Makalah Kegawatdaruratan KLP 2
Makalah Kegawatdaruratan KLP 2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
D.IV FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunia-Nya, kelompok kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul
“PENATALAKSANAAN AWAL JALAN NAPAS” dengan tepat waktu.
Namun kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari tahap
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membuka diri untuk menerima kritik dan saran
dari teman-teman maupun dari dosen pembimbing mengenai segala kekurangan dari
makalah ini.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berpartisipasi dalam proses pembuatan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………....i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………........................................................1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….........2
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Jalan Napas………………………………………………………….3
B. Pengertian Airway Management……………………………………………...4
C. Macam-Macam Gangguan Jalan Napas………………………………………5
D. Pengkajian Jalan Napas……………………………………………………….7
E. Teknik Pengelolaan Jalan Napas……………………………………………...8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…..………………………………………………………………24
B. Saran…………………………………………………………………………25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan.
Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut
mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang
cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan
ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien
dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat
darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10
menit akan menyebabkan kematian.
Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan
dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam
tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien
tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan
ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi
mengalami mati jantung (cardiac arrest). Salah satu penyebab utama dari
hasil akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh American Society
of Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode
pernapasan yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi
tersebut. Tiga kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada
saat tatalaksanan jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%),
intubasi esofagus (18%), dan kesulitan intubasi trakhea (17%). Sebanyak
85% pasien yang didapatkan dari studi kasus, mengalami kematian dan
kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411 pasien di atas), mengalami
masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan napas yang minimal. Menurut
Cheney et al menyatakan beberapa hal yang menjadi komplikasi dari
tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma jalan napas, pneumothoraks,
obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme bronkus. Berdasarkan data-data
tersebut, telah jelas bahwa tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting
bagi keberhasilan proses operasi dan beberapa langkah berikut adalah penting
agar hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan pemeriksaan fisik,
terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem pernapasan, (2)
penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal Mask
Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana
alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi.
Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien dan penatalaksanaan jalan nafas
(airway management) perlu dilakukan..
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi jalan nafas?
2. Apakah yang dimaksud dengan airway management?
3. Apa saja macam-macam gangguan jalan nafas?
4. Bagaimana pengkajian jalan nafas?
5. Bagaimanakah teknik pengelolaan jalan nafas/manajemen airway?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui anatomi jalan nafas.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan airway management.
3. Untuk mengetahui macam-macam gangguan jalan nafas.
4. Untuk mengetahui pengkajian jalan nafas.
5. Untuk mengetahui teknik pengelolaan jalan nafas/manajemen airway.
BAB II
PEMBAHASAN
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung
yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi
kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring
berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak
menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka
ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring
(pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi
mengarah ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan
orofaring dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya
aspirasi dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah
suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9
kartilago (gambar 2) : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,
kornikulata dan kuneiforme.
LOOK:
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan
kesadaran, atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan
dan retraksi. Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris
jalan nafas seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal.
Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway
bebas, namun tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi
kesan adanya hiperkarbia
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia
Nafas cuping hidung
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut
Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
merupakan bukti adanya gangguan airway.
LISTEN:
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas
setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal
napas
FEEL:
Aliran udara dari mulut/ hidung
Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk
menentukan apakah terjadi deviasi dari midline.
Palpasi apakah ada krepitasi
·
Gambar 4. Cross Finger
4) Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga
mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger
sweep).
c. Langkah 3
Evaluasi pernapasan pasien/korban dengan melihat, mendengar dan
merasakan
Bila tidak ada napas, lakukan ventilasi
Bila jalan napas tersumbat, reposisi kepala dan lakukan ventilasi ulang
d. Langkah 4
Bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan 30 kompresi dada (posisi
tangan untuk kompresi dada sama dengan RJP dewasa)
e. Langkah 5
Ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi berhasil bila
terjadi pengembangan dinding dada)
f. Langkah 6
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi ketika jalan napas bebas
Jika nadi tidak teraba, perlakukan sebagai henti jantung, lanjutkan RJP
30:2
Jika nadi teraba, periksa pernapasan
Jika tidak ada napas, lakukan bantuan napas 10-12x/menit (satu tiupan
tiap 5-6 detik)
Jika nadi dan napas ada, letakkan pasien/korban pada posisi recovery
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap beberapa
menit
c. Lalu, balikkan bayi sehingga bayi berada pada posisi menelungkup dan
lakukan tepukan di punggung (back blow) dengan menggunakan pangkal
telapak tangan sebanyak lima kali.
Gambar 7. Tepukan Punggung (back blow) Pada Anak dibawah 1 tahun
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust
yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten
untuk memompa bag (gambar 16).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan jalan nafas atau airway management adalah prosedur
medis yang dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk
memastikan jalur nafas terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini
dilakukan dengan membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas
yang disebabkan oleh lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing, atau bahan
dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung yang teraspirasi.
Obstruksi jalan nafas terbagi menjadi 2 yaitu obstruksi total dan
parsial. Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu
hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju
orofaring (pars oralis). Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya
kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan
lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring.
Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks
jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah.
Untuk menghilangkan sumbatan pada jalan nafas agar jalan nafas
dapat terbuka sehingga udara dapat masuk ke paru-paru dilakukan tatalaksana
jalan nafas yang terdiri dari pengeluaran benda asing/sumbatan dari saluran
pernafasan menggunakan teknik heimlich manuver dan abdominal thrust pada
pasien sadar dan cross finger dan finger sweep pada pasien tidak sadar;
pengelolaan jalan nafas dengan teknik manual yaitu head-tilt chin lift untuk
pasien non trauma servikal dan jaw thrust untuk pasien yang mengalami
trauma servikal; pengelolaan jalan nafas dengan bantuan alat sederhana yaitu
Oropharyngeal airway (OPA) dan Nasopharyngeal Airway; pengelolaan jalan
nafas dengan alat lanjutan yaitu bag valve mask, Laryngeal Mask Airway
(LMA), combitube, intubasi dengan ETT. Lalu jika prosedur invasif tersebut
tidak berhasil, maka akan dilakukan tindakan pembedahan untuk membuka
jalan nafas, yaitu dengan krikotiroidektomi dan trakeostomi. Manajemen jalan
napas bedah sering dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kasus di mana
Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau kontraindikasi.
B. Saran
Manajemen jalan nafas atau airway management merupakan tatalaksana
pasien yang sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan tepat
sehingga penatalaksanaan pada pasien yang mengalami gangguan pada jalan
nafas dapat teratasi. Diperlukan keterampilan dari pemberi pertolongan dan
pemberi pelayanan primer terutama di ruang gawat darurat dan ruang intensif.
Pelatihan mengenai tatalaksana jalan nafas sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan keterampilan dalam penanganan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. 2007. Trauma Emergency Resuscitation
Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1. New York: Informa
Health Care.