Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

JAZIRAH ARAB DAN TATA SOSIAL MASYARAKAT JAHILIYAH;

KELAHIRAN ISLAM DAN PERJUANGAN NABI MUHAMMAD DI MEKKAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Bp. Ashief El-Qorny, M.Hum.

Disusun oleh :

Muhammad Iqbal Rosyid (2020010094)

Izza Alfiani (2020010078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
merupakan tugas kelompok dan disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Sejarah Peradaban
Islam yang diampu oleh Bp. Ashief El-Qorny, M.Hum. Program S1 Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo
Jawa Tengah Tahun Ajaran 2021/2022.

Makalah ini dapat tercapai berkat dorongan dan perhatian berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Bp. Ashief El-Qorny, M.Hum. selaku dosen Mata Kuliah Sejarah Peradaban
Islam.

2. Orang tua yang telah memberikan dukungan, semangat serta doa-doa yang
senantiasa Beliau dipanjatkan.

3. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang turut berkontribusi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu saya harapkan demi peningkatan kualitas
di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua
pihak yang mendukungnya.

Wonosobo, 29 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
A. Arab Pra-Islam ..................................................................................................................... 5
I. Asal Usul Bangsa Arab ....................................................................................................... 5
II. Politik dan Pemerintahan ................................................................................................... 5
III. Sosial Kemasyarakatan .................................................................................................... 6
IV. Ekonomi dan Perdagangan............................................................................................... 6
V. Moral dan Agama .............................................................................................................. 7
VI. Kesenian ........................................................................................................................... 8
VII. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ................................................................................... 8
B. Periode Mekkah.................................................................................................................... 8
1. Masa Kelahiran Nabi Muhammad Saw ............................................................................. 8
2. Masa Kenabian dan Kerasulan Nabi Muhammad Saw .................................................... 10
a. Perjuangan Dakwah ...................................................................................................... 10
b. Dakwah di Luar Kota Makkah ..................................................................................... 13
c. Isra’ Mi’raj .................................................................................................................... 14
d. Bai’at al-‘Aqabah ......................................................................................................... 15
BAB III .................................................................................................................................... 17
PENUTUP................................................................................................................................ 17
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 17
B. Saran dan Kritikan ........................................................................................................... 17
DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam terbagi
menjadi dua periode, yakni periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah dimulai
dengan diangkatnya beliau menjadi Nabi dan Rasul. Sedangkan periode Madinah dimulai
sejak Hijrahnya Rasulullah dan kaum muslimin ke Madinah setelah lebih kurang 13 tahun
berdakwah di Mekkah.

Periode Mekkah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdakwah menegakkan


tauhid dan dasar-dasar Islam. Karena kentalnya masyarakat Mekkah dengan agama nenek
moyang mereka dan keengganan mereka meninggalkan sesembahan mereka. Sehingga Nabi
shallallahu alaihi wa sallam banyak mendapatkan kecaman dan siksaan selama berdakwah di
Mekkah. Setelah perjuangan panjang lebih kurang 13 tahun, kemudian beliau memutuskan
untuk hijrah ke Madinah. Pada periode Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
berhasil membangun dan membina masyarakat Islam yang kuat. Hal ini disebabkan karena
antusiasnya masyarakat Madinah dalam memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah dan
para sahabat yang telah lebih dahulu masuk Islam.

Penulis dalam hal ini, Insya Allah akan membahas secara ringkas dan terbatas
mengenai Sejarah Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
di Mekkah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan merumuskan permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini, yakni:
1. Arab Pra-Islam
2. Periode Mekkah

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah tentang Arab Pra-Islam
2. Untuk mengetahui tata sosial masyarakat jahiliyah serta perjuangan Nabi Muhammad
pada periode Mekkah

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arab Pra-Islam

I. Asal Usul Bangsa Arab


Para sejarawan membagi kaum-kaum Arab berdasarkan garis keturunan asal
mereka menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah dan tidak mungkin
melacak rincian yang cukup tentang sejarah mereka, seperti ‘Ad, Tsamud, Thasm,
Judais, Imlaq (bangsa Raksasa) dan lain-lainnya.

b. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ya’rib bin
Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.

c. Arab Musta’rabah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan
Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.1

