat ashar dan
begitu juga sebaliknya. Shalat maghrib tidak boleh dijama’ kecuali hanya
dengan shalat isya.
Para ulama semuanya sepakat bahwa menjama’ dua shalat itu disyariatkan
dalam agama Islam. Dalil dibolehkannya menjama’ shalat fardhu memang
tidak disebutkan secara khusus di dalam Al-Qur’an. Namun, di dalam hadits-
hadits Nabi ditemukan banyak sekali keterangan tentang shalat jama’,
diantaranya:
3
Ahmad Sarwat, Shalat Qashar Jama’, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm. 30.
7
.ب َحىَّت َيْن ِز َل لِْلعِ َش ِاء مُثَّ مَجَ َع َبْيَن ُه َما ِ ِ ِ ِ ِ
َ َأخَر الْ َم ْغ ِر
َّ ،س
ُ َّم َ َوا ْن َيْرحَت ُل َقْب َل َأ ْن تَغْي،َوالْع َشاء
ْ ب الش
)(رواه ابو داود
“Yazid ibn Khalid ibn Yazid ibn Abdillah ibn Mauhab al-Ramliy al-Hamdaniy
menceritakan kepada kami, Al-Mufadhal ibn Fadhalah dan Laits ibn Jabal
menceritakan kepada kami, (diterima) dari Hisyam ibn Sa’ad, (diterima) dari
Abi al-Zubair, (diterima) Abi al-Thufail, (diterima) dari Muadz ibn Jabal,
bahwa Rasulullah SAW pada waktu perang Tabuk menjama’ antara shalat
zuhur dan ashar (jama’ taqdim) apabila berangkat setelah matahari tergelincir.
Dan apabila berangkat sebelum matahari tergelincir beliau mengakhirkan
shalat zuhur di waktu ashar. Begitu pula dengan shalat maghrib, apabila
matahari telah terbenam sebelum beliau berangkat maka beliau menjama’
maghrib dan isya (dengan jama’ taqdim), dan bila beliau berangkat sebelum
matahari terbenam, beliau mengakhirkan maghrib di waktu isya dan menjama’
keduanya (jama’ ta’khir).” (HR. Abu Dawud)
8
bertanya kepada Ibn Abbas sebagaimana yang kamu tanyakan, maka Ibn
Abbas berkata: supaya tidak memberatkan bagi umatnya.” (HR. Muslim)
9
a. Shalat zuhur lebih dahulu dikerjakan dari shalat ashar. Dan shalat
maghrib lebih dahulu shalat isya.
b. Berniat jama’ dalam shalat yang pertama, yaitu berniat dalam shalat
zuhur atau shalat maghrib. Niat jama’ boleh dilakukan selama belum
selesai memberi salam dari shalat pertama.
c. Shalat yang dijama’kan dikerjakan beriring-iringan, tidak boleh lama
perpisahan antara keduanya.
d. Senantiasa dalam perjalanan hingga dimulai takbiratul ihram shalat
yang kedua.
e. Perjalanan itu tidak maksiat.
2. Jama’ ta’khir, yaitu mengumpulkan ke belakang. Artinya, mengerjakan
shalat zuhur dan ashar dalam waktu ashar. Dan mengerjakan shalat shalat
maghrib dan isya dalam waktu isya. Dalam waktu zuhur dan maghrib tidak
mengerjakan shalat lagi. Syarat jama’ ta’khir adalah sebagai berikut:
a. Berniat mengumpulkan shalat dalam waktu shalat yang pertama, yaitu
berniat dalam waktu zuhur atau maghrib akan mengumpulkan shalat
zuhur dengan shalat ashar atau akan mengumpulkan shalat maghrib
dengan shalat isya.
b. Senantiasa dalam perjalanan hingga selesai shalat itu keduanya.
c. Sekurang-kurangnya perjalanan sejauh dua hari.
d. Perjalanan yang tentu tujuannya.
e. Perjalanan itu tidak maksiat.
