Anda di halaman 1dari 13

Skenario

Bukan Keberuntungan

Oleh

Anabela Septyana
1. INT. RUANG KELAS – SORE

SPLIT SCREEN

DINDA dan DAFA berada di kelas yang berbeda. Guru memasuki kelas mereka dengan
membawa hasil UTS dan membagikannya.

CLOSE UP nilai DINDA dan DAFA

FULL SCREEN (KELAS DINDA)

AMEL
berapa nilaimu?

DINDA
tidak jauh beda dengan milikmu
(meremas kertas dan memasukannya ke tas)

CUT BACK TO (KELAS DAFA)

TEMAN DAFA
(duduk di samping Dafa)
Daf, berapa nilaimu? Lihatlah nilaiku, sudah meningkat dengan drastis, sembilan puluh.

DAFA
(berkata cuek)
Biasa saja, cuma 95.

TEMAN DAFA
(memasang ekspresi gemas)
Sembilan puluh lima itu cuma? Memang perfeksionis. Hebat.
(pergi)

CUT TO

1. INT. RUMAH – SORE

Sepulang dari sekolah, DAFA dan DINDA berdiri di hadapan Mama untuk menyerahkan hasil
UTS. Mereka masih memakai seragam. DAFA dengan santai memasukkan kedua tangan di saku
celana, sedangkan DINDA terlihat gusar.

MAMA
Di mana hasil ujian kamu, Dinda?

DINDA
Itu, Ma ... belum dibagikan.

DAFA
(merogoh tas dinda dan mengeluarkan remasan kertas, merapikannya dan diberikan pada
Mama)
MAMA
Mama sudah menduga nilai kamu tidak lebih baik dari sebelumnya. Berusahalah, Dinda. Lihat
kakakmu, dia selalu mendapat nilai bagus. Belajarlah darinya!

DINDA
(mengangguk)

DAFA melirik DINDA yang menahan air mata hingga gadis itu lari menuju kamarnya, ia masih
memandang hingga DINDA menghilang di balik pintu.

CUT TO

2. INT. KAMAR DINDA – MALAM

DINDA duduk di ranjang sambil mendengarkan musik dari headset, di pangkuannya ada sebuah
gitar yang tidak ia mainkan. Tiba-tiba DAFA masuk, lalu melempar buku catatan di depan
DINDA

DAFA
Ini buat belajar, disuruh Mama.

DINDA
Aku nggak butuh, aku punya impian sendiri untuk menjadi musisi terkenal, bukan menjadi
ilmuwan.

DAFA
Pede banget kamu mau jadi musisi terkenal.

DINDA
Nggak percaya?

DAFA
Enggak. Nggak ada buktinya.

DINDA
Kalau aku adik kandungmu, pasti percaya.

DAFA
Sudah, itu bukunya jangan lupa buat belajar.
(keluar dari kamar)

FADE OUT

FADE IN

3. EXT. SEKOLAH – PAGI

DINDA baru sampai di sekolah bersama DAFA kemudian berpisah, karena kelas mereka
berbeda. Ketika berjalan di depan kelas, DINDA bertemu temannya--AMEL, ZIDAN, WIDI,
RHEA, dan ALAN.
AMEL
(menunjukkan ponsel)
Guys, lihat! Aku menang kontes melukis.

DINDA
Beneran? Juara satu?

AMEL
(mengangguk)

ZIDAN

Selamat, ya, Mel.

RHEA

Keren kamu, Mel!

DINDA
Selamat! Akhirnya kita bisa membuktikan bahwa anak seni bisa berprestasi, mereka saja yang
terlalu menyepelekan kita.

AMEL
iya, kamu benar.

RHEA
ngomong-ngomong nanti kelas desain, ‘kan?

Tiba-tiba notifikasi pesan beruntun masuk ke ponsel AMEL.

“Amel, selamat ya. Oh iya, aku dan teman-temanku ingin bergabung dengan klub yang kamu
buat bersama Dinda. Aku ingin belajar seni bersama kalian.”

AMEL
Teman-teman, banyak yang tertarik sama club kita!

DINDA, ALAN, RHEA, ZIDAN, dan WIDI


(Melihat ponsel Amel)
Beneran?

CUT TO

4. INT. KELAS DINDA – SORE

Bel pulang berbunyi di seluruh sekolah, siswa-siswa di kelas mulai beranjak pulang. DAFA
menuju ke kelas Dinda. Saat di ambang pintu, DAFA melihat mereka yang kini tengah
melaksanakan jadwal kelas lukis mereka, lalu melamun sejenak. Lalu masuk dan mengajak
DINDA pulang.

DAFA
Ayo cepat pulang, atau kamu dimarahi sama Mama lagi.
DINDA
Sebentar.
(menyangklong tas)
Ayo! Duluan ya teman-teman.

