Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gastroenteristis akut diartikan sebagai kondisi dimana seseorang mengeluarkan
feses cair lebih dari tiga kali dalam sehari (WHO, 2013). Gastroenteritis diakibatkan oleh
gangguan penyerapan makanan yang terjadi karena adanya infeksi atau peradangan
pada dinding lambung dan usus, ditandai dengan: mual; muntah; feses lembek dan cair;
haus yang berkelanjutan; meriang; pusing; nafsu makan menurun; dan sakit perut.
Kondisi tersebut mengakibatkan makanan tidak dapat diserap sempurna oleh jonjot usus
dan organ pencernaan tidak bekerja dengan baik, jadi zat- zat air dan kandungan yang
terlarut didalamnya keluar bersama tinja. Karena terjadi pengeluaran cairan yang
berlebihan maka menyebabkan kekurangan volume cairan di dalam tubuh (dehidrasi).
(Kurniawan, 2016).
Data yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun2017 terdapat 1,7 milyar kasus
gastroenteristis terjadi pada anak-anak yaitu sebanyak 525 ribu kasus gastroenteritis
pada anak. Menurut kementerian kesehatan RI tahun 2019 kasus gastroenteristis di
Indonesia sebanyak 2.455.098.
Gastroenteristis diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kebersihan
lingkungan yang kurang baik, sanitasi dan kebersihan yang buruk, serta air minum yang
tidak aman atau ketersediaan air bersih yang kurang dapat memicu terjadinya
gastroenteritis; keadaan sosial ekonomi juga dapat menjadi penyebab terjadinya
gastroenteristis, karena semakin rendah tingkat pendapatan seseorang, maka semakin
menurun juga tingkat kesehatannya, sehingga banyak yang tidak memperhatikan
kebersihan makanan yang dikonsumsi; gastroenteritis juga bisa diakibatkan karena infeksi
virus yaitu rotavirus dan norovirus, golongan virus tersebut sangat mudah menular dari
satu individu ke ibdividu yang lainnya, penularannya melalui peralatan makan atau
mengkonsumsi minuman dan makanan yang terdapat virus tersebut; intoleransi laktosa,
merupakan gangguan sistem pencernaan yang terjadi ketika tubuh tidak mampu
memecah gula alami tersebut, ketika gangguan pencernaan ini terjadi, laktosa yang tidak
bias dicerna akan masuk kedalam usus besar kemudian bakteri yang ada di usus besar
akan bertemu dengan laktosa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gastroenteritis.
Selain itu, gastroenteristis diakibatkan oleh makanan tidak sehat atau makanan
yang diolah dengan cara yang kurang higienis, lalu terinfeksi oleh bakteri penyebab
gastroenteristis seperti Salmonella, Shigella dan Campylobacter jejuni (purwaningdyah,
2015). Gangguan osmotic dapat mengakibatkan gastroenteritis karena zat makanan tidak