10
وة ۖ اِ ْن ِخ ْفتُ ْم
ِ الص ٰل
َّ صُر ْوا ِم َن
ُ اح اَ ْن َت ْق
ٌ َس َعلَْي ُك ْم ُجن
َ ي
ْ ل
َ ف
َ ِ ضَر ْبتُ ْم ىِف ااْل َْر
ض َ اذ
َ ِوا
َ
اَ ْن يَّ ْفتِنَ ُك ُم الَّ ِذيْ َن َك َفُر ْو ۗا اِ َّن الْ ٰك ِف ِريْ َن َكانُ ْوا لَ ُك ْم َع ُد ًّوا ُّمبِْينًا
“Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidak dosa bagimu untuk mengqasar
shalat jika kamu takut diserang orang-orang yang kufur. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. An Nisa : 101)
11
3) Jarak 88, 704 km (Lihat Al-Fiqhul Islami, juz I, halaman 75).
4) Jarak 96 km bagi kalangan Hanafiyah.
5) Jarak 119, 9 km bagi mayoritas ulama.
6) Jarak 94, 5 km menurut Ahmad Husain Al-Mishry.
c. Shalat yang di-qashar adalah shalat ada' (shalat yang dikerjakan pada
waktunya/ bukan qadha') atau shalat qadha' yang terjadi dalam
perjalanan. Sedangkan shalat qadha' dari rumah tidak boleh di-qashar.
d. Niat qashar shalat saat takbiratul ihram. Sedangkan niatnya sebagai
berikut:
ِ ُأصلِّي َفرض الظُّه ِر م ْقصور ًة
ِهلل َت َعاىَل َ ُْ َ ْ َ ْ ْ َ
Artinya, “Saya niat shalat fardhu zhuhur dengan qashar karena Allah
ta’ala”. Atau bisa dengan niat sebagai berikut:
ِ ِ ُأصلِّي َفرض الظُّه ِر ر ْكعَت
ِهلل َت َعاىَل َ ْ ْ َ ْ َ َ نْي
Artinya, “Saya niat shalat dhuhur dua rakaat karena Allah ta’ala.”
12
e. Tidak dilakukan dengan cara mengikuti (bermakmum) kepada imam
yang melaksanakan shalat itmam (tidak meng-qashar), baik imam
tersebut berstatus musafir ataukah muqim (tidak bepergian) atau pada
imam yang masih diragukan keadaan bepergiannya.
f. Mengetahui tentang diperbolehkannya melakukan shalat dengan cara
qashar. Bukan hanya sekadar ikut tanpa mengetahui boleh dan tidaknya
qashar.
g. Dilaksanakan ketika masih yakin dirinya (Al-Qashir) masih dalam
keadaan bepergian sehingga ketika di tengah-tengah shalat muncul
keraguan atau bahkan yakin dirinya telah sampai di daerah muqimnya
(desanya) kembali, maka ia berkeharusan menyempurnakan shalatnya.
h. Bepergian dengan tujuan yang jelas (daerah/tempat tertentu) sehingga
tidak seperti orang yang kebingungan mencari tempat tujuan (Al-Haim),
orang yang pergi mencari sesuatu yang tidak jelas tempatnya, dan
sebagainya tidak diperkenankan untuk meng-qashar shalat.6
Dalil mengerjakan shalat jama’ yakni, hadis yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik yang berkata: “Bahwa Rasulullah SAW jika berangkat dalam
bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat
Dzuhur ke waktu shalat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan
kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir
matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dzuhur terlebih dahulu
kemudian naik kendaraan” (Muttafaq ‘Alaih).
Untuk hukum shalat Jama’ asalnya adalah dikerjakan sesuai dengan waktu
yang ditetapkan. Namun, jika ada sebab lain yang mengakibatkan
seseorang harus melaksanakan shalat Jama’, maka hal tersebut
diperbolehkan.
6
Mohammad Sibromulisi. Tata Cara dan Ketentuan Qashar Shalat. NU Online pada
Selasa, 12 Desember 2017. Sumber: https://islam.nu.or.id/shalat/tata-cara-dan-ketentuan-
qashar-shalat-ecxrA
13
Batasannya adalah selama ada sebab yang mengakibat seseorang kesulitan
untuk melaksanakan shalat sesuai waktunya, maka dia diperbolehkan
untuk menjama’ shalatnya. Di antara penyebabnya adalah safar. Dengan
demikian, orang yang safar diperbolehkan melaksanakan shalat Jama’
Qashar. Namun, tidak semua orang diperbolehkan untuk melakukan shalat
Jama’. Hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkan keringanan ini,
di antaranya:
14
a. Saat melaksanakannya, kedua shalat dilakukan secara berurutan tanpa
diselingin aktivitas apapun. Jadi setelah salam, langsung berdiri lagi
untuk melakukan shalat kedua. Tidak perlu dzikir, mengobrol, makan
atau lainnya.