CUT TO

5. INT. KAMAR DINDA – MALAM

DAFA masuk ke kamar saat DINDA sedang mendengarkan musik melalui headset di meja
belajar.

DAFA
(berteriak)
Heh, denger! WOI! WOI DINDAA!
(melepas paksa headset Dinda)

DINDA
Apaan sih?

DAFA
Kamu punya cita-cita kan?

DINDA
Nggak usah bandingin cita-cita, kita nggak satu server.

DAFA
Dengerin dulu, kamu ingin jadi musisi kan? Untuk jadi musisi hebat, kamu juga harus belajar di
tempat yang tepat. Apa kamu nggak ingin masuk Institut Seni yang bagus?

DINDA
Di sana bisa belajar nyanyi?

DAFA
Mendongeng juga boleh.

DINDA
(membuang muka sebal)

DAFA
Tapi, untuk masuk Institut Seni yang bagus, kamu juga harus punya bekal. Masuk sana pun juga
diseleksi.

DINDA
Bagaimana seleksinya?

DAFA
dengan tes lah, dan lihat saja kamu yang sekarang.

DINDA
Apa aku menyebabkan mereka menyepelekan ujian?
DAFA
Belajar untuk mengembangkan diri itu benar, tapi jangan sampai lupa kewajiban untuk belajar.
Jadi, kamu pikirkan baik-baik, aku mau balik ke kamar.
(membuka pintu)
Untuk kejadian tadi sore, aku ... minta maaf.
(segera keluar dan menutup pintu)

DINDA
(menghela napas)

DINDA mulai memikirkan perkataan DAFA hingga malam.

CUT TO

6. INT. RUANG KELAS – SORE

DINDA dan teman-temannya sedang berkumpul seperti biasa untuk berlatih kesenian.

DINDA
(maju ke depan kelas)
Halo, teman-teman, sebelumnya aku ingin minta maaf. Sebagai penggagas klub ini, aku
menyampaikan kalau klub kita tak hanya diisi dengan pengembangan seni saja, kita akan
membentuk kelompok belajar untuk persiapan tes perguruan tinggi.

SISWA 1
Tapi, niat kita gabung itu karena kita mau belajar seni, Din. Kalau belajar buat tes ya kita bisa
privat sendiri di rumah. Aku keluar saja dari klub ini.
(keluar dari kelas)

SISWA 2
(berdiri)
Aku juga keluar saja, Din. Makasih banyak ya.

Tiba-tiba hampir semua anak berdiri dan hendak membubarkan diri.

DINDA
Kenapa kalian jadi keluar semua? Kita masih bisa berkembang bersama di sini.

SISWA 3
Tujuan awal kita adalah mengembangkan seni, Din. Kalau kamu bikin klub ini jadi belajar
UTBK, apa bedanya sama tempat les?

SISWA 2
Iya, Din. Mending bubarin saja sekalian. Terlalu membuang-buang waktu.

DINDA
Baiklah, aku tidak akan menahan kalian lebih lama lagi di sini. Aku menghargai keputusan
kalian.
(duduk di undakan depan kelas)
ALAN
(baru datang di ambang pintu bersama Zidan melihat anggota lain yang keluar)
Loh? Ini kenapa?

RHEA
mereka mengundurkan diri karena tambahan kelas belajar.

AMEL
(bersama yang lain menghampiri Dinda dan ikut duduk)
Setelah dipikir-pikir, kamu ada benarnya. Tapi kamu tahu sendiri aku bukan siswa jenius. Terlalu
sulit untuk mempelajari materi-materi itu.

DINDA
yang masih di sini, masih mau lanjut?

CUT TO

7. INT. KELAS DINDA – SORE

Sepulang sekolah, DINDA dan teman-temannya belum meninggalkan kelas, mereka menatap
nilai try out masing-masing.

CLOSE UP layar HP yang dipegang DINDA menunjukkan daftar nilainya yang tak pernah
mencapai 50.

DINDA
(meletakkan HP dengan keras di atas meja)
Kenapa nggak ada peningkatan sama sekali sih? Biar kucoba sekali lagi.
(Mencoba menyelesaikan sebuah soal)

AMEL
(menoleh pada Dinda)
Aku sudah putus asa, aku tidak bisa memahami soal-soal yang kita kerjakan tadi siang.

ZIDAN
Apa mungkin, kita bisa lulus UTBK?

DINDA
(meremas kertas dan membuangnya)
Aarghhh ... aku juga tidak bisa mengerjakan soal yang ini. Cukup, otakku sudah tidak mampu.
Aku tidak peduli dengan UTBK.

RHEA
Din, bukannya kamu punya kakak jenius? Jangan disia-siakan. Bagaimana kalau kamu minta dia
buat ngajarin kita.