1
dapat diserap secara sempurna oleh tubuh sehingga mengakibatkan tekanan pada
usus meninggi, dan usus yang berisi kebanyakan akan merangsang untuk mengeluarkan
feses lalu terjadi gastroenteritis.
Tindakan yang harus dilakukan pada pasien dengan gangguan kekurangan volume
cairan adalah dengan mengamati turgor kulit secara berkala untuk mengetahui tingkat
dehidrasi, pemberian makan yang berserat. Aspek yang paling penting adalah menjaga
keseimbangan cairan, untuk dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan cara
rehidrasi oral (larutan oralit) satu sendok teh setiap 1-2 menit, yang harus dilakukan pada
semua pasien, kecuali pada pasien dehidrasi berat yang memerlukan hidrasi intravena.
Status hidrasi harus dipantau setiap 2-3 jam dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernafasan dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Jumlah cairan yang akan
diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar( Lukman Zulkifli Amin, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis dengan masalah
keperawatan diare?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menetapkan dan mengembangkan pola piker secara ilmiah ke dalam proses
asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam mencegah
masalah pada pasien dengan diagnose gastroenteritis atau diare.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menjelaskan tentang definisi gastroenteritis
2. Menjelaskan tentang etiologi gastroenteritis
3. Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis gastroenteritis
4. Menjelaskan tentang Klasifikasi gastroenteritis
5. Menjelaskan tentang Pemeriksaan Penunjang gastroenteritis
6. Menjelaskan tentang komplikasi gastroenteritis
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan gastroenteritis
8. Menjelaskan tentang patofisiologi gastroenteritis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Gastroentritis
2.1.1 Definisi
Menurut WHO, Gastroenteristis akut diartikan sebagai kondisi individu
mengalami mencret atau mengeluarkan tinja cair lebih dari tiga kali dalam sehari
atau bahkan lebih(WHO, 2013).
Gastroenteristis dikibatkan oleh banyak faktor, diantaranya karena kurang
memadainya kesehatan suatu lingkungan, gizi yang kurang baik. Selain itu,
gastroenteristis bisa terjadi karena makanan yang kurang ataupun makanan yang
diolah dengan cara yang tidak higienis dan terkontaminasi bakteri penyebab
gastroenteritis. (purwaningdyah, 2015).
2.1.2 Etiologi
1) Faktor infeksi
a) Infeksi enteral: dapat terjadi karena infeksi virus Escherichia coli (E.coli),
salmonella enterica, campylobacter, shigella; Infeksi parasite: cacing ( ascaris,
trichuris, oxyuris, strongylodes); protozoa (entamoba histolytica, giardia lambia,
tri chomonas nominis); jamur (candidia albicans).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi ini disebabkan karena penyakit lain seperti: otitis
media akut (OMA), transilitis atau tonsilofaringitis, bronkopneumonia.
2) Faktor Malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa);
dan monosakarida (intoleransi glukosa, fraktosa, galaktosa).
b) Malabsorbsi karena lemak
c) Malabsorbsi karena protein: factor makanan (makanan yang sudah basi,
beracun, alergi pada makanan); faktor psikologis (rasa takut dan cemas);
faktor imunodeficyensi; faktor obat- obatan, antibiotic; faktor penyakit yang
lainnya.
2.1.3 Manifestasi Klinis
1) Tanda
a) Turgor kulit berkurang
b) BB menurun
c) Mukosa mulut kering
d) Nadi yang cepat
e) Detak jantung kencang

3
f) Tekanan darah menurun
g) Kesadaran yang menurun
h) Muka pucat dan nafasnya cepat
i) BAB lebih dari 4x
j) Suhu tubuh meningkat
2) Gejala
a) Nafsu makan menurun
b) Lemas
c) Kekurangan cairan
d) Gelisah
e) Oliguria
f) Anuria
g) Sering merasa haus

2.1.4 Klasifikasi
Gastroenteristis dibagi menjadi dua macam:
1) Gastroenteristis akut
Gastroenteristis ialah gastroenteritis yang terjadi secara dadakan, dan terjadi
selama kurang dari seminggu pada orang yang sebelumnya sehat.
2) Gastroenteristis kronik
Gastroenteristis kronik ialah gastroenteristis yang terjadi lebih dari seminggu,
bisa terjadi lebih dari dua minggu atau lebih. Gastroenteristis kronik di bagi
menjadi dua macam:
a) Gastroenteristis osmotic
Feses mengandung Na’ tidak banyak. Biasanya terjadi karena
makanan tidak diserap, kekurangan kalori dan protein.
b) Gastroenteristis sekretorik
Gastroenteristis yang tidak dapat hilang meskipun sudah puasa.
Gastroenteritis sekerotik sulit terjadi dan bisa terjadi karena memang
kelainan dari bawaan dari bayi. Frekuensi buang air besar lebih dari lima kali
per dua puluh empat jam. Fesesnya cair, dan jumlahnya banyak. Fesesnya
mengandung Na’ banyak.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis: fesenya yang keluar berjumlah 250mg dalam kurun waktu