b. Untuk niat shalat Jama’ Taqdim Dzuhur dan ashar yang dilakukan saat
d. Niat shalat Jama’ Taqdim Maghrib dan Isya’ yang dilakukan saat waktu
Maghrib yakni:
15
ِ ٍب مَجْ ع َت ْق ِدمْي
هلل َت َع اىَل ِ مس َت ْقبِل الْ ِقْبلَ ِة جَمْمو ًع ا بِ الْم ْغ ِرArtinya:
َ َ ُْ َ ُْ “Aku
berniat shalat Isya empat rakaat dijama’ dengan Magrib, dengan jama’
taqdim, fardhu karena Allah Ta’aala.”
f. Niat solat Jama’ Takhir Dzuhur dan Ashar yakni : ض الظُّ ْه ِر
َ صلِّ ْي َف ْر
َ
ِ ٍ ات مسَت ْقبِل الْ ِقبلَ ِة جَمْموعا بِالْعص ِر مَجْع تَْأ ِخ
هلل َت َعاىَل ٍ
َْأربَ َع َر َك َع ُ ْ َ ْ ُ ْ ً َ ْ َ رْي
Artinya: “Aku sengaja shalat fardu dhuhur 4 rakaat yang dijama’
dengan Ashar, fardu karena Allah Ta’aala.”
g. Setelah selesai shalat dzuhur, langsung dilanjut shalat ashar dengan
16
dijama’ dengan magrib, dengan jama’ takhir, fardhu karena Allah
Ta’aala.”
Bila seseorang dalam perjalanan jauh ingin menjama’ taqdim shalat zuhur
dengan ‘ashar, maka yang harus ia lakukan adalah:
Bila seseorang dalam perjalanan jauh ingin menjama’ akhir shalat zhuhur
dengan ‘ashar, maka yang harus ia lakukan adalah:
a. Ketika datang waktu shalat pertama, yaitu zhuhur, lakukan niat dalam hati
bahwa ia akan mengakhirkan shalat zhuhur ke waktu shalat ‘ashar.
b. Ketika datang waktu shalat kedua, yaitu shalat ‘ashar, kerjakan shalat
mana saja yang ingin didahulukan (‘ashar atau zhuhur). Misalnya, yang
didahulukan ‘ashar.
c. Setelah selesai shalat yang paling pertama selesai (‘ashar), lanjutkan
dengan shalat zhuhur tanpa diselingi oleh kegiatan lain.7
Shalat jama’ qashar adalah shalat fardlu yang dijama’ dan sekaligus diqashar.
Artinya, dua raka’at shalat fardlu yang diqashar dikerjakan dalam waktu
sekaligus. Orang yang diperbolehkan mengqashar shalat adalah orang-orang
yang sedang dalam perjalanan jauh. Sedangkan halangan lain, seperti sakit,
hujan lebih ketika berjama’ah di mesjid tetap diperbolehkan mengerjakan
shalat jama’ qashar. Niat dalam shalat jama’ qashar adalah :
7
Yudi Yansyah. Mimbar Dakwah Sesi 144 : “Sholat Jama dan Qashar”. Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat. 18 Februari 2021.
https://jabar.kemenag.go.id/portal/read/mimbar-dakwah-sesi-144-sholat-jama-dan-qashar
17
ٍص ِر مَجْ َع َت ْق ِدمْي ِ ِ
ْ ض الظُّ ْه ِر َر َك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْقْبلَة جَمْ ُم ْو ًعا بِالْ َع
َ ُأصلِّ ْي َف ْر
َ
ِ قَصرا
هلل َت َعاىَل َْ
“Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat, dijama’
taqdim qashar dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
2) Niat shalat ’ashar
ٍص ِر ر َك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِل الْ ِقْبلَ ِة جَمْ ُم ْو ًعا بِالظُّ ْه ِر مَجْ َع َت ْق ِدمْي َ ُأصلِّ ْي َف ْر
َ َ ْ ض الْ َع َ
ِ قَصرا
هلل َت َعاىَل َْ
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat, dijama’
taqdim qashar dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
ِ ض الْعِ َش ِاء ر َكعَتنْي ِ مسَت ْقبِل الْ ِقْبلَ ِة جَمْمو ًعا بِالْم ْغ ِر
ٍب مَجْ َع َت ْق ِدمْي َ ُأصلِّ ْي َف ْر
َ ُْ َ ُْ َ َ َ
ِ قَصرا
هلل َت َعاىَل َْ
“Sengaja aku shalat ‘isya empat raka’at menghadap kiblat, dijama’
taqdim qashar dengan maghrib karena Allah Ta’ala.”