II. Politik dan Pemerintahan


Bangsa Arab sebelum Islam tidak pernah dijajah oleh bangsa asing, bahkan
tidak pernah tercipta kesatuan politik di seluruh Jazirah Arab. Kerajaan-kerajaan kecil
yang terdapat di Jazirah Arab bagian selatan umumnya berdaulat atas wilayah mereka
yang sempit dan sebatas masyarakatnya. Mereka lebih suka hidup berkabilah-kabilah
dan setiap kabilah atau suku diperintah oleh seorang syaikh, yaitu seorang yang
dianggap tertua dan berani di antara anggota kabilah tersebut. Oleh karena itu, tidak
ada rasa solidaritas sosial yang menyeluruh bagi semua suku Arab, bahkan hubungan
kerjasama antar suku hanya didasari atas kepentingan bersama.2

Para penguasa di jazirah Arab bisa dibagi menjadi dua kelompok:

1. Raja-raja bermahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak memiliki


independensi.

2. Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan
hak-hak istimewa sama seperti kekuasaan para raja, mayoritas mereka

1
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad saw. dari Kelahiran
Hingga Detik-Detik Terakhir, (Terjemahan dari judul asli: ar-Rahiq al-Makhtum), Jakarta: Darul Haq, 2012,
Cet. XIV hal. 2-3.
2
Ali Hasan al-Karbuthli (Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001,
hal 17.

5
memiliki independensi penuh. Namun boleh jadi sebagian mereka
bersubordinasi dengan raja bermahkota.3

III. Sosial Kemasyarakatan


Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya
kesukuan Badui. Organisasi dan identitas social berakar pada keanggotaan dalam
suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah
(clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh
seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan
atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Mereka suka berperang.
Karena itu, peperangan antarsuku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya
telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab. Dalam masyarakat
yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah.4 Bahkan apabila
mereka melahirkan anak perempuan, mereka merasa sangat malu dan hina atau
mereka kubur hidup-hidup. Sebagaimana yang terdapat dalam Firman Allah Swt QS.
An-Nahl (58-59), yang artinya:
Artinya: “Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan
(kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia
sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung)
kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah
alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.”
Kalaupun anak perempuan itu dibiarkan hidup, maka akan dibiarkan dalam
keadaan hina, tidak diberi warisan juga tidak diperhatikan, dan lebih cenderung
mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan.3

IV. Ekonomi dan Perdagangan


Terikat oleh keadaan geografis alam yang tandus, kering, dan gersang, maka
pada umumnya kehidupan orang Arab sebelum Islam bersumber dari kegiatan

3
Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan: M. Abdul Ghaffar dan Abdurrahim Mu’thi, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5), Bogor:
Pustaka Imam Syafi’I, 2003, Cet. I, hal. 73.

6
perdagangan dan peternakan. Maka terkenallah beberapa kota di Hijaz sebagai pusat
perdagangan, seperti Makkah, Madinah, Yaman, dan lain-lain.4

V. Moral dan Agama


Kondisi akhlak dan moral masyarakat saat itu sangat merosot dan jauh dari
norma-norma. Seringnya terjadi penindasan dan kekerasan, yang kuat menindas yang
lemah, yang kaya menghisap yang miskin, yang pandai memeras yang bodoh, dan
berkembangnya perbudakan.

Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, antara lain yang


terkenal adalah penyembahan terhadap berhala atau paganisme. Menurut Syalabi
penyembahan berhala itu pada mulanya ialah ketika orang-orang Arab itu pergi keluar
kota Makkah, mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka
mensucikan batu dan menyembahnya di mana mereka berada. Lama-lama dibuatlah
patung yang disembah dan mereka berkeliling mengitarinya (tawaf), dan di saat-saat
tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah.