4
sehari.
b) Mikroskopis: natrium didalam feses normalnya 56-105 mEq/l.
2) Kandungan PH dengan kandungan gula didalam feses dengan kertas
lakmus dan labed klining test dapat dikatakan terjadi intoleransi gula
a) PH yang normal <6
b) Gula tinja, jika hasilnya normal tidak akan terdapat kadar gula didalam
tinja.
3) Pemeriksaan ketidak seimbangan asam dan basa didalam darah, ltepatnya
dilakukan dengan menggunaakan pemeriksaan gas darah. Bila terjadi
alkaliosis metabolic ataupun asidosis respiratory maka kandungan CO2
banyak sekali daripada kandungan O2, dan bila terjadi asidosis metabolic
alkalosis respiratory akan memiliki kandungan CO2 lebih sedikit
dibandingkan dengan O2.
4) Pemeriksaan kandungan urine dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
a) Urin normalnya 20sampai 40 mg/dl. Jika menunjukkan adanya kadar
urine peningkatan, berarti terjadi dehidrasi.
b) Kreatinin normalnya 0,5 sampai 1,5 mg/dl. Jika terjadi peningkatan kadar
kreatinin berarti terjadi penurunan pada fungsi dari organ ginjal.
5) Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah lengkap meliputi
pemeriksaan elektroda serum, kreatinin. Haemoglobin, dan haematocrit.
6) Duodenum intubation. Berguna untuk mengetahui jumlah kuman yang ada
pada gastroenteritis. Penyebab yang biasa dijumpai bukanlah mikroba yang
berjenis tunggal shigela, crypto sporodium dan E. colienterogregatif dan lain-
lain. Hasil dari pemeriksaan duodenum intubation berupa positif tiga yang
menunjukkan adanya tiga kuman atau bakteri yang dapat menyebabkan
gastroenteristis.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi gastroenteritis menurut Suryadi (2016) adalah sebagai berikut:
1) Kekurangan volume cairan (ringan, sedang, dan berat)
2) Cardic dysrhythimias akibat hypokalemia dan hipokalsemia
3) Demam
4) Asidosis metabolik
5) Hipokalemia ( ditandai dengan kelemahan otot, bradikardi, perubahan elektro
kardiogram)
6) Hipokalsemia

5
7) Intoleransi laktosa
8) Kejang
9) Mutah

2.1.7 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan Gastroenteristis adalah:
 Pemberian cairan
a) Belum ada dehidrasi, berikan minum melalui oral satu gelas setelah
defekasi atau diberi cairan oralit satu sendok the setiap satu atau dua
menit
b) Dehidrasi ringan, satu jam pertama 25 sampai 50ml/kgbb diberikan
melalui melalui oral; selanjutnya 125 ml/kgbb diberikan melalui melalui
oral.
c) Dehidrasi sedang, satu jam pertama 50 sampai 100 ml/kgbb diberikan
secara melalui oral; selanjutnya 125 ml/kgbb diberikan secara melalui
oral.
d) Dehidrasi berat,, satu jam pertama 100 sampai 200ml/kgbb, diberikan
melalui oral; selanjutnya 125ml/kgbb diberikan secara oral.
2.1.8 Patofisiologi
Menurut Rizal (2018) patofisiologi dari gastroenteritis adalah meningkatnya
motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal yang diakibatkan oleh
gangguan absorbsi dan ekskresi cairan yang berlebihan, sehingga mengakibatkan
dehidrasi dan dapat terjadi asidosis metabolik. Diare dapat terjadi karena transport
aktif akibat rangsangan racun dari bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus,
sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekrsi cairan.
Mikroorganisme yang masuk dapat merusak mukosa sel intestinal sehingga
mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan pada mukosa intestinal akan
menyebabkan peradangan dan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengarbsorbsi cairan dan bahan-bahan makanan. Sehingga dapat
menyebabkan keluarnya feses yang berlebihan..

6
2.1.9 Pathway GEA

Infeksi Malabsorbsi Makanan

Kuman masuk Tekanan osmotik Toksin tidak


dan berkembang meningkat dapat diabsorbsi
dalam usus

Pergeseran air hiperperistaltik


2.1.10
Toksin dalam dan elektrolit ke
dinding usus rongga usus
halus

Hipersekresi air Isi rongga usus Kemampuan


dan elektrolit meningkat absorbsi
usus meningkat menurun

GASTROENTERITIS AKUT
(DIARE)

BAB sering dengan Inflamasi saluran


konsistensi encer pencernaan

Kulit di sekitar Cairan yang Reflek Agen Mual dan


anus lecet dan keluar banyak spasme otot pirogenic muntah
iritasi dinding perut

anoreksia
Kemerahan dehidrasi Suhu tubuh
Nyeri akut meningkat
dan gatal

Ketidakseimbangan
Resiko Kekurangan nutrisi kurang dari
kerusakan volume hipertermia kebutuhan tubuh
integritas kulit cairan

7
2.1.10 Masalah Keperawatan
1) Kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit
pada tubuh.
2) Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi.