18
ِ قَصرا
هلل َت َعاىَل َْ
"Sengaja aku shalat zhuhur empat raka’at menghadap kiblat,
dijama’ takhir qashar dengan ‘ashar karena Allah Ta’ala.”
2) Niat shalat ’Ashar
ص ِر َر َك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة جَمْ ُم ْو ًعا بِالظُّ ْه ِر مَجْ َع َ ُأصلِّ ْي َف ْر
ْ ض الْ َع َ
ِ تَْأ ِخ ٍ قَصرا
هلل َت َعاىَل َ ْ رْي
“Sengaja aku shalat ‘ashar empat raka’at menghadap kiblat,
dijama’ takhir qashar dengan zhuhur karena Allah Ta’ala.”
ِ ض الْعِ َش ِاء ر َكعَتنْي ِ مسَت ْقبِل الْ ِقْبلَ ِة جَمْمو ًعا بِالْم ْغ ِر
ٍب مَجْ َع تَْأ ِخرْي َ ُأصلِّ ْي َف ْر
َ ُْ َ ُْ َ َ َ
ِ قَصرا
هلل َت َعاىَل َْ
“Sengaja aku shalat ‘isya empat raka’at menghadap kiblat, dijama’
takhir qashar dengan maghrib karena Allah Ta’ala.”
19
Dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat mengqashar shalat dalam
safar itu wajib, sunnah, atau pilihan. Madzhab Hanafi mewajibkan qashar
shalat bagi yang melakukan perjalanan yang telah terpenuhi syaratnya. Dalil
yang mereka gunakan adalah hadits Nabi sebagai berikut:
ي َع ْن عُْر َوةَ َعاِئ َشةَ َر ِض َي اهللُ َعْن َها ُّ اهلل بْ ِن حُمَ َّم ٍد قَ َال َح َّدثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن
ِّ الز ْه ِر ِ ح َّدثَنَا عب ُد
َْ َ
مِت
) (رواه البخاري.ض ِر
َ َصاَل ةُ احْل ْ َّ الس َف ِر َوُأ
َ ت َ ِ ت َر ْك َعَتنْي
َّ ُصاَل ة ْضَ الصَّاَل ةُ ََّأو ُل َما فُِر:ت
ْ َقَال
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Muhammad, ia berkata: telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari ‘Aisyah
r.a, ia berkata: Shalat pada awal mulanya diwajibkan dua rakaat, kemudian
(ketentuan ini) ditetapkan sebagai shalat safar (dua rakaat) dan disempurnakan
(menjadi empat rakaat) bagi shalat di tempat tinggal (mukim).” (HR. Bukhari)
Madzhab Maliki berpendapat bahwa mengqashar shalat hukumnya
sunnah. Dasarnya adalah tindakan Rasulullah SAW yang secara umum selalu
mengqashar shalat dalam hampir semua perjalanan beliau, sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar sebagai berikut:
20
lebih afdhal, karena merupakan sedekah dari Allah SWT. Mereka juga berdalil
dari tindakan sahabat Nabi SAW dalam banyak perjalanan, kadang mereka
mengqashar tetapi kadang juga tidak. Sehingga mengqashar shalat atau tidak
merupakan suatu pilihan.