Kemudian mereka memindahkan patung-patung mereka di sekitar Ka’bah


yang jumlahnya mencapai 360 buah. Di samping itu ada patung-patung besar yang
ada di luar Makkah, yang terkenal ialah Manah/Manata di dekat Yasrib atau Madinah,
al-Latta di Thaif, dan al-Uzza di Hijaz. Hubal ialah patung yang terbesar yang terbuat
dari batu akik yang berbentuk manusia yang diletakkan dalam Ka’bah. Mereka
percaya bahwa menyembah berhalaberhala itu bukan menyembah kepada wujud
berhala itu tetapi hal tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah
Tuhan.5 Sebagaimana diterangkan di dalam QS. Az-Zumar (3) yang artinya :

Artinya: “…Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar


mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekatdekatnya…”

Qatadah, as-Suddi, Malik Dari Zaid bin Aslam dan Ibnu Zaid berkata:
“Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya’, yaitu agar mereka memberikan syafa’at kepada kami dan mendekatkan
kedudukan kami kepada-Nya.” Untuk itu dulu pada masa jahiliyah mereka
mengucapkan talbiyah mereka di waktu haji ; “Aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada

4
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001, hal 20.
5
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, Cet. I, hal. 8.

7
sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang Engkau miliki, Engkau memilikinya sedang ia
tidak memiliki. Syubhat inilah yang dipegang teguh oleh kaum musyrikin sejak masa
lalu dan masa berikutnya.”6

VI. Kesenian
Sekitar kota Mekkah banyak terdapat pasar-pasar kesenian. Pasarpasar
tersebut dijadikan pusat keramaian bagi penyair-penyair Arab. Di antaranya yang
terkenal yaitu ‘Ukaz dan Zul Majaz. Di sini penyairpenyair membacakan syair-
syairnya dan biasanya dipertandingkan di antara mereka. Bagi yang terbaik mendapat
mu’alaqat sebagai tanda penghargaan. Mu’alaqat semacam piagam berisikan syair
sang juara yang ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di dinding Ka’bah.7

VII. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Di kalangan bangsa Arab sebelum Islam berkembang ilmu nujum, ilmu falaq
dan sebagainya. Ilmu falaq amat berguna bagi mereka untuk menentukan cuaca. Ilmu
arsitek/bangunan hanya berguna/berkembang pada umumnya di Yaman.8

B. Periode Mekkah

1. Masa Kelahiran Nabi Muhammad Saw


Sayyidul Mursalin dilahirkan di tengah kabilah bani Hasyim di Mekkah pada
hari Senin 9 Rabi’ul Awal saat tragedi pasukan bergajah, bertepatan pada tanggal 20
atau 22 April 571 M.9

Menurut Caussin De Parceval dalam essai sur l’ Histoire des Arabes


menyatakan bahwa Muhammad dilahirkan pada bulan Agustus 570 M. Tetapi pada
umumnya mengatakan bahwa dia dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal.10

Abdul Muthallib, kakek Nabi Muhammad ketika mendengar kabar kelahiran


cucunya, beliau langsung mendatanginya dan menggendongnya mengelilingi Ka’bah
sebanyak tujuh kali, dan ia berkata: “Wahai cucuku yang diberkati Allah, aku akan

6
Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan: M. Abdul Ghaffar dan Abdurrahim Mu’thi, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7), Bogor:
Pustaka Imam Syafi’i, 2003, Cet. I, hal. 87.
7 Maidir Harun dan Firdaus, Op. Cit. hal 22.

8 Maidir Harun dan Firdaus, ibid, hal 22.


9 Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum, Bahtsun fi as-Sirah anNabawiyah ‘ala Shohibiha

Afdhalu ash-Sholatu wa as-Salam, Beirut: Dar al-Fikr, 2008, Cet. I, hal 36.
10 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera AntarNusa, 1993, Cet. XVI, hal. 49.

8
menamaimu Muhammad. Kelahiran ini diiringi dengan kesucian dan kemenangan
bagi Rumah Suci, semoga berkah selalu baginya!”11

Beliau lahir dalam keadaan yatim, karena ayahnya Abdullah meninggal dunia
ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya Aminah. Muhammad kemudian
diserahkan kepada ibu pengasuh Halimah Sa’diyah, yang sebelumnya disusui oleh
budak perempuan Abu Jahal yaitu Tsuwaibah.12 Selama itu beliau saw. banyak
membawa keberkahan terhadap keluarga Halimah as-Sa’diyah. Lebih kurang empat
sampai lima tahun beliau tinggal di perkampungan kabilah Bani Sa’ad, hingga
terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau. Dalam peristiwa tersebut Jibril membelah
jantungnya dan mengeluarkan segumpal darah yang merupakan bagian setan,
sehingga bila tetap ada niscaya ia dapat memperdayai Muhammad. Kemudian jantubg
tersebut dicuci denga air zamzam dan dikembalikan ke tempatnya semula. Setelah
itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia
enam tahun, dia menjadi yatim piatu.

Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib megambil alih tanggung jawab


merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia
karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib.

Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai pengembala kambing


keluarganya dan keluarga penduduk Mekkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia
menemukan tempat untuk berpikir dan merenung.

Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syria
(Syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib. Dalam
perjalanan ini, di Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu dengan seorang pendeta
Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada
Muhammad sesuai dengan petunjuk ceritacerita Kristen. Sebagian sumber
menceritakan bahwa pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh
memasuki daerah Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang Yahudi mengetahui tanda-
tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.

11
Tahia al-Ismail, Tarikh Muhammad saw. Teladan Perilaku Ummat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996,
Cet. I, hal 12.
12 Tahia al-Ismail, Op. Cit. hal. 13.

9
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syria membawa
barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah
yang kemudian menjadi istrinya. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan
Khadijah 40 tahun.

Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi


pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Ketika terjadi
perselisihan mengangkat dan meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, karena
setiap suku merasa berhak malakukannya. Kemudian para pemimpin Qurays sepakat
bahwa orang yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan
hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata Muhammad yang pertama kali masuk
dan yang dipercaya menjadi hakim. Ia membentangkan kain dan meletakkan hajar
aswad di tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala suku memegang tepi kain itu
dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu
Muhammad meletakkan batu itu pada tempatnya semula.

2. Masa Kenabian dan Kerasulan Nabi Muhammad Saw


Tatkala usia beliau mendekati 40 tahun, beliau mulai suka mengasingkan diri.
Ketika pengasingan diri (uzlah) di gua Hira’ memasuki tahun ketiga tepatnya di bulan
Ramadhan Allah mengangkatnya sebagai nabi dengan mengutus Jibril kepadanya
yang membawa beberapa ayat al-Qur’an, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Itulah wahyu
pertama. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian dikenal sebagai “Malam penuh
keagungan” (Lailah al-Qadr), dan menurut riwayat terjadi menjelang akhir bulan
Ramadhan (610).13 Kemudian, Allah memuliakan beliau dengan mengangkat menjadi
rasul dengan diturunkannya al-Qur’an surat al-Mudatsir ayat 1-5, sebelumnya wahyu
tidak diturunkan (vakum) beberapa hari setelah wahyu pertama.

a. Perjuangan Dakwah
Secara umum, pada periode Mekkah, kebijakan dakwah yang dilakukan
Nabi Muhammad adalah dengan menonjolkan kepemimpinannya, bukan
kenabiannya. Implikasinya, dakwah dengan strategi politik yang memunculkan
aspek-aspek keteladanannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial

13Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, Jakarta:PT Serambi Ilmu
Semesta, 2010, Cet. II, hal. 141.

10
(egalitarisme) lebih tepat dibandingkan dengan aspek kenabiannya dengan
melaksanakan tabligh.14

Permulaan dakwah Rasulullah disampaikan kepada kerabat dekat dan para


tokoh masyarakat Quraisy seperti Abu Bakar as-Siddiq sebagai sahabat beliau
yang paling tulus. Orang yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah, Zaid
bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-Siddiq, Utsman bin ‘Affan, az-
Zubair bin al-‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, dan
Thalhah bin ‘Ubaidillah. Kemudian diikuti oleh para tokoh Quraisy seperti
‘Ubaidah bin al-Jarrah, al-Arqam bin Abu al-Arqam,15 dan lain-lain.

Perjuangan dakwah ini dilakukan secara rahasia yang berpusat di rumah


al-Arqam bin Abu al-Arqam. Dakwah yang bersifat individu ini berjalan selama
lebih kurang tiga tahun, kemudian turunlah perintah kepada Nabi saw., untuk
menyampaikan dakwah kepada kaumnya secara terang-terangan, dan menentang
kebatilan mereka serta menyerang berhala-berhala mereka.