DINDA
Nggak, aku lagi bertengkar sama dia. Lagian dia juga nggak akan mau ngajarin kita.

WIDI
Jangan menyerah dulu, ayo coba lagi.

Dari balik pintu, DAFA memerhatikan mereka yang berusaha belajar.


DAFA
(menggeleng perihatin)

CUT TO

8. INT. KAMAR DAFA – SORE


DAFA menatap laci sejenak, lalu menutup laci dan beranjak dari meja belajarnya ke luar kamar.
DAFA
(menghampiri MAMAnya yang menunggunya di luar)
Iya, Ma.

CUT TO
9. INT. KAMAR DINDA - MALAM

DINDA mencoba menyelesaikan beberapa soal di meja belajarnya, tetapi ia tidak berhasil dan
semakin emosi. Ia mencoret-coret kertas setiap kebingungan dan melempar ke belakang.

DAFA masuk ke kamar DINDA dengan membawa segelas susu dan hampir saja remasan kertas
itu masuk ke dalam gelas.

CLOSE UP: gelas yang dilindungi tangan DAFA dari lemparan kertas.

DINDA
Kenapa soalnya sesusah ini sih? Apa nggak ada yang berbentuk mengarang bebas?

DAFA
(mengambil remasan kertas dan dilempar hingga mengenai kepala Dinda)

DINDA
(terkejut dan berbalik badan)
Ngapain ke sini? Mau ngejek?

DAFA
(mendekat ke meja belajar dan melihat soal sekilas lalu meletakkan gelas susu di atas meja)
Kamu salah di bagian ini, ini, ini, dan juga ini. Nggak ada yang bener.

DINDA
(menarik buku)
Apaan sih, jangan ganggu!

DAFA
(kembali menarik buku lagi lalu menjelaskan soal itu pada Dinda)
Paham nggak?

DINDA
(menggeleng)
Nggak paham.

DAFFA
(menghela napas frustrasi sambil mengusap wajahnya)
DINDA
(memandangi susu di meja)
Susu ini buat aku?

DAFFA
Tadinya iya, tapi setelah ngajarin kamu dan nggak bisa-bisa, untukku saja.
(mengambil gelas dan menghabiskan susu)

DINDA
Dasar pelit!
Dafa ... eh, maksudnya Kak Dafa. Mau nggak ngajarin aku sama Amel buat persiapan UTBK.

DAFA
Nggak bisa, kalian terlalu susah untuk diajari.

DINDA
Mau dong, masa sama adek sendiri nggak mau. Aku laporin ke Mama kalo kamu nggak mau
ngajarin.

DAFA
Satu syarat untuk kalian.

DINDA
Apa?

FADE OUT

FADE IN

10. INT. KELAS – SIANG

DINDA dan teman-temannya terlihat frustasi melihat DAFA.

ALAN
Ternyata begini ya ngajarin anak jenius.

DINDA dan teman-temannya hanya menggeleng melihat sketsa DAFA.

CUT TO

11. INT. RUANG KELAS DAFA – SORE

DAFA mulai mengajari DINDA dan AMEL, tetapi kedua anak itu tetap tidak bisa memahami
penjelasannya.

DINDA
Ini susah, Kak, aku nggak paham sama apa yang kamu omongin.

DAFA
(menghela napas memijat pelipisnya)
Aku mulai frustrasi menghadapi kalian berdua!
DINDA
Woi, nggak boleh pergi! Ayo jelasin lagi!

DAFA
Bentar, kalian paham sama dasar trigonometri nggak, sih?

ALAN
Oh yang eliminasi itu, ‘kan?

DINDA
bukan. Itu lo yang L O G.

DAFA
Itu logaritma!
(mengacak rambut sendiri)
Intinya kalian nggak paham dari dasar, jadi harus belajar dasarnya dulu.

AMEL
Kita dulu ngapain aja bisa nggak paham segini banyak?

WIDI
Kalau aku sibuk, sih

DINDA
sok-sok an

DAFA
(mengeluarkan buku-buku catatan)
Oke, sekarang kita mulai belajar dari dasar. Karena ini pelajaran ekstra, besok mengajar
desainnya harus sampai bisa.

DINDA
(hendak memukul kepala Dafa dengan bolpoin tetapi tidak jadi)
Iya, iya, jelasin deh yang itu, cepet!

DINDA dan teman-temannya mulai memahami sedikit demi sedikit setiap harinya saat diajari
oleh DAFA. Mereka juga makin semangat ketika berhasil mengerjakan soal. Hingga akhirnya
datang hari tes perguruan tinggi.

FADE OUT

FADE IN

12. INT. RUMAH DAFA DAN DINDA-MALAM


MAMA DINDA dan DAFA memanggil mereka ke ruang tamu.