21
terlewat dari shalat Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya sekaligus, gara-
gara ada serangan atau kepungan musuh dalam perang Azhab (perang
Khandaq). Beliau saat itu menjama’ shalat yang tertinggal setelah lewat
tengah malam, bukan ketika perjalanan, sebab beliau SAW dan para
shahabat bertahan di dalam kota Madinah Al-Manuwwarah.
b. Syarat kedua adalah bersifat sangat memaksa, yang tidak ada alternatif
lain kecuali harus menjama’. Sifat memaksa disini bukan disebabkan
karena kepentingan biasa, misalnya sekedar karena ada rapat, atau pesta
pernikahan. Kejadian yang memaksa itu semisal Tsunami yang
menimpa Aceh dan Mentawai, dokter yang sedang mengoperasi, gempa
bumi yang berkepanjangan, kerusuhan massa.
Berdasarkan kaidah fiqh, “jika ada ‘ilat maka ada hukum dan jika
tidak ada maka tidak ada hukum”. Oleh karena itu, seorang pengantin
(pasangan suami misteri yang sah) ketika merayakan resepsi pernikahan
(walimah al-`ursy) yang di sibukkan dalam menyambut tamu serta
mengikuti acara tersebut hingga sore hari, juga karena hiasan dandanan
yang mahal, tidak dapat dijadikan alasan (‘ilat) dan uzur secara syar`i
untuk mengerjakan shalat dengan jama’, qadha, apalagi qashar.8
Kondisi aktual pengantin sibuk di walimah al`urs tidak dapat
dikategorikan sebagai alasan yang mengarah kepada masyaqqah
(kesulitan yang melampaui batas) sehingga tidak bisa dihilangkan dengan
rukhshah.9
8
Arisman. Jamak Dan Qadha Shalat Bagi Pengantin Kajian Fiqh Kontemporer. Hukum
Islam, Vol. XIV No. 1 Juni 2014.
9
Abdul `Aziz Muhammad `Azam, Qawa`id al-Fiqh al-Islamy, Maktabah al-Risalah
alDauliyah, 1998-1999, h. 133
22
melaksanakan Jumat di tengah perjalanannya. Atau misalkan ia sudah
berada di perjalanan sebelum hari Jumat, kemudian saat hari Jumat, ia
masih berada di perjalanan dan melaksanakan Jumat di desa setempat.
Pertanyaannya adalah, apakah shalat Jumat boleh dijama’ dengan shalat
Ashar?
Para ulama menegaskan bahwa secara umum, Jumat memiliki
kedudukan yang sama dengan shalat Zuhur. Ada banyak hukum-hukum
yang berlaku di dalam shalat Zuhur, juga berlaku untuk shalat Jumat,
termasuk di antaranya kebolehan mengumpulkannya dengan shalat Ashar
dengan teori jama’ taqdim.
Dalam praktik pelaksanaan menjamak taqdim Jumat dan Ashar,
saat niat shalat Jumat, diniati pula mengumpulkannya dengan shalat
Ashar dengan niat jamak taqdim. Berikut ini contoh niatnya:
ات جَمْ ُم ْو ًعا ِإلَْي ِه اجْلُ ُم َعةُ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة
ٍ ُأصلِّي َفرض الْعص ِر َأربع ر َكع
َ َ ََ ْ ْ َ َ ْ ْ َ
23
dilakukan dalam permasalahan ini. Teori jamak ta’khir tidak berlaku
dalam kasus mengumpulkan shalat Jumat dan Ashar, sebab Jumat wajib
dikerjakan di waktu Zuhur.
Berkaitan dengan kebolehan menjama’ taqdim shalat Jumat dan
Ashar, Syekh Khathib al-Syarbini mengatakan: “Boleh bagi musafir
dalam jarak tempuh yang memperbolehkan qashar shalat, mengumpulkan
di antara Shalat Zuhur dan Ashar di waktu yang ia kehendaki, baik jamak
taqdim atau ta’khir. Dan diperbolehkan mengumpulkan di antara shalat
Maghrib dan Isya’, di waktu yang ia kehendaki, baik jamak taqdim atau
ta’khir. Shalat Jumat hukumnya sama dengan shalat Zuhur dalam
masalah jamak taqdim.”10
Mengomentari referensi di atas, Syekh Sulaiman Al-Bujairimi
mengatakan: “Ucapan Syekh Khathib, Shalat Jumat hukumnya sama
dengan shalat Zuhur dalam masalah jamak taqdim, seperti musafir
memasuki desa di tengah perjalanannya saat hari Jumat, maka yang lebih
utama baginya adalah melakukan Zuhur. Namun, bila ia shalat Jumat
bersama penduduk setempat, boleh baginya dalam kondisi demikian
untuk menjamak taqdim shalat Jumat dengan shalat Ashar.”11
Berdasarkan referensi tersebut, bagi musafir yang sebelum hari
Jumat sudah bepergian, saat hari Jumat tiba, yang lebih lebih utama
baginya adalah shalat Zuhur, bukan shalat Jumat. Namun bila ia
menghendaki shalat Jumat, maka ia tetap diperbolehkan menjamak
taqdim dengan shalat Ashar.12
24
hukumnya diperbolehkan, dengan syarat tidak disengaja dan tidak
dijadikan sebagai kebiasaan. Hasil mudzakarah ini berdasarkan dalil
Qur’an, hadits, dan qa’idah fiqhiyah.