2.1.11 Pemeriksaan Penunjang Gastroenteritis


Pemeriksaan penunjang penting dilakukan dalam menegakkan diagnosis
(kausal) penyakit yang tepat, sehingga dapat memudahkan dalam pemberian
terapi yang tepat. Menurut Mansjoer, dkk (2009: 470), pemeriksaan penunjang
pada bayi atau anak dengan gastroenteritis adalah:
1. Pemeriksaan feses, secara makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula
jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk
mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika
(pada gastroenteritis persisten).
2. Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa gas
darah (terutama Na, K, Ca, dan serum pada gastroenteritis yang disertai
kejang). Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5

8
hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau


kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-
rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan

Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:


1) Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai
kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:

9
1) Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari
anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh
Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika
orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu
tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga
halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
2) Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
a) berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
b) hitungan (GK)
c) Meniru membuat garis lurus (GH)
d) Menyatakan keingina sedikitnya dengan dua kata (BBK)
e) Melepas pakaian sendiri (BM)

9. Pemeriksaan Fisik
 pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
 keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
 Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
 Mata : cekung, kering, sangat cekung
 Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
 Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
 Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
 Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.

10
 Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200- 400 ml/
24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
 Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegahdan merubah status kesehatan pasien (Herdman dkk, 2013).
Menurut (Herdman & Kamitsuru, 2018) (Wilkinson, 2017)
diagnosa keperawatan pada pasien dengan Gastroenteritis(diare)
yaitu sebagai berikut:
1) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Sedangkan menurut NANDA (2018) yaitu Defisien Volume Cairan.
2) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake makanan
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ekskresi/BAB sering.

11
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang
telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana anda mampu menetapkan cara
menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Budiono & Pertami, 2015).
Tabel 2.2 Rencana asuhan keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL


INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN (SDKI) (SLKI)
1 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan SIKI : Manajemen Hipovolemia
Pengertian : Penurunan volume keperawatan selama 4 x 24 Observasi
cairan intravascular, interstisial jam masalah keseimbangan  Periksa tanda dan gejala
atau intraselular. cairan pasien dapat berkurang hipovolemia (misalkan,
Cairan intravaskuler, intersial dan atau dapat teratasi, dengan frekuensi nadi meningkat,
intraselular kriteria hasil : nadi teraba lemah, tekanan
Penyebab: SLKI : Status Cairan darah menurun, tekanan nadi
a. Kehilangan cairan aktif. (L.03028) menyempit, turgor kulit
b. Kegagalan menurun, membrane mukosa
mekanisme regulasi 1. Kekuatan nadi kering, volume urin menurun,

c. Peningkatan 2. Turgor kulit hematocrit meningkat, haus,

permeabilitas kapiler 3. Output urine lemah)

d. Kekurangan intake 4. Pengisian vena  Monitor intake dan output cairan


cairan 5. Berat badan Terapeutik

12
e. Evaporasi 6. Keluhan haus  Hitung kebutuhan cairan
7. Frekuensi nadi  Berikan posisi modified
Gejala dan Tanda Mayor : 8. Tekanan darah Trendelenburg
Objektif : 9. Tekanan nadi  Berikan asupan cairan oral
a. Frekuensi nadi 10. Intake cairan 
meningkat
11. Suhu tubuh
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan
darah menurun
d. Tekanan nadi
menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran
mukosa kering
g. Volume urin menurun
h. Hematokrit meningkat

13
Gejala dan Tanda Minor : Edukasi
Subjektif  Anjurkan memperbanyak
a. Merasa lemah asupan cairan oral
b. Mengeluh haus  Anjurkan menghindari
Objektif perubahan posisi
a. Pengisian mendadak
vena menurun Kolaborasi
b. Status mental berubah  Kolaborasi pemberian cairan IV
c. Suhu tubuh meningkat isotonis (misal, NaCl, RL)
d. Konsemtrasi urin  Kolaborasi pemberian cairan IV
meningkat hipotonis (misal, glukusa 2,5%,
e. Berat badan tiba-tiba NaCl 0,4%)
menurun  Kolaborasi pemberian
Kondisi Klinis Terkait : cairan koloid (misal,
1. Penyakit Addison albumin, Plasmanate)
2. Trauma / perdarahan  Kolaborasi pemberian darah