Tatkala turun perintah dakwah dari Allah subhanahu wa ta’ala secara


terang-terangan dan melawan kemusyrikan, sebagaimana yang terdapat dalam al-
Qur’an surat al-Hijr ayat 94-95 yang artinya:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olok (kamu).” (Q.S. al-Hijr: 94-95)

Dan tatkala turun QS. asy-Syu’ara’ ayat 214 yang artinya :


“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (Q.S. asy-
Syu’ara’: 214)
Rasulullah naik ke atas bukit Shafa, lalu menyeru kepada kabilah-kabilah
Quraisy. Kemudian tak berapa lama mereka pun berkumpul. Lalu Beliau berkata,
“Bagaimana menurut pendapat kalian kalau aku beritahukan bahwa ada
segerombolan pasukan kuda di lembah sana yang ingin menyerang kalian,
apakah kalian akan mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Ya, kamu tidak

14
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik
dan Budaya Ummat Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 14.
15 Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Op. Cit., hal 93.

11
pernah tahu dari dirimu selain kejujuran.” Beliau berkata, “Sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan kepada kalian akan azab yang amat pedih.” Abu
Lahab menanggapi, “Celakalah engkau sepanjang hari! Apakah hanya untuk ini
engkau kumpulkan kami?”

Maka ketika itu turun ayat: “Celakalah kedua

tangan Abu Lahab” (Q.S. Al-Lahab: 1). Yakni benar-benar merugi lagi gagal,
amal perbuatan dan usahanya pun tersesat.16
Rasulullah melakukan dakwah Islam secara terang-terangan di tempat-
tempat berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin. Beliau membacakan
Kitabullah dan menyampaikan ajakan yang selalu disampaikan oleh para rasul
terdahulu kepada kaum mereka, “Wahai kaumku! Sembalah Allah. Kalian tidak
memiliki Tuhan selainNya”. Dan beliau juga memamerkan praktik ibadahnya
kepada Allah, melakukannya di halaman Ka’bah pada siang hari dan disaksikan
oleh khalayak ramai. Dakwah yang beliau lakukan tersebut mendapat sambutan
baik dari mereka sehingga banyak di antara mereka yang masuk ke dalam agama
Islam.
Manakala musim haji telah datang yang dilakukan Rasulullah adalah
membututi jama’ah-jama’ah yang datang hingga sampai ke tempat-tempat
mereka, di pasar ‘Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz. Beliau mengajak mereka
untuk menyembah Allah, sedangkan Abu Lahab selalu membututi dan memotong
setiap ajakan beliau dengan berbalik mengatakan kepada mereka “Jangan kalian
patuhi dia karena dia adalah seorang pembawa agama baru lagi pendusta”. Dan
kenyataannya, justru dari musim itulah perihal Rasulullah menjadi pusat perhatian
delegasi Arab dan namanya menjadi buah bibir orang di seantero negeri Arab.

Seiring banyaknya orang yang membenarkan ajakan Beliau, seiring


dengan itu kebencian para pembesar Quraisy yang enggan menerima dakwah
Rasul juga semakin membara. Sehingga begitu banyak celaan, cobaan, dan
siksaan yang diterima oleh Nabi dan orang Islam saat itu. Di antaranya Ammar
bin Yasir dan kedua orang tuanya pernah diseret oleh orang-orang Quraisy ke al-
Abthah untuk disiksa. Bahkan kedua orang tuanya ditikam oleh Abu Jahal dengan

16
Abdullah bin Muhammad al-Sheikh, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Bogor:Pustaka Imam Syafi’I,
2003, hal. 568.

12
lembih hingga menjadi syahid. Di antara kaum muslimin yang sangat berat
siksaannya adalah Bilal, dia adalah seorang budak Habsyi yang digambarkan oleh
Rasulullah sebagai buah pertama dari kaum Habsyi.

Selain itu, yang juga menerima siksaan yang berat ialah Khabbab bin al-
Arut. Siksa yang menimpa kaum muslimin ketika itu tidak hanya dirasakan oleh
kaum laki-laki, juga kaum perempuan. Alkisah Labinah, seorang budak
perempuan kepunyaan Bani Mu’min yaitu Hay Bani ‘Addi bin Ka’b) masuk
Islam, kemudian Labinah dibeli oleh Abu Bakar as-Shiddiq dan
memerdekakannya.17