MAMA
Harapan MAMA sangat besar kepada kalian berdua. MAMA harap kalain tau apa maksud MAMA.

DINDA
Tapi, Ma. Apa DINDA tidak boleh mengejar cita-cita DINDA sendiri?
MAMA
Mama hanya ingin yang terbaik buat kamu, DINDA.

DINDA
Ma, aku tau tujuan MAMA baik, tetapi kalau itu membuat DINDA semakin tertekan gimana bisa
DINDA menjadi bayangan cita-cita MAMA yang belum tercapai.

DAFA
Dinda ....
(bisik DAFA)

MAMA
DINDA ...
(melihat DINDA pergi)

13. EXT. MADING SEKOLAH-SIANG

DINDA melihat siswa-siswi melihat pengumuman hasil ujian akhir. DAFA yang melihat,
menghampirinya.

DAFA
gimana hasilnya?

DINDA
pasti nihil.

AMEL
(berlari ke arah DINDA)
Din ...

AMEL
Dua puluh besar parallel! ZIDAN dan WIDI tiga puluh besar, sisanya lima puluhan. Selamat
ya!

DINDA
Beneran?
(kaget)

DAFA
Dibilangin juga apa.

14. INT. RUMAH-SORE

Sesampainya di rumah, MAMA keduanya sudah menunggu di ruang tamu menanti mereka
pulang. Lalu, DINDA dan DAFA masuk ke rumah.
DINDA
(Mengucapkan salam bersamaan dengan DAFA, lalu ingin melangkah pergi ke kamar)

MAMA
DINDA, selamat ya atas ranking kamu tadi yang memuaskan.

DINDA
Terima kasih, MA.

MAMA
Untuk itu, MAMA akan izinkan kamu untuk meraih mimpi kamu dalam seni.

DINDA
Beneran, ‘kan, MA?

MAMA
(Mengangguk)

15. INT. STUDIO PODCAST-MALAM

MC menanyakan beberapa pertanyaan pada DINDA.

MC
apa sih yang membuat kakak bertahan dari berbagai tekanan sebagai seniman. Apalagi
sekarang kakak masih menempuh pendidikan sebagai mahasiswa semester 1 nih kan keren
banget!

DINDA
Pertama niat dan kedua dorongan.

MC
Lalu kira-kira projek selanjunya apa nih?

DINDA
Acara pameran seni kolaborasi untuk acara amal.

CUT TO

16. INT. RUANG PAMERAN SENI-SIANG

Ditampakkan keramaian ruang pameran dan menampakkan DAFA yang memandang sebuah
lukisan. Seraya mengingat ketika dia menyembunyikan alat-alat lukisnya dari Mamanya
termasuk Dinda.

Saat DAFA sedang membuat sketsa, tiba-tiba MAMAnya memanggilnya untuk makan.

MAMA
(Mengetuk pintu)
DAFFA!

DAFA
(Segera memasukkan buku sketsa ke dalam laci)

Saat DAFA pura-pura tak pandai sketsa.


ALAN
Ternyata begini ya ngajarin anak jenius.

Padahal saat DINDA dan teman-temannya terfokus pada hal lain, DAFA menggambar sketsa
seorang pelukis.

Lalu, luluhnya Sang MAMA saat DAFA menjelaskan tentang bagaimana perjuangan DINDA
untuk mengejar impiannya.

DAFA
MA, DINDA punya impian yang harus ia capai. Bukankah keberhasilan DINDA dan DAFA
akan membuat MAMA berhasil juga? Kalau pun dia mengambil langkah yang MAMA rasa
baik untuk DINDA, tetapi sebaliknya malah akan merugikan DINDA, termasuk MAMA sendiri
yang harus melihat anaknya gagal karena tidak sesuai dengn passionnya.

CLOSE UP punggung DAFA.

MAMA
DAFA, sini!

DAFA pergi menuju Mamanya.

CLOSE UP lukisan yang diamati Dafa tadi sampai sisi pojok kanan lukisan yang bertuliskan
nama DAFA.

Dubbing DINDA: (with flashback)

Banyak sekali cita yang menjadi bintang di langit, yang perlahan jatuh—hilang termakan waktu
karena sudah habis masa bersinarnya. Sebab terpacu arus angin yang memaksa kita tetap
bertahan pada zona nyaman pada umum.

Dubbing DAFA: (with flashback)

Ada juga cita yang menjadi bayangan lalu terwujud perlahan juga sebaliknya, tampak melawan
arah angin yang ada. Tangguh dan yakin dibutuhkan, meski kau akan jatuh sejenak untuk
menggagas pondasi baru untuk citamu.

Dubbing DAFA & DINDA:

Untuk menjadi matahari lewat duniamu.

KREDIT TITLE

(All Crew)

Anda mungkin juga menyukai