14
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia
Sumber : Tim Pokja

15
2.1.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari
proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Deden, 2012).
Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian
asuhan keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan
multifokal. Implementasi perencanaan berupa penyelesaian tindakan
yang diperlukan untuk memenuhi kriteria hasil seperti yang
digambarkan dalam rencana tindakan. Tindakan dapat dilaksanakan
oleh perawat, klien, anggota keluarga, anggota tim kesehatan lain atau
kombinasi dari yang disebutkan diatas.
Dalam implementasi keperawatan memerlukan beberapa
pertimbangan, antara lain:
1 Individualitas klien, dengan mengomunikasikan makna dasar
dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2 Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang
dimiliki, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural,
pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
3 Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4 Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi
lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5 Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
6 Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang
dilakukan kepada klien (Deden, 2012)
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan
(Kozier et al, 2012) adalah sebagai berikut :

1 Berdasarkan respon pasien


2 Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standart pelayanan professional, hukum dan kode etik
keperawatan.
3 Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.

4 Sesuai dengan tanggung gugat profesi keperawatan.


5 Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam
16
rencana intervensi keperawatan.
6 Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri
sendiri (Self Care).
7 Meningkatan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan.
8 Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
9 Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
10 Kerjasama dengan profesi lain.
11 Melakukan dokumentasi.

Pedoman Implementasi

1. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan


dilakukan setelah memvalidasi rencana.

Validasi menentukan apakah rencana masih relevan,


masalah mendesak, berdasarkan pada rasional yang baik
dan diindividualisasikan. Perawat memastikan bahwa
tindakan yang sedang diimplementasikan, baik oleh klien,
perawat atau yang lain, berorientasikan pada tujuan dan
hasil. Tindakan selama implementasi diarahkan untuk
mencapai tujuan.
2. Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis
dilaksanakan dengan kompeten dan efisien di lingkungan
yang sesuai.
Perawat harus kompeten dan mampu melaksanakan
keterampilan ini secara efisien guna menjalankan rencana.
Kesadaran diri dan kekuatan serta keterbatasan perawat
menunjang pemberian asuhan yang kompeten dan efisien
sekaligus memerankan peran keperawatan profesioal.
3. Keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi.
Selama melakukan implementasi, keamanan fisik
dan psikologis dipastikan dengan mempersiapkan klien
secara adekuat, melakukan asuhan keperawatan dengan
terampil dan efisien, menerapkan prinsip yang baik,
mengindividualisasikan tindakan dan mendukung klien

17
selama tindakan tersebut.
4. Dokumentasi tindakan dan respon klien dicantumkan dalam
catatan perawatan kesehatan dan rencana asuhan.
Dokumentasi dalam catatan perawatan kesehatan
terdiri atas deskripsi tindakan yang diimplementasikan juga
dicatat disertai alasan. Dokumentasi rencan asuhan untuk
meningkatkan kesinambungan asuhan dan untuk
perkembangan klien guna mencapai kriteria hasil.

2.1.2 Evaluasi Keperawatan


Menurut Nursalam (2009: 135-137), evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Dijelaskan oleh (Hidayat, 2009), perumusan
evaluasi formatif dikenal dengan istilah SOAP meliputi:
S : Subjektif, merupakan data perkembangan keadaan yang didasarkan
pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan pasien.
O : Objektif, merupakan data perkembangan yang bisa diamati dan
diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Assasement atau analisis

Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan
dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau
kemunduran.Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana
masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah
baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P : Planning atau perencanaan

Rencana penanganan pasien dalam hal ini didasarkan pada hasil


analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila
keadaan atau masalah pasien belum teratasi dan membuat rencana
baru bila rencana awal tidak efektif.
Sedangkan evaluasi sumatif, menurut (Asmadi ,2010), evaluasi yang
dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan.
Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan

18
keperawatan yang telah diberikan.
Di dalam pencatatan evaluasi, terdapat langkah-langkah penting yang
harus dilakukan :
a) Pengumpulan data dan pembentukan pernyataan kesimpulan.
b) Kepekaan terhadap kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang di
tetapkan.
c) Kesadaran faktor lingkungan, sosial, dan dukungan keluarga.
d) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Mengukur pencapaian tujuan, meliputi :


1. Kognitif : meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol
gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persedian alat, resiko komplikasi,
gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuhan dan lainya.
a) Interview : recall knowledge (mengingat), komperehensif (menyatakan
informasi dengan kata-kata klien sendiri), dan aplikasi fakta
(menanyakan tindakan apa yang akan klien ambil terkait dengan
status kesehatannya).

b) Kertas dan pensil.


2. Affektif : meliputi tukar-menukar perasaan perasaan, cemas yang
berkurang, kemauan berkomunikasi, dan sebagainya.
a) Observasi secara langsung
b) Feedback dari staf kesehatan yang lainnya.
3. Psikomotor : observasi secara langsung apa yang telah dilakukan oleh
klien.
4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala.

Kemungkinan ada tiga hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian


tujuan keperawatan, meliputi:
1) Tujuan tercapai, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau pasien masih dalam proses
pencapaian tujuan, jika pasien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai, jika pasien hanya menujukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul
masalah baru.

19
Evaluasi pasien dengan gastroenteritis adalah:
1. Keadaan umum anak
2. Frekuensi, volume serta keenceran defekasi
3. Masukan dan haluaran (rehidrasi cairan)
4. Integritas kulit (daerah yang kontak dengan popok) yang baik dapat
dipertahankan.

5. Peningkatan kemampuan dan pengetahuan orang tua dalam merawat


bayi, khususnya daerah perianal.(Riyadi dan Suharsono, 2010).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit gastroenteritis adalah suatu peradangan pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dan atau tanpa di sertai muntah, di sebabkan oleh bakteri atau
virus. Kuman penyebab diare biasanya disebarkan melalui jalan fekal ke oral.
Penyebaran ini mungkin melalui air atau makanan yang tercemar tinja atau secara
langsung kontak antara tinja dengan penderita. Gastroenteritis atau diare ini bisa
menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu dehidrasi, renjatan hipovolemik, kejang,
bakterimia, mal nutrisi, hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa
usus.

3.2 Saran

20
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien gastroenteritis perlu di
tingkatkan tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan keperawatan
dapat lebih efektif secara komprehensif meliputi bio-psiko-sosial-spitritual pada klien
melalui pendekatan proses keperawatan mencakup di dalamnya pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative yang di landasi oleh ilmu dan kiat keperawatan
professional yang sesuai dengan nilai moral etika profesi keperawatan sehingga di
masa yang akan datang dapat mengantisipasi dan menjawab tantangan-tantangan
serta perubahan sosial yang menitikbertakan pada pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungannya. 

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. (2018). asuhan keperawatan GEA. Jurnal Keperawatan Anak, 100(intervensi
keperawatan).
Bagus. (2020). bab 3 penelitian. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut, 100(mereduksi
data), 62.
Bagus. (2020). bab 3 penelitian keperawatan. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut,
100(pengambilan data), 60.
Belfield, C., Cribb, J., Hood, A., & Joyce, R. (2014). Living standards, poverty and inequality
in the UK: 2014. IFS Report.
Cahyono. (2016). subject penelitian. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut,
80(perencanaan keperawatan), 3.
Darmawan. (2012). asuhan keperawatan GEA. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut,
70(diagnosis GEA), 3.
Depkes, R. I. (2016). Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016
tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.
Dharma. (2013). asuhan keperawatan gea. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut,

21
120(pemeriksaan fisik), 20.
Harmoko. (2016). asuhan keperawatan. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut,
70(evaluasi keperawatan), 49.
Hidayat, A. A. (2010). Metodologi penelitian kebidanan dan teknik analisis data. Jakarta:
Salemba Medika.
Hutahacan. (2010). asuhan keperawatan gastroenteritis. Journal of Health, Education and
Literacy, 80(implementasi keperawatan).
Indah. (2017). asuhan keperawatan gea. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 80(metabolisme tubuh).
Kemenkes, Ri. (2011). Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi
Kesehatan, 2(2), 1–6.
Kumala, mattaqin dan. (2011). journal gastroenteritis. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis
Akut, 100(definisi), 21.
Mardiana, yeni. (2019). No Title. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Akut, 50(cairan dan
elektrolit), 21.
Muhammad Iqbal. (2018). KARYA TULIS ILMIAH. Asuhan Keperawatan Gastroenteritis
Akut, 100(pengertian GEA), 20. Retrieved from
GASTROENTERITIS/MOCHAMAD IQBAL P, BAB II.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai