Anda di halaman 1dari 3

Pro Kontra Ibu Kota Baru RI, Simak Perdebatan Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia resmi akan
berpindah dari DKI Jakarta ke Nusantara, Kalimantan Timur. Hal ini ditandai dengan
disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN menjadi UU oleh DPR RI pada
Sidang Paripurna DPR RI, 18 Januari 2022 lalu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah menetapkan nama ibu kota negara
baru yakni Nusantara. Nantinya, seluruh kegiatan pemerintah pusat akan dialihkan ke
Nusantara mulai 2024 mendatang.
Meski demikian, pemindahan IKN masih menimbulkan pro dan kontra dari
berbagai pihak. Mulai dari pemilihan lokasi IKN hingga pengesahan UU yang dinilai
terburu-buru.

Mantan Menteri PPN/Bappenas 2014-2015 Andrinof Chaniago mengungkapkan


bahwa pemindahan IKN ke Kalimantan Timur berdasarkan adanya pemusatan tunggal
di Pulau Jawa, terutama DKI Jakarta.
Ia menyebut, Pulau Jawa telah menjadi magnet tunggal untuk pertumbuhan
perekonomian di Indonesia sejak zaman kolonial.
"Ada teori investasi, enggak akan mempan. Teori investasi itu gagal untuk
mewujudkan pemerataan kalau secara struktural kondisinya seperti yang kita warisi dari
kolonial, di mana hanya ada satu magnet tunggal, magnet dominan," ungkap dia dalam
Zoominar Kebijakan Publik, Jumat (28/1/2022).
Alasan lainnya adalah kegagalan penyebaran penduduk lewat kebijakan
transmigrasi. Ia menyebut, penyebaran penduduk hanya berhasil di wilayah Sumatera
Barat, sedangkan di Kalimantan dan Papua gagal.
"Karena memang magnet Pulau Jawa itu luar biasa. Keluarga yang dikasih lahan
transmigrasi hanya bertahan selama subsidi sembako jalan terus. Setelah itu pikiran
rasional mereka muncul. Bagi yang mampu akhirnya pergi ke Jawa," paparnya.
Hal ini menurutnya menyebabkan adanya ketimpangan sumber daya manusia,
khususnya antara Jawa dan luar Jawa di bagian timur Indonesia.
Sementara itu, salah satu Penggagas Komite Judicial Review UU IKN Jilal
Mardhani menolak proyek pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Menurut dia, ketika hal ini disebabkan adanya sentralisasi, semestinya permasalahan
tersebut yang perlu diperbaiki, bukan memindahkan IKN.
"Ibu kota itu mesti dipisahkan. Ibu kota sebagai peranan atau sebagai ruang
kota. Beda sama sekali. Yang kita bicarakan ibu kota ini karena di situ fungsi
pemerintahan pusat. Yang bermasalah itu fungsi pemerintah pusat atau ruang kota
pusat pemerintahannya," jelas dia.

Pemindahan IKN, kata Jilal, juga semestinya berdasarkan kesepakatan


bersama. Ia mengilustrasikan pemindahan IKN sebagaimana keluarga yang meminta
kesepakatan anggota keluarga yang lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, Associate Professor NTU Singapore
Prof. Sulfikar Amir memaparkan pemindahan IKN biasanya didasarkan oleh berbagai
alasan, salah satunya ekonomi.
"Pertama itu memindahkan ibu kota negara karena terjadi ketimpangan ekonomi,
di mana Jawa itu kalau kita lihat menyumbang 56% dari total PDB Indonesia. Jadi ada
konsentrasi pusat ekonomi di pulau Jawa. Karena itu kita harus memindahkan supaya
pertumbuhan ekonomi merata," ungkapnya.
Meski demikian, ia menegaskan, alasan tersebut belum terlalu kuat untuk
dijadikan landasan pemindahan IKN. Menurut dia, belum ada model yang baik
pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, di mana berbagai industri,
lembaga pendidikan, dan sebagainya yang masih berada di Jawa.
"Jadi, misalnya kalau kita sudah berhasil membangun ibukota baru di Kalimantan
Timur, apakah misalnya Djarum Group mau memindahkan pabriknya ke Kalimantan
atau ke Sulawesi. Atau Toyota, atau investor-investor lain, apakah mereka mau?"
tuturnya.
Selain itu, kata dia, wilayah DKI Jakarta yang rawan banjir dan tingkat
kemacetan tinggi juga kurang tepat ketika dijadikan sebagai alasan pemindahan IKN.
Menurutnya, hal itu adalah permasalahan perkotaan, sehingga pemindahan IKN tidak
akan menyelesaikan permasalahan yang ada di DKI Jakarta.
"Menurut saya tidak terlalu nyambung. Jadi kalau ibukota negara dipindahkan
karena Jakarta akan tenggelam, berarti pemerintah ini mau lari dari permasalahan
besar yang belum selesai," kata Sulfikar.
Ia mengaku tidak menolak rencana pemindahan IKN. Namun, sebagai
akademisi, ia menilai rencana tersebut semestinya didasari oleh alasan yang kuat dan
rasional dengan proses yang partisipatif dan transparan.

Anda mungkin juga menyukai