Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis atau usus buntu dalam bahasa masyarakat adalah kondisi dimana
infeksi terjadi di umbai cacing. Biasanya dalam kasus ini terjadi peradangan pada
umbai cacing jika terinfeksi ringan bisa sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
Apendisitis adalah salah satu penyakit pencernaan yang biasanya nyeri akut
pada perut. Jika nyeri sudah tidak tertahankan lagi tidak di lakukan penanganan akan
mengakibatkan abses, dan seiringan dengan hal tersebut badan mengalami kenaikan
suhu tinggi, dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba adanya massa di
perut.
Jika terjadi perforasi maka akan terjadi kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
Mansjoer,2003;Sjamsuhidajat,2010).
Nyeri merupakan respon emosional yang tidak menyenangkan dari individu yang
dirasakan pasca operasi merupakan penyebab stres dan gelisah yang mengalami
gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, takut bergerak dan ekspresi tegang
(Potter & Perry 2010). Dampak nyeri post operasi akan meningkatkan stres post
1
operasi. Kontrol nyeri sangat penting setelah operasi, nyeri yang dibebaskan dapat
yaitu berupa teknik relaksasi yang penggunaannya efektif karena dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Tindakan paliatif
yang dilakukan pada klien dengan post apendiktomi memberikan motivasi dan
dukungan kepada klien agar nyeri dapat berkurang, tinjauan lain adalah kontrol nyeri
Dampak dari nyeri adalah peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan
karena nyeri akan menginiisiasi atau memacu peningkatan aktivitas saraf simpatis
(Kozier & Erb,2009). Dampak lain dari nyeri berupa respon emosi seperti cemas,
takut, depresi, dan tidak mempunyai harapan. Hal tersebut terjadi karena klien yang
berdampak pada gangguan psikososial seperti menarik diri dan menganggap dirinya
Dampak dari nyeri adalah peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan karena
(Kozier & Erb,2009). Dampak lain dari nyeri berupa respon emosi seperti cemas,
takut, depresi, dan tidak mempunyai harapan. Hal tersebut terjadi karena klien
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apendiks adalah kantong kecil dan tipis dengan panjang sekitar 5 hingga 10 cm
Apendisitis juga mcrupakan peradangan pada usus buntu dengan keadaan darurat
apendiks, tumor dan benda asing bisa berupa biji-bijian yang akan menyebabkan
mengberi keluhan mual, mutah, daneri pada ulu hati karena persarafan visceral
dan jaringan sekitar (infiltrat) atau terkumpulaya pus di sekitir apendiks (abses)
dan akan memberikan keluhan nyeri pada kanan bawah. Peningkatan tekanan
dinding apendiks juga akan mengganggu aliran penbuluh darah arteri din vena,
4
atau perlorasi apendiks. (Yuda, 2017)
yang dilakukan untuk menurunkan risiko perforasi (Hartawan & Dkk, 2020).
dan cacing akaris, selain itu apendisitis juga bisa terjadi akibat adanya erosi
2021).
terjadi distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilical. Sekresi mukus
1. Pentonitis
2. Abses
mencoba melawan infeksi. Dalam kasus yang jarang terjadi (sekitar 1 dari
atau CT. Pasien akan diberikan anestesi lokal dan jarum akan dimasukkan
antibiotik diberikan
3. Adhesi
Adhesi bisa menjadi lebih besar atau lebih ketat dari waktu ke
5. Massa apendikular
Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu dari tiga infeksi
dan yang merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada pasien post
operasi. Hampir dua pertiga angka kejadian ILO terbatas pada luka insisi
8
operasi dan hanya sepertiga yang juga melibatkan organ atau bagian
anatomi lain yang terlibat saat operasi. ILO juga sering terjadi setelah
9
Pathway
pathway
gg. integritas
kulit/jringan
Risiko infeksi
Intoleransi
Risiko difisit nutrisi Risiko difisit nutrisi
aktifitas
10
2.2 Konsep Dasar Nyeri Akut Post Apendiktomi
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri
mempunyai sifat yang subjektik, tidak ada parameter yang pasti untuk menilai
apakah seseorang mengalami nyeri atau tidak Nyeri akut yang dirasakan pasca
gangguan tidur, tidak nafsu makan, cemas dan ekspresi wajah yang tegang.
(Tasmin, 2020)
somatik, nyeri menjalar (referent pain), ,nyeri phantom dan nveri neurologis
1. Nyeri somatik yaitu nyeri yang disebabkan oleh rusaknya jaringan kulit
2. Nyeri menjalar yaitu nyeri yang terasa dibagian tubuh lain, yang umumnya
3. Nyeri neurologis yaitu bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme di
4. Nyeri phantom yaitu nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang,
kemungkinan penyebaran, durasi (menit, jam, hari, bulan, tahun) seperti irama
11
yang terus menerus, hilang timbul. Nyeri yang bisa membuat periode bertambah
metode P, Q, R, S, T.
stimulasi-stimulai nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat
mencetuskan nyeri.
yang diungkapkan oleh klien, sering kali klien mendeskripsikan nyeri dengan
perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiba-tiba klien mungkin berbeda beda
Lokasi (R: Region) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta
klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal
ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
1. Nyeri Akut
berlangsung kurang dari tiga bulan. Penyebab nyeri akut yaitu; agen
kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan) dan agen pencedera fisik (mis.