a. Dalil Qur’an
ِ
ٍ ۗ َو َما َج َع َل َعلَْي ُك ْم ىِف الدِّيْ ِن م ْن َحَر
ج
“..Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran
(kesempitan) untukmu dalam agama ..” (Q.S. Al Hajj:78)
MUI DKI Jakarta menggunakan ayat ini sebagai dalil, karena
seseorang yang sedang terjebak kemacetan di jalan dianggap sedang
mengalami kesempitan. Kesempitan dalam kemacetan yang dimaksud di
sini adalah keadaan ketika seseorang terjebak di tengah kemacetan parah
dan tidak memiliki kesempatan untuk keluar dari keadaan tersebut hingga
waktu salat pada saat itu habis.
b. Dalil Hadis
Ada beberapa hadis yang digunakan oleh MUI DKI Jakarta dalam
membolehkan menjamaʹ salat karena macet. Pertama, hadis dari Ibnu
Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:
“Diceritakan dari Ahmad bin Yunus dan ‘Aun bin Salam, keduanya dari
Zuhair. Berkata Ibn Yunus diceritakan dari Zuhair diceritakan dari Abu
Zubayr dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah SAW.
menjamaʹ salat Zuhur dan Asar, tidak dalam keadaan takut (khawf) dan
(alasan) perjalanan. Abu al-Zubayr RA berkata: Aku menanyakan kepada
Sa’id mengapa Rasulullah melaksanakan hal tersebut? Ia Said
menjawab, aku telah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas sebagaimana
pertanyaanmu, dan ia menjawab Rasulullah tidak ingin menyulitkan
seorangpun dari umatnya”(HR. Muslim).
Hadits ini bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abi
Daud ketika bepergian. Dari Mu’adz berkata: ”Bahwa Nabi Sallallāhu
‘Alaihi Wasallam sewaktu perang tabuk, selalu menjamaʹ salat Zuhur
dengan Asar bila berangkatnya itu sebelum matahari tergelincir, maka
25
salat Zuhur diundurkan beliau, dan dirangkapnya sekali dengan Asar.
Begitu pula dengan salat Maghrib, yaitu kalau beliau berangkat
sesudah matahari terbenam dijamaʹ nya Maghrib dengan Isya. Tetapi
kalau berangkatnya itu sebelum matahari terbenam diundurkannyalah
Magrib itu sampai Isya dan Jama’nya dengan Isya.” (Diriwayatkan oleh
Abu Daud serta al Tirmidzi yang menyatakan bahwa hadits ini adalah
hadits hasan)
Dari pemaparan kedua hadis di atas terungkap bahwa secara
tekstual matan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim bertentangan
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud danal-Tirmidzi, akan
tetapi secara kontekstual hadis ini tidak bertentangan. Hadis yang
membolehkan menjamaʹ salat hanya saat bepergian saja merupakan
sebuah kemudahan yang diberikan kepada umatnya agar umatnya tidak
merasa kesulitan dalam menjalankan salat ketika bepergian. Sedangkan
hadis yang mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW menjamaʹ salat tidak
sedang dalam safar dan tidak dalam keadaan takut merupakan sebuah
isyarat bahwa suatu saat hambanya dapat merasakan kesulitan untuk
melaksanakan salat dengan alasan lain, yaitu alasan selain dalam
keadaan safar dan ketakutan. Keadaan tersebut sudah terjadi dimasa
sekarang, contohnya seseorang yang terjebak dalam kemacetan. Ia tidak
memenuhi syarat-syarat safar dan juga tidak dalam keadaan takut, akan
tetapi ia tidak dapat menjalankan salat karena tidak dapat keluar dari
kemacetan kesulitan untuk menjalankan shalat.13
F.
13
Muaz, “Mudzakarah Ulama MUI DKI Jakarta” Artikel diakses pada 08 Maret
2016 dari: http://www.muidkijakarta.or.id/2015/04/mudzakarah-ulama-di-
jakarta.html.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Shalat qashar merupakan shalat dengan mengurangi bilangan rakaat pada
shalat fardhu, dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Dalil yang
membolehkan shalat qashar terdapat pada QS. An-Nisa ayat 101.
Sedangkan shalat jama’ adalah melakukan dua shalat fardhu, yaitu zuhur
dan ashar, atau maghrib dan isya secara berurutan pada salah satu
waktunya. Dalil yang membolehkan shalat jama’ adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Shalat jama’ itu ada dua macam, yaitu: Jama’ taqdim, yaitu
mengumpulkan ke muka. Artinya, mengerjakan shalat maghrib dan isya
dalam waktu maghrib. Dan mengerjakan shalat zuhur dan ashar dalam
waktu zuhur. Dalam waktu isya dan ashar tidak melakukan shalat lagi.
Syarat jama’ taqdim adalah sebagai berikut: (a) Shalat zuhur lebih dahulu
dikerjakan dari shalat ashar. Dan shalat maghrib lebih dahulu shalat isya.
(b) Berniat jama’ dalam shalat yang pertama, yaitu berniat dalam shalat
zuhur atau shalat maghrib. Niat jama’ boleh dilakukan selama belum
selesai memberi salam dari shalat pertama. (c) Shalat yang dijama’kan
dikerjakan beriring-iringan, tidak boleh lama perpisahan antara keduanya.
(d) Senantiasa dalam perjalanan hingga dimulai takbiratul ihram shalat
yang kedua. (e) Perjalanan itu tidak maksiat.
27
Jama’ ta’khir, yaitu mengumpulkan ke belakang. Artinya, mengerjakan
shalat zuhur dan ashar dalam waktu ashar. Dan mengerjakan shalat shalat
maghrib dan isya dalam waktu isya. Dalam waktu zuhur dan maghrib tidak
mengerjakan shalat lagi. Syarat jama’ ta’khir adalah sebagai berikut: (a)
Berniat mengumpulkan shalat dalam waktu shalat yang pertama, yaitu
berniat dalam waktu zuhur atau maghrib akan mengumpulkan shalat zuhur
dengan shalat ashar atau akan mengumpulkan shalat maghrib dengan
shalat isya. (b) Senantiasa dalam perjalanan hingga selesai shalat itu
keduanya.
Sekurang-kurangnya perjalanan sejauh dua hari. (c) Perjalanan yang tentu
tujuannya. (e) Perjalanan itu tidak maksiat.
3. Tata cara shalat qashar yaitu, niat qashar shalat saat takbiratul ihram. Niat
di atas diharuskan terjaga selama shalat berlangsung, dan seandainya
terjadi keraguan pada seseorang ketika shalat, maka baginya diwajibkan
untuk menyempurnakan shalat (itmam), namun tidak harus membatalkan
shalatnya akan tetapi langsung diteruskan tanpa meng-qashar.
Tata cara shalat jama’ yaitu, (a) Kedua shalat dilakukan secara berurutan
tanpa diselingin aktivitas apapun. (b) Niat sesuai dengan waktu shalatnya
(jama’ taqdim atau jama’ akhir). (c) Setelah shalat yang pertama
melanjutkan shalat selanjutnya, tanpa harus diselingi oleh kegiatan
lainnya.
28
5. Fenomena kontemporer shalat jama’ untuk pengantin itu tidak dibolehkan.
Sedangkan shalat jama’ untuk yang terjebak macet diperbolehkan, selagi
tidak disengaja dan jadi kebiasaan. Lalu, untuk shalat jum’at yang dijama’
dengan sholat ashar diperbolehkan.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang Shalat Qashar dan Jama’.
Makalah ini pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang
ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran
digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya
kami ucapkan terima kasih.
29
DAFTAR PUSTAKA
30