b. Dakwah di Luar Kota Makkah


1) Kaum Muslimin Hijrah ke Habsyi

Pada awal tahun 615 M18 kaum muslimin hijrah ke Habsyi. Penganiayaan
dan intimidasi orang-orang Quraisy merupakan ujian yang hebat bagi Nabi
Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Salah satu langkah antisipatif
penyelamatan, Nabi Muhammad telah memerintahkan untuk berhijrah ke
Habasyah/Habsyi (Ketika itu Rasulullah menyaksikan para sahabatnya
menderita karena siksaan orang-orang musyrik Makkah, berkatalah beliau
kepada mereka: “Kalian lebih baik hijrah ke tanah Habsyi, karena di sana
rajanya terkenal adil dan bijaksana, tidak seorang pun ada yang teraniaya.
Negeri Habsyi adalah negeri yang aman. Berangkatlah ke sana sampai Allah
memberi jalan keluar dari penderitaan yang menimpa kalian selama ini.) yang
waktu itu dipimpin oleh Najasyi, seorang yang beragama Nasrani.19
Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan empat orang wanita,
dikepalai oleh Utsman bin Affan.20

Pada tahun yang sama, tepatnya di bulan Syawwal rombongan ini


kembali ke Makkah, karena berita dusta tentang peristiwa Gharaniq, bahwa
orang-orang Quraisy telah masuk Islam. Ternyata berita tersebut berbanding
terbalik, sehingga setelah di Mekkah kaum Quraisy semakin menjadi-jadi

17
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, Cet. III, hal. 137.
18
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, bagian kesatu & dua, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1999), hal. 36.
19
Ajid Thohir, Op. Cit. hal. 14.
20
Shafiyurrahman, Op. Cit. hal. 122

13
melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah
kembali memerintahkan kaum muslimin untuk kembali ke Habasyah (Habsyi).
Rombongan yang kedua ini terdiri dari 83 laki-laki dan 18 atau 19
perempuan.21

2) Hijrah ke Tha’if

Pada bulan Syawwal tahun ke-10 kenabian atau tepatnya pada


penghujung bulan Mei atau awal Juni tahun 619 M Rasulullah pergi menuju
kota Thaif yang letaknya sekitar 60 mil dari kota Makkah. 22 Dengan harapan
semoga Allah memberikan petunjuk kepada penduduknya untuk memeluk
agama Islam. Pada kenyataannya penduduk Tha’if justru menolak beliau
dengan penolakan yang lebih buruk. Mereka menuntut beberapa mukjizat
tertentu darinya seperti mereka meminta agar beliau dapat membelah bulan
menjadi dua, lalu beliau memohonkan kepada Allah agar memperlihatkan
kepada mereka. Namun, mereka tetap pada kekafirannya.

c. Isra’ Mi’raj
Isra’ yaitu Rasulullah diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsho yaitu Baitul Maqdis setelah menyebarkan Islam di Mekkah kepada
orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilahnya.23 Mi’raj yaitu perjalanan
Rasulullah dari Baitul Maqdis naik ke langit ke tujuh.24

Malam itu Beliau dimi’rajkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia.
Di sana beliau melihat Adam, bapak manusia. Kemudian beliau dimi’rajkan
ke langit kedua, di sana beliau melihat Nabi Yahya alaihissalam dan Isa
alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ketiga, di sana beliau
melihat nabi Yusuf alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit
keempat, di sana beliau melihat Nabi Idris alaihissalam. Kemudian beliau
dimi’rajkan ke langit kelima, di sana beliau melihat Nabi Harun alaihissalam.
Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit keenam, di sana beliau melihat Nabi
Musa alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ketujuh, di sana

21
Op. Cit., hal. 125
22 Op. Cit., hal. 178
23 Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab al Araby, 1990) Cet. III, hal.

47.
24 Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 143

14
beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim alaihissalam. Kemudian beliau naik ke
Sidratul Muntaha, lalu al-Bait al-Ma’mur dinaikkan untuknya. Kemudian
beliau dimi’rajkan lagi menuju Allah yang Maha Agung lagi Mahaperkasa.
Kemudian Dia mewahyukan kepada hamba-Nya mewajibkan 50 waktu shalat.
Kemudian Beliau kembali hingga melewati Nabi Musa alaihissalam. Musa
lalu bertanya kepada beliau;

‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Beliau menjawab, ’50 waktu


shalat’. Dia berkata, ‘Umatmu pasti tidak sanggup melakukan itu, kembalilah
kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu.’ Lalu Jibril
membawa beliau kembali naik ke hadapan Allah. Lalu Allah menguranginya
menjadi 10 waktu shalat. Kemudian ketika melewati Nabi Musa, dan beliau
memberitahukan hal tersebut kepadanya. Dia berkata, ‘Kembalilah lagi kepada
Rabbmu dan mintalah keringanan!’ Beliau terus mondar-mandir antara Nabi
Musa dan Allah hingga akhirnya Allah menjadikannya 5 waktu shalat.25

d. Bai’at al-‘Aqabah
Pada musim haji sesudah perang Bu’ats, berangkatlah serombongan
orang-orang Khazraj menuju Makkah untuk berhaji. Sesampainya di Makkah
mereka ditemui Rasulullah di ‘Aqabah dan pada saat itu pula mereka
mendengar dakwah beliau lalu menerimanya. Ketika tiba musim haji tahun
berikutnya, datanglah ke Makkah dua belas orang penduduk Yatsrib untuk
menemui Rasulullah di ‘Aqabah. Kemudian pada malam harinya mereka
melakukan bai’at tanda setia kepada beliau yang disebut dengan Bai’at an-
Nisa’ atau Bai’at al-Aqabah al-Ula.26

Pada tahun 622 M terjadi sumpah setia kedua (Bai’at al‘Aqabah al-
Tsaniyah) yang berisikan pernyataan bahwa mereka tidak hanya menerima
Muhammad sebagai nabi dan menjauhi perbuatan dosa, akan tetapi juga
sanggup berperang membela Tuhan dan rasulNya.27 Selain itu, mereka
mengharapkan Nabi Muhammad hijrah ke Yatsrib, karena mereka sangat
membutuhkan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka dan

25
Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 197-198
26
Hasan Ibrahim Hasan, Op. Cit., hal. 175-176
27 Maidir Harun dan Firdaus, Op. Cit., hal. 28

15
menyelesaikan sengketa antara suku Aus dan suku Khazraj yang telah terjadi
bertahun-tahun.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari uraian di atas, yaitu:

1. Keadaan masyarakat Mekkah sebelum munculnya cahaya Islam sangat jauh dari
kemanusiawian. Misalnya, membunuh bayi perempuan, merendahkan kaum
perempuan, maraknya perjudian, bermain perempuan, khamar, dan lain sebagainya.

2. Masa kecil sampai masa remaja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan
teladan yang baik bagi manusi. Kehidupan yang penuh kemandirian dan ketekunan
sudah selayaknya jadi figur bagi pemudapemuda Islam.

3. Dakwah Islam periode Mekkah berlangsung lebih kurang 13 tahun dengan


menegakkan tauhid dan dasar-dasar Islam.

B. Saran dan Kritikan


Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis
sangat mengharapkan kritikan yang dapat mendukung untuk lebih baiknya di masa yang
akan datang.
Penulis juga menyarankan kepada pembaca, agar membaca buku-buku yang
berkaitan dengan Sejarah Peradaban Islam terutama periode Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam dan buku-buku sirah Nabawiyyah yang telah banyak ditulis oleh para ulama
dan peneliti sejarah. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan,
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

17
DAFTAR RUJUKAN

Abdullah bin Muhammad al-Sheikh, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Bogor: Pustaka
Imam Syafi’I, 2003.
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Ummat Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004.
Ali Hasan al-Karbuthli (Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-
IB Press, 2001.

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, Cet. I.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, Cet. III.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, Cet. III.
Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab al Araby,
1990) Cet. III.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, bagian kesatu & dua, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1999).
M. Abdul Ghaffar dan Abdurrahim Mu’thi, Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan: Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 5), Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003, Cet. I.

M. Abdul Ghaffar dan Abdurrahim Mu’thi, Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan: Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 7), Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003, Cet. I.
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera AntarNusa, 1993,
Cet. XVI.
Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2010, Cet. II.

Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum, Bahtsun fi as-Sirah anNabawiyah


‘ala Shohibiha Afdhalu ash-Sholatu wa as-Salam, Beirut: Dar al-Fikr, 2008, Cet. I.
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad saw. dari
Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir, (Terjemahan dari judul asli: ar-Rahiq al-
Makhtum), Jakarta: Darul Haq, 2012, Cet. XIV.
Tahia al-Ismail, Tarikh Muhammad saw. Teladan Perilaku Ummat, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1996, Cet. I.

18
19

Anda mungkin juga menyukai