trauma, latihan fisik berlebihan) Nyeri akut sering ditandai dengan tampak
2. Nyeri Kronis
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
13
mengalamai cedera berulang, tampak meringgis, gelisah, tidak mampu
tinggi maupun rendah seperti peregangan, suhu dan lesi jaringan. Sel yang
H +
yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan
maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait
(oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, dan bertanggung jawab untuk serangan
14
migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri. (Bahrudin,
2017)
1. Usia
2. Jenis kelamin
15
3. Kebudayaan
4. Makna nyeri
16
Table 1
Tanda Gejala Mayor dan Minor Nyeri Akut
pengukuran satu dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek nyeri saja,
aspek sensosik belaka, namun juga termasuk pengukuran dari segi afektif atau bahkan
proses evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini. Pengukuran nyeri dibagi
menggunakan skalah nyeri secara numerical dan skala nyeri menurut bourbanis.
Numerical Rating Scale (NRS) merupakan pengukuran nyeri di mana kepada pasien
diminta untuk memberikan angka 1 sampai 10. Nol diartikan sebagaitidak ada nyeri
17
sedangkan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri yang hebat dan tidak tertahankan
oleh pasien. Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien baik bila kepada pasien
tersebut diminta secara lisan atau mengisi form kuesioner. Angaka 0 menunjukkan
tidak terdapat rasa nyeri sedangkan 10 menandakan nyeri yang sangat hebat dan tidak
Skala nyeri menurut bourbanis merupakan cara pengukuran yang hampir sama
dengan NRS akan tetapi kategori lebih diperjelas dan memudahkan perawat dalam
melakukan pengkajian.
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
18
dengan baik
7-9 : nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapatmendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi napas panjang dan
distraksi
10 : nyeri berat tidak terkontrol, klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
Mengontrol nyeri sangat penting dilakukan pada pasien post operasi. Nyeri yang
terkontrol dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dan
nyeri dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen farmakologis dan manajemen
non farmakologis.
1. Manajemen Farmakologis
19
Jenis -jenis analgetik menurut (Handayani et al., 2019) yaitu:
1) Katerolak
jenis dan intensitas nyeri penting dalam penilaian efek dari analgetik.
ginjal.
2) Tramadol
3) Paracetamol
1) Distraksi
2) Teknik relaksasi
3) Distraksi audio/pendengaran
4) Tirah Baring
22
pada klien yang letih untuk beristirahat tanpa terganggu
23
2.3 Pengelolaan Nyeri Akut Pada Pasien Post Apendiktomi
Mengontrol nyeri sangat penting dilakukan pada pasien post operasi. Nyeri yang
terkontrol dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dan
nyeri dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen farmakologis dan manajemen
non farmakologis.
1. Manajemen Farmakologis
1) Katerolak
24
mekanisme kerja mempengaruhi sintesa prostaglandin, yaitu
2) Tramadol
3) Paracetamol
ginjal, dll.
25
Penatalaksanan nyeri secara nonfarmakologis untuk mengurangi
26
1) Distraksi
terhadap nyeri yang dialami klien, misalnya pada klien post apendiktomi
2) Teknik relaksasi
dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
3) Distraksi audio/pendengaran
27
tindakan- tindakan melalui organ pendengaran. Misalnya, mendengarkan
music yang disukai, suara burung, atau gemercik air. Klien dianjurkan
untuk memilih music yang disukai dan music yang tenang, seperti musik
klasik. Klien diminta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu.
4) Tirah Baring
tetap berada ditempat tidur untuk tujuan teraupetik. Tujuan tirah baring
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. (Tim Pokja SIKI DPP
PPN, 2018)
1. Observasi :
2. Terapeutik :
pencahayaan, kebisingan)
3. Edukasi :
4. Kolaborasi
29
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Apendiks penyebab utama inflamasi akut pada kuadran kanan bawah kanan
dari rongga abdomen adalah paling umum untuk abdomen darurat. Kira-kira 7 % dari
populasi akan mengalami apendiksitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka. Pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita dan remaja lebih sering pada
orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendiksitis paling
sering terjadi antara usia 19-30 tahun.
3.2 Saran
Semoga dengan penulisan lapran pendahuluanini dapat menjadikan pegangan
tehnik asuhan keperawatan atau pada kasus Apendisitis dengan pre operatif maupun
post operatif.
Agar dapat menambah pengetahuan tentang kemajuan teghnologi pada
asuahan keperawatan secara umum dan khusus, terutama pada jenjang pendidikan
keperawatan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Albert, S. (2016). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Apendisitis Di
Rumah Sakit Santa Anna Kendari. Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses
Keperawatan Nyeri. In Nyeri.
Arifuddin. (2017). Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1), 1– 58.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif/article/view/8344
Aswad, A. (2020). Relaksasi Finger Hold Untuk Penurunan Nyeri Pasien Post Operasi
Appendiktomi. Jambura Health and Sport Journal P-ISSN: 2654- 718X e-ISSN: 2656-
2863, 2(1), 1–6.
Caecilia, R. Y., Pristahayuningtyas, Murtaqib, S. (2016). Pengaruh mobilisasi dini terhadap
perubahan tingkat nyeri klien post operasi apendektomi di rumah sakit baladhika
husada kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(1), 1–6.
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. (2017). Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun
2016. 1–187. http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Juni
2017/Profil Kesehatan Gianyar 2016.pdf
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2018). Profil Kesehatan Bali 2017. Journal of Experimental
Psychology: General.
